Beranda / Fantasi / Halte Cafe / Bertanya Pada Kavin

Share

Bertanya Pada Kavin

Penulis: Wino La
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-11 16:32:08

Chapter 3

Setelah menurunkan semua belanjaan ke dalam dapur, bahkan tanpa merapikannya terlebih dahulu. Yuya bergegas menuju lantai dua dan langsung saja menerobos kamar yang memiliki dua ranjang di tiap sisinya.

"Kavin bangun! Gue perlu bicara sama lo!" tukas Yuya seraya mengguncang-guncang tubuh sang Sahabat. 

Kavin yang merasa terusik, membuka kelopak matanya dengan malas.

"Apaan sih, Yu? Ini hari libur," keluh Kavin. "Lo bersyukur hari ini cuma mendung doang. Kalau gue bangun. Jakarta hujan lebat lagi. Lo mau tanggung jawab, heuh?"

"Buruan bangun! Gue mau ngomong sesuatu sama lo," ujar Yuya yang masih mencoba menarik Kavin dari tempat tidur. Tubuh pria itu seperti batu. Tidak mau bergerak sama sekali.

"Bulan jatuh dari langit?" ngawur Kavin "Bintang jatuh udah biasa. Jadi bulan jatuh gitu?"

"Dasar aneh. Bukan itu! Lo harus bangun dan dengerin gue ngomong dulu."

Dipaksanya Kavin bangun. Entah dengan cara apa. Ditariknya selimut yang membungkus tubuh sang Sahabat. Lalu Yuya berpindah ke arah telapak kaki Kavin.

Dengan senyum jahil. Ia pun menggelitik telapak kaki Kavin. Alhasil, pria penyuka cuaca itu merasa geli tak karuan. Kavin yang sepenuhnya sudah bangun menatap jengah ke arah Yuya.

"Jadi, ada apa?"

"Lo ingat cewek yang kemarin gak?" tanya Yuya.

"Tuan Yuya yang terhormat. Kemarin banyak cewek yang gue temui. Lah iya? Gue bisa ingat semuanya. Lo ini memang ya."

"Ck, bukan itu," desis Yuya, "cewek yang kemarin di cafe. Waktu lo berceloteh tentang hujan dan BMKG itu."

Kavin pun ber-oh panjang.

"Lalu? Dia datang lagi? Tuh cewek gak bisa baca ya? Udah tahu hari ini tutup masih datang lagi. Eh, seharusnya gak ada sihir yang terbuka hari ini di cafe. Kenapa dia bisa datang lagi?"

Kavin benar. Halte Cafe memiliki sebuah keistimewaan. Tempat itu memiliki kekuatan magis yang cukup kuat, untuk menuntun orang-orang yang dalam masalah agar singgah di cafe.

Simpelnya tidak akan ditemukan jika dicari. Tetapi bakal ketemu, kalau tidak dicari. Semboyan ini biasanya berlaku pada kaum non magus. Yaitu isitilah untuk menyebut mereka yang tidak memiliki sihir.

"Bukan itu! Dengerin gue dulu. Cewek itu bisa lihat bunga Nephel. Secara hukum alam. Non magus tidak bisa melihat apapun yang berkaitan dengan sihir. Bukankah ini aneh?"

Kavin nampak terhenyak sejenak. Lalu menggeleng tidak percaya.

"Lo serius? Itu tidak mungkin."

"Gue lihat dengan mata kepala gue sendiri. Bunga itu berada di pinggir jalan. Dan cewek itu ada di sana. Dia bahkan memotret bunga tersebut." Yuya bersikeras meyakinkan Kavin.

Kavin pun memperbaiki cara duduknya dengan cara duduk bersila.

"Lo yakin dia non magus?" selidik Kavin

"1000% gue yakin. Hanya non magus yang dapat memancarkan aura. Dan cewek itu memilikinya kemarin." Yuya yakin 100% tentang itu.

Keduanya sama-sama terdiam. Pikiran mereka mencoba fokus untuk mencari alasan mengapa peristiwa tersebut bisa terjadi. Tetapi percuma saja, sekuat apapun mereka mencoba tidak ada satupun jawaban yang bisa mereka temukan.

"Aneh juga sih." Kavin membuka suara. "Tetapi lo gak perlu memikirkannya. Itu bukan urusan kita berdua."

