"Stavy, Stava, kak Ester datang," ucap seorang wanita.
Dua anak kecil itu langsung berlari meninggalkan pekerjaan, mereka terdiam melihat seseorang yang berdiri di samping sang kakak.
"Papa Kayvi!"Kayvi tertawa mendengar panggilan itu, berjongkok merentangkan tangannya dan kedua gadis kecil itu langsung menubruknya.
"Papa Kayvi sudah kembali lagi!"
Kayvi semakin tertawa, berdiri menggendong kedua gadis kecil disisi kanan kirinya, mencium mereka dengan gemas membuat gadis kecil itu tertawa geli.
"Papa Kayvi ke mana aja? Stavy sama Stava nungguin Papa pulang," keduanya cemberut.
"Maafin papa ya, Sayang. Papa cari uang di sini," ucap Kayvi dengan senyum kecil.
Ketiganya kembali berpelukan, sementara Ester menggeleng melihat drama itu.
"Sebagai permintaan maaf papa, gimana kalau kita jalan-jalan."
"Jalan-jalan?"
Kayvi mengangguk. "Ke mall, pantai, beli es krim, belanja baju-"
"Mau-mau!" seru keduanya bersamaan dengan begitu semangat.
"Stavy Stava, kalian tidak boleh izin untuk sekarang," larang Ester.
Keduanya langsung memayunkan bibir.
"Kalian harus bersih-bersih, kan?"
Keduanya mengangguk.
"Kakak sama Kak Kayvi cuma jenguk kalian, besok-besok kalian boleh ikut jalan."
Keduanya semakin memayunkan bibir dan menunduk.
"Kenapa jadi cemberut gini, hm? Besok papa ke sini lagi, kita jalan-jalan besok okey?"
Keduanya mengangguk kecil.
"Ah, kakak punya hadiah untuk kalian." Kayvi menurunkan keduanya, mengambil dua kantong plastik yang mereka bawa dan memberikannya pada dua gadis kecil itu.
"Berikan ini pada guru kalian dan bagi dengan yang lain, okay?" ucap Kayvi, dan diangguki kedua gadis kecil itu.
Seorang wanita datang membawa mereka. Keduanya memberikan ciuman pada Kayvi dan Ester, lalu langsung berlari masuk lagi.
Ester tersenyum kecil, memalingkan wajahnya dan mengusap matanya saat Kayvi menyentuh bahunya.
"Mereka baik-baik saja, kenapa harus menangis, Helen?"
Ester menggeleng, berbalik masuk ke dalam mobil.
"Papa Kayvi!"
Kayvi melambaikan tangannya dengan senyum manis melihat Stavy dan Stava yang mengintip lalu kedua gadis kecil itu berlari lagi dan menghilang.
Kayvi tertawa, berbalik masuk ke dalam mobil. "Helen ...," ia menyentuh bahu Ester dengan pelan, lagi-lagi menyadarkan dari lamunan. "Kenapa?"
Ester menggeleng lagi, ia mengerjapkan matanya dengan cepat. Sebuah tangan menangkup wajahnya, mengusap pipinya dengan lembut dan memberikan senyum padanya.
"Semua baik-baik saja, Helen"
"Tidak, Abas. Tidak ada yang baik-baik saja. Stavy dan Stava ingin pulang, papa merindukan mereka tapi aku hanya diam saja dan tidak bisa melakukan apa-apa! Kenapa aku sangat tidak berguna?" Air matanya tumpah, tetapi Kayvi dengan cepat menghapusnya dan tersenyum lagi.
"Bagaimana cara agar mereka kembali lagi?"
"Hanya jika aku memiliki pekerjaan."
"Kamu akan mendapatkannya."
"Pekerjaan apa yang menerima anak SMA sepertiku?"
"Kamu tenang saja, Helen. Aku janji kamu akan mendapat pekerjaan," ucap Kayvi seraya mengangguk—menyakinkan Ester.
"Abas ...—"
"Kamu tidak merepotkanku, anggap saja ini sebagai permintaan maaf karena aku sudah pergi tanpa memberitahumu"
Ester akhirnya mengangguk.
"Berhenti menangis dan berikan aku senyum"
Ester tersenyum kecil.
"Aku meminta senyum, Helen, bukan wajah seperti sedang membuang air"
"Ya!" Ester mendengus dan memukul bahu Kayvi dengan pelan.
