Pagi-pagi Geby sudah bangun karena paman dan sepupunya akan pulang pagi ini.
"Jaga kesehatanmu, Geby," pesan sang paman ketika Geby memeluknya.
Geby juga memeluk sepupunya dan membiarkan Tobias balas memeluknya dengan mantap seperti biasanya.
"Aku akan pulang saat nanti kau menikah." Gaby mendongak pada sepupunya yang tiga bulan lalu sudah bertunangan tapi Geby tidak bisa pulang karena kondisi James yang terus menurun.
"Kau juga harus mulai memikirkan masa depanmu sendiri!"
Geby cuma mengangguk lesu tapi tetap tersenyum pada sepupunya. Di antara ketiga sepupunya Geby memang paling dekat dengan Tobias.
"Ayo,Gaby ku, kau wanita yang hebat!" Tobias Harlot menepuk punggung Geby agar kembali bersemangat seperti Geby yang mereka kenal dulu.
Setelah mereka berdua pergi Geby segera mencari Lily ke kamarnya.
"Geby!" gadis kecil itu langsung berlari dan melompat ke pelukannya. "Aku kira mereka juga akan membawamu."
"Oh, tidak sayang. Aku tidak akan ke mana-mana, aku akan selalu bersamamu."
"Aku tidak suka paman Jeremy."
"Kau tetap harus hormat kepada orang yang lebih tua."
"Dia tidak menyukaiku."
"Sepertinya banyak yang tidak dia sukai, tapi tidak apa-apa," santai Geby mengajak Lily tersenyum.
"Apa dia juga tidak menyukaimu?"
"Sepertinya dia juga tidak menyukaiku, dia juga tidak menyukai makanan manis dan brokoli." Geby coba mencari perbandingan yang lebih sepele untuk mencairkan ketakutan Lily.
"Darimana kau tahu?"
"Kulihat dia tidak pernah makan makanan penutup dan selalu menyisakan brokoli di piringnya."
"Apa tidak ada yang pernah memarahinya?"
"Mungkin," Geby pilih menggelitiki pinggang Lily agar gadis itu tidak mengajaknya membahas Jeremy lagi.
"Cepet ganti pakaianmu, sudah waktunya kau belajar berkuda."
Tak peduli sedang terjadi apapun di dunia orang dewasa, bagi anak-nak semuanya tetap harus berjalan normal seperti biasanya.
Geby menyuruh pengasuh Lily untuk membantu anak itu berganti pakaian sementara Geby kembali ke kamarnya sendiri untuk mengganti pakaiannya juga. Geby berganti pakaian dengan cepat dan tidak sengaja bertemu dengan Jeremy ketika dirinya hendak turun dari tangga. Geby yakin Jeremy sempat memperhatikan pakaian berkudanya walaupun tidak berkomentar dan langsung berlalu pergi ke ruang kerja James. Tidak tahu kenapa hal sepele seperti itu saja membuat Geby tidak terima. Rasanya Geby memang tidak akan pernah rela melihat Jeremy mengambil semua milik James.
Lily yang sudah selesai lebih dulu berteriak memanggilnya dari tepi kolam air mancur.
"Ayo! cepat, Geby!"
Nampaknya nona kecil itu sudah mulai tidak sabaran.
Lily memang masih belum terlalu paham mengenai kepergian James. Walaupun kemarin ikut menangis tapi hari ini sudah mulai ceria lagi. Tiap senyum Lily rasanya juga ikut mengangkat sedikit demi sedikit kesedihan Geby dan seolah memberinya semangat hidup lagi. Gadis kecil itu adalah cinta James, kenangan terindah pria itu untuk Geby.
Lily sudah mulai berani menunggangi kuda poninya sendiri jadi Geby tinggal mengiringinya dari belakang ketika mengajak gadis kecil itu menuruni bukit-bukit rendah di tanah keluarga Loghan yang luasnya seolah tanpa tepi hingga sejauh mata memandang.