Yuya hanya terdiam. Kavin sudah kembali meringkuk dalam selimut. Yuya tidak lagi meracau, Kavin ada benarnya. Pria itu pun akhirnya, turun kembali ke bawah. Ia membuat dirinya sibuk mengurus dan mengatur semua bahan sihir hasil belanjaan ke tempatnya masing-masing.

***

Malam semakin pekat. Guyuran hujan semakin turun dengan deras. Petir menyambar-nyambar ke segala arah. Dengan kedua tangan memegang toples kaca. Yuya mengangkat benda itu tinggi-tinggi ke udara. Lalu bunyi menggeledar terdengar dengan dentuman yang sangat besar dan keras.

Sebuah aliran petir mengalir masuk dalam toples yang dipegang Yuya. Lalu dengan gesit pria itu menutup toples tersebut. Bau gosong terendus dari tubuhnya.

"Gimana? Udah cukup?" tanya Kavin yang kini tubuhnya dibalut mantel hujan berwarna hitam polos. "Musim hujan akan mulai reda dan lo udah gak bisa mencari petir lagi."

Angin berhembus kencang. Embusannya seolah mampu menerbangkan dua penyihir tersebut dari landasan pacu helikopter. Ya, demi mendapatkan sebotol sambaran halilintar. Keduanya terpaksa berdiri di salah satu gedung pencakar langit di kota Jakarta.

"Cukup. Kita perlu menunggu lagi sampai subuh untuk menangkap cahaya fajar pertama." 

"Dih ogah! Gue gak mau! Di sini dingin woy!" seru Kavin yang memilih berjalan pergi meninggalkan Yuya.

Ditinggal pergi oleh sang Sahabat. Yuya memilih untuk berteduh di dalam apartemen yang telah dibeli sebelumnya. Ia sengaja, memilih kamar paling tertinggi untuk mempermudahnya naik di atas atap. Tentu saja, hal tersebut terjadi karena ia memiliki hak istimewa.

Menjelang fajar, Yuya sudah kembali naik di atas atap. Hujan sudah cukup reda. Namun, masih mengandung gerimis kecil. Dengan menggunakan toples lain yang telah kosong, Yuya kembali menangkap cahaya fajar pertama.

Cahaya itu masuk ke dalam toples dengan bentuk benang-benang halus yang berpendar keemasan. Setelah berhasil mengumpulkan apa yang ia cari. Lepas jam 6 pagi, mereka memilih untuk segera pulang.

Suasana pagi di jalan raya terasa lenggang. Tidak terlalu banyak kendaraan yang melintas. Hujan juga sudah reda, hanya saja meninggalkan jejak awan kelabu yang mengantung di langit.

Kembali tiba di lampu merah. Benak Yuya sekonyong-konyong teringat tentang Elea. Bunga Naphel ada di sana. Masih bergoyang-goyang ringan oleh embusan angin minggu pagi.

"Gue lihat cewek itu di sana." Telunjuk Yuya mengarah ke luar. Kavin pun menoleh.

"Tanaman liar yang beracun. Aneh juga kalau dia bisa lihat. Apa mungkin dia setengah magus?"

Kepala Yuya yang kini berpaling menghadap Kavin. Lalu sejenak ia menggeleng pelan.

"Gue gak yakin," ungkap Yuya pesimis

"Ya, siapa tahu aja, 'kan?" balas Kavin. "Sudahlah, itu bukan hal besar yang harus kita pikirkan. Buka cafemu seperti biasa dan bekerjalah. Gue mau cepat-cepat pulang."

Yuya pun mengiyakan permintaan Kavin. Lampu merah berganti warna hijau. Yuya kembali menginjak pedal gas.

Tetapi sesuatu terasa deja vu. Ia mendadak menginjak pedal rem. Kavin yang berada di sampingnya tersentak saking terkejutnya ia.

"Yuya! Lo mau bunuh gue? Atau lo mau bunuh diri couple'lan bareng gue?" Emosi Kavin naik ke ubun-ubun.

Untung bagi mereka, lalu lintas masih lenggang. Jika saja, jalanan ramai seperti kemarin. Tentu, akan ada kecelakaan yang dapat menelan banyak korban.

"Kavin! Lihat di sana!" seru Yuya. Kavin pun mengikuti arah jari telunjuk Yuya.

Di sana, di sebrang trotoar pejalan kaki. Elea kembali berada di sana. Kali ini bukan sedang berdiri memotret. Melainkan, ia sibuk mencabut bunga-bunga Naphel seorang diri. Kemudian mengisinya ke dalam kantung plastik berwarna hitam dengan tangan kosong.

