TIGA TAHUN SEBELUMNYA
Gabriela Harlot adalah seorang wanita muda 23 tahu yang cantik, cerdas, dan berasal dari keluarga terpandang. Diam-diam Geby jatuh cinta pada James Loghan yang merupakan bosnya dan pria yang sudah beristri.
Hari masih pagi dan Geby juga baru tiba ketika James masuk ke ruanganya kemudian menutup pintu. Aroma parfum yang dipakai James langsung ikut memenuhi seisi ruanganya. Aroma yang sangat dia kenal dan akan selalau membuat dadanya ikut menghangat.
"Hadiah apa yang kau inginkan saat ulang tahun?" tanya pria tampan itu ketika menghampiri meja Geby dan tersenyum.
Geby terkejut karena ulang taunya masih lima bulan lagi dan dia juga tidak pernah bermimpi bakal ditanya hadiah seperti itu oleh seorang James Loghan, sampai James kembali melanjutkan.
"Akhir minggu ini Olivia ulang tahun dan aku tidak tahu hadiah apa yang pas untuknya."
Ternyata yang James maksud hadiah untuk istrinya, tentu Geby langsung kecewa tapi tidak pantas bersedih karena berani mengagumi pria beristri adalah salahnya sendiri.
"Tapi kenapa Anda bertanya padaku, Mr. Loghan?" Gaby berusaha tersenyum meski hatinya masih gugup karena sempat mengira pria tampan itu memikirkan hadiah untuknya.
"Istriku sangat menyukaimu jadi kurasa kalian sepertinya juga memiliki selera yang tidak jauh berbeda."
"Tapi sungguh aku tidak tahu jika harus memilih hadiah sepenting itu untuk istri Anda."
James Loghan memiliki seorang istri yang sangat cantik, pernikahannya juga sangat bahagia dengan seorang putri berumur tiga tahun. Sama sekali tidak ada celah bagi James untuk mencintai wanita lain. Hanya Geby sendiri yang terus nekat mencintainya.
"Sebenarnya aku sudah merencanakan beberapa perjalanan ke pulau tropis atau resort sky di pegunungan Alpen?"
"Anda masih menyuruh saya memilih?" tanya Geby sambil menunjuk dirinya sendiri, karena James masih berdiri di depan mejanya dan mengangguk. Pria yang sangat tampan dan polos sekali karena tidak pernah sadar sudah lama dia kagumi.
"Pilih yang mana?" pria rupawan itu benar-benar serius sedang menunggu jawaban sekertarisnya.
"Mungkin pulau tropis karena aku lebih suka yang hangat," Jawab Geby sambil menatap netra coklat James yang hangat seperti musim gugur yang tenang.
"Terimakasih, Geby."
"Sungguh ini bukan hal besar sampai Anda perlu berterima kasih, Mr. Loghan."
"Kau tahu aku kurang pandai menyenangkan wanita." Bahkan James tega mengedipkan sebelah mata pada Geby yang masih seperti tersendak pagi-pagi karena kunjungan bosnya yang tampan, harum, dan tidak akan bisa Geby miliki.
'Anda sudah sangat menyenangkan hanya dengan tersenyum, Mr. Loghan' ucap Geby dalam hati tanpa tahu jika itu adalah kali terkhir dirinya bakal melihat pria rupawan itu tersenyum seriang hari ini. Geby masih menyimpan senyum James Loghan hari itu. Memang tidak ada yang tahu kapan bencana akan terjadi. Bencana mengerikan yang akan membuat Geby ikut terseret dalam sebuah konspirasi kejahatan besar.
*****
Gabriela Harlot hanyalah seorang yatim piatu yang dibesarkan oleh sang paman sampai dirinya bisa ikut menyandang nama Harlot meskipun ayah kandung Geby sebenarnya adalah seorang Meksiko dan imigran gelap ketika menikahi ibunya tanpa restu ataupun akta pernikahan. Geby sangat beruntung karena mendapatkan pendidikan yang baik dari sang paman yang tidak pernah membedakanya dengan anak kandungnya yang lain. Begitu lulus dari kuliahnya dengan prestasi terbaik, Geby kembali sangat beruntung sebab dia langsung bisa bekerja pada seorang James Loghan. Semua tentu tak lepas dari jasa sang paman yang memang telah puluhan tahun bekerja sebagai orang kepercayaan keluarga Loghan.
