Mr. Papkins melihat Geby kembali dari istal tapi tidak membawa kuda. Geby langsung masuk ke kamarnya dan tidak keluar lagi sampai beberapa lama. Sebenarnya Mr. Papkins juga khawatir tapi rasanya tidak etis untuk ikut campur.
Geby berdiri di depan cermin melihat dirinya sendiri yang masih sangat marah tapi tidak bisa asal memaki pada pria seperti Jeremy Loghan walaupun pria itu sudah sangat berani menciumnya. Kenyataanya mereka berdua sama-sama orang dewasa yang berpendidikan dan tidak selayaknya bertengkar seperti tadi. Sangat memalukan untuk sekedar dipikirkan apalagi dibahas.
Geby cuma kembali berkumur-kumur kemudian mengambil tisu untuk membersihkan bibirnya entah untuk apa karena sebenarnya juga tidak berguna kecuali hanya untuk sedikit menghibur kekesalannya sendiri sebelum berani keluar dari kamar untuk mencari James.
"Di mana James?" tanya Gaby pada Mr. Papkins.
"Tuan muda James masih berada di ruang kerjanya bersama Mr. Rich.
Mr.Rich adalah notaris kepercayaan James yang kali ini juga sedang mengurus surat perjanjian James dan Jeremy. Seharusnya tidak ada jadwal Mr. Rich untuk menemui James hari ini. Karena mestinya baru besok Mr. Rich kemari untuk penandatangan surat perjanjian. Geby yakin ada sesuatu jika James sampai memanggilnya secara mendadak.
Geby sedang menunggu gelisah karena Mr. Rich belum juga keluar, padahal nyaris satu jam dia duduk di ruang baca yang cuma bersebelahan dengan ruang kerja James. Geby sudah hampir menghabiskan seperempat lembar buku tiga ratus halaman tanpa bisa menyerap apapun ke dalam otaknya yang sedang tumpul. Geby malah mulai memperhatikan lukisan yang digantung di atas perapian. Lukisan Jeremy loghan dan James Loghan yang berada di antara lukisan sang kakek Sir Wiliam Loghan. Dua pemuda tampan yang pastinya membuat bangga sang kakek. Geby hanya heran bagaimana James dan Jeremy bisa menjadi dua orang yang saling membenci seperti sekarang. Tidak ada yang pernah mau membahas mengenai masalah mereka, seolah hal itu dianggap tabu untuk dibicarakan dan semua yang berada di rumah ini sangat loyal pada keluarga Loghan.
Jika Geby membaca kebencian di mata Jeremy Loghan sepertinya memang bukan sesuatu yang dapat diredakan hanya dengan kata maaf. Jeremy Loghan yang dia lihat sekarang jelas sekali sangat berbeda dengan pria dalam lukisan itu. Geby masih memperhatikan lukisan besar Jeremy Loghan dan cuma fokus pada tatapan matanya yang teduh sampai ia tidak sadar jika sedang ada yang memperhatikannya.
Jeremy sudah berdiri di ambang pintu yang dari tadi memang dibiarkan terbuka lebar. Tentu Jeremy tahu apa yang sedang dilihat wanita itu, tanpa berniat menyapa Jeremy kembali melangkah pergi tanpa suara.
"Oh,Tuanku apa yang Anda cari di sini?" kaget bibi Beatris begitu melihat tuan mudanya sampai berada di dapur.
"Buatkan teh, dan antar ke balkon kamarku."
"Baik, Tuanku." Beatris tersenyum pada tuan mudanya. "Anda tinggal mengatakan pada pelayan jika ingin sesuatu."
Jeremy cuma mendengarkan tanpa berkomentar apa-apa dan sudah kembali pergi seperti mimpi bagi Beatris.
Sudah lama sekali sejak terakhir Beatris melihat tuan mudanya berkeliaran di lorong-lorong rumah ini. Siapapun bisa rindu melihat dua anak laki-laki yang saling ribut berkejaran dan mengganggu mereka. Kadang rasanya anak-anak tumbuh terlalu cepat tanpa mereka sadar semuanya telah berubah dan tidak bisa kembali lagi.