"Yuya!" terik Kavin. "Buruan ke sana! Gadis itu bisa mati karena keracunannn!"

___//___//___///____

Bersambung

Bab terkait

  • Halte Cafe   Bunga Naphel

    Chapter 4Setelah memutar balik mobil dalam keadaan cepat. Yuya dan Kavin bergegas menghampiri Elea. Wanita itu beringsut saat melihat dua orang pria mendekat padanya dengan wajah panik luar biasa.Mengenali salah satu dari mereka. Sontak membuat tubuh Elea untuk merespon dengan gerakan melarikan diri."Woy tunggu!" teriak Kavin. "Yuya! Ayo kejarrr!" Ia berlagak seperti seorang superhero dengan tangan mengepal ke udara.Yuya melirik sekilas ke arah Kavin. Tatapan matanya seolah berkata 'Oh apa yang sedang di lakukan pria ini?' Tetapi dia tetap memilih mengejar Elea. Wanita itu melarikan diri dengan cepat. Kavin dan Yuya membututi dari belakang."Sial! Kenapa gue bisa ketemu mereka lagi sih?!" batin Elea. Tungkainya terus bergerak cepat. Ia berlari sepanjang trotoar. Lalu berbelok pada sebuah jalan.Kavin dan Yuya semakin mempercepat gerak mereka. Hingga pada saatnya, ujung jari-jemari Yuya menggapai ujung kerah hoodie merah marrun Elea dari

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-11
  • Halte Cafe   Tamu Tidak di Undang

    Chapter 5Elea memilih kembali ke apartemen. Tempat di mana ia dibesarkan oleh Nat, sejak ia berusia 6 tahun. Elea yatim piatu dan Nat telah mengadopsinya saat itu.Tetapi, wanita itu tidak ingin dipanggil ibu oleh Elea. Dia lebih suka dipanggil kakak, sebagai saudara perempuan. Awalnya Elea keberatan soal itu. Namun, ia memilih mengikuti kemauan Nat.Seiring berjalannya waktu, Elea kecil mulai terbiasa dengan hal tersebut. Hari-harinya bersama Nat selalu penuh kebahagiaan. Nat selalu memanjakan Elea hingga wanita itu tidak pernah merasa kekurangan.Hingga suatu hari, Elea tidak ingat kapan peristiwa itu terjadi. Ia tahu-tahu terbangun di ranjang rumah sakit dengan mata kanan yang telah diperban. Lalu Nat yang juga terbaring tidak sadarkan diri di sampingnya.Elea menghela napas berat. Ingatannya tentang kejadian tersebut selalu menimbulkan sesak di dalam kalbu. Ia memantapkan diri, bahwa masa lalu yang pahit tidak perlu di kenang.Di

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-12
  • Halte Cafe   Penyelidikan

    Chapter 6Lonceng kecil dibalik pintu berdenting nyaring. Tatkala seseorang mendorongnya dari luar. Elea nampak terengah-rengah. Seolah-olah dia baru saja menyelesaikan marathon.Sorot matanya menelisik tajam pada Yuya yang sebenarnya berpura-pura sibuk dibalik meja kasir. Sedangkan, Kavin mencoba stay cool dengan pura-pura membaca buku."Tempat ini sarang sihir," seru Elea.Kavin terbatuk-batuk saking kagetnya ia. Luntur sudah, pose yang ia buat."Lo!" tunjuk Elea pada Kavin. Kavin sendiri malah menunjuk balik dirinya sendiri."Gue?""Iya lo! Kalian berdua itu memainkan sihir, 'kan? Gue tahu itu," ucapnya seraya kembali menoleh pada Yuya. Pria itu berpura-pura memasang wajah terkejut."Ini hanya cafe biasa, Nona. Mengapa Anda mengatakan hal seperti itu?" sanggah Yuya."Hah!" bentak Elea. Ia lalu berjalan menghampiri Yuya. "Gue perlu penjelasan dari lo berdua. Mengapa lo berdua ngikutin gue?"Kavin kembali t

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-13
  • Halte Cafe   Dandelion Flower Syrup