Lily adalah gadis kecil yang suka banyak bertanya dia akan menanyakan apa saja yang dilihatnya dan kadang besok juga masih akan menanyakannya lagi jika masih ada yang membuatnya penasaran. Gadis kecil yang cerdas, ceria, dan menyenangkan. Lily memiliki mata biru seperti Olivia hampir tidak ada James dalam gadis kecil itu kecuali ketika dia tersenyum dan menunjukkan sedikit lesung pipinya. James juga memiliki lesung pipi di sebelah kanan persis seperti Lily ketika tersenyum.
Geby mengajak Lily kembali menjelang tengah hari dan langsung menyuruh pengasuhnya untuk menemaninya mandi dan berganti pakaian dulu sebelum makan siang.
"Apa aku tidak boleh mendapatkan pudingku dulu?"
"Tidak kau harus mandi dulu."
Ketika hendak kembali ke kamarnya Geby tidak sengaja mendengar Jeremy sedang terdengar marah pada seseorang di dalam telepon.
"Suruh Mr. Rich kemari sekarang juga!"
Cuma itu yang ikut Geby simak dengan jelas dari rangkaian kemarahan Jeremy pada seseorang yang sedang bicara padanya melalui sambungan telepon.
Buru-buru Geby pergi ke kamarnya sebelum Jeremy keluar dari ruang kerja James yang sedari tadi pintunya dibiarkan setengah tarbuka.
Tidak tahu kenapa Geby juga ikut cemas karena sepertinya ada yang tidak beres mengenai rencana konferensi pers besok.
Selesai mandi dan berganti pakaian Geby buru-buru turun karena melihat mobil Mr. Rich sudah berada dia halaman. Geby terkejut karena semua orang sedang berkumpul di ruang pertemuan termasuk Mr. Papkins yang waktu itu juga menjadi saksi penandatangan kesepakatan James dan Jeremy.
Jeremy Loghan berdiri di ujung meja seperti sedang marah. Geby Masih berdiri di anak tangga ketika melihat Mr. Rich coba kembali menjelaskan.
"Maaf Tuanku, tapi Anda sudah menandatangani semuanya di depan kami semua."
"Ya, tapi aku tidak pernah menyatakan setuju untuk mengurus anaknya!" triak Jeremy dengan otot rahangnya yang kaku.
"Saat Anda setuju mengelola semua peninggalan James Loghan itu juga termasuk atas hak perwalian putrinya dan jaminan masa depannya yang rinciannya telah saya sampaikan tadi."
Seketika lutut Geby ikut lemas mendengarnya. 'Bagaimana Lily harus diurus Jeremy?'
"Apa tidak bisa kumasukkan saja dia ke sekolah asrama!"
Jelas Jeremy samasekali tidak menyukai anak-anak.
"Di sini disebutkan harus dalam pengawasan langsung dari pihak keluarga sampai usianya delapan tahun dan siap untuk bersekolah. Sekaranag hanya Anda keluarganya."
"Memang berapa usinya sekarang?"
Bahkan ternyata Jeremy juga tidak tahu berapa usia keponakanya.
"Enam tahun, Tuanku."
Artinya masih ada dua tahun lagi sebelum Lily mulai pergi ke sekolah.
"Mustahil!" tolak Jeremy dengan keras, "Aku tidak mau mengurus anak-anak!"
Geby masih mencengkram pegangan anak tangga dengan buku jari bergetar dia sangat takut jika orang seperti Jeremy sampai membawa Lily. Jeremy tidak pernah perduli dengan keponakanya. Bahkan sampai sekarang pun dia juga belum pernah menyapa keponakanya sama sekali.
"Apa tidak bisa Lily tetap di sini biar aku yang bertanggungjawab mengurusnya?" sela Geby.
"Maaf, Nona Harlot, harus ada keluarga Loghan yang mengawasinya dan Anda bukan---" Mr. Rich belum sempat melanjutkan ketika Jeremy lebih dulu memotong.
"Baiklah, jika itu masalah kalian mulai sekarang hanya seorang Loghan yang boleh duduk di kursi keluarga Loghan dan yang lain menyingkirlah!" marah Jeremy.
Dengan spontan Mr. Rich langsung berjengit berdiri dari tempat duduknya dan diikuti oleh yang lainnya.
