Stelah James meninggal, bencana yang lain kembali datang. Jeremy Loghan akan membawa Lily bersamanya. Rasanya Geby benar-benar tidak sanggup untuk sekedar membayangkan hal itu. Lily masih sangat kecil dan Geby yakin Jeremy hanya akan menelantarkan Lily tanpa kasih sayang.
Kesedihan mereka semua atas kepergian James masih belum usai dan sekarang semua orang di rumah keluarga Loghan juga ikut kembali bersedih dengan rencana Jeremy yang akan membawa Lily karena Jeremy juga tidak akan pernah mau tinggal di Yorkshire hanya untuk mengawasi keponakannya. Tidak ada yang berani menentang seorang Jeremy Loghan yang telah membuat sebuah keputusan apapun itu.
"Mr. Papkins mengatakan jika Anda mencari saya?" kata Geby setelah mengetuk daun pintu yang sudah setengah terbuka.
"Masuk dan tutup pintunya."
Geby melihat Jeremy Loghan sedang duduk di kursi milik James, kursi bersandaran tinggi dengan lapisan kulit yang disamak lembut itu terlihat sangat hidup ketika Jeremy Loghan yang duduk di sana. Tempat yang tidak pernah diduduki oleh James karena selama ini James hanya berada di kursi rodanya.
Jeremy Loghan adalah pria karismatik yang bisa terlihat sangat dominan tidak perduli dia sedang duduk atau berdiri di manapaun hingga Geby tetap tidak berani terlalu lama menatapnya. Karena itu tadi Geby sempat ragu tapi tetap melangkah masuk dan menutup pintu mengikuti perintahnya.
"Duduklah, Nona Harlot."
Geby kembali mengikuti perintahnya untuk duduk dan membiarkan Jeremy Loghan yang sedang menelitinya dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Aku akan menawarkan pernikahan untukmu."
"Apa maksud Anda?" Geby langsung balik bertanya dengan menatap seorang Jeremy Loghan yang sepertinya juga tidak sedang bercanda.
"Aku akan menikahimu jika kau ingin tetap bisa mengurus keponakanku."
Walapun terkejut Geby tetap wanita yang sangat masuk akal dan pastinya tidak akan asal menyetujui ide gila macam itu begitu saja. Apa lagi jika ide gila tersebut keluar dari pria seperti Jeremy Loghan yang dia tahu paling tidak punya hati.
"Aku akan menjadikanmu seorang Loghan untuk bisa mengurusnya karena aku juga tidak mau mengurus anak itu."
Geby masih diam belum menjawab karena tetap mustahil dirinya mau menikah dengan pria seperti Jeremy Loghan. Bahkan untuk sekedar membayangkannya saja Geby tidak sanggup.
"Kau tidak perlu melakukan tugas sebagai seorang istri," tambah Jeremy. "Karena aku juga tidak akan menyentuh wanita bekas kakak laki-lakiku!"
Walu kata-kata sinis itu sempat membuat punggung Geby berjengit tegang tapi justru karena kebencian Jeremy tersebut Geby malah mengangguk setuju.
"Baiklah!"
Pikir Geby sepertinya bukan masalah jika pernikahan hanya akta tanpa harus melibatkan peran fisik dan Geby yakin jika kebencian seorang Jeremy Loghan bisa jadi benteng yang paling tebal di antara mereka.
"Tapi aku tetap ingin ada poin perjanjiannya."
"Katakan saja."
"Hanya di antara kita berdua, kita bisa menandatangi aktanya di depan notaris."
"Apa kau pikir aku orang yang bisa menikah diam-diam. Tidak akan ada yang mengakuimu sebagai istriku dan itu akan percuma untukmu"
Jeremy adalah putra dari keluarga bangsawan terpandang dan memang tidak mungkin dirinya asal menikah seperti menikahi wanita simpanan.
"Tetap akan ada pesta dan konfrensi pers jadi persiapkan saja dirimu jika setuju dan benar-benar mau mengurus keponakanku."
"Baiklah." Geby kembali setuju.
"Aku akan segera menikahimu sebelum kembali ke New York." Jeremy memang akan memindahkan kantor pusatnya dari Sidney ke New York agar lebih dekat dengan induk perusahana Loghan.
"Akan kusuruh Mr.Papkis mengurus semua persiapannya. Dan aku yang akan bicara pada pamanmu."