    Chaprer 7Gue keceplosan, Yuya membatin. Raut wajahnya sekonyong-konyong memerah. Ia pun jadi salah tingkah. Seharusnya ia tidak mengatakan siapa dirinya pada Elea."Oh, nama lo Yuya? Salken, gue Elea Noir," balas Elea.Tertengun, Yuya pikir Elea mungkin saja akan meledek atau mengancamnya, Apapun itu. Yuya agak terkejut dengan sikap Elea yang tidak terpikirkan olehnya.Elea yang nampak sibuk memperhatikan wadah mug jar di hadapannya. Seketika merasa begitu haus. Dandelion Flower Syrup terlihat begitu menggiurkan. Dan tahu-tahu saja, ia sudah menegak minuman tersebut dalam satu tarikan napas.Bunyi pantat mug jar yang agak sedikit dihempaskan pada meja, seketika mengangetkan lamunan Yuya. Kini, minuman tersebut sudah tinggal separuhnya saja."Sirup apa ini? Apa gue harus membayarnya juga? Rasanya enak," puji Elea. "Baru kali ini gue meminum rasa yang seperti ini.""Dandelion Flower Syrup," sahut Yuya."Hah?"

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14
  • Halte Cafe   Hilangnya Kemampuan Sihir Dapur

    Chapter 8"Apa yang lo lakukan di sini?" geram Yuya dengan gemas. Elea sudah dua kali menginjakkan kakinya pada tempat tidak di undang."Emm, gue cuma mau bilang. Apa lo baik-baik saja?""Apa gue terlihat baik-baik sekarang?"Elea menggeleng pelan."Gue gak yakin. Tapi ... gue khawatir sama lo. Soal yang tadi--""Jangan membahasnya lagi," potong Yuya cepat. "Bisa gak? Lo keluar dari dapur gue sekarang? Gue mau kerja dan tolong pergi."Elea kembali mengganguk. Lalu berbalik arah meninggalkan dapur. Di cafe, suara ibu-ibu yang berbicara cukup menimbulkan polusi suara bagi Elea.Ia juga tidak ingat, mengapa tadi bisa mampir ke Halte Cafe. Dan ia pun memutuskan untuk pulang.Sementara itu, cafe telah ditutup. Kavin telah kembali setelah Yuya meneleponnya dengan perasaan frustasi. Ini terjadi setelah Yuya memulangkan semua pelanggannya.Setibanya Kavin di dapur. Kondisi tempat tersebut telah berubah menjadi

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-15
  • Halte Cafe   Sihir Itu Nyata

    Chaprer 9 Nat termanggu di hadapan Elea. Adik angkatnya itu sudah tidak bisa lagi membendung kegelisahan hatinya. Jadi, setibanya Nat dari perjalanan bisnisnya. Elea langsung menceritakan semuanya. "Kak, tolong jawab dengan jujur. Ini semua karena sihir, 'kan? Gue sudah mulai merasa aneh, saat kita berdua melakukan transplatasi mata. Bunga-bunga aneh, tempat-tempat aneh, bahkan orang-orang aneh yang kadang berseliweran di jalan." Nat masih terdiam dan itu membuat Elea semakin merasa gemas dengan kakaknya. "Elea," ujar Nat, "semua hal itu biasa. Di dunia ini tidak ada sihir." "Lalu gelas ini?" tukas Elea "Apa yang lo maksud dengan gelas itu?" "Ada tornado di dalamnya!" Elea menunjuk gelas yang di maksud tanpa menyentuhnya. Alis Nat bertaut bingung. "Tidak ada apapun di sana Elea. Lihatlah baik-baik. Gue mau istirahat Elea. Terima kasih atas ceritamu." Nat bangkit dari kursinya. Elea sendii tercengang dengan apa y

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-20
  • Halte Cafe   Mengembalikan sihir

    Chapter 10 Elea menarik napas dalam. Dirinya syok tentu saja. Dia lalu menatap nanar pada Yuya. Elea juga kemudian bingung. Setelah mengetahui semuanya, dia seperti kehilangan arah. Hatinya bertanya-tanya. Apakah dia seharusnya bersyukur atau tidak. Tatapannya mengarah ke bawah. Ditatapnya sepatu kets hitam yang tengah dikenakannya. Lalu beralih mendongak menatap Yuya. "Aku minta maaf soal sihirmu. Tetapi aku tidak tahu bagaimana sihirmu bisa berpindah padaku. Aku tidak keberatan jika kau mau mengambilnya lagi. Karena memang, aku ingin kau mengambil kekuatanmu ini. Yuya tersenyun tipis pada Elea. Lalu tubuhnya bergerak menepi dan bersandar pada daun pintu. "Masuk. Aku akan mengambil apa yang menjadi milikku." Elea mengganguk takzim. Lalu melangkah masuk ke dalam halte cafe. *** Di depan meja, Elea dan Yuya duduk saling berhadapan. Kavin sendiri berdiri di tengah-tengah mereka berdua. Seluruh tirai dalam cafe telah ditur