Jeremy merasa keterlaluan jika perkara mengurus anak-anak saja sampai harus diserahkan pada dirinya. Jeremy juga merasa ditipu oleh saudara laki-lakinya sendiri yang bahkan sudah terkubur tanah.
Tanpa bicara lagi Jeremy langsung pergi meninggalkan mereka semua yang jadi tidak berani duduk lagi karena tahu seorang Jeremy Loghan memang tidak pernah main-main dengan peringatannya.
*****
Setelah kemarahan seorang Jeremy Loghan yang membuat seisi rumah kembali hening, siang itu hanya ada Jeremy dan Lily yang duduk di meja makan. Karena kenyataannya memang tinggal mereka berdua keluarga Loghan yang tersisa. Bahkan Geby pun tidak ikut makan di meja makan keluarga lagi.
"Kau tidak menyukaiku," ucap Lily setelah mereka hanya saling diam di meja makan tanpa ada yang menyentuh makanan.
"Siapa yang mengajarimu bicara seperti itu?" tegur Jeremy dengan nada dingin.
"Kata Geby kau juga tidak suka brokoli."
Baru kemudian Jeremy terkejut dan melihat piringnya yang masih utuh. Jeremy memang tidak suka brokoli, tapi bukan itu alasannya tidak menyentuh makanannya kali ini, Jeremy hanya sedang sibuk berpikir.
"Apa lagi yang dia katakan? " sepertinya Jeremy malah mulai penasaran.
"Geby bilang kau juga tidak menyukainya, sama seperti kau tidak menyukai brokoli dan makanan penutup yang manis."
Jeremy langsung mengerutkan alis. Memangnya sejak kapan Geby perduli memperhatikan makanannya segala, karena kenyataanya itu memang benar.
Stelah James meninggal, bencana yang lain kembali datang. Jeremy Loghan akan membawa Lily bersamanya. Rasanya Geby benar-benar tidak sanggup untuk sekedar membayangkan hal itu. Lily masih sangat kecil dan Geby yakin Jeremy hanya akan menelantarkan Lily tanpa kasih sayang.Kesedihan mereka semua atas kepergian James masih belum usai dan sekarang semua orang di rumah keluarga Loghan juga ikut kembali bersedih dengan rencana Jeremy yang akan membawa Lily karena Jeremy juga tidak akan pernah mau tinggal di Yorkshire hanya untuk mengawasi keponakannya. Tidak ada yang berani menentang seorang Jeremy Loghan yang telah membuat sebuah keputusan apapun itu."Mr. Papkins mengatakan jika Anda mencari saya?" kata Geby setelah mengetuk daun pintu yang sudah setengah terbuka."Masuk dan tutup pintunya."Geby melihat Jeremy Loghan sedang duduk di kursi milik James, kursi bersandaran tinggi dengan lapisan kulit yang disamak lembut itu terlihat sangat hidup ketika Jeremy Loghan yang duduk di sana. Tempa
Semua orang mengucapkan selamat untuk pernikahan Geby dan Jeremy yang tetap terlihat sangat manis meskipun setelah duka yang menimpa keluarga Loghan. Sepertinya juga cuma seorang Jeremy Loghan yang berani mengelar pernikahan hanya berselang beberapa minggu dari kepergian kakak laki-lakinya. Walaupun dianggap tabu tapi tidak ada yang berani menghentikan kemauannya. Tidak sedikit rumor yang mulai beredar mengenai pernikahan mendadak mereka yang diragukan. Apa lagi semua orang yang berada di rumah keluarga Loghan juga tahu jika Geby sangat mencintai James, bagi mereka semua Geby adalah milik James. Tapi sepertinya Jeremy juga aktor yang brilian, dia tega mencium Geby di depan semua orang hingga membuat kepala Geby pening, bahkan dia belum berhenti sampai para tamu berhenti bertepuk tangan dan ikut merinding.Mereka tahu seorang Jeremy Loghan memang mampu mendapatkan wanita manapun, termasuk wanita yang masih mencintai kakak laki-lakinya. Dia muda, tampan, dan tentunya sangat kaya raya. Ju