Tuan mudanya yang tampan dulu tidak seperti itu, sampai sebuah tragedi menjadikan hatinya sekeras batu.
****
Begitu Mr.Rich keluar dari ruang kerja James, Geby segera menyusul masuk dan menghampiri James dengan perasaan cemas.
"Apa ada masalah?"tanya Geby sambil menggenggam tangan James yang cuma balas tersenyum dan menggeleng.
James tidak bilang jika ia melakukan semua ini untuk Geby dia juga tidak bertanya mengenai kejadian di istal. James sengaja berpura-pura tidak tahu selama Geby baik-baik saja.
"Kupikir ada sesuatu yang sangat penting sampai kau mendadak bertemu Mr.Rich."
"Jangan terlalu cemas, Geby. Aku tidak apa-apa. Mr. Rich juga sudah selesai mengurus semuanya, besok aku dan Jeremy tinggal menandatanganinya di depan kalian semua."
Malam itu mereka makan malam bersama dalam satu meja. Mr. Rich juga ikut hadir untuk beramah tamah dengan Jeremy Loghan yang sebenarnya juga tidak terlalu perduli dengan semua usahanya untuk bersikap sopan. Jeremy hanya memperhatikan James yang sedang dibantu oleh nona Harlot untuk mengambil makanan dan sesekali juga memotongkan makanannya. Bukanya James tidak sadar dengan perhatian Jeremy terhadap dirinya dan Geby, tapi dia memang membiarkannya. Baik Jeremy atau pun Geby sama-sama tidak ada yang tahu jika Mr. Papkins melihat kejadian siang tadi di istal.
Sepanjang makan malam itu Geby memilih lebih fokus pada James dan sama sekali tidak mau melihat pada Jeremy. Jujur Geby jauh lebih suka memandangi wajah Jeremy Loghan yang menempel di dinding dari pada harus melihat orangnya di depan mata.
Selesai makan malam Geby juga langsung mengantar James kembali ke kamarnya dan menemaninya sampai cukup larut. Ketika Geby keluar dari kamar James sebenarnya Jeremy juga belum tidur, dia mendengar suara pintu yang dibuka dan ditutup, artinya Geby baru keluar dari kamar saudaranya. Jeremy memang masih berada di ruang baca yang cuma bersebelahan dengan kamar dan ruang kerja James yang sengaja dibuat berdekatan. Jeremy sedang memandangi ketiga lukisan yang dipajang di atas perapian, mungkin sebenarnya dia juga penasaran dengan apa yang dipikirkan Geby tadi siang.
Jeremy tahu semua anak-anak Harlot. Mereka adalah orang-orang yang cerdas dan berpendidikan tinggi, dua dari mereka bahkan sudah duduk di parlemen. Jika ada salah satu yang memilih tinggal bersama pria cacat seperti saudaranya tentu alasannya juga bukan hal yang bakal sederhana.
*****
Jeremy sudah menandatangani semua kesepakatannya dengan James dan akan pergi hari ini juga, jadi ini adalah kali terakhir dirinya akan melihat James. James duduk di kursi roda dengan seorang wanita mendorongnya mengelilingi jalanan paving di sekitar kolam. Gadis kecilnya juga tidak berhenti tertawa dan berceloteh sambil berlarian kecil mengikuti mereka. Gambaran keluarga yang tetap sempurna. Memang tidak ada jaminan siapa yang akan lebih mendapatkan orang yang tepat. Dari tamparan wanita itu kemarin Jeremy melihat jika seorang Harlot seperti benar-benar mencintai saudaranya. Jeremy hanya tinggal menunggu apa James akan membawa wanita itu ke dalam pernikahan, karena picik sekali jika seorang Harlot tidak memiliki tujuan apa-apa.