Kayvi tertawa dan menular pada Ester yang tersenyum malu. "Nah, gitu dong, kalau senyum, 'kan, cantiknya makin nambah."
"Abas, berhenti menggombal!" gerutu Ester semakin malu.
"Aku tidak menggombal, kamu tahu cantiknya kamu itu seperti E-KTP."
"Apa itu?"
"Seumur hidup."
Ester langsung tertawa dan mencubit perut Kayvi. "Dasar raja gombal!"
"Biarin yang penting punya pacar bidadari."
"Siapa, tuh?"
"Ester Helen!"
Keduanya tertawa lalu melaju pergi.
"Ingin berkeliling?"
"Aku pulang saja, kamu harus menjemput Keysa, 'kan?"
"Oke, kita keliling sebentar lalu pulang."
Ester mendelik, tetapi tetap membiarkan Kayvi menyetir. Ia Menatap ke depan dengan jarinya mengetuk-ngetuk mengikuti beat musik yang berbunyi dari radio. Ia terlonjak kaget merasakan genggaman erat tetapi terasa lembut pada tangannya.
"Helen ...,"
"Kenapa?"
"Kapan kamu putus dengan Rayhan?"
***
"Keysa!"
Keysa terlonjak kaget mendengar teriakan itu, senyumnya langsung mengembang melihat Albi dan yang lain keluar dari mobil menghampirinya. "Kalian ngapain di sini?"
"Mau jemput lo lah."
"Huh?" Keysa mengerutkan keningnya, masih dengan senyum dan dahi yang mengerut bingung. "Jemput Keysa?"
"Iya, tadi Kayvi nyuruh gue sama yang lain jemput lo."
"Kayvi?" Keysa semakin mengerutkan keningnya.
Albi mengangguk, "Ayo."
"Bentar, aku telpon Kayvi dulu."
"Astaga, Key, lo gak percaya sama kita?" tanya Aletta menatap Keysa.
Keysa langsung menggeleng cepat dengan wajah memelas.
"Kita temen lo, Key. Gak mungkin bohong."
Keysa semakin menggeleng, dengan cepat ia menarik Aletta yang sudah merajuk. "Bukan gitu, Alet—"
"Udahlah, lo emang gak percaya sama kita. Ayo Al, Net, kita pergi aja."
"Aku iku!" Keysa memasang senyumnya, mengaitkan jarinya pada Aletta.
"Jangan marah lagi, please," pintanya memasang wajah memelas pada Aletta yang langsung mengangguk dan tersenyum.
"Let's go!"
Keempatnya masuk ke dalam mobil, langsung melaju meninggalkan perusahaan.
"Key, kita main bentar ya."
"Main ke mana?"
"Arena skateboard. Lo pasti belum pernah main skateboard, 'kan?"
Keysa mengangguk semangat sedetik kemudian ia lesu. "Aku langsung pulang aja, deh."
"Yaelah Key, main bentar doang. Nanti gue telpon Kayvi biar datang."
"Tapi Al—"
"Key, tenang aja. Kita jagain lo, kok."
Keysa semakin bingung, ia melirik Anetta yang duduk di samping kemudi dari spion. Memberikannya anggukan kecil dan pada akhirnya ia ikut mengangguk.
"Yash, Belok Al!" perintah Aletta seraya menunjuk arah kiri.
"YO!"
Albi dan Aletta sangat bersemangat, melaju dengan cepat dan masuk ke dalam arena. Memarkirkan mobilnya dan keluar dari mobil.
Keysa menarik napasnya, meraih tangan Aletta yang menawarkan diri, menariknya masuk ke dalam arena dan memesan skateboard.
"Keysa?"
"Itu Keysa bukan sih?"
"Iya, dia sekarang sekolah di Galanegara."
"Ngapain dia di sini?"
Keysa harus menahan malu dan tersenyum kecil karena kamera sudah mulai sibuk mengambil fotonya dan perhatian sudah tertuju padanya.
"Key, lo tau main skateboard?"
Keysa menggeleng kecil, masih risih dengan banyak orang.
"Tenang aja, Key, gue kenal mereka semua. Mereka gak bakal macam-macam sama lo." Albi tersenyum, mengedipkan matanya seraya membuka kemeja sekolah meninggalkan kaos putih membentuk badan. Ia meletakkan di atas pembatas dan langsung menarik tangan Keysa.
Keysa awalnya terkejut dan hampir ingin menarik tangannya tapi Albi menahannya seraya mengangguk—menyakinkannya.