Geby sedang makan malam bersama keluarga pamanya ketika mendengar kabar kecelakan yang menimpa James dan istrinya saat berlibur di pulau tropis. Mr. Harlot masih berdiri, baru menutup telepon dan Geby langsung menjatuhkan gelas di tanganya.
"Istrinya tidak tertolong dan James mengalami luka serius!" terang Mr. Harlot.
Geby langsung terpikir pada putri semata wayang James yang baru berumur tiga tahun dan harus kehilangan seorang ibu. Semuanya menjadi kacau dengan begitu cepat. Boat yang dikendarai James kehilangan kendali dan menabrak karang dengan kecepatan tinggi. James Loghan mengalami cidera tulang belakang setelah tubuhnya terlempar dan terhempas ke karang. Dokter menyatakan jika cidera tersebut tidak bisa disembuhkan. Artinya James hanya akan menjalani sisa hidupnya di atas kursi roda sebagai pria cacat yang tidak akan pernah bisa mengurus dirinya sendiri.
*****
Geby ikut lemas ketika memeluk Lily, putri kecil James yang belum tahu apa-apa mengenai bencana yang menimpa orang tuanya. Karena rasa cintanya pada James Loghan, Geby memutuskan untuk meninggalkan karir dan keluarga besarnya di Washington demi ikut James pulang ke Inggris. Geby bersumpah akan mendedikasikan hidupnya untuk mengurus James Loghan serta putri kecilnya Lily.
James Loghan adalah pemilik dari Loghan Global dan pewaris tahta kekayaan keluarga Loghan yang merupakan keluarga bangsawan kaya raya dari Britania Raya. Sudah tiga tahun Geby bekerja sebagai sekretaris James dan tidak pernah bisa berhenti mengagumi pria tampan itu di dalam hatinya. Meski sekarang keluarga Loghan lebih banyak memiliki bisnis di Amerika utara, Cina, dan Jepang, tapi James tetap merasa dirinya berdarah Inggris, karena itu James ingin menghabiskan sisa hidupnya di sana seperti sangkakek. James tahu hidupnya tidak akan lama lagi sampai kelemahan fisik akan merenggut nyawanya pelan-pelan dalam wujud buruk rupa. Wajah rupawan dan kegagahannya akan ikut lenyap dalam sekejap.
Masalahnya James tidak tahu siapa yang akan menggantikan tanggung jawabnya untuk memimpin kerajaan bisnis keluarga Loghan jika dirinya pergi. James hanya memiliki seorang adik laki-laki, adik laki-laki yang sangat membencinya dan telah bersumpah tidak akan pernah mau menginjakkan kaki lagi di rumah keluarga Loghan.
James harus bisa mengalah dan mengutus orang untuk membujuk Jeremy Loghan agar mau pulang.
Jeremy Logan baru saja mendapat kabar jika saudara laki-lakinya sedang sekarat dan mengharap kepulanganya. Sudah lewat sepuluh tahun sejak Jeremy berjanji untuk tidak lagi menginjakkan kaki di rumah keluarga Loghan yang pernah membuatnya sangat sakit hati. Bahkan beberapa tahu yang lalu ketika Jeremy mendengar kakak laki-lakinya James Loghan mengalami kecelakaan dan istrinya meninggal, Jeremy tetap tidak sudi untuk pulang sejenak. Sekarang Jeremy sudah sangat sukses dengan kehidupannya sendiri dan tidak butuh sepeserpun harta dari keluarga Loghan. Tidak akan ada yang berani menyepelekannya lagi, bahkan sekarang dia sudah jauh melampaui James Loghan dengan segala kesuksesannya. Jeremy Loghan adalah pemuda 31 tahu yang sangat tampan dengan sepasang netra biru pekat seperti laut dalam. Meskipun tatapannya selalu dingin penuh kekejian tapi ia tetap sosok yang karismatik layaknhya seorang Loghan. Bahkan ketika dia hanya sekedar duduk, siapapaun akan gentar menghadapinya. Termasuk Mr. Harlo