Berulang kali Geby hanya bisa mengangguk setuju karena dia sendiri juga belum tahu bagaimana harus menyampaikan hal semendadak ini pada keluarganya. Bagaimanapun pernikahan tetap bukan hal main-main untuk dikabarkan tiba-tiba. Tapi jika melihat ketenangan Jeremy nampaknya dia memang sudah tahu dengan apa yang harus dilakukan. Jika kemari Geby melihat pria itu berhasil memaksa Tobias ternyata hari ini dia juga berhasil memanksa Geby mengikuti kemauannya.
Rasanya memang agak gila membayangkan dirinya baru saja setuju untuk menikah dengan seorang Jeremy Loghan, pria tanpa hati yang sedang ingin Geby kutuk sampai ke neraka. Tapi Geby memang akan melakukan apapun demi untuk bisa ikut memiliki hak asuh atas Lily. Karena mustahil Geby tega membiarkan Lily dibawa oleh pria seperti Jeremy.
Begitu keluar dari ruangan tersebut Geby langsung pergi mencari Lily dan memeluk gadis kecil itu dengan erat.
"Kenapa, Geby?" tanya Lily . "Kenapa kau menangis?"
"Tidak, kau tidak menangis." Geby buru-buru menghapus benih air matanya yang sudah berkumpul di pelupuk mata kemudian tersenyum.
Geby masih sangat mencintai James tapi dia baru saja setuju untuk menikah dengan Jeremy Loghan akhir minggu ini. Walapun pernikahan mereka hanya di atas kertas tapi tetap saja ada perasaan tidak rela di hati Geby. Tapi jika kembali melihat Lily dia juga tidak akan terima membiarkan gadis kecil itu dibawa oleh Jeremy Loghan yang sama sekali tidak pernah perduli apa lagi mencintainya. Lily adalah satu-satunya bukti cintanya kepada James yang masih tersisa, Geby harus menjaganya bagaimanapun caranya.
Ketika James diam-diam menyisipkan beberapa poin dalam perjanjiannya dengan Jeremy, James sudah bisa memprediksi jika hal seperti ini bakal terjadi. James tahu jika Geby pasti akan melakukan apa pun untuk tetap bisa bersama putrinya. Kedengaranya memang curang tapi James melakukan ini semua utuk mereka. Geby wanita yang sangat baik mustahil dia tidak bisa meluluhkan hati Jeremy.
****
"Geby kenapa banyak yang mengantar bunga?" tanya Lily begitu melihat rumah besar mereka mulai rame dengan banyak orang yang sedang memasang dekorasi.
"Karena akan ada pesta," Geby setengah berjongkok untuk mengimbangi tinggi badan Lily.
"Pesta?"sepasang manik mata Lily langsung membulat.
"Ya." Geby menangkup pipi kemerahan Lily dengan telapak tanganya ketika mulai bicara pelan-pelan. "Aku akan menikah dengan paman Jeremy agar kita tetap bisa selalu bersama."
"Apa itu artinya nanti kau bisa ikut makan satu meja dengan kami lagi?" Lily langsung tersenyum ceria oleh hal yang terlalu sepele.
"Ya."
Lily angsung memeluk Geby. "Aku bosan hanya duduk berdua denganya," bisik gadis kecil itu di telinga Geby.
"Bukankah aku sudah berjanji akan selalu bersamamu."
Walapun pernikahan mendadak mereka mengejutkan semua orang tapi Geby sedang tidak mau ambil pusing dia pilih mengabaikanya asal dirinya dan Lily baik-baik saja. Lily memang belum paham dengan pengorbanan yang telah Geby lakukan untuknya dan memang tidak perlu tahu. Anak-anak hanya boleh melihat kebahagiaan.
Lily yang bantu memilih gaun putih untuk Geby dan ikut sibuk ingin mendapat gaun yang cantik untuk dirinya sendiri.
"Kau sangat cantik, Geby." Lily ikut berputar-putar dengan gaunya sambil melompat-lompat kecil seperti peri.
Geby memang cantik, sangat cantik dengan gaunya yang elegan dan pas untuk gayanya yang simpel tapi angun.
