Jeremy memacu kuda Arab hitamnya ke arah utara naik ke arah perbukitan sementara hujan mulai turun dengan deras dan dia juga tidak sempat memakai jas hujan. Jeremy hanya memakai kemeja tipis dan tidak siap dengan pakaian berkuda, dia hanya menggulung lengan kemeja putihnya sebelum melomoat kepunggung kuda.Jeremy terus menghentak kudanya agar berlari lebih kencang. Belum sampai lima belas menit badan Jeremy sudah mulai basah kuyup karena hujan semakin deras disertai badai. Meki suara petir sudah tidak seperti tadi sebelum turun hujan, tapi Jeremy tahu jika kuda jenis thoroughbred sangat gampang stres dan panik. Jeremy khawatir bila kuda Geby akan panik dan berlari ke sembarang arah. Karena jika tidak terjadi sesuatu seharusnya Geby sudah kembali. Tidak mungkin Geby sengaja membiarkan dirinya masih berada di luar sementara tahu jika badai akan datang. Berbagai bayangan mengerikan mulai memenuhi kepala Jeremy.Jeremy terus menghentak kekang kuda Arabnya untuk menerjang hujan. Otot lengan
Geby mengingit bibir bawahnya sendiri untuk menahan nyeri saat Jeremy baru menaikkannya ke atas kuda. Pangkal paha Geby masih sangat sakit ketika harus duduk di punggung kuda apalagi jika nanti binatang itu mulai berjalan."Ini sakit!""Diamlah jangan terus bergeser!"Jeremy duduk di belakang Geby menempatkan wanita itu di antara dua pangkal pahanya yang terbuka. Jeremy mengapit pinggul Geby agar tidak terus berusaha menjauhinya lagi seperti anak-anak yang rewel. Jeremy juga melingkarkan satu lengan ke pinggang Geby untuk tetap menahannya agar diam selama membawa kudanya berjalan."Jangan bertingkah dengan menunjukkannya di depan semua orang. Ingat aku sudah menikahimu, Nona Harlot!" bisik Jeremy sambil menghisap ceruk hangat di sisi belakang telinga Geby yang kembali dibuat merinding. Pria itu telah melucuti seluruh harga dirinya hingga tak bersisa.Mereka sudah mulai memasuki halaman belakang rumah keluarga Loghan dan tentunya Jeremy tidak mau Geby memamerkan kebenciannya itu sepe
Geby tidak tahu apa Jeremy kembali ke kamar mereka malam itu karena saat hari kembali pagi Geby mendapati dirinya masih meringkuk di sisi ranjang yang sama dengan selimut yang juga tidak terusik sama sekali. Kamarnya juga terasa sunyi karena memang hanya ada dirinya seorang diri, 'Entah kemana Jeremy Loghan?'Walaupun setelah hujan semalaman ternyata pagi ini matahari cukup cerah dan terik. Serabut cahaya itu terlihat menyisip dari sela gorden dan memantul di lantai. Sepertinya Geby juga mulai rindu hari yang cerah dan berharap Walker akan mau pulang sendiri. Segera dia berjalan mendekati jendela untuk membuka tirai ketika ia malah melihat Jeremy Loghan yang sedang berkuda.Jeremy berputar-putar mengelilingi halaman belakang, memacu kencang kuda Arab hitamnya seperti orang yang sedang marah. Jeremy Loghan memang seperti pria yang selalu dipenuhi kemarahan, dingin tanpa hati tapi darahnya panas seperti darah kuda liar yang sedang dia tunggangi.Meski hanya seper sekian detik tapi Geby y
Pagi sedang cerah, hari yang sempurna untuk keluar dari rumah dan mendapatkan sinar matahari pagi setelah beberapa hari terkungkung dalam kelembaban hujan. Halaman belakang keluarga Loghan juga terdengar lebih ceria dengan kicauan burung-burung kecil yang melompat dari dahan pohon cemara di sekitar jalanan berpaving menuju istal. Ada jalanan melengkung dari beranda belakang bangunan kastil tersebut yang langsung tersambung ke istal. Sepertinya dari dulu sang pemilik rumah memang sangat menggemari kegiatan berkuda dan berburu. Bahkan ada tempat khusus di rumah bangsawan tersebut yang digunakan untuk menyimpan hewan buruan yang sudah di awetkan serta berbagai jenis senapan dari lintas generasi yang masih terjaga seperti di museum.Di pagi yang cerah itu Geby sedang duduk di tepi kolam air mancur menemani Lily yang sedang ingin menggambar ikan, sementara Jeremy duduk di berada sambil menekuni surat kabar digital yang sedang membahas fluktuasi saham beberapa perusahaan pesaingnya yang anjo