YORKSHIRE Jeremy sudah tidak ingat kapa terakhir dirinya melihat halam rumput keluarga Loghan. Rumah utama masih terlihat sama tidak banyak yang berubah sejak dirinya datang untuk menghadiri pemakaman sang kakek sepuluh tahun lalu. Bahkan pagar kudanya juga masih sama. Sejak Jeremy dan James berumur belasan tahun mereka sudah tinggal di sekolah asrama elit di Washington dan hanya sesekali mengujungi sang kakek saat musim libur. Mereka akan menghabiskan masa libur dengan berkuda di tanah keluarga mereka yang luas dengan perbukitan hijau. Tanah yang sampai sekarang masih alami tak terjamah oleh moderenisasi. Seluruh tanah dan properti keluarga Loghan memang masih utuh terjaga. Semua itu adalah warisan turun temurun dari leluhur nenek moyang mereka yang pernah menjadi penguasa di perbatasan Utara Inggris. "Oh, Tuanku sejak kapan Anda datang?" kaget salah seorang pengurus rumah begitu melihat Jeremy Loghan berdiri di ambang pintu. Jeremy juga sudah mengenal Mr. Papkins, pria yang sekar
Jeremy langsung menatap dingin pada saudaranya yang baru didorong keluar dengan kursi roda oleh seorang wanita. Di mana James Loghan yang dulu terkenal paling gagah ketika berdiri di atas singgasana keluarga Loghan. Karena yang Jeremy lihat sekarang hanyalah pria cacat menyedihkan, hanya bisa duduk di atas kursi roda dan sedang sekarat. Sebenarnya Jeremy bukannya tanpa hati untuk bersimpati pada nasib malang saudara laki-lakinya, tapi jika kembali melihat wanita muda yang sedang berdiri di samping James, seketika kemurahan hatinya yang cuma tinggal seujung jari itu pun ikut lenyap. "Terimakasih kau sudah mau pulang," sambut James lebih dulu. "Apa tidak bisa kita hanya bicara berdua?" sarkas Jeremy ketika melihat pada Gabriela Harlot yang menurutnya tak lebih dari produk konspirasi dari seorang Harlot yang cerdas. Jeremy tahu semua anak-anak Harlot adalah orang-orang yang sangat berpendidikan. Tidak ada seorang Harlot yang bodoh hingga mau menghabiskan waktu dengan pria cacat h
Geby baru akan mengambil kudanya dari istal ketika mendengar suara ringkihan kuda yang tidak biasa dari istal khusus. Buru-buru Geby memastikan dan tidak menyangkan bakal menemukan Jeremy Loghan berada di istal kuda. Pria kaya itu memang sama sekali tidak cocok untuk berada di istal kuda. Gaya dan pakaiannya terlalu mahal untuk dibawa berkeliaran di dekat tumpukan jerami.Sebenarnya tadi Jeremy ingin mencari kuda kakeknya, karena dulu istal khusus tersebut memang cuma di tempati oleh King kuda hitam kesayangan sang kakek. Tapi sepertinya kuda itu memang sudah tidak ada dan sekarang ditempati kuda lain yang hampir mirip."Sebaiknya Anda hati-hati karena Prince agak sensitif dengan orang asing." Geby memperingatkan ketika melihat Jeremy hendak menyentuh kepala kuda tersebut."Sepertinya Anda ada di mana saja, Nona Harlot?" sarkas Jeremy yang masih sama sekali tidak menghargai keramahannya.Kali ini pria tersebut sudah berpaling dan menghadap pada Geby yang sudah siap dengan pakaian berku
Mr. Papkins melihat Geby kembali dari istal tapi tidak membawa kuda. Geby langsung masuk ke kamarnya dan tidak keluar lagi sampai beberapa lama. Sebenarnya Mr. Papkins juga khawatir tapi rasanya tidak etis untuk ikut campur. Geby berdiri di depan cermin melihat dirinya sendiri yang masih sangat marah tapi tidak bisa asal memaki pada pria seperti Jeremy Loghan walaupun pria itu sudah sangat berani menciumnya. Kenyataanya mereka berdua sama-sama orang dewasa yang berpendidikan dan tidak selayaknya bertengkar seperti tadi. Sangat memalukan untuk sekedar dipikirkan apalagi dibahas. Geby cuma kembali berkumur-kumur kemudian mengambil tisu untuk membersihkan bibirnya entah untuk apa karena sebenarnya juga tidak berguna kecuali hanya untuk sedikit menghibur kekesalannya sendiri sebelum berani keluar dari kamar untuk mencari James. "Di mana James?" tanya Gaby pada Mr. Papkins. "Tuan muda James masih berada di ruang kerjanya bersama Mr. Rich. Mr.Rich adalah notaris kepercayaan James yang k
