Queen Helen 👸
[Bicara dengan Keysa, aku masih ada urusan ke ruang guru]Kayvi berdecak membaca pesan dari kekasihnya itu. Ia melipat tangan di depan dada dan melirik Keysa yang ada di sampingnya. Gadis itu sedari tadi tak lelah menunduk dan meremas tangannya sendiri.
"Kamu tidak mau menjelaskan tentang artikel itu?" tanya Kayvi dengan suara datar menatap ke depan.
Keysa berdehem pelan. "Aku ... Keysa tidak bermaksud pergi ke sana."
"Kamu mengaku pergi ke sana?" tanya Kayvi menatap Keysa dengan tangan yang terkepal pada stir mobil.
Keysa menunduk dan mengangguk kecil.
"Kenapa kamu harus ke sana? Tidak ada tempat selain tempat sialan itu?"
Keysa semakin merapat pada pin
"Cut!"Keysa mencium botol minumannya sebagai akhir dari rekaman iklan yang sedang dikerjakan."Semua boleh istirahat. Keysa, ikut saya."Keysa menghela napasnya. Baru saja ia ingin menjatuhkan diri di sofa, tetapi sang papa sudah menyuruhnya lagi."Keysa!""Iya, Tuan," ucapnya segera berdiri dan mengikuti Tuan Jennifer.Keysa hanya bisa bertanya dalam hati alasan dari sang papa membawanya ke cafetaria. Ini terlalu mengherankan. Bahkan, orang-orang yang berada di sana melihat mereka dengan heran."Duduk, biar saya pesankan."Keysa menatap Tuan Jennifer dengan penuh kebingungan, tetapi ia tetap duduk sesuai dengan perintah. Menatap ke bawah, melihat pa
Keysa bangun dari tidurnya dan melakukan peregangan dengan uapan lebar. Ia mengerutkan dahinya saat sadar ia tidak tidur di kasur, melainkan di kursi meja belajarnya. Menutup matanya dengan tangan, sesekali mengucek membuatnya langsung meringis.Beranjak menuju meja rias dan berdiri di depan cermin, Keysa menatap pantulan wajah. Menyentuh matanya yang ternyata bengkak dan merah.Ting.Keysa melirik ponselnya dengan malas mengabaikan notifikasi itu. Ia membuka lemari es dan mengambil air mineral dingin lalu kembali duduk di meja belajar. Meraih sapu tangan dari laci dan mulai membasahi dengan air mineral, ia memposisikan diri untuk bersandar untuk meletakkan sapu tangan itu di atas matanya.Ting.Keysa masih tak tertarik dengan ponselnya.
"Key, lo gak mau bareng kita aja?" tanya Aletta menunjuk mobil mereka.Keysa menggeleng. "Aku ada pemotretan di perusahaan papa," ucapnya.Aletta mengangguk-angguk. Yang lain sudah masuk, menyisakan mereka berdua di sisi mobil yang lagi-lagi berdampingan. "Key, nanti kalau gue gajian, gue traktir siomay segerobak, ya!"Keysa tertawa kecil dan mengangguk. "Aku tunggu." Ia mengedipkan sebelah matanya membuat Aletta ikut berkedip genit. Keduanya seketika tertawa.Tit, tit."Aku duluan, ya," pamit Keysa masuk ke dalam mobil."Semangat, Key!" teriak Aletta seketika berdecak, melayangkan pukulan udara dan berdecih melihat mobil itu pergi begitu saja."Cepetan, woy!" Albi yang sudah kesal berteriak
"Kita istirahat sebentar," ucap fotografer berpindah tempat.Prok, prok, prok.Ny. Mira bertepuk tangan, tersenyum dengan sangat lebar pada ketiga gadis yang baru saja melakukan pemotretan itu. "WOW, kalian seperti model profesional, benar-benar berbakat, bahkan lebih berbakat dibanding Keysa!"Mereka hanya tersenyum canggung mendengar pujian itu."Sepertinya Keysa jauh lebih profesional, Nyonya," ucap Anetta tersenyum kecil. "Permisi," pamitnya mengambil ponsel dan keluar dari ruangan itu.Anetta melangkah cepat memasuki salah satu bilik toilet. Fokusnya langsung tertuju pada ponsel—menelpon seseorang dan langsung tersambung. "Halo, Stef," sapanya tidak sabar. "Gimana keadaan di sana?""Udah mulai baik. Keysa ada pemotre