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-01
  • Halte Cafe   Hot Butterbeer Sunflower

    Chapter 1 Udara sekonyong-konyong mengalami penurunan suhu, sejak seminggu terakhir Jakarta diguyur dengan hujan terus-menerus. Elea, yang kebetulan pulang saat melewati kota tua dikejutkan dengan sebuah plakat toko bertuliskan 'Halte Cafe' di salah satu sisi jalan. Ia pun tertawa kecil begitu membacanya.Nama toko yang aneh, pikir Elea. Ia yang sudah sedikit kebasahan dalam rintik kecil air hujan pun memutuskan untuk singgah ke tempat itu sebentar. Lagipula, tampilan bangunan cafe tersebut terasa vintage ala-ala abad pertengahan. Rasanya rugi, jika melewatkan diri untuk berkunjung. Ketika pintu berkayu ek didorong Elea dari luar. Bunyi lonceng dari balik pintu berdenting nyaring. Hingga membuat seorang pria mendongakkan kepala ke arah pintu masuk. "Selamat siang. Selamat datang di Halte Cafe," sambut Yuya sang Owner cafe. Mata pria itu sedikit menyipit tatkala melihat warna kelabu berpendar keluar dari tubuh Elea. Wanita dengan rambu

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-10

Bab terbaru

  • Halte Cafe   Mengembalikan sihir

    Chapter 10 Elea menarik napas dalam. Dirinya syok tentu saja. Dia lalu menatap nanar pada Yuya. Elea juga kemudian bingung. Setelah mengetahui semuanya, dia seperti kehilangan arah. Hatinya bertanya-tanya. Apakah dia seharusnya bersyukur atau tidak. Tatapannya mengarah ke bawah. Ditatapnya sepatu kets hitam yang tengah dikenakannya. Lalu beralih mendongak menatap Yuya. "Aku minta maaf soal sihirmu. Tetapi aku tidak tahu bagaimana sihirmu bisa berpindah padaku. Aku tidak keberatan jika kau mau mengambilnya lagi. Karena memang, aku ingin kau mengambil kekuatanmu ini. Yuya tersenyun tipis pada Elea. Lalu tubuhnya bergerak menepi dan bersandar pada daun pintu. "Masuk. Aku akan mengambil apa yang menjadi milikku." Elea mengganguk takzim. Lalu melangkah masuk ke dalam halte cafe. *** Di depan meja, Elea dan Yuya duduk saling berhadapan. Kavin sendiri berdiri di tengah-tengah mereka berdua. Seluruh tirai dalam cafe telah ditur

  • Halte Cafe   Sihir Itu Nyata

    Chaprer 9 Nat termanggu di hadapan Elea. Adik angkatnya itu sudah tidak bisa lagi membendung kegelisahan hatinya. Jadi, setibanya Nat dari perjalanan bisnisnya. Elea langsung menceritakan semuanya. "Kak, tolong jawab dengan jujur. Ini semua karena sihir, 'kan? Gue sudah mulai merasa aneh, saat kita berdua melakukan transplatasi mata. Bunga-bunga aneh, tempat-tempat aneh, bahkan orang-orang aneh yang kadang berseliweran di jalan." Nat masih terdiam dan itu membuat Elea semakin merasa gemas dengan kakaknya. "Elea," ujar Nat, "semua hal itu biasa. Di dunia ini tidak ada sihir." "Lalu gelas ini?" tukas Elea "Apa yang lo maksud dengan gelas itu?" "Ada tornado di dalamnya!" Elea menunjuk gelas yang di maksud tanpa menyentuhnya. Alis Nat bertaut bingung. "Tidak ada apapun di sana Elea. Lihatlah baik-baik. Gue mau istirahat Elea. Terima kasih atas ceritamu." Nat bangkit dari kursinya. Elea sendii tercengang dengan apa y