Geby dan Jeremy masih berendam di jacuzzi tapi Geby masih belum mau menghiraukan Jeremy. Geby sama sekali tidak bergeming ketika Jeremy membalurkan buih sabut lembut beraroma lavender ke seluruh tubuhnya mengunakan spon. Geby sangat benci karena apapun yang ia lakukan tidak akan dihiraukan juga oleh pria itu. Sekeras apapun ideologi Geby untuk menentang perlakuan Jeremy tapi nyatanya dia tetap akan kalah.Geby duduk memunggungi Jeremy yang berada tepat di belakangnya. Sesekali pria itu mencium serta menghisapi kulit bahu serta sisi lehernya. Kadang juga membuat mengigitan kecil untuk membangkitkan gairah, menerbitkan rasa bergelayar hingga ke puncak buah dada Geby yang secara alami akan mengeras kembali saat di raba. Jeremy juga tidak bicara apa-apa dia hanya menikmati reksi fisiknya, menyentuhnya pelan dengan pusaran lembut. Menikmati teksturnya yang semakin menegang.Geby merintih lembut pinggulnya berpusar gelisah. Bukanya berhenti Jeremy justru menghisap jari kelingking Geby yang s
Ruang makan keluarga Loghan terletak di lantai dasar tepat di samping tangga melengkung dari lantai dua. Ada chandelier kristal besar yang menggantung di tegah ruangan super luas dengan jendela-jendela berbingkai tinggi. Semua gorden berwarna merah senada dengan beludru bermotiv sulur bunga mawar di sandaran kursi yang sedang Geby duduki. Ada sepuluh pasang kursi di sepanjang meja makan persegi panjang tersebut tapi kali ini hanya ada Geby dan Lily yang sedang duduk di sana mencium aroma dari daging asap dan sup jamur kesukaan Lily yang baru disajikan oleh para pelayan.Jika melihat Lily rasanya kemarahan Geby segera surut kembali karena ingat dia lah alasannya untuk tetap berada di rumah ini. Demi James yang juga selalu memberinya semangat tak perduli di manapun pria itu sekarang telah berada. Geby kembali melihat Lily, satu-satunya kenangan James yang masih tertinggal untuknya karena semua sudut di rumah ini sudah menjadi milik Jeremy Loghan bahkan tubuhnya pun tidak luput ikut diram
Pagi harinya Geby bangun lebih dulu dan turun dari ranjang pelan-pelan karena tidak ingin membangunkan Jeremy yang masih tertelungkup di sebelahnya. Baru kali ini Geby bangun dan melihat Jeremy masih tidur karena biasanya Jeremy memang akan selalu bangun lebih pagi dari pada Geby. Geby sadar jika semalam ia telah disetubuhi oleh pria yang sedang mabuk dan jadi sangat kacau.Geby segera mandi untuk pergi ke istal, dia memang sedih saat melihat istal Walker sekarang kosong. Tapi Geby juga tidak kehilangan akal dia memilih Prince, kuda Arab berbulu hitam pekat yang terkenal sangat tidak ramah.Kepala Jeremy masih berdenyut nyeri seperti habis dipukul palu beton ketika malah melihat Geby menunggangi kuda Arab-nya. Benar-benar wanita sembrono tanpa perhitungan. Rasanya Jeremy benar-benar ingin mengikat wanita itu agar diam tapi kepalanya masih benar-benar sakit sampai tidak tahan untuk berdiri.Jeremy juga tidak bodoh untuk sekedar mengetahui jika Geby sengaja ingin membalasnya. Berulang ka
Sampai di sini Geby juga mulai sadar Jika Jeremy Loghan juga pria yang sinting.Geby baru kembali hendak masuk ke istal ketika salah seorang pengurus istal memberitahukan beberapa nama kuda barunya.Ternyata Jeremy kembali membelikannya kuda dari jenis thoroughbred dengan warna coklat yang sama persis seperti Walker, serta beberapa jenis yang sangat cantik dan kelihatannya cukup mahal. Tapi Geby sedang tidak perduli dan tetap pilih menunggangi kuda Arab hitam pemarah itu utuk membuat pemiliknya yang juga pemarah semakin kesal.Jeremy berusaha untuk tidak terpancing dengan ke acuhan Geby karena tahu Geby hanya ingin menggoda kemarahannya.Siang itu Geby pergi ke perbukitan untuk menemani Lily melukis seperti janjinya tempo hari."Kudengar paman Jeremy membelikanmu banyak kuda?" tanya gadis kecil itu dengan suara ceria."Ya, kau juga bisa memilikinya nanti.""Aku suka yang berbulu emas." Lily mendongak pada Geby yang sedang menyiapkan alat lukis.Jeremy memang sangat sinting dia juga mem