Satu hal yang seharusnya mulai Geby catat 'jika menikah dengan seorang Jeremy Loghan tidak akan membuat hidupnya sama lagi seperti dulu!' Bukan hanya karena kekuasaan dan nama besar keluarga Loghan yang harus ikut ia jaga. Tapi pria tanpa hati itu juga dapat berbuat apapun terhadap dirinya. Akhirnya Geby terpaksa kembali menuruti kemauan Jeremy. Geby ikut pergi ke New York dan sama sekali tidak ada obrolan di antara mereka berdua di sepanjang penerbangan. Geby memang bisa sangat lembut ketika bersama James tapi juga bisa keras kepala luar biasa saat bersama Jeremy Loghan. Geby menganggap bebas harus bersikap seperti apa ketik mereka hanya berdua di kabin pesawat, tidak perlu berpura-pura. "Bersikaplah layaknya seorang istri jika di depan semua orang!" tegas Jeremy sebelum pintu jet pribadinya dibuka. Begitu mereka keluar, Jeremy langsung memperkenalkan Geby pada sekertarisnya yang bernama Ovelia Graison, seorang wanita muda yang cantik dan sama angkuhnya dengan Jeremy. Tak mengheran
Jeremy Loghan adalah pria dewasa pastinya dia memiliki kebutuhan terhadap wanita, wajar jika pria seperti dirinya memiliki lebih dari satu wanita yang akan dengan profesional melayaninya setiap waktu.Ovelia Graison juga sudah tahu berapa banyak wanita yang dipelihara oleh seorang Jeremy Loghan dan diberi penghidupan dengan sangat layak hanya dengan pekerjaan berbaring di atas ranjang. Tapi belum pernah Ovelia merasa cemburu dengan satupun dari wanita-wanita tersebut, karena selama ini dirinya merasa menjadi yang paling banyak mendapatkan perhatian dari Jeremy. Namun saat tiba-tiba dia mendengar Jeremy Loghan menikahi seorang wanita tentu itu artinya sangat berbeda. Apa lagi dengan segala rumor pernikahan mereka yang serba mendadak. Ovelia sangat sakit hati karena justru mendengar berita tersebut dari media."Bersiaplah aku ingin istirahat sejenak!"Jeremy yang baru datang langsung meminta Ovelia bersiap melayaninya.Ovelia segera mandi untuk mempersiapkan dirinya dan tidak lupa memaka
Setelah mandi dan kembali berpakaian Geby segera berkemas. Geby sudah memesan tiket penerbangan untuk sore ini karena dia akan tetap pulang sendiri biarpun Jeremy tidak mengijinkan.Geby cuma membawa koper kecil karena memang tidak membawa banyak pakaian, ia langsung menyeret benda itu dan alangkah terkejutnya Geby ketika mendapati semua akses untuk keluar dari tempat tersebut di nonaktifkan. Jeremy mengunci semua akses keluar, Geby yang tidak pernah lepas kendali untuk menjaga etika sampai bisa menendang pintu seperti induk banteng gila."Jeremy!" triak Geby sambil kembali memukuli pintu. "Jeremy Loghan! pengecut, brengsek!" Seketika semua jenis makian tiba-tiba muntah dari mulutnya.Belum pernah sekalipun dalam seumur hidupnya Geby diperlakukan dengan sangat tidak berbudaya seperti ini.Berulang kali Geby coba menghubungi ponsel Jeremy tapi tidak juga dijawab meskipun Geby tahu ponselnya aktif."Jeremy...!" Geby kembali berteriak beberapa kali dan sudah lupa samasekali untuk menyerta
Jeremy bangun lebih dulu walaupun sebenarnya dia tidak sadar kapan mulai tertidur, ia juga baru sadar jika sudah tidur hanya dengan memakai jubah mandi. Ternyata Jeremy lebih terkejut lagi begitu melihat Geby yang sedang tidur meringkuk di sofa sambil memeluk bantal.Hari sudah gelap dan di luar sedang hujan. Ketika melihat jam di sudut layar ponselnya ternyata memang sudah cukup malam. Sepertinya mereka sama-sama melewatkan makan malam. Jeremy kembali meletakkan benda itu ke atas meja nakas di samping tempat tidur kemudian berjalan untuk mencari pakaian.******Geby tidur sampai pagi tapi ketik ia bangun ternyata sudah pindah di atas ranjang dan Jeremy sudah tidak ada. Geby ingat semalam mendengar suara hujan yang cukup deras sampai malas untuk bangun jadi tidak mungkin ia berjalan pindah sendiri ke atas ranjang.Saat Geby membuka tirai, pagi ini langit sudah kembali cerah meski udara masih beraroma tanah basah dan dingin. Geby ingat untuk buru-buru mandi dan turun sarapan karena sema
