Keysa bangun dari tidurnya dan melakukan peregangan dengan uapan lebar. Ia mengerutkan dahinya saat sadar ia tidak tidur di kasur, melainkan di kursi meja belajarnya. Menutup matanya dengan tangan, sesekali mengucek membuatnya langsung meringis.
Beranjak menuju meja rias dan berdiri di depan cermin, Keysa menatap pantulan wajah. Menyentuh matanya yang ternyata bengkak dan merah.
Ting.
Keysa melirik ponselnya dengan malas mengabaikan notifikasi itu. Ia membuka lemari es dan mengambil air mineral dingin lalu kembali duduk di meja belajar. Meraih sapu tangan dari laci dan mulai membasahi dengan air mineral, ia memposisikan diri untuk bersandar untuk meletakkan sapu tangan itu di atas matanya.
Ting.
Keysa masih tak tertarik dengan ponselnya.
"Key, lo gak mau bareng kita aja?" tanya Aletta menunjuk mobil mereka.Keysa menggeleng. "Aku ada pemotretan di perusahaan papa," ucapnya.Aletta mengangguk-angguk. Yang lain sudah masuk, menyisakan mereka berdua di sisi mobil yang lagi-lagi berdampingan. "Key, nanti kalau gue gajian, gue traktir siomay segerobak, ya!"Keysa tertawa kecil dan mengangguk. "Aku tunggu." Ia mengedipkan sebelah matanya membuat Aletta ikut berkedip genit. Keduanya seketika tertawa.Tit, tit."Aku duluan, ya," pamit Keysa masuk ke dalam mobil."Semangat, Key!" teriak Aletta seketika berdecak, melayangkan pukulan udara dan berdecih melihat mobil itu pergi begitu saja."Cepetan, woy!" Albi yang sudah kesal berteriak
"Kita istirahat sebentar," ucap fotografer berpindah tempat.Prok, prok, prok.Ny. Mira bertepuk tangan, tersenyum dengan sangat lebar pada ketiga gadis yang baru saja melakukan pemotretan itu. "WOW, kalian seperti model profesional, benar-benar berbakat, bahkan lebih berbakat dibanding Keysa!"Mereka hanya tersenyum canggung mendengar pujian itu."Sepertinya Keysa jauh lebih profesional, Nyonya," ucap Anetta tersenyum kecil. "Permisi," pamitnya mengambil ponsel dan keluar dari ruangan itu.Anetta melangkah cepat memasuki salah satu bilik toilet. Fokusnya langsung tertuju pada ponsel—menelpon seseorang dan langsung tersambung. "Halo, Stef," sapanya tidak sabar. "Gimana keadaan di sana?""Udah mulai baik. Keysa ada pemotre
"Selamat pagi, Rumput!"Keysa melambai pada rumput halaman dengan senyum lebar, tangannya memegang tali tas, kakinya melangkah ringan sambil melompat kecil. "Yeay, yeay, sekolah!""Cie, yang mau sekolah."Terlonjak karena suara itu, dia menoleh dan semakin tersenyum lebar, Keysa berlari membuka gerbang rumahnya, berdiri di depan seorang laki-laki yang juga sebaya dengannya."Kayvi, akhirnya Keysa sekolah juga!"Kayvi tersenyum melihat Keysa. Ia membuka pintu mobil pada gadis itu untuk masuk. Kayvi segera berlari menuju kemudi dan melaju bergabung dengan kendaraan lain."Awas giginya kering, Key!"Keysa semakin tertawa. "Keysa senang bisa sekolah lagi.""Seneng aja atau seneng banget?" tanya Kayvi dengan alis terangkat—menggoda."Banget, banget, ban