"Naik, gue pegang."
Ia dengan ragu naik ke atas skateboard dan hampir terjatuh, tubuhnya condong ke arah Albi yang langsung menahannya. Mereka hampir berpelukan jika Keysa tidak menahan diri.
"Tenang, Key."
Keysa tersenyum kecil, berusaha untuk seimbang di atas skateboard.
"Oke, lo jangan tegang. Santai aja okay? Gue jagain lo."
Keysa mengangguk.
Papan skateboard mulai berjalan membuat Keysa was-was sementara Albi malah menertawakannya. Namun, lama-kelamaan Keysa terbiasa dan sudah melepaskan satu tangannya dari Albi.
"Lo cepat juga mainnya, Key."
Keysa tertawa kecil, walau masih takut dan sesekali refleks memegang tangan Albi setiap kali ia kehilangan keseimbangan. "Seru ya."
"Iya dong, 'kan, ada gue."
Keysa lagi-lagi tertawa.
Tak jauh dari mereka, Aletta berulang kali berdecak kesal melihat Albi dan Keysa.
"Let."
"Apa?"
"Lo suka sama Albi?" tanya Anetta melihat adiknya itu yang terlihat kesal.
Aletta langsung mendelik dan menggeleng. "Siapa juga yang mau suka sama si Albi anak monyet?"
Anetta mengangguk-angguk, duduk di pembatas dan memainkan skateboardnya, ia tertawa melihat wajah Aletta yang kesal dan terus mendumel. "Kalau suka bilang aja, Let. Gak gue ejek kok."
"Dih, gue gak suka sama Albi. Apaan, gue secantik ini suka sama Albi, gak level," ucapnya mengibaskan rambut.
"Terus kenapa dari tadi muka lo marah lihat Albi sama Keysa?"
"Ga, biasa aja, tuh!" sanggah Aletta.
"Tuh, lo aja ngomong ngegas gini."
"B aja."
"B nya lo itu banget."
Aletta mendengus, memalingkan wajahnya dan mendorong skateboardnya pergi.
Anetta yang masih betah duduk di tempatnya beralih melihat Keysa dan Albi lalu tersenyum. "Sorry, Key."
***
"Hati-hati di jalan."
Kayvi mengangguk, memberikan senyum dan melambai pada Ester yang masuk ke dalam rumah. "Bilang sama papa, calon menantunya datang tapi gak bisa mampir."
Brak!
Kayvi tertawa geli melihat pintu yang sudah tertutup dengan keras itu lalu melaju pergi. Jarinya terketuk mengikuti beat, kepalanya tergoyang santai dan sesekali bernyanyi.
Melirik ponselnya, sedikit bingung belum mendapat telpon dari Keysa. Ia berbalik dan memarkirkan mobilnya dan turun.
"Pak Seno," sapanya dengan senyum lalu berlari memasuki lift dan langsung menekan tombol atas.
Ting.
Ia melangkah keluar, memasuki ruang pemotretan. Menyapa sang fotografer dan mengambil duduk, keningnya mengerut melihat semua orang beberes. "Pemotretan udah selesai bang?"
"Udah, dari jam 4 tadi udah selesai"
"HUH?" Kayvi melirik jamnya yang menunjukkan pukul 17:48.
"Keysa di mana bang?!""Lah, udah lama keluar."
"Aish!" Kayvi langsung berlari keluar. Berjalan cepat menuju sebuah ruangan dan mengetuk pintu. Tanpa pikir panjang ia masuk setelah mendapat persetujuan.
"Selamat Sore Ny. Mira," sapanya.
"Ada apa?"
"Saya mencari Keysa—"
"Saya tidak tahu di mana anak itu"
Kayvi mengepalkan tangannya melihat wajah cuek itu. "Permisi!"
Ia keluar dari ruangan itu dan melangkah cepat memasuki lift. Sibuk menelpon Keysa namun tak kunjung di angkat juga. "Aish, Keysa di mana, sih?"
Ting.
Kayvi berlari lagi, sudah tak memedulikan sapaan dari orang-orang. Kakinya sibuk berjalan ke sana ke mari mencari Keysa.
"Pak Seno lihat Keysa gak?" tanyanya pada Pak Satpam."Nona Keysa tadi sudah pergi dengan 3 temannya yang memakai seragam seperti kamu."