Jeremy memacu kuda Arab hitamnya ke arah utara naik ke arah perbukitan sementara hujan mulai turun dengan deras dan dia juga tidak sempat memakai jas hujan. Jeremy hanya memakai kemeja tipis dan tidak siap dengan pakaian berkuda, dia hanya menggulung lengan kemeja putihnya sebelum melomoat kepunggung kuda.Jeremy terus menghentak kudanya agar berlari lebih kencang. Belum sampai lima belas menit badan Jeremy sudah mulai basah kuyup karena hujan semakin deras disertai badai. Meki suara petir sudah tidak seperti tadi sebelum turun hujan, tapi Jeremy tahu jika kuda jenis thoroughbred sangat gampang stres dan panik. Jeremy khawatir bila kuda Geby akan panik dan berlari ke sembarang arah. Karena jika tidak terjadi sesuatu seharusnya Geby sudah kembali. Tidak mungkin Geby sengaja membiarkan dirinya masih berada di luar sementara tahu jika badai akan datang. Berbagai bayangan mengerikan mulai memenuhi kepala Jeremy.Jeremy terus menghentak kekang kuda Arabnya untuk menerjang hujan. Otot lengan
Geby mengingit bibir bawahnya sendiri untuk menahan nyeri saat Jeremy baru menaikkannya ke atas kuda. Pangkal paha Geby masih sangat sakit ketika harus duduk di punggung kuda apalagi jika nanti binatang itu mulai berjalan."Ini sakit!""Diamlah jangan terus bergeser!"Jeremy duduk di belakang Geby menempatkan wanita itu di antara dua pangkal pahanya yang terbuka. Jeremy mengapit pinggul Geby agar tidak terus berusaha menjauhinya lagi seperti anak-anak yang rewel. Jeremy juga melingkarkan satu lengan ke pinggang Geby untuk tetap menahannya agar diam selama membawa kudanya berjalan."Jangan bertingkah dengan menunjukkannya di depan semua orang. Ingat aku sudah menikahimu, Nona Harlot!" bisik Jeremy sambil menghisap ceruk hangat di sisi belakang telinga Geby yang kembali dibuat merinding. Pria itu telah melucuti seluruh harga dirinya hingga tak bersisa.Mereka sudah mulai memasuki halaman belakang rumah keluarga Loghan dan tentunya Jeremy tidak mau Geby memamerkan kebenciannya itu sepe
Salju mulai menebal di pertengahan Desember dan sampai puncaknya di bulan Januari. Padang rumput yang luas sudah sempurna diselimuti salju. Meskipun para kuda termasuk hewan yang paling tahan terhadap cuaca dingin, tapi biasanya justru para pekerja yang semakin enggan membawa kuda keluar istal. Cuma Jared yang terlihat tetap tidak keberatan untuk berkeliaran di cuaca yang sudah semakin membeku, menurutnya kuda-kuda tersebut tidak hanya cukup di beri tumpukan jerami kering, mereka perlu bergerak utuk terus bugar dan mempertahankan panas tubuhnya. Mateo memperhatikan Jared yang sudah beraktifitas sejak pagi, seolah sama sekali tidak mengenal rasa dingin meskipun napasnya terlihat berkabut. "Kubuatkan minuman panas untukmu!" Mateo mengangkat segelas coklat panas utuk dia tunjukkan pada Jared yang masih sibuk membawa kuda-kuda berputar di sekitar istal. "Sebentar lagi Paman!" Jared berputar sekali lagi sebelum kemudian memasukkan kuda-kuda ke dalam istal. Paling tidak dua jam dalam se