Semua orang sedang menunggunya keluar. Keluarga Geby juga datang dari Wahington, bahkan beberapa tamu undangan dari anggota senior kerajaan juga ikut hadir di acara pernikahan mereka. Geby masih melihat pantulan dirinya sendiri di dalam cermin sebelum memberanikan diri keluar dari kamarnya.
Dulu Geby pernah sangat ingin James melihatya dalam balutan gaun putih seperti ini. Menunggunya berjalan ke arahnya tapi nyatanya mimpi itu tidak pernah terjadi karena yang dia lihat kali ini bukan James.
Jeremy Logan sebenarnya juga bukan mahluk yang buruk, bahkan dia terlihat sangat tampan dengan balutan tuxedo Armani yang merekat tepat di tubuh tinggi tegapnya. Muda tampan dan kaya raya, karisma yang sangat menarik bagi siapa saja. Mustahil jika jantung Geby tidak berdegup kencang ketika pria itu mengulurkan tangan untuk memasangkan sebuah cincin berlian di jarimanisnya.
Geby juga balas memasangkan cincin senada di jari manis Jeremy Loghan, tangan Geby gemetar dan berkeringat dingin walaupun Jeremy terlihat sangat tenang. Bagaimanapun pernikahan-tetaplah pernikahan sesuatu yang sakral, janji yang seharusnya saling ditepati hingga napas terakhir mereka masing-masing.
Jantung Geby berdegup semakin kencang ketika Jeremy menggenggam kedua tangannya di hadapan semua orang dan mulai mengucapkan ikrar janji pernikahan mereka yang bahkan tidak Jeremy catat dalam kertas. Geby menatap pada sepasang netra biru Jeremy Loghan yang pekat, menatapnya dalam-dalam seolah apa yang diucapkan pria itu memang nyata untuknya.
Geby menyimak tiap kata yang diucapkan Jeremy dengan setiap tarikan napas yang ikut ia dengar pelan. Geby tidak tahu siapa yang sudah menyusun kalimat seindah itu untuknya, tapi Geby berani bersumpah jika jantung Jeremy juga sedang berdegup kencang dan bibirnya terasa hangat ketika mencium Geby di depan altar.
Geby cuma kembali mengingatkan jika ini hanya permainan, dia tidak boleh terperangkap permainan yang sedang diperankan oleh Jeremy Loghan. Sudah hampir tiga menit tapi pria itu masih belum berhenti melumati bibirnya dengan gerakan lembut dan pelan.
'Mungkin Geby hanya belum sadar jika telah meletakkan dirinya ke dalam genggaman seorang monster!'
Semua orang mengucapkan selamat untuk pernikahan Geby dan Jeremy yang tetap terlihat sangat manis meskipun setelah duka yang menimpa keluarga Loghan. Sepertinya juga cuma seorang Jeremy Loghan yang berani mengelar pernikahan hanya berselang beberapa minggu dari kepergian kakak laki-lakinya. Walaupun dianggap tabu tapi tidak ada yang berani menghentikan kemauannya. Tidak sedikit rumor yang mulai beredar mengenai pernikahan mendadak mereka yang diragukan. Apa lagi semua orang yang berada di rumah keluarga Loghan juga tahu jika Geby sangat mencintai James, bagi mereka semua Geby adalah milik James. Tapi sepertinya Jeremy juga aktor yang brilian, dia tega mencium Geby di depan semua orang hingga membuat kepala Geby pening, bahkan dia belum berhenti sampai para tamu berhenti bertepuk tangan dan ikut merinding.Mereka tahu seorang Jeremy Loghan memang mampu mendapatkan wanita manapun, termasuk wanita yang masih mencintai kakak laki-lakinya. Dia muda, tampan, dan tentunya sangat kaya raya. Ju