Kayvi berdecak lagi, langsung berlari ke mobil dan melaju entah ke mana. Jarinya sibuk bergerak di atas layar membuka internet.
Setelah bersekolah di SMA Galanegara, Keysa terlihat sedang bermain dengan 3 temannya di arena skateboard ... lihat lebih banyak
Kayvi semakin gila, membuka maps mencari jalan arena skateboard. Langsung melaju dengan cepat dan sesekali memaki karena jalanan macet.
TIT TIT TIT.
"PAK, CEPAT JALAN!"
Kayvi langsung melaju saat mobil di depannya memberikan ruang, berbelok memasuki arena skateboard, masuk tanpa mengambil tiket.
Ia langsung ditahan, tetapi amarahnya sedang menggebu dan mendorong pria di depannya. Berlari menghampiri Keysa dengan penuh amarah. "KEYSA!"
Yang dipanggil berbalik, tersenyum manis melambaikan tangan membuat Kayvi semakin marah.
"Kayvi akhirnya datang—""Lo ngapain di sini?"
Keysa terkejut mendengar suara keras itu. Ia menegang melihat Kayvi yang marah. "Kay-"
"Mereka yang mengajakmu ke sini?!" Kayvi dengan marah menghampiri Albi dan melayangkan tendangan.
"Kayvi!" Keysa berlari, menghalangi Kayvi yang berontak. "Kayvi, udah!" lerainya hampir berteriak.
Kayvi mengepalkan tangannya, menarik Keysa pergi membawanya masuk ke mobil. Ia segera melaju pergi dengan penuh amarah sampai membawa mobil dengan kencang.
"Kayvi, pelan-pelan," tegur Keysa.
Namun, Kayvi tak mendengar. Amarah menguasai diri dan pikirannya.
"KAYVI!"
Kayvi menepi dan menghentikan mobil, mengepalkan tangannya menahan amarah.
"Kayvi apa-apaan sih?"
"Keysa yang apa-apaan!" balas Kayvi berteriak, menatap Keysa dengan tajam.
"Kay-"
"Keysa pergi tanpa memberitahuku? Kalau kamu luka siapa yang mau tanggungjawab? Mereka? Aku? Kamu, Key! Kamu yang akan dimarahi Tuan dan Nyonya Jennifer!"
"Kayvi yang nyuruh mereka jemput Keysa, kan?"
"Apa? Mereka bilang gitu? Sialan, mereka membohongimu!" Kayvi mengacak rambutnya, memukul stir dengan kuat hingga Keysa ketakutan.
"Keysa kenapa bodoh banget sih?""Ma-maaf," lirih Keysa menunduk.
Isakan mulai terdengar, Kayvi menghela napasnya dan melaju lagi. Membiarkan Keysa terisak dan ketakutan.
•
Kayvi berhenti di depan rumah Keysa, turun dan membuka pintu mobil. "Turun."
Keysa yang masih menangis menggeleng kuat. "Keysa gak mau tidur di rumah ...."
"Turun!"
"Gak mau!"
Kayvi berdecak, masuk ke mobil lagi dan melaju menuju rumahnya. Memarkirkan mobil di garasi, keluar lalu langsung masuk ke dalam rumah. Ia melempar tasnya dengan marah dan berkacak pinggang.
"Kay-vi, Keysa minta maaf ...."
Kayvi tak menghiraukan lirihan itu, ia membuka lemari es dan menengguk air dingin dengan terburu-buru.
"Kayvi, Key-Keysa minta maaf." Keysa semakin sesegukan, memegang ujung seragam Kayvi dengan kuat.
Kayvi meremukkan botol itu dan melemparnya ke lemari es.
"Kenapa Keysa harus pergi ke sana?""Ma-maaf."
"Aku butuh alasan, Keysa!"
"Kay-Kayvi yang suruh mereka jemput Key-Keysa," lirih Keysa menunduk.
Kayvi semakin marah dan mengepalkan tangannya.
"Mereka mengatakan seperti itu?"Keysa mengangguk.
"Lalu kenapa Keysa tidak bertanya dulu, huh? Mereka berbohong dan Keysa percaya begitu saja?" geram Kayvi.
Keysa semakin menunduk.
Kayvi menghela napasnya berusaha untuk menenangkan diri. "Lihat aku."
Keysa masih tetap menunduk dengan isakan kecil.
"Lihat aku, Keysa!"
Keysa akhirnya mengangkat kepalanya, masih dengan cairan bening yang membanjiri pipinya.