Semua pekerja istal ikut berkumpul di beranda samping rumah utama mengelilingi meja besar di area dapur kekuasaan Carolina. Jadi jangan heran jika juru masak bertubuh subur itu jadi yang paling jumawa jika ada yang berani melanggar aturannya. Carolina sudah menyiapkan bebagai menu masakan dan seperti biasa para pria-pria tua itu selalu rakus. "Kemari, Jared. Sudah kuambilkan sup untukmu." "Karena dia masih muda dan tampan jadi kau paling memanjakannya?" "Diam kau, Kakek Tua! " Carolina tidak menghiraukan dia tetap menarik lengan Jared yang kebetulan terakhir tiba. Anelies sudah ikut duduk di tengah meja makan bersama mereka semua dan ikut menertawakan entah lelucon apa karena Jared memang sudah tertinggal. Anelies menoleh padanya dan tersenyum. "Ingat anak muda jangan coba menggoda nona kami, cukup Carolina saja. " Carolina langsung memukul punggung sepupunya itu dengan spatula. Selain sepupunya, paman Carolina dulu juga bekerj
Anelies duduk di atas batu agak datar di antara semak rumput tidak terlalu tinggi, gadis itu menyingkirkan sisa terakhir pakaiannya, membiarkan Jared melihatnya. Tungkai rampingnya yang lembut terlihat sepeti kaki peri ketika Anelies menjejak ke tepian batu tempatnya sedang duduk setengah berbaring. Jared langsung melompat turun dari punggung kuda, menyambar pakaian Anelies untuk menutupi tubuh gadis itu. "Satu minggu yang lalu usiaku sudah genap tujuh belas tahun aku sudah cukup dewasa untuk berbuat apa saja, dengan siapa saja. Kau tidak perlu khawatir, aku juga sudah pernah melakukannya," ucap Anelies pada Jared yang masih coba menutupi tubuh Anelies sekenanya. "Aku tidak akan apa-apa." Anelies mencekal tangan Jared yang hendak berdiri dan gadis itu masih menengadah se
Jared kembali melihat daun pintu kamar yang sedikit terbuka, dia tahu apa ayang akan terjadi jika dirinya tetap melangkah, tapi setiap kali rasa penasaran itu selalu tumbuh lebih besar untuk menenggelamkan sisa kewarasannya. Dirinya juga akan hancur tak tertolong dan tidak bisa dihentikan, dia bisa mengubah erangan kenikmatan menjadi jeritan bersimbah darah. Tubuhnya akan mulai bergetar meningkat semakin panas, terus bergolak seolah nadinya memang dialiri magma. Jared akan meregang dan mengerang sendiri dalam rasa kejang yang menyiksa dengan sangat luar biasa sampai akhirnya ia akan tersentak dari tidurnya dan terduduk dengan sisa jantung berdentam-dentam.Sudah lewat tengah malam, ketika Jared kembali terbangun dengan telapak tangan bergetar dan mengepal. Napasnya berderu kasar dan sama sekali belum bisa menjinakkan ritme jantungnya yang liar. Mimpi mengerikan itu kembali menerjang beru
Anelies tidak menyangkan jika bibir seorang pria akan terasa seperti ini. Hangat dan tebal bertekstur tapi tetap lembut ketika menakup dan mengaisnya dalam lumatan. Gairahnya berbeda, tidak seperti ketika dia sekedar 'flirting' bersama teman laki-laki di sekolah.Napasnya pria dewasa lebih panas merongrong untuk terus dipenuhi kemauannya. Lidahnya bisa disebut lembut tapi juga kasar dengan caranya menjerat mangsa dengan tepat. Pria itu liar, besar, panas bergemuruh penuh nyali.Jared masih menakup pipi Anelies dengan kedua telapak tangannya yang hangat sampai gadis itu cukup menengadah untuk menyambut hisapannya.Entah kemana perginya udara yang tadi nyaris membeku karena kali ini atmosfer di sekitar mereka tiba-tiba menjadi panas seperti uap sup jamur mereka yang terlupakan.Anelis merasa tengkuknya mulai dicengkeram, cukup keras tapi tidak tahu kenapa sepertinya dia juga tidak mau pria itu berhenti memperlakukannya seperti itu. Bibirnya kembali digigit