Ester menutup hidungnya saat kepulan asap keluar dari mulut Rayhan dengan sangat tebal. Dia duduk risi, mendengar pembicaraan yang terlalu menjijikkan untuk didengar seorang perempuan sepertinya.Ia sedang berada di kantin belakang luar sekolah, dan jujur saja setiap kali Rayhan membawanya ke sana, ia selalu merasa takut. Takut guru akan memergoki mereka. Berulangkali ia terbatuk, mencoba menarik perhatian Rayhan yang malah memberikannya air tanpa menoleh ke arahnya."HELEN!"Tubuhnya menegang mendengar suara itu, matanya menangkap sosok yang memanggilnya dengan wajah marah."Abas," lirihnya menelan ludah.Kayvi tanpa ragu mendekat dan menarik tangan Ester."Woy!" Rayhan dengan marah menarik Ester lagi, matanya berubah tajam dengan rahang yang mengeras."Lepasin pacar gue!""P
Bab 3.Kayvi membukakan pintu untuk Ester, dia membungkuk, lalu menjulurkan tangannya."Thanks, ma bodyguard."Kayvi mendelik membuat Ester tertawa. Tangannya ditarik paksa untuk mengikut."Kamu ingin aku bertemu dengan calon mertuaku?" tanya Kayvi."Cih." Ester mendecih, dia memasang wajah kesal, berbalik dengan bibir yang berkedut tertahan dan membuka pintu. "Papa!" panggilnya."Papa di sini.""Lihat, siapa yang datang?""Siapa?"Ester bergeser bersaman dengan pria tua itu muncul, terkejut melihat Kayvi yang tertawa."Kayvi!""Tuan Sergio!"Keduanya berpelukan, melompat-lompat girang seperti anak kecil yang baru dibelikan mainan. Mereka pastinya sangat senang dipertemukan kembali."WOW, nak Kayvi kamu sangat tinggi
Drrrtd ... Drrrtd ... Drrrtd. Albi menggeram kesal, menggerakkan tangannya meraih ponsel lalu menerima panggilan yang masuk. "Kalian sudah menemukan kelemahan Keysa?" tanya dari seberang. Albi dengan malas membuka matanya mendengar pertanyaan itu."Belum, Pa." "Aish, kenapa kalian sangat lama untuk misi ini? Jangan sampai kalian mengidolakan anak sialan itu!" Albi hanya berdeham, menggaruk pipinya dengan mata yang setengah terbuka. "Lalu di mana Aletta?" "Sedang bersiap ke sekolah," jawab Albi malas. "Katakan untuk menelpon papa, papa sangat merindukan dia." Albi berdeham lagi dan melempar ponselnya dengan malas, dia kembali memejamkan matanya. Tok, tok, tok. Tidak ada jawaban. Tok, tok, tok
"Stavy, Stava, kak Ester datang," ucap seorang wanita. Dua anak kecil itu langsung berlari meninggalkan pekerjaan, mereka terdiam melihat seseorang yang berdiri di samping sang kakak. "Papa Kayvi!" Kayvi tertawa mendengar panggilan itu, berjongkok merentangkan tangannya dan kedua gadis kecil itu langsung menubruknya. "Papa Kayvi sudah kembali lagi!" Kayvi semakin tertawa, berdiri menggendong kedua gadis kecil disisi kanan kirinya, mencium mereka dengan gemas membuat gadis kecil itu tertawa geli. "Papa Kayvi ke mana aja? Stavy sama Stava nungguin Papa pulang," keduanya cemberut. "Maafin papa ya, Sayang. Papa cari uang di sini," ucap Kayvi dengan senyum kecil. Ketiganya
Terlihat bermesraan dengan seorang pria, Keysa Jennifer ternyata sudah memiliki pacar sejak lama. "Kita harus tulis apa Let?" "Ini aja, Keysa Jennifer terlibat hubungan dengan seorang pria yang mesum dan sering—" "Ya!" teriak Albi kesal, hampir melayangkan pukulan pada gadis di depannya itu. "Apa? Lo tanya pendapat gue, 'kan?" "Tapi gak itu juga, cowok ini, 'kan, gue, Let!" geram Albi. "Ya, tapikan mukanya bukan lo." "Tetap aja ...." Albi seketika tersenyum dan mulai mengetik. Aletta di sampingnya hanya diam, membaca ketikan Albi membuatnya tersenyum puas. "Gue setuju!" "Siapa dulu dong yang punya ide?"