"Selamat pagi, Rumput!"Keysa melambai pada rumput halaman dengan senyum lebar, tangannya memegang tali tas, kakinya melangkah ringan sambil melompat kecil. "Yeay, yeay, sekolah!""Cie, yang mau sekolah."Terlonjak karena suara itu, dia menoleh dan semakin tersenyum lebar, Keysa berlari membuka gerbang rumahnya, berdiri di depan seorang laki-laki yang juga sebaya dengannya."Kayvi, akhirnya Keysa sekolah juga!"Kayvi tersenyum melihat Keysa. Ia membuka pintu mobil pada gadis itu untuk masuk. Kayvi segera berlari menuju kemudi dan melaju bergabung dengan kendaraan lain."Awas giginya kering, Key!"Keysa semakin tertawa. "Keysa senang bisa sekolah lagi.""Seneng aja atau seneng banget?" tanya Kayvi dengan alis terangkat—menggoda."Banget, banget, ban
Ester menutup hidungnya saat kepulan asap keluar dari mulut Rayhan dengan sangat tebal. Dia duduk risi, mendengar pembicaraan yang terlalu menjijikkan untuk didengar seorang perempuan sepertinya.Ia sedang berada di kantin belakang luar sekolah, dan jujur saja setiap kali Rayhan membawanya ke sana, ia selalu merasa takut. Takut guru akan memergoki mereka. Berulangkali ia terbatuk, mencoba menarik perhatian Rayhan yang malah memberikannya air tanpa menoleh ke arahnya."HELEN!"Tubuhnya menegang mendengar suara itu, matanya menangkap sosok yang memanggilnya dengan wajah marah."Abas," lirihnya menelan ludah.Kayvi tanpa ragu mendekat dan menarik tangan Ester."Woy!" Rayhan dengan marah menarik Ester lagi, matanya berubah tajam dengan rahang yang mengeras."Lepasin pacar gue!""P
Bab 3.Kayvi membukakan pintu untuk Ester, dia membungkuk, lalu menjulurkan tangannya."Thanks, ma bodyguard."Kayvi mendelik membuat Ester tertawa. Tangannya ditarik paksa untuk mengikut."Kamu ingin aku bertemu dengan calon mertuaku?" tanya Kayvi."Cih." Ester mendecih, dia memasang wajah kesal, berbalik dengan bibir yang berkedut tertahan dan membuka pintu. "Papa!" panggilnya."Papa di sini.""Lihat, siapa yang datang?""Siapa?"Ester bergeser bersaman dengan pria tua itu muncul, terkejut melihat Kayvi yang tertawa."Kayvi!""Tuan Sergio!"Keduanya berpelukan, melompat-lompat girang seperti anak kecil yang baru dibelikan mainan. Mereka pastinya sangat senang dipertemukan kembali."WOW, nak Kayvi kamu sangat tinggi
Drrrtd ... Drrrtd ... Drrrtd. Albi menggeram kesal, menggerakkan tangannya meraih ponsel lalu menerima panggilan yang masuk. "Kalian sudah menemukan kelemahan Keysa?" tanya dari seberang. Albi dengan malas membuka matanya mendengar pertanyaan itu."Belum, Pa." "Aish, kenapa kalian sangat lama untuk misi ini? Jangan sampai kalian mengidolakan anak sialan itu!" Albi hanya berdeham, menggaruk pipinya dengan mata yang setengah terbuka. "Lalu di mana Aletta?" "Sedang bersiap ke sekolah," jawab Albi malas. "Katakan untuk menelpon papa, papa sangat merindukan dia." Albi berdeham lagi dan melempar ponselnya dengan malas, dia kembali memejamkan matanya. Tok, tok, tok. Tidak ada jawaban. Tok, tok, tok
"Kita istirahat sebentar," ucap fotografer berpindah tempat.Prok, prok, prok.Ny. Mira bertepuk tangan, tersenyum dengan sangat lebar pada ketiga gadis yang baru saja melakukan pemotretan itu. "WOW, kalian seperti model profesional, benar-benar berbakat, bahkan lebih berbakat dibanding Keysa!"Mereka hanya tersenyum canggung mendengar pujian itu."Sepertinya Keysa jauh lebih profesional, Nyonya," ucap Anetta tersenyum kecil. "Permisi," pamitnya mengambil ponsel dan keluar dari ruangan itu.Anetta melangkah cepat memasuki salah satu bilik toilet. Fokusnya langsung tertuju pada ponsel—menelpon seseorang dan langsung tersambung. "Halo, Stef," sapanya tidak sabar. "Gimana keadaan di sana?""Udah mulai baik. Keysa ada pemotre