Sebentar lagi akan menghadapi musim dingin dan beberapa tahun belakangan ini musim dingin bisa menjadi lebih ekstrim, bahkan tahun kemarin sampai mencapai titik terendah minus 10 derajat celcius di bulan Januari. Dari sekarang semua pengurus istal harus bersiap agar dapat bertahan sampai musim semi tahun depan. Semua penghangat di istal harus dipersiapkan dan memastikan semua mesinnya berfungsi dengan baik. Karena sudah lama tidak digunakan kali ini juga menjadi pekerjaan tambahan Jared untuk memastikan semua penghangat masih berfungsi normal. Sebenarnya kemarin Mato sudah hendak memanggil tukang servis tapi Jared melarangnya dan menawarkan diri karena itu kadang hanya Mato yang menemaninya bekerja sampai malam ketika harus melembur pekerjaan tersebut. Sebagai kepala pengurus istal Mato juga merasa ikut bertanggung jawab dan tentunya dia juga menyukai Jared yang tidak pernah pilih-pilih pekerjaan. Dia mau memegang pekerjaan apa saja
"Jared ..!" pekik gadis yang sedang ia himpit ke sudut istal. Tangan rapuhnya mencengkram erat pada pagar tiang pengait kuda, berusaha mencari pegangan apa saja ketika tubuhnya semakin bergoncang-goncang. Jared terus mendesaknya meskipun tau gadis itu sudah sangat kesakitan dan berulang kali memohon agar dirinya berhenti. "Kau sakit ...." pekiknya sekali lagi "Oh ...!" "Hentikan! kau menyakitiku .... " Tapi Jared tetap tidak bisa berhenti, dia senang melakukannya dan justru semakin terpacu untuk menumbukkan pingulnya lebih keras lagi. Dirinya sangat besar keras dan kejang, sekujur tubuhnya panas seperti api ketika sedang terbakar seperti ini. Sebenarnya Jared sangat membenci kek
Jared sudah kembali memakai celana panjangnya meskipun tubuh dan rambut di kepalanya masih basah menetes-netes ketika menghampiri gadis muda yang sedang merintih kesakitan di atas rumput. "Maaf apa kau tidak apa-apa?" "Kakiku terkilir." "OH, Tuhan!" Jared segera mengangkat tubuh gadis itu utuk dia bawa ke dalam pondok. Jared mendorong daun pintu dengan kaki panjangnya kemudian mendudukkannya di tepi ranjang. "Bagian mana yang sakit?" Jared buru-buru memeriksa karena gadis itu mulai menangis disertai air mata. "Ini sakit sekali..." dia masih merintih sambil memegangi lututnya sampai tidak terlalu perduli dengan pria yang sedang berjonkok di depannya. "Tarik napasmu pelan-pelan biar kuperiksa." "Kau tidak bisa!" buru-buru dia mencegahnya. " Aku memakai celana!" baru kemudian gadis itu sadar jika dia juga tidak mengenal pemuda yang coba menolongnya itu. "Apa kau mau aku memanggilkan seseorang?" Jared juga terlihat
Jared pergi tanpa berpamitan dengan siapapun bahkan paman dan bibinya pun juga tidak tahu. Jared pergi hanya dengan membawa ransel seperti biasanya ketika dia berangkat bekerja. Cuma ada beberapa lembar pakaian di dalam benda tersebut. Jared bukan tipe pria yang bakal mau repot mengurusi penampilannya, baginya yang terpenting tubuhnya bersih rambutnya pun selalu kelewat panjang untuk bercukur. Sampai Jared pergi kemarin, paman dan bibinya juga tidak tahu jika ia sudah di usir dari bengkel Norton dan sedang jadi pengangguran. Meskipun kemarin Josephine mengatakan bahwa ayahnya ingin dirinya bekerja lagi, tapi Jared yakin itu juga cuma kerena Josephine yang memohon lagi kepada ayahnya. Jared kenal sifat tuan Norton, mustahil dia mau menarik ucapannya kembali hanya untuk pemuda tak berguna seperti dirinya meskipun ia terbukti tidak bersalah.