Satu hal yang seharusnya mulai Geby catat 'jika menikah dengan seorang Jeremy Loghan tidak akan membuat hidupnya sama lagi seperti dulu!' Bukan hanya karena kekuasaan dan nama besar keluarga Loghan yang harus ikut ia jaga. Tapi pria tanpa hati itu juga dapat berbuat apapun terhadap dirinya. Akhirnya Geby terpaksa kembali menuruti kemauan Jeremy. Geby ikut pergi ke New York dan sama sekali tidak ada obrolan di antara mereka berdua di sepanjang penerbangan. Geby memang bisa sangat lembut ketika bersama James tapi juga bisa keras kepala luar biasa saat bersama Jeremy Loghan. Geby menganggap bebas harus bersikap seperti apa ketik mereka hanya berdua di kabin pesawat, tidak perlu berpura-pura. "Bersikaplah layaknya seorang istri jika di depan semua orang!" tegas Jeremy sebelum pintu jet pribadinya dibuka. Begitu mereka keluar, Jeremy langsung memperkenalkan Geby pada sekertarisnya yang bernama Ovelia Graison, seorang wanita muda yang cantik dan sama angkuhnya dengan Jeremy. Tak mengheran
Jeremy Loghan adalah pria dewasa pastinya dia memiliki kebutuhan terhadap wanita, wajar jika pria seperti dirinya memiliki lebih dari satu wanita yang akan dengan profesional melayaninya setiap waktu.Ovelia Graison juga sudah tahu berapa banyak wanita yang dipelihara oleh seorang Jeremy Loghan dan diberi penghidupan dengan sangat layak hanya dengan pekerjaan berbaring di atas ranjang. Tapi belum pernah Ovelia merasa cemburu dengan satupun dari wanita-wanita tersebut, karena selama ini dirinya merasa menjadi yang paling banyak mendapatkan perhatian dari Jeremy. Namun saat tiba-tiba dia mendengar Jeremy Loghan menikahi seorang wanita tentu itu artinya sangat berbeda. Apa lagi dengan segala rumor pernikahan mereka yang serba mendadak. Ovelia sangat sakit hati karena justru mendengar berita tersebut dari media."Bersiaplah aku ingin istirahat sejenak!"Jeremy yang baru datang langsung meminta Ovelia bersiap melayaninya.Ovelia segera mandi untuk mempersiapkan dirinya dan tidak lupa memaka
Setelah mandi dan kembali berpakaian Geby segera berkemas. Geby sudah memesan tiket penerbangan untuk sore ini karena dia akan tetap pulang sendiri biarpun Jeremy tidak mengijinkan.Geby cuma membawa koper kecil karena memang tidak membawa banyak pakaian, ia langsung menyeret benda itu dan alangkah terkejutnya Geby ketika mendapati semua akses untuk keluar dari tempat tersebut di nonaktifkan. Jeremy mengunci semua akses keluar, Geby yang tidak pernah lepas kendali untuk menjaga etika sampai bisa menendang pintu seperti induk banteng gila."Jeremy!" triak Geby sambil kembali memukuli pintu. "Jeremy Loghan! pengecut, brengsek!" Seketika semua jenis makian tiba-tiba muntah dari mulutnya.Belum pernah sekalipun dalam seumur hidupnya Geby diperlakukan dengan sangat tidak berbudaya seperti ini.Berulang kali Geby coba menghubungi ponsel Jeremy tapi tidak juga dijawab meskipun Geby tahu ponselnya aktif."Jeremy...!" Geby kembali berteriak beberapa kali dan sudah lupa samasekali untuk menyerta
Jeremy bangun lebih dulu walaupun sebenarnya dia tidak sadar kapan mulai tertidur, ia juga baru sadar jika sudah tidur hanya dengan memakai jubah mandi. Ternyata Jeremy lebih terkejut lagi begitu melihat Geby yang sedang tidur meringkuk di sofa sambil memeluk bantal.Hari sudah gelap dan di luar sedang hujan. Ketika melihat jam di sudut layar ponselnya ternyata memang sudah cukup malam. Sepertinya mereka sama-sama melewatkan makan malam. Jeremy kembali meletakkan benda itu ke atas meja nakas di samping tempat tidur kemudian berjalan untuk mencari pakaian.******Geby tidur sampai pagi tapi ketik ia bangun ternyata sudah pindah di atas ranjang dan Jeremy sudah tidak ada. Geby ingat semalam mendengar suara hujan yang cukup deras sampai malas untuk bangun jadi tidak mungkin ia berjalan pindah sendiri ke atas ranjang.Saat Geby membuka tirai, pagi ini langit sudah kembali cerah meski udara masih beraroma tanah basah dan dingin. Geby ingat untuk buru-buru mandi dan turun sarapan karena sema