"Key, lo gak mau bareng kita aja?" tanya Aletta menunjuk mobil mereka.Keysa menggeleng. "Aku ada pemotretan di perusahaan papa," ucapnya.Aletta mengangguk-angguk. Yang lain sudah masuk, menyisakan mereka berdua di sisi mobil yang lagi-lagi berdampingan. "Key, nanti kalau gue gajian, gue traktir siomay segerobak, ya!"Keysa tertawa kecil dan mengangguk. "Aku tunggu." Ia mengedipkan sebelah matanya membuat Aletta ikut berkedip genit. Keduanya seketika tertawa.Tit, tit."Aku duluan, ya," pamit Keysa masuk ke dalam mobil."Semangat, Key!" teriak Aletta seketika berdecak, melayangkan pukulan udara dan berdecih melihat mobil itu pergi begitu saja."Cepetan, woy!" Albi yang sudah kesal berteriak
Keysa bangun dari tidurnya dan melakukan peregangan dengan uapan lebar. Ia mengerutkan dahinya saat sadar ia tidak tidur di kasur, melainkan di kursi meja belajarnya. Menutup matanya dengan tangan, sesekali mengucek membuatnya langsung meringis.Beranjak menuju meja rias dan berdiri di depan cermin, Keysa menatap pantulan wajah. Menyentuh matanya yang ternyata bengkak dan merah.Ting.Keysa melirik ponselnya dengan malas mengabaikan notifikasi itu. Ia membuka lemari es dan mengambil air mineral dingin lalu kembali duduk di meja belajar. Meraih sapu tangan dari laci dan mulai membasahi dengan air mineral, ia memposisikan diri untuk bersandar untuk meletakkan sapu tangan itu di atas matanya.Ting.Keysa masih tak tertarik dengan ponselnya.
"Cut!"Keysa mencium botol minumannya sebagai akhir dari rekaman iklan yang sedang dikerjakan."Semua boleh istirahat. Keysa, ikut saya."Keysa menghela napasnya. Baru saja ia ingin menjatuhkan diri di sofa, tetapi sang papa sudah menyuruhnya lagi."Keysa!""Iya, Tuan," ucapnya segera berdiri dan mengikuti Tuan Jennifer.Keysa hanya bisa bertanya dalam hati alasan dari sang papa membawanya ke cafetaria. Ini terlalu mengherankan. Bahkan, orang-orang yang berada di sana melihat mereka dengan heran."Duduk, biar saya pesankan."Keysa menatap Tuan Jennifer dengan penuh kebingungan, tetapi ia tetap duduk sesuai dengan perintah. Menatap ke bawah, melihat pa
Queen Helen 👸[Bicara dengan Keysa, aku masih ada urusan ke ruang guru]Kayvi berdecak membaca pesan dari kekasihnya itu. Ia melipat tangan di depan dada dan melirik Keysa yang ada di sampingnya. Gadis itu sedari tadi tak lelah menunduk dan meremas tangannya sendiri."Kamu tidak mau menjelaskan tentang artikel itu?" tanya Kayvi dengan suara datar menatap ke depan.Keysa berdehem pelan. "Aku ... Keysa tidak bermaksud pergi ke sana.""Kamu mengaku pergi ke sana?" tanya Kayvi menatap Keysa dengan tangan yang terkepal pada stir mobil.Keysa menunduk dan mengangguk kecil."Kenapa kamu harus ke sana? Tidak ada tempat selain tempat sialan itu?"Keysa semakin merapat pada pin
Keysa menuruni tangga dengan semangat dan senyum lebar yang menghiasi wajahnya. Namun, langkahnya melambat menuruni anak tangga terakhir dan berhenti. Plak. "Anak sialan!" Keysa meringis merasakan goresan perih di lehernya karena pukulan dari tas yang penuh dengan mainan emas. "Kenapa kamu selalu membuat masalah?" "Ma-masalah apa, Ma?" tanya Keysa menatap Ny. Mira yang semakin marah. "Kamu masih bertanya? Lihat ini!" Keysa mengambil iPad itu, matanya mengerjap melihat artikel yang dengan fotonya saat di arena balap dan seseorang yang menariknya. "Siapa laki-laki itu?" tanya Ny. Mira mencengkram lengan Keysa yang sudah menunduk lagi.