"Siapa yang bayar tadi?"
Keysa kembali menunduk dan terdiam.
"Keysa?"
Keysa mengangguk kecil.
"Aish, kenapa Keysa sangat bodoh? mereka memanfaatkanmu!"
Keysa kembali menunduk. "Maaf."
Drrrtd Drrrtd Drrrtd.
Kayvi merogoh kantongnya mengambil ponsel dan langsung menyambungkan panggilan.
"Suruh anak sialan itu ke rumah!"
Kayvi menurunkan ponselnya, menatap Keysa yang masih menunduk. Ia menghela napas lalu mendekat dan membawa Keysa ke dalam pelukannya.
"Key ....""Maaf ...,Keysa minta maaf. Jangan marah lagi, please ...."
Kayvi mengangguk, mencium puncak kepala Keysa.
"Aku juga minta maaf, aku tidak seharusnya memarahimu di depan umum tadi."Keysa menggeleng cepat. "Kayvi gak salah, Keysa yang salah karena bodoh. Keysa bodoh!" Keysa semakin menangis memukul kepalanya sendiri sampai Kayvi menahan tangannya dan menatapnya lekat.
"Key ...—"
"Maaf."
"Aku maafin Keysa tapi janji jangan gini lagi ya."
Keysa mengangguk.
"Kalau Keysa mau jalan-jalan kasih tau aku, jangan pergi sama yang lain. Beruntung Keysa gapapa, gimana kalau luka tadi, hm?" tanya Kayvi dengan nada lembut.
"Maaf."
"Key, lihat aku."
Keysa mengangkat kepalanya.
Kayvi tersenyum menarik Keysa memberikan jarak, sedikit menekuk kakinya menyamakan tinggi mereka. Ia menangkup wajah mungil Keysa dalam tangan besarnya seraya mengusap lembut dan memberikan ciuman pada kening Keysa.
"Jangan nangis lagi, ya."Keysa mengangguk kecil, memeluk Kayvi lagi dengan erat dan tentu saja Kayvi membalasnya.
"Keysa bersih-bersih dulu habis itu kita makan."
Keysa mengangguk melepaskan pelukannya, meletakkan tasnya di samping lemari dan mengambil pakaiannya lalu berjalan ke kamar mandi.
Drrrtd Drrrtd Drrrtd
Kakinya berhenti di depan lemari es, melirik Kayvi yang ada dapur dan sudah sibuk memasak. Ia membaca nama yang ada di layar ponsel membuatnya terdiam dan menelan ludah.
"Kenapa, Keysa?"
Keysa menoleh dan seketika khawatir. "Mama nelpon."
"Keysa mandi aja sana."
"Tapi—"
"Biarin aja."
Keysa menggeleng cepat dan kembali memasukkan pakaiannya ke dalam lemari. "Keysa pulang aja."
"Key—"
"Kalau Keysa gak pulang nanti Kayvi yang dimarahin mama."
"Keysa di sini aja, Ny. Jennifer pasti sudah tahu dan sangat marah." Kayvi menggeleng, menahan Keysa yang ingin pergi.
"Tidak Kayvi, Keysa harus pulang," pinta Keysa.
"Key—"
"Keysa gak mau Kayvi yang dimarahin mama."
"Lebih baik aku yang dimarahin daripada Keysa yang di hukum."
"Gimana kalau mama sampai pecat Kayvi?"
"Gak akan—"
"Kayvi tahu mama gak pikir panjang buat pecat orang. Keysa gak mau Kayvi dipecat seperti yang lain," lirihnya memohon.
"Keysa-"
"Kayvi butuh pekerjaan, lagian ini salah Keysa, Keysa akan bertanggungjawab dan menerima hukuman dari mama."
Kayvi menghela napasnya melihat Keysa yang terus berusaha menyakinkannya.
"Kayvi, Keysa gapapa. Kayvi tau Keysa kuat, 'kan?" Keysa tersenyum kecil, meraih tasnya dan mencium Kayvi yang hanya pasrah membiarkan Keysa pergi.
"Key."
"Ya?"
"Pintu selalu terbuka."
Keysa mengangguk, berlari menuju rumahnya. Ia menarik napas panjang, membuka gerbang dan kembali berlari membuka pintu rumah. Menelan ludahnya melihat Ny. Mira berdiri dengan wajah yang penuh marah.
"Anak sialan!"