Salju mulai menebal di pertengahan Desember dan sampai puncaknya di bulan Januari. Padang rumput yang luas sudah sempurna diselimuti salju. Meskipun para kuda termasuk hewan yang paling tahan terhadap cuaca dingin, tapi biasanya justru para pekerja yang semakin enggan membawa kuda keluar istal. Cuma Jared yang terlihat tetap tidak keberatan untuk berkeliaran di cuaca yang sudah semakin membeku, menurutnya kuda-kuda tersebut tidak hanya cukup di beri tumpukan jerami kering, mereka perlu bergerak utuk terus bugar dan mempertahankan panas tubuhnya. Mateo memperhatikan Jared yang sudah beraktifitas sejak pagi, seolah sama sekali tidak mengenal rasa dingin meskipun napasnya terlihat berkabut. "Kubuatkan minuman panas untukmu!" Mateo mengangkat segelas coklat panas utuk dia tunjukkan pada Jared yang masih sibuk membawa kuda-kuda berputar di sekitar istal. "Sebentar lagi Paman!" Jared berputar sekali lagi sebelum kemudian memasukkan kuda-kuda ke dalam istal. Paling tidak dua jam dalam se
Semua pekerja istal ikut berkumpul di beranda samping rumah utama mengelilingi meja besar di area dapur kekuasaan Carolina. Jadi jangan heran jika juru masak bertubuh subur itu jadi yang paling jumawa jika ada yang berani melanggar aturannya. Carolina sudah menyiapkan bebagai menu masakan dan seperti biasa para pria-pria tua itu selalu rakus. "Kemari, Jared. Sudah kuambilkan sup untukmu." "Karena dia masih muda dan tampan jadi kau paling memanjakannya?" "Diam kau, Kakek Tua! " Carolina tidak menghiraukan dia tetap menarik lengan Jared yang kebetulan terakhir tiba. Anelies sudah ikut duduk di tengah meja makan bersama mereka semua dan ikut menertawakan entah lelucon apa karena Jared memang sudah tertinggal. Anelies menoleh padanya dan tersenyum. "Ingat anak muda jangan coba menggoda nona kami, cukup Carolina saja. " Carolina langsung memukul punggung sepupunya itu dengan spatula. Selain sepupunya, paman Carolina dulu juga bekerj
Anelies duduk di atas batu agak datar di antara semak rumput tidak terlalu tinggi, gadis itu menyingkirkan sisa terakhir pakaiannya, membiarkan Jared melihatnya. Tungkai rampingnya yang lembut terlihat sepeti kaki peri ketika Anelies menjejak ke tepian batu tempatnya sedang duduk setengah berbaring. Jared langsung melompat turun dari punggung kuda, menyambar pakaian Anelies untuk menutupi tubuh gadis itu. "Satu minggu yang lalu usiaku sudah genap tujuh belas tahun aku sudah cukup dewasa untuk berbuat apa saja, dengan siapa saja. Kau tidak perlu khawatir, aku juga sudah pernah melakukannya," ucap Anelies pada Jared yang masih coba menutupi tubuh Anelies sekenanya. "Aku tidak akan apa-apa." Anelies mencekal tangan Jared yang hendak berdiri dan gadis itu masih menengadah se
Jared kembali melihat daun pintu kamar yang sedikit terbuka, dia tahu apa ayang akan terjadi jika dirinya tetap melangkah, tapi setiap kali rasa penasaran itu selalu tumbuh lebih besar untuk menenggelamkan sisa kewarasannya. Dirinya juga akan hancur tak tertolong dan tidak bisa dihentikan, dia bisa mengubah erangan kenikmatan menjadi jeritan bersimbah darah. Tubuhnya akan mulai bergetar meningkat semakin panas, terus bergolak seolah nadinya memang dialiri magma. Jared akan meregang dan mengerang sendiri dalam rasa kejang yang menyiksa dengan sangat luar biasa sampai akhirnya ia akan tersentak dari tidurnya dan terduduk dengan sisa jantung berdentam-dentam.Sudah lewat tengah malam, ketika Jared kembali terbangun dengan telapak tangan bergetar dan mengepal. Napasnya berderu kasar dan sama sekali belum bisa menjinakkan ritme jantungnya yang liar. Mimpi mengerikan itu kembali menerjang beru