Jeremy memacu kuda Arab hitamnya ke arah utara naik ke arah perbukitan sementara hujan mulai turun dengan deras dan dia juga tidak sempat memakai jas hujan. Jeremy hanya memakai kemeja tipis dan tidak siap dengan pakaian berkuda, dia hanya menggulung lengan kemeja putihnya sebelum melomoat kepunggung kuda.Jeremy terus menghentak kudanya agar berlari lebih kencang. Belum sampai lima belas menit badan Jeremy sudah mulai basah kuyup karena hujan semakin deras disertai badai. Meki suara petir sudah tidak seperti tadi sebelum turun hujan, tapi Jeremy tahu jika kuda jenis thoroughbred sangat gampang stres dan panik. Jeremy khawatir bila kuda Geby akan panik dan berlari ke sembarang arah. Karena jika tidak terjadi sesuatu seharusnya Geby sudah kembali. Tidak mungkin Geby sengaja membiarkan dirinya masih berada di luar sementara tahu jika badai akan datang. Berbagai bayangan mengerikan mulai memenuhi kepala Jeremy.Jeremy terus menghentak kekang kuda Arabnya untuk menerjang hujan. Otot lengan
Geby mengingit bibir bawahnya sendiri untuk menahan nyeri saat Jeremy baru menaikkannya ke atas kuda. Pangkal paha Geby masih sangat sakit ketika harus duduk di punggung kuda apalagi jika nanti binatang itu mulai berjalan."Ini sakit!""Diamlah jangan terus bergeser!"Jeremy duduk di belakang Geby menempatkan wanita itu di antara dua pangkal pahanya yang terbuka. Jeremy mengapit pinggul Geby agar tidak terus berusaha menjauhinya lagi seperti anak-anak yang rewel. Jeremy juga melingkarkan satu lengan ke pinggang Geby untuk tetap menahannya agar diam selama membawa kudanya berjalan."Jangan bertingkah dengan menunjukkannya di depan semua orang. Ingat aku sudah menikahimu, Nona Harlot!" bisik Jeremy sambil menghisap ceruk hangat di sisi belakang telinga Geby yang kembali dibuat merinding. Pria itu telah melucuti seluruh harga dirinya hingga tak bersisa.Mereka sudah mulai memasuki halaman belakang rumah keluarga Loghan dan tentunya Jeremy tidak mau Geby memamerkan kebenciannya itu sepe
Geby tidak tahu apa Jeremy kembali ke kamar mereka malam itu karena saat hari kembali pagi Geby mendapati dirinya masih meringkuk di sisi ranjang yang sama dengan selimut yang juga tidak terusik sama sekali. Kamarnya juga terasa sunyi karena memang hanya ada dirinya seorang diri, 'Entah kemana Jeremy Loghan?'Walaupun setelah hujan semalaman ternyata pagi ini matahari cukup cerah dan terik. Serabut cahaya itu terlihat menyisip dari sela gorden dan memantul di lantai. Sepertinya Geby juga mulai rindu hari yang cerah dan berharap Walker akan mau pulang sendiri. Segera dia berjalan mendekati jendela untuk membuka tirai ketika ia malah melihat Jeremy Loghan yang sedang berkuda.Jeremy berputar-putar mengelilingi halaman belakang, memacu kencang kuda Arab hitamnya seperti orang yang sedang marah. Jeremy Loghan memang seperti pria yang selalu dipenuhi kemarahan, dingin tanpa hati tapi darahnya panas seperti darah kuda liar yang sedang dia tunggangi.Meski hanya seper sekian detik tapi Geby y
Salju mulai menebal di pertengahan Desember dan sampai puncaknya di bulan Januari. Padang rumput yang luas sudah sempurna diselimuti salju. Meskipun para kuda termasuk hewan yang paling tahan terhadap cuaca dingin, tapi biasanya justru para pekerja yang semakin enggan membawa kuda keluar istal. Cuma Jared yang terlihat tetap tidak keberatan untuk berkeliaran di cuaca yang sudah semakin membeku, menurutnya kuda-kuda tersebut tidak hanya cukup di beri tumpukan jerami kering, mereka perlu bergerak utuk terus bugar dan mempertahankan panas tubuhnya. Mateo memperhatikan Jared yang sudah beraktifitas sejak pagi, seolah sama sekali tidak mengenal rasa dingin meskipun napasnya terlihat berkabut. "Kubuatkan minuman panas untukmu!" Mateo mengangkat segelas coklat panas utuk dia tunjukkan pada Jared yang masih sibuk membawa kuda-kuda berputar di sekitar istal. "Sebentar lagi Paman!" Jared berputar sekali lagi sebelum kemudian memasukkan kuda-kuda ke dalam istal. Paling tidak dua jam dalam se