Kondisi James terus menurun dengan cepat, Geby mulai khawatir jika James tidak akan sanggup melalui akhir tahun ini. James sudah tidak bisa lagi duduk di kursi roda, dia hanya bisa berbaring di atas ranjang dan sudah sama sekali tidak bisa bergerak. Kadang dia ingat untuk memanggil Geby kadang juga sudah lupa dengan namanya. Terakhir James hanya menyebutnya 'kau cantik' kemudian Geby mengangguk dan menciumnya.Geby tidak pernah menyangkan jika dirinya akan dilupakan oleh James dengan cara seperti ini, cara yang tidak bisa dia benci dan rasanya ternyata jauh lebih berat dari dilupakan kekasih karena pengkhianatan. Hal itu membuat Geby semakin sadar jika cinta, kebencian, kebahagiaan, dan kesedihan batasnya sangat tipis. Karena begitu ingatan memudar semua itu sudah tidak akan ada artinya lagi.Lantas untuk apa manusia masih suka mempertahankan kebencian jika sebenarnya tiap tarikan napas mereka jauh lebih berharga untuk sama-sama bahagia. Berapapun sisa waktu yang dimilik James, tiap det
Geby baru kembali melihat Jeremy Loghan ketika makan malam. Geby yang baru bergabung memilih duduk di samping sang paman dan berhadapan dengan sepupunya Tobias yang duduk bersebelahan dengan Mr. Rich. Jeremy Loghan duduk di ujung meja sebagai tuan rumah. Meja persegi panjang dengan sepuluh pasang kursi itu malam ini diisi oleh lima orang dengan suasana yang masih hening dan sunyi dalam suasana duka. Geby hanya melihat sebentar pada Jeremy Loghan, cuma untuk sekedar memastikan jika pria itu masih utuh setelah menunggangi Prince seperti siang tadi. Meski hanya sepersekian detik Geby yakin Jeremy sempat menangkap sepasang manik matanya sebelum kemudian melanjutkan obrolanya dengan Mr. Rich."Kami akan kembali besok." Mr. Harlot bicara pada keponakannya dan Geby hanya mengangguk."Terimakasih Paman sudah bersedia datang.""Kami juga mencintai James," jawab sang paman.Kali ini Tobias Harlot yang meraih tangan Geby dari seberang meja. "Jaga dirimu baik-baik, Geby."Walaupun sudah tidak ada
Pagi-pagi Geby sudah bangun karena paman dan sepupunya akan pulang pagi ini."Jaga kesehatanmu, Geby," pesan sang paman ketika Geby memeluknya.Geby juga memeluk sepupunya dan membiarkan Tobias balas memeluknya dengan mantap seperti biasanya."Aku akan pulang saat nanti kau menikah." Gaby mendongak pada sepupunya yang tiga bulan lalu sudah bertunangan tapi Geby tidak bisa pulang karena kondisi James yang terus menurun."Kau juga harus mulai memikirkan masa depanmu sendiri!"Geby cuma mengangguk lesu tapi tetap tersenyum pada sepupunya. Di antara ketiga sepupunya Geby memang paling dekat dengan Tobias."Ayo,Gaby ku, kau wanita yang hebat!" Tobias Harlot menepuk punggung Geby agar kembali bersemangat seperti Geby yang mereka kenal dulu.Setelah mereka berdua pergi Geby segera mencari Lily ke kamarnya."Geby!" gadis kecil itu langsung berlari dan melompat ke pelukannya. "Aku kira mereka juga akan membawamu.""Oh, tidak sayang. Aku tidak akan ke mana-mana, aku akan selalu bersamamu.""Aku
Salju mulai menebal di pertengahan Desember dan sampai puncaknya di bulan Januari. Padang rumput yang luas sudah sempurna diselimuti salju. Meskipun para kuda termasuk hewan yang paling tahan terhadap cuaca dingin, tapi biasanya justru para pekerja yang semakin enggan membawa kuda keluar istal. Cuma Jared yang terlihat tetap tidak keberatan untuk berkeliaran di cuaca yang sudah semakin membeku, menurutnya kuda-kuda tersebut tidak hanya cukup di beri tumpukan jerami kering, mereka perlu bergerak utuk terus bugar dan mempertahankan panas tubuhnya. Mateo memperhatikan Jared yang sudah beraktifitas sejak pagi, seolah sama sekali tidak mengenal rasa dingin meskipun napasnya terlihat berkabut. "Kubuatkan minuman panas untukmu!" Mateo mengangkat segelas coklat panas utuk dia tunjukkan pada Jared yang masih sibuk membawa kuda-kuda berputar di sekitar istal. "Sebentar lagi Paman!" Jared berputar sekali lagi sebelum kemudian memasukkan kuda-kuda ke dalam istal. Paling tidak dua jam dalam se