Anelies tidak menyangkan jika bibir seorang pria akan terasa seperti ini. Hangat dan tebal bertekstur tapi tetap lembut ketika menakup dan mengaisnya dalam lumatan. Gairahnya berbeda, tidak seperti ketika dia sekedar 'flirting' bersama teman laki-laki di sekolah.Napasnya pria dewasa lebih panas merongrong untuk terus dipenuhi kemauannya. Lidahnya bisa disebut lembut tapi juga kasar dengan caranya menjerat mangsa dengan tepat. Pria itu liar, besar, panas bergemuruh penuh nyali.Jared masih menakup pipi Anelies dengan kedua telapak tangannya yang hangat sampai gadis itu cukup menengadah untuk menyambut hisapannya.Entah kemana perginya udara yang tadi nyaris membeku karena kali ini atmosfer di sekitar mereka tiba-tiba menjadi panas seperti uap sup jamur mereka yang terlupakan.Anelis merasa tengkuknya mulai dicengkeram, cukup keras tapi tidak tahu kenapa sepertinya dia juga tidak mau pria itu berhenti memperlakukannya seperti itu. Bibirnya kembali digigit
Sebentar lagi akan menghadapi musim dingin dan beberapa tahun belakangan ini musim dingin bisa menjadi lebih ekstrim, bahkan tahun kemarin sampai mencapai titik terendah minus 10 derajat celcius di bulan Januari. Dari sekarang semua pengurus istal harus bersiap agar dapat bertahan sampai musim semi tahun depan. Semua penghangat di istal harus dipersiapkan dan memastikan semua mesinnya berfungsi dengan baik. Karena sudah lama tidak digunakan kali ini juga menjadi pekerjaan tambahan Jared untuk memastikan semua penghangat masih berfungsi normal. Sebenarnya kemarin Mato sudah hendak memanggil tukang servis tapi Jared melarangnya dan menawarkan diri karena itu kadang hanya Mato yang menemaninya bekerja sampai malam ketika harus melembur pekerjaan tersebut. Sebagai kepala pengurus istal Mato juga merasa ikut bertanggung jawab dan tentunya dia juga menyukai Jared yang tidak pernah pilih-pilih pekerjaan. Dia mau memegang pekerjaan apa saja
"Jared ..!" pekik gadis yang sedang ia himpit ke sudut istal. Tangan rapuhnya mencengkram erat pada pagar tiang pengait kuda, berusaha mencari pegangan apa saja ketika tubuhnya semakin bergoncang-goncang. Jared terus mendesaknya meskipun tau gadis itu sudah sangat kesakitan dan berulang kali memohon agar dirinya berhenti. "Kau sakit ...." pekiknya sekali lagi "Oh ...!" "Hentikan! kau menyakitiku .... " Tapi Jared tetap tidak bisa berhenti, dia senang melakukannya dan justru semakin terpacu untuk menumbukkan pingulnya lebih keras lagi. Dirinya sangat besar keras dan kejang, sekujur tubuhnya panas seperti api ketika sedang terbakar seperti ini. Sebenarnya Jared sangat membenci kek
Jared sudah kembali memakai celana panjangnya meskipun tubuh dan rambut di kepalanya masih basah menetes-netes ketika menghampiri gadis muda yang sedang merintih kesakitan di atas rumput. "Maaf apa kau tidak apa-apa?" "Kakiku terkilir." "OH, Tuhan!" Jared segera mengangkat tubuh gadis itu utuk dia bawa ke dalam pondok. Jared mendorong daun pintu dengan kaki panjangnya kemudian mendudukkannya di tepi ranjang. "Bagian mana yang sakit?" Jared buru-buru memeriksa karena gadis itu mulai menangis disertai air mata. "Ini sakit sekali..." dia masih merintih sambil memegangi lututnya sampai tidak terlalu perduli dengan pria yang sedang berjonkok di depannya. "Tarik napasmu pelan-pelan biar kuperiksa." "Kau tidak bisa!" buru-buru dia mencegahnya. " Aku memakai celana!" baru kemudian gadis itu sadar jika dia juga tidak mengenal pemuda yang coba menolongnya itu. "Apa kau mau aku memanggilkan seseorang?" Jared juga terlihat
Jared pergi tanpa berpamitan dengan siapapun bahkan paman dan bibinya pun juga tidak tahu. Jared pergi hanya dengan membawa ransel seperti biasanya ketika dia berangkat bekerja. Cuma ada beberapa lembar pakaian di dalam benda tersebut. Jared bukan tipe pria yang bakal mau repot mengurusi penampilannya, baginya yang terpenting tubuhnya bersih rambutnya pun selalu kelewat panjang untuk bercukur. Sampai Jared pergi kemarin, paman dan bibinya juga tidak tahu jika ia sudah di usir dari bengkel Norton dan sedang jadi pengangguran. Meskipun kemarin Josephine mengatakan bahwa ayahnya ingin dirinya bekerja lagi, tapi Jared yakin itu juga cuma kerena Josephine yang memohon lagi kepada ayahnya. Jared kenal sifat tuan Norton, mustahil dia mau menarik ucapannya kembali hanya untuk pemuda tak berguna seperti dirinya meskipun ia terbukti tidak bersalah.