  • Halte Cafe   Hilangnya Kemampuan Sihir Dapur

    Chapter 8"Apa yang lo lakukan di sini?" geram Yuya dengan gemas. Elea sudah dua kali menginjakkan kakinya pada tempat tidak di undang."Emm, gue cuma mau bilang. Apa lo baik-baik saja?""Apa gue terlihat baik-baik sekarang?"Elea menggeleng pelan."Gue gak yakin. Tapi ... gue khawatir sama lo. Soal yang tadi--""Jangan membahasnya lagi," potong Yuya cepat. "Bisa gak? Lo keluar dari dapur gue sekarang? Gue mau kerja dan tolong pergi."Elea kembali mengganguk. Lalu berbalik arah meninggalkan dapur. Di cafe, suara ibu-ibu yang berbicara cukup menimbulkan polusi suara bagi Elea.Ia juga tidak ingat, mengapa tadi bisa mampir ke Halte Cafe. Dan ia pun memutuskan untuk pulang.Sementara itu, cafe telah ditutup. Kavin telah kembali setelah Yuya meneleponnya dengan perasaan frustasi. Ini terjadi setelah Yuya memulangkan semua pelanggannya.Setibanya Kavin di dapur. Kondisi tempat tersebut telah berubah menjadi

  • Halte Cafe   Dandelion Flower Syrup

    Chaprer 7Gue keceplosan, Yuya membatin. Raut wajahnya sekonyong-konyong memerah. Ia pun jadi salah tingkah. Seharusnya ia tidak mengatakan siapa dirinya pada Elea."Oh, nama lo Yuya? Salken, gue Elea Noir," balas Elea.Tertengun, Yuya pikir Elea mungkin saja akan meledek atau mengancamnya, Apapun itu. Yuya agak terkejut dengan sikap Elea yang tidak terpikirkan olehnya.Elea yang nampak sibuk memperhatikan wadah mug jar di hadapannya. Seketika merasa begitu haus. Dandelion Flower Syrup terlihat begitu menggiurkan. Dan tahu-tahu saja, ia sudah menegak minuman tersebut dalam satu tarikan napas.Bunyi pantat mug jar yang agak sedikit dihempaskan pada meja, seketika mengangetkan lamunan Yuya. Kini, minuman tersebut sudah tinggal separuhnya saja."Sirup apa ini? Apa gue harus membayarnya juga? Rasanya enak," puji Elea. "Baru kali ini gue meminum rasa yang seperti ini.""Dandelion Flower Syrup," sahut Yuya."Hah?"

  • Halte Cafe   Penyelidikan

    Chapter 6Lonceng kecil dibalik pintu berdenting nyaring. Tatkala seseorang mendorongnya dari luar. Elea nampak terengah-rengah. Seolah-olah dia baru saja menyelesaikan marathon.Sorot matanya menelisik tajam pada Yuya yang sebenarnya berpura-pura sibuk dibalik meja kasir. Sedangkan, Kavin mencoba stay cool dengan pura-pura membaca buku."Tempat ini sarang sihir," seru Elea.Kavin terbatuk-batuk saking kagetnya ia. Luntur sudah, pose yang ia buat."Lo!" tunjuk Elea pada Kavin. Kavin sendiri malah menunjuk balik dirinya sendiri."Gue?""Iya lo! Kalian berdua itu memainkan sihir, 'kan? Gue tahu itu," ucapnya seraya kembali menoleh pada Yuya. Pria itu berpura-pura memasang wajah terkejut."Ini hanya cafe biasa, Nona. Mengapa Anda mengatakan hal seperti itu?" sanggah Yuya."Hah!" bentak Elea. Ia lalu berjalan menghampiri Yuya. "Gue perlu penjelasan dari lo berdua. Mengapa lo berdua ngikutin gue?"Kavin kembali t

  • Halte Cafe   Tamu Tidak di Undang

    Chapter 5Elea memilih kembali ke apartemen. Tempat di mana ia dibesarkan oleh Nat, sejak ia berusia 6 tahun. Elea yatim piatu dan Nat telah mengadopsinya saat itu.Tetapi, wanita itu tidak ingin dipanggil ibu oleh Elea. Dia lebih suka dipanggil kakak, sebagai saudara perempuan. Awalnya Elea keberatan soal itu. Namun, ia memilih mengikuti kemauan Nat.Seiring berjalannya waktu, Elea kecil mulai terbiasa dengan hal tersebut. Hari-harinya bersama Nat selalu penuh kebahagiaan. Nat selalu memanjakan Elea hingga wanita itu tidak pernah merasa kekurangan.Hingga suatu hari, Elea tidak ingat kapan peristiwa itu terjadi. Ia tahu-tahu terbangun di ranjang rumah sakit dengan mata kanan yang telah diperban. Lalu Nat yang juga terbaring tidak sadarkan diri di sampingnya.Elea menghela napas berat. Ingatannya tentang kejadian tersebut selalu menimbulkan sesak di dalam kalbu. Ia memantapkan diri, bahwa masa lalu yang pahit tidak perlu di kenang.Di