Semua pekerja istal ikut berkumpul di beranda samping rumah utama mengelilingi meja besar di area dapur kekuasaan Carolina. Jadi jangan heran jika juru masak bertubuh subur itu jadi yang paling jumawa jika ada yang berani melanggar aturannya. Carolina sudah menyiapkan bebagai menu masakan dan seperti biasa para pria-pria tua itu selalu rakus. "Kemari, Jared. Sudah kuambilkan sup untukmu." "Karena dia masih muda dan tampan jadi kau paling memanjakannya?" "Diam kau, Kakek Tua! " Carolina tidak menghiraukan dia tetap menarik lengan Jared yang kebetulan terakhir tiba. Anelies sudah ikut duduk di tengah meja makan bersama mereka semua dan ikut menertawakan entah lelucon apa karena Jared memang sudah tertinggal. Anelies menoleh padanya dan tersenyum. "Ingat anak muda jangan coba menggoda nona kami, cukup Carolina saja. " Carolina langsung memukul punggung sepupunya itu dengan spatula. Selain sepupunya, paman Carolina dulu juga bekerj
Anelies duduk di atas batu agak datar di antara semak rumput tidak terlalu tinggi, gadis itu menyingkirkan sisa terakhir pakaiannya, membiarkan Jared melihatnya. Tungkai rampingnya yang lembut terlihat sepeti kaki peri ketika Anelies menjejak ke tepian batu tempatnya sedang duduk setengah berbaring. Jared langsung melompat turun dari punggung kuda, menyambar pakaian Anelies untuk menutupi tubuh gadis itu. "Satu minggu yang lalu usiaku sudah genap tujuh belas tahun aku sudah cukup dewasa untuk berbuat apa saja, dengan siapa saja. Kau tidak perlu khawatir, aku juga sudah pernah melakukannya," ucap Anelies pada Jared yang masih coba menutupi tubuh Anelies sekenanya. "Aku tidak akan apa-apa." Anelies mencekal tangan Jared yang hendak berdiri dan gadis itu masih menengadah se
Jared kembali melihat daun pintu kamar yang sedikit terbuka, dia tahu apa ayang akan terjadi jika dirinya tetap melangkah, tapi setiap kali rasa penasaran itu selalu tumbuh lebih besar untuk menenggelamkan sisa kewarasannya. Dirinya juga akan hancur tak tertolong dan tidak bisa dihentikan, dia bisa mengubah erangan kenikmatan menjadi jeritan bersimbah darah. Tubuhnya akan mulai bergetar meningkat semakin panas, terus bergolak seolah nadinya memang dialiri magma. Jared akan meregang dan mengerang sendiri dalam rasa kejang yang menyiksa dengan sangat luar biasa sampai akhirnya ia akan tersentak dari tidurnya dan terduduk dengan sisa jantung berdentam-dentam.Sudah lewat tengah malam, ketika Jared kembali terbangun dengan telapak tangan bergetar dan mengepal. Napasnya berderu kasar dan sama sekali belum bisa menjinakkan ritme jantungnya yang liar. Mimpi mengerikan itu kembali menerjang beru
Anelies tidak menyangkan jika bibir seorang pria akan terasa seperti ini. Hangat dan tebal bertekstur tapi tetap lembut ketika menakup dan mengaisnya dalam lumatan. Gairahnya berbeda, tidak seperti ketika dia sekedar 'flirting' bersama teman laki-laki di sekolah.Napasnya pria dewasa lebih panas merongrong untuk terus dipenuhi kemauannya. Lidahnya bisa disebut lembut tapi juga kasar dengan caranya menjerat mangsa dengan tepat. Pria itu liar, besar, panas bergemuruh penuh nyali.Jared masih menakup pipi Anelies dengan kedua telapak tangannya yang hangat sampai gadis itu cukup menengadah untuk menyambut hisapannya.Entah kemana perginya udara yang tadi nyaris membeku karena kali ini atmosfer di sekitar mereka tiba-tiba menjadi panas seperti uap sup jamur mereka yang terlupakan.Anelis merasa tengkuknya mulai dicengkeram, cukup keras tapi tidak tahu kenapa sepertinya dia juga tidak mau pria itu berhenti memperlakukannya seperti itu. Bibirnya kembali digigit