Semua pekerja istal ikut berkumpul di beranda samping rumah utama mengelilingi meja besar di area dapur kekuasaan Carolina. Jadi jangan heran jika juru masak bertubuh subur itu jadi yang paling jumawa jika ada yang berani melanggar aturannya. Carolina sudah menyiapkan bebagai menu masakan dan seperti biasa para pria-pria tua itu selalu rakus. "Kemari, Jared. Sudah kuambilkan sup untukmu." "Karena dia masih muda dan tampan jadi kau paling memanjakannya?" "Diam kau, Kakek Tua! " Carolina tidak menghiraukan dia tetap menarik lengan Jared yang kebetulan terakhir tiba. Anelies sudah ikut duduk di tengah meja makan bersama mereka semua dan ikut menertawakan entah lelucon apa karena Jared memang sudah tertinggal. Anelies menoleh padanya dan tersenyum. "Ingat anak muda jangan coba menggoda nona kami, cukup Carolina saja. " Carolina langsung memukul punggung sepupunya itu dengan spatula. Selain sepupunya, paman Carolina dulu juga bekerj
Anelies duduk di atas batu agak datar di antara semak rumput tidak terlalu tinggi, gadis itu menyingkirkan sisa terakhir pakaiannya, membiarkan Jared melihatnya. Tungkai rampingnya yang lembut terlihat sepeti kaki peri ketika Anelies menjejak ke tepian batu tempatnya sedang duduk setengah berbaring. Jared langsung melompat turun dari punggung kuda, menyambar pakaian Anelies untuk menutupi tubuh gadis itu. "Satu minggu yang lalu usiaku sudah genap tujuh belas tahun aku sudah cukup dewasa untuk berbuat apa saja, dengan siapa saja. Kau tidak perlu khawatir, aku juga sudah pernah melakukannya," ucap Anelies pada Jared yang masih coba menutupi tubuh Anelies sekenanya. "Aku tidak akan apa-apa." Anelies mencekal tangan Jared yang hendak berdiri dan gadis itu masih menengadah se
Jared kembali melihat daun pintu kamar yang sedikit terbuka, dia tahu apa ayang akan terjadi jika dirinya tetap melangkah, tapi setiap kali rasa penasaran itu selalu tumbuh lebih besar untuk menenggelamkan sisa kewarasannya. Dirinya juga akan hancur tak tertolong dan tidak bisa dihentikan, dia bisa mengubah erangan kenikmatan menjadi jeritan bersimbah darah. Tubuhnya akan mulai bergetar meningkat semakin panas, terus bergolak seolah nadinya memang dialiri magma. Jared akan meregang dan mengerang sendiri dalam rasa kejang yang menyiksa dengan sangat luar biasa sampai akhirnya ia akan tersentak dari tidurnya dan terduduk dengan sisa jantung berdentam-dentam.Sudah lewat tengah malam, ketika Jared kembali terbangun dengan telapak tangan bergetar dan mengepal. Napasnya berderu kasar dan sama sekali belum bisa menjinakkan ritme jantungnya yang liar. Mimpi mengerikan itu kembali menerjang beru
Anelies tidak menyangkan jika bibir seorang pria akan terasa seperti ini. Hangat dan tebal bertekstur tapi tetap lembut ketika menakup dan mengaisnya dalam lumatan. Gairahnya berbeda, tidak seperti ketika dia sekedar 'flirting' bersama teman laki-laki di sekolah.Napasnya pria dewasa lebih panas merongrong untuk terus dipenuhi kemauannya. Lidahnya bisa disebut lembut tapi juga kasar dengan caranya menjerat mangsa dengan tepat. Pria itu liar, besar, panas bergemuruh penuh nyali.Jared masih menakup pipi Anelies dengan kedua telapak tangannya yang hangat sampai gadis itu cukup menengadah untuk menyambut hisapannya.Entah kemana perginya udara yang tadi nyaris membeku karena kali ini atmosfer di sekitar mereka tiba-tiba menjadi panas seperti uap sup jamur mereka yang terlupakan.Anelis merasa tengkuknya mulai dicengkeram, cukup keras tapi tidak tahu kenapa sepertinya dia juga tidak mau pria itu berhenti memperlakukannya seperti itu. Bibirnya kembali digigit