  • Halte Cafe   Bunga Naphel

    Chapter 4Setelah memutar balik mobil dalam keadaan cepat. Yuya dan Kavin bergegas menghampiri Elea. Wanita itu beringsut saat melihat dua orang pria mendekat padanya dengan wajah panik luar biasa.Mengenali salah satu dari mereka. Sontak membuat tubuh Elea untuk merespon dengan gerakan melarikan diri."Woy tunggu!" teriak Kavin. "Yuya! Ayo kejarrr!" Ia berlagak seperti seorang superhero dengan tangan mengepal ke udara.Yuya melirik sekilas ke arah Kavin. Tatapan matanya seolah berkata 'Oh apa yang sedang di lakukan pria ini?' Tetapi dia tetap memilih mengejar Elea. Wanita itu melarikan diri dengan cepat. Kavin dan Yuya membututi dari belakang."Sial! Kenapa gue bisa ketemu mereka lagi sih?!" batin Elea. Tungkainya terus bergerak cepat. Ia berlari sepanjang trotoar. Lalu berbelok pada sebuah jalan.Kavin dan Yuya semakin mempercepat gerak mereka. Hingga pada saatnya, ujung jari-jemari Yuya menggapai ujung kerah hoodie merah marrun Elea dari

  • Halte Cafe   Bertanya Pada Kavin

    Chapter 3 Setelah menurunkan semua belanjaan ke dalam dapur, bahkan tanpa merapikannya terlebih dahulu. Yuya bergegas menuju lantai dua dan langsung saja menerobos kamar yang memiliki dua ranjang di tiap sisinya. "Kavin bangun! Gue perlu bicara sama lo!" tukas Yuya seraya mengguncang-guncang tubuh sang Sahabat. Kavin yang merasa terusik, membuka kelopak matanya dengan malas. "Apaan sih, Yu? Ini hari libur," keluh Kavin. "Lo bersyukur hari ini cuma mendung doang. Kalau gue bangun. Jakarta hujan lebat lagi. Lo mau tanggung jawab, heuh?" "Buruan bangun! Gue mau ngomong sesuatu sama lo," ujar Yuya yang masih mencoba menarik Kavin dari tempat tidur. Tubuh pria itu seperti batu. Tidak mau bergerak sama sekali. "Bulan jatuh dari langit?" ngawur Kavin "Bintang jatuh udah biasa. Jadi bulan jatuh gitu?" "Dasar aneh. Bukan itu! Lo harus bangun dan dengerin gue ngomong dulu." Dipaksanya Kavin bangun. Entah dengan cara apa. Di

  • Halte Cafe   Bahan Sihir

    Chapter 2Kavin yang tadi sempat hilang dalam dapur, kini muncul dengan setoples kacang almond dalam dekapan dada."Kavin!" cecar Yuya. Lalu merampas toples tersebut dengan cepat. "Gue udah bilang jangan sembarangan makan, makanan cafe!""Cewek tadi tidak akan menanggapi serius, 'kan?" ujar Kavin yang langsung mengalihkan pembicaraan."Gue rasa tidak. Ya, gue harap," tutur Yuya dengan berjalan memasuki dapur. Kavin mengekor di belakangnya."Eksperimen gue gagal. Dan gue gak berhasil membuat hujan menjadi reda. Kita hanya bisa membiarkan semuanya berjalan."Setelah meletakkan toples tersebut ke tempat asalnya. Yuya pun menghela napas berat. Lalu berbalik menatap Kavin dengan wajah gusar."Berhati-hatilah dengan non magus. Manusia-manusia itu menakutkan. Gue gak mau terlibat dengan mereka. Hari minggu besok, temani gue mencari bahan sihir.""Hah?! Tapi Yuya! Lo tahu, 'kan? Gue itu benci banget kalau ke pasar. Lo bisa sendiri kan?

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status