Sebentar lagi akan menghadapi musim dingin dan beberapa tahun belakangan ini musim dingin bisa menjadi lebih ekstrim, bahkan tahun kemarin sampai mencapai titik terendah minus 10 derajat celcius di bulan Januari. Dari sekarang semua pengurus istal harus bersiap agar dapat bertahan sampai musim semi tahun depan. Semua penghangat di istal harus dipersiapkan dan memastikan semua mesinnya berfungsi dengan baik. Karena sudah lama tidak digunakan kali ini juga menjadi pekerjaan tambahan Jared untuk memastikan semua penghangat masih berfungsi normal. Sebenarnya kemarin Mato sudah hendak memanggil tukang servis tapi Jared melarangnya dan menawarkan diri karena itu kadang hanya Mato yang menemaninya bekerja sampai malam ketika harus melembur pekerjaan tersebut. Sebagai kepala pengurus istal Mato juga merasa ikut bertanggung jawab dan tentunya dia juga menyukai Jared yang tidak pernah pilih-pilih pekerjaan. Dia mau memegang pekerjaan apa saja
"Jared ..!" pekik gadis yang sedang ia himpit ke sudut istal. Tangan rapuhnya mencengkram erat pada pagar tiang pengait kuda, berusaha mencari pegangan apa saja ketika tubuhnya semakin bergoncang-goncang. Jared terus mendesaknya meskipun tau gadis itu sudah sangat kesakitan dan berulang kali memohon agar dirinya berhenti. "Kau sakit ...." pekiknya sekali lagi "Oh ...!" "Hentikan! kau menyakitiku .... " Tapi Jared tetap tidak bisa berhenti, dia senang melakukannya dan justru semakin terpacu untuk menumbukkan pingulnya lebih keras lagi. Dirinya sangat besar keras dan kejang, sekujur tubuhnya panas seperti api ketika sedang terbakar seperti ini. Sebenarnya Jared sangat membenci kek
Jared sudah kembali memakai celana panjangnya meskipun tubuh dan rambut di kepalanya masih basah menetes-netes ketika menghampiri gadis muda yang sedang merintih kesakitan di atas rumput. "Maaf apa kau tidak apa-apa?" "Kakiku terkilir." "OH, Tuhan!" Jared segera mengangkat tubuh gadis itu utuk dia bawa ke dalam pondok. Jared mendorong daun pintu dengan kaki panjangnya kemudian mendudukkannya di tepi ranjang. "Bagian mana yang sakit?" Jared buru-buru memeriksa karena gadis itu mulai menangis disertai air mata. "Ini sakit sekali..." dia masih merintih sambil memegangi lututnya sampai tidak terlalu perduli dengan pria yang sedang berjonkok di depannya. "Tarik napasmu pelan-pelan biar kuperiksa." "Kau tidak bisa!" buru-buru dia mencegahnya. " Aku memakai celana!" baru kemudian gadis itu sadar jika dia juga tidak mengenal pemuda yang coba menolongnya itu. "Apa kau mau aku memanggilkan seseorang?" Jared juga terlihat
Jared pergi tanpa berpamitan dengan siapapun bahkan paman dan bibinya pun juga tidak tahu. Jared pergi hanya dengan membawa ransel seperti biasanya ketika dia berangkat bekerja. Cuma ada beberapa lembar pakaian di dalam benda tersebut. Jared bukan tipe pria yang bakal mau repot mengurusi penampilannya, baginya yang terpenting tubuhnya bersih rambutnya pun selalu kelewat panjang untuk bercukur. Sampai Jared pergi kemarin, paman dan bibinya juga tidak tahu jika ia sudah di usir dari bengkel Norton dan sedang jadi pengangguran. Meskipun kemarin Josephine mengatakan bahwa ayahnya ingin dirinya bekerja lagi, tapi Jared yakin itu juga cuma kerena Josephine yang memohon lagi kepada ayahnya. Jared kenal sifat tuan Norton, mustahil dia mau menarik ucapannya kembali hanya untuk pemuda tak berguna seperti dirinya meskipun ia terbukti tidak bersalah.