Sebentar lagi akan menghadapi musim dingin dan beberapa tahun belakangan ini musim dingin bisa menjadi lebih ekstrim, bahkan tahun kemarin sampai mencapai titik terendah minus 10 derajat celcius di bulan Januari. Dari sekarang semua pengurus istal harus bersiap agar dapat bertahan sampai musim semi tahun depan. Semua penghangat di istal harus dipersiapkan dan memastikan semua mesinnya berfungsi dengan baik. Karena sudah lama tidak digunakan kali ini juga menjadi pekerjaan tambahan Jared untuk memastikan semua penghangat masih berfungsi normal. Sebenarnya kemarin Mato sudah hendak memanggil tukang servis tapi Jared melarangnya dan menawarkan diri karena itu kadang hanya Mato yang menemaninya bekerja sampai malam ketika harus melembur pekerjaan tersebut. Sebagai kepala pengurus istal Mato juga merasa ikut bertanggung jawab dan tentunya dia juga menyukai Jared yang tidak pernah pilih-pilih pekerjaan. Dia mau memegang pekerjaan apa saja
"Jared ..!" pekik gadis yang sedang ia himpit ke sudut istal. Tangan rapuhnya mencengkram erat pada pagar tiang pengait kuda, berusaha mencari pegangan apa saja ketika tubuhnya semakin bergoncang-goncang. Jared terus mendesaknya meskipun tau gadis itu sudah sangat kesakitan dan berulang kali memohon agar dirinya berhenti. "Kau sakit ...." pekiknya sekali lagi "Oh ...!" "Hentikan! kau menyakitiku .... " Tapi Jared tetap tidak bisa berhenti, dia senang melakukannya dan justru semakin terpacu untuk menumbukkan pingulnya lebih keras lagi. Dirinya sangat besar keras dan kejang, sekujur tubuhnya panas seperti api ketika sedang terbakar seperti ini. Sebenarnya Jared sangat membenci kek
Jared sudah kembali memakai celana panjangnya meskipun tubuh dan rambut di kepalanya masih basah menetes-netes ketika menghampiri gadis muda yang sedang merintih kesakitan di atas rumput. "Maaf apa kau tidak apa-apa?" "Kakiku terkilir." "OH, Tuhan!" Jared segera mengangkat tubuh gadis itu utuk dia bawa ke dalam pondok. Jared mendorong daun pintu dengan kaki panjangnya kemudian mendudukkannya di tepi ranjang. "Bagian mana yang sakit?" Jared buru-buru memeriksa karena gadis itu mulai menangis disertai air mata. "Ini sakit sekali..." dia masih merintih sambil memegangi lututnya sampai tidak terlalu perduli dengan pria yang sedang berjonkok di depannya. "Tarik napasmu pelan-pelan biar kuperiksa." "Kau tidak bisa!" buru-buru dia mencegahnya. " Aku memakai celana!" baru kemudian gadis itu sadar jika dia juga tidak mengenal pemuda yang coba menolongnya itu. "Apa kau mau aku memanggilkan seseorang?" Jared juga terlihat
Jared pergi tanpa berpamitan dengan siapapun bahkan paman dan bibinya pun juga tidak tahu. Jared pergi hanya dengan membawa ransel seperti biasanya ketika dia berangkat bekerja. Cuma ada beberapa lembar pakaian di dalam benda tersebut. Jared bukan tipe pria yang bakal mau repot mengurusi penampilannya, baginya yang terpenting tubuhnya bersih rambutnya pun selalu kelewat panjang untuk bercukur. Sampai Jared pergi kemarin, paman dan bibinya juga tidak tahu jika ia sudah di usir dari bengkel Norton dan sedang jadi pengangguran. Meskipun kemarin Josephine mengatakan bahwa ayahnya ingin dirinya bekerja lagi, tapi Jared yakin itu juga cuma kerena Josephine yang memohon lagi kepada ayahnya. Jared kenal sifat tuan Norton, mustahil dia mau menarik ucapannya kembali hanya untuk pemuda tak berguna seperti dirinya meskipun ia terbukti tidak bersalah.