Keysa menunduk melihat majalah barunya yang baru saja terbit, mulutnya sesekali mengunyah buah dan terus memperhatikan fotonya. "Menurut Kayvi, Keysa lebih cantikan di sini atau yang di sini?" tanyanya memperlihatkan majalah itu pada Kayvi.Namun, tidak ada jawaban. Keysa menatap Kayvi dengan dahi yang mengerut, kepalanya miring lalu mengikuti arah pandang bodyguardnya itu. "Kayvi?" panggilnya lagi.Tetap tidak ada jawaban. Keysa melambaikan tangannya dan tetap tidak ada respon membuatnya kesal lalu menampar pipi Kayvi pelan hingga laki-laki itu tersadar."Ah, kenapa Helen?" tanya Kayvi menatap Keysa dengan mata yang mengerjap.Keysa menaikkan alisnya, ia terdiam sebentar lalu tertawa kecil dan kembali memfokuskan diri pada majalahnya.Kayvi menggaruk tengkuknya menyadari
Kayvi mengeram merenggangkan otot, merubah posisi menjadi duduk dan matanya langsung menangkap Keysa yang masih tidur menghadapnya. Ia tersenyum, beranjak dari sofa menuju kamar mandi untuk bersih-bersih. Setelahnya, ia membuka lemari es dan mengeluarkan nasi, nuggets dan sosis.Sementara Kayvi sibuk di dapur, Keysa yang sudah bangun hanya diam di kasur. Sesekali matanya terpejam lalu tersentak kaget dan kembali bangun. Mulutnya menguap, tetapi ia memaksa untuk duduk dan bersandar di kepala kasur, berusaha untuk mengembalikan kesadaran lalu berdiri membuka jendela."Key, sarapan dulu."Keysa menoleh ke belakang, tersenyum melihat Kayvi yang balas tersenyum padanya. "Kayvi gak usah repot—""Siapa yang repot?" tanya Kayvi langsung menatap Keysa dengan wajah datar dan gadis itu langsung tertawa lalu masuk ke
"Let, ngomong gih sama Anet."Aletta mendelik kesal, hampir memukul Albi yang mendorongnya dengan paksa, tetapi memilih menahannya. Ia menggeser pintu kaca terbuka, mengambil duduk di samping sang kakak yang sedang menenggelamkan kaki di dalam air kolam. Anetta hanya melirik lalu mengalihkan pandangannya lagi."Net, lo marah ya?"Anetta menaikkan alisnya dan menggeleng. "Kenapa gue harus marah?""Karena kita gak ngomong dulu sama lo sebelum nyusun rencana."Anetta menggeleng lagi."Net, coba deh cerita sama gue. Gue bakal berusaha ngerti kenapa lo gak kayak biasanya."Anetta diam. Ia hanya menatap lurus ke depan dengan kaki yang ia goyangkan."Anet?"