Plak.
Keysa memejamkan matanya erat menerima pukulan pada kepalanya, menggigit bibirnya yang mengeluarkan ringisan.
"Kamu pergi tanpa permisi pada saya?"
Blast!
Ia semakin menggigit bibir walau sudah bergetar tak kuat.
"Saya tidak peduli kamu ke mana saja tapi jangan membuat masalah apalagi sampai menyebabkan skandal!"
Blast!
Keysa meringis, masih berusaha untuk menahan.
"Lalu di mana Kayvi saat kamu pergi? Anak itu sudah punya banyak uang dan tidak membutuhkan pekerja—"
"Kayvi gak salah, Ma."
Plak!
"Diam! Jangan berani memotong perkataan saya, anak sialan! Kamu hanya membuat kerugian pada perusahaan saya!"
Plak!
Keysa memejamkan matanya, sudah mulai pusing karena kepalanya berulangkali menerima pukulan. Ia ditarik dan bahunya dicengkram dengan sangat kuat.
"Kamu dengar, saya tidak mau tahu masalah ini sudah harus selesai sebelum pagi hari, jika tidak, Kayvi akan saya pecat, kamu mengerti?"
Keysa mengangguk cepat, tubuhnya terlempar hingga menabrak pintu membuatnya pandangannya memutar.
Ia memaksakan diri untuk sadar, dan menaiki tangga dengan sudah payah. Masuk ke kamar, dengan cepat ia membuka laci nakas mengambil botol obat, mengeluarkan tiga butir dari sana dan langsung menengguknya bersamaan dengan air.
Kepalanya kian berat dan sakit, dunianya berputar dan dengan sisa tenaganya, ia berpindah ke kasur dan langsung menjatuhkan diri dengan kaki yang menggantung.
"Ray ...."Terlihat bermesraan dengan seorang pria, Keysa Jennifer ternyata sudah memiliki pacar sejak lama. "Kita harus tulis apa Let?" "Ini aja, Keysa Jennifer terlibat hubungan dengan seorang pria yang mesum dan sering—" "Ya!" teriak Albi kesal, hampir melayangkan pukulan pada gadis di depannya itu. "Apa? Lo tanya pendapat gue, 'kan?" "Tapi gak itu juga, cowok ini, 'kan, gue, Let!" geram Albi. "Ya, tapikan mukanya bukan lo." "Tetap aja ...." Albi seketika tersenyum dan mulai mengetik. Aletta di sampingnya hanya diam, membaca ketikan Albi membuatnya tersenyum puas. "Gue setuju!" "Siapa dulu dong yang punya ide?"
"Siapa yang telpon?"Keysa menoleh, tersenyum melihat Kayvi yang sudah berganti pakaian lebih santai."Keysa, siapa yang telpon tadi?" tanya Kayvi lagi."Ah, Albi.""Ngapain nelpon?" Kayvi duduk di tepi bed, menatap Keysa dengan wajah kesal."Cuma nanya kenapa Keysa gak sekolah.""Terus Keysa jawab apa? Keysa bilang lagi di rumah sakit?"Keysa langsung menggeleng membuat kepalanya sakit."Cih, Keysa juga ngapain ngangkat telpon dia? Udah tau dia yang buat—""Kayvi, mereka baik kok," lirih Keysa."Baik apanya? Mereka tau Keysa model dan seharusnya mereka gak bawa Keysa ke tempat seperti itu." kesal Kayvi."Tapi mereka jagain—""Mereka jagain Keysa dari orang-orang yang ada di sana, t
"Keysa, ayo makan sayang."Keysa yang baru turun dari kamarnya mengerjap mendengar perkataan itu, matanya menatap Ny. Mira di meja makan sedang menuangkan air mineral ke gelas."Kok, bengong? Ayo makan!"Keysa tersadar dan mengangguk kecil, dengan ragu ia melangkah menuju meja makan dan duduk. Masih dengan wajah bingung melihat sepiring nasi goreng di hadapannya. Bunyi kursi yang bergeser menyadarkannya lagi."Ayo dimakan."Keysa masih ragu, tetapi tetap menurut. Ia memegang sendok dan mulai menyuap ke dalam mulutnya."Enak?"Keysa tersenyum dan mengangguk kecil."Itu mama yang bikin khusus buat putri semata wayang mama."
"Abas."Kayvi menoleh—melihat siapa yang memanggil, ia langsung menarik Ester masuk ke sebuah ruangan.Gelap dan pengap.Ester melihat sekelilingnya lalu menatap Kayvi yang hanya mengedikkan bahunya."Tidak ada tempat selain ini, kecuali kamu ingin Rayhan melihat kita," ucap Kayvi.Ester mengangguk cepat, mengambil duduk di atas meja menatap sang kekasih yang tersenyum padanya."Aku sudah punya pekerjaan untukmu."Keningnya berkerut sementara Kayvi malah semakin tersenyum. "Pekerjaan apa?""Model."Ester langsung turun dengan mata yang membelak. "Aku akan membunuhmu jika bermain-main dengan cita-citaku!"
"Keysa, ikut saya."Keysa yang baru turun dari kamarnya menatap Ny. Mira dengan bingung, ia tetap menurut mengikuti sang mama keluar dari rumah. "Ke mana, Ma?""Kantor."Keysa menghentikan langkahnya tepat di samping mobil."Cepat masuk!" perintah Ny. Mira."Aku harus sekolah.""Saya menyuruhmu sekolah?" tanya Ny. Mira dengan mata yang melotot.Keysa terdiam, tangannya terkepal di balik roknya."Pekerjaan lebih penting dari sekolah, cepat masuk!""Tapi, Ma—""Kamu pilih ikut saya atau pergi ke sekolah tapi jangan harap pulang sekolah nanti kamu bisa melihat Kayvi lagi!"Keysa semakin mengepalkan tangannya dan membuka pintu mobil."Key, tunggu."Suara itu menghentikannya, Ke
"Let, ngomong gih sama Anet."Aletta mendelik kesal, hampir memukul Albi yang mendorongnya dengan paksa, tetapi memilih menahannya. Ia menggeser pintu kaca terbuka, mengambil duduk di samping sang kakak yang sedang menenggelamkan kaki di dalam air kolam. Anetta hanya melirik lalu mengalihkan pandangannya lagi."Net, lo marah ya?"Anetta menaikkan alisnya dan menggeleng. "Kenapa gue harus marah?""Karena kita gak ngomong dulu sama lo sebelum nyusun rencana."Anetta menggeleng lagi."Net, coba deh cerita sama gue. Gue bakal berusaha ngerti kenapa lo gak kayak biasanya."Anetta diam. Ia hanya menatap lurus ke depan dengan kaki yang ia goyangkan."Anet?"
Kayvi mengeram merenggangkan otot, merubah posisi menjadi duduk dan matanya langsung menangkap Keysa yang masih tidur menghadapnya. Ia tersenyum, beranjak dari sofa menuju kamar mandi untuk bersih-bersih. Setelahnya, ia membuka lemari es dan mengeluarkan nasi, nuggets dan sosis.Sementara Kayvi sibuk di dapur, Keysa yang sudah bangun hanya diam di kasur. Sesekali matanya terpejam lalu tersentak kaget dan kembali bangun. Mulutnya menguap, tetapi ia memaksa untuk duduk dan bersandar di kepala kasur, berusaha untuk mengembalikan kesadaran lalu berdiri membuka jendela."Key, sarapan dulu."Keysa menoleh ke belakang, tersenyum melihat Kayvi yang balas tersenyum padanya. "Kayvi gak usah repot—""Siapa yang repot?" tanya Kayvi langsung menatap Keysa dengan wajah datar dan gadis itu langsung tertawa lalu masuk ke
Keysa menunduk melihat majalah barunya yang baru saja terbit, mulutnya sesekali mengunyah buah dan terus memperhatikan fotonya. "Menurut Kayvi, Keysa lebih cantikan di sini atau yang di sini?" tanyanya memperlihatkan majalah itu pada Kayvi.Namun, tidak ada jawaban. Keysa menatap Kayvi dengan dahi yang mengerut, kepalanya miring lalu mengikuti arah pandang bodyguardnya itu. "Kayvi?" panggilnya lagi.Tetap tidak ada jawaban. Keysa melambaikan tangannya dan tetap tidak ada respon membuatnya kesal lalu menampar pipi Kayvi pelan hingga laki-laki itu tersadar."Ah, kenapa Helen?" tanya Kayvi menatap Keysa dengan mata yang mengerjap.Keysa menaikkan alisnya, ia terdiam sebentar lalu tertawa kecil dan kembali memfokuskan diri pada majalahnya.Kayvi menggaruk tengkuknya menyadari