Jeremy masih berdiri di pagar balkon dan tidak menyangkan jika Geby akan mendongak ke arahnya. Mata mereka bertemu untuk beberapa saat sebelum kemudian Jeremy berpaling lebih dulu meninggalkan balkon.
Rasanya masih sangat keterlaluan bagai Geby jika ada saudara yang sengaja membiarkan saudara seperti ini. Dari surat perjanjiannya yang tadi sama-sama mereka dengar, Jeremy Loghan memang baru akan mau kembali jika James sudah tidak ada. Geby tidak keberatan menemani James dengan kondisi apapun tapi bukan berarti Geby tidak mengerti keinginan James yang sesungguhnya. Terlepas dari apapun masalah mereka berdua dan entah siapa yang lebih bersalah, Geby tahu jika James tetap ingin dimaafkan sebelum ajalnya.
Tapi akhirnya Jeremy Loghan memang tetap pergi dan memilih tidak peduli.
Kondisi James terus menurun dengan cepat, Geby mulai khawatir jika James tidak akan sanggup melalui akhir tahun ini. James sudah tidak bisa lagi duduk di kursi roda, dia hanya bisa berbaring di atas ranjang dan sudah sama sekali tidak bisa bergerak. Kadang dia ingat untuk memanggil Geby kadang juga sudah lupa dengan namanya. Terakhir James hanya menyebutnya 'kau cantik' kemudian Geby mengangguk dan menciumnya.Geby tidak pernah menyangkan jika dirinya akan dilupakan oleh James dengan cara seperti ini, cara yang tidak bisa dia benci dan rasanya ternyata jauh lebih berat dari dilupakan kekasih karena pengkhianatan. Hal itu membuat Geby semakin sadar jika cinta, kebencian, kebahagiaan, dan kesedihan batasnya sangat tipis. Karena begitu ingatan memudar semua itu sudah tidak akan ada artinya lagi.Lantas untuk apa manusia masih suka mempertahankan kebencian jika sebenarnya tiap tarikan napas mereka jauh lebih berharga untuk sama-sama bahagia. Berapapun sisa waktu yang dimilik James, tiap det
Geby baru kembali melihat Jeremy Loghan ketika makan malam. Geby yang baru bergabung memilih duduk di samping sang paman dan berhadapan dengan sepupunya Tobias yang duduk bersebelahan dengan Mr. Rich. Jeremy Loghan duduk di ujung meja sebagai tuan rumah. Meja persegi panjang dengan sepuluh pasang kursi itu malam ini diisi oleh lima orang dengan suasana yang masih hening dan sunyi dalam suasana duka. Geby hanya melihat sebentar pada Jeremy Loghan, cuma untuk sekedar memastikan jika pria itu masih utuh setelah menunggangi Prince seperti siang tadi. Meski hanya sepersekian detik Geby yakin Jeremy sempat menangkap sepasang manik matanya sebelum kemudian melanjutkan obrolanya dengan Mr. Rich."Kami akan kembali besok." Mr. Harlot bicara pada keponakannya dan Geby hanya mengangguk."Terimakasih Paman sudah bersedia datang.""Kami juga mencintai James," jawab sang paman.Kali ini Tobias Harlot yang meraih tangan Geby dari seberang meja. "Jaga dirimu baik-baik, Geby."Walaupun sudah tidak ada
Pagi-pagi Geby sudah bangun karena paman dan sepupunya akan pulang pagi ini."Jaga kesehatanmu, Geby," pesan sang paman ketika Geby memeluknya.Geby juga memeluk sepupunya dan membiarkan Tobias balas memeluknya dengan mantap seperti biasanya."Aku akan pulang saat nanti kau menikah." Gaby mendongak pada sepupunya yang tiga bulan lalu sudah bertunangan tapi Geby tidak bisa pulang karena kondisi James yang terus menurun."Kau juga harus mulai memikirkan masa depanmu sendiri!"Geby cuma mengangguk lesu tapi tetap tersenyum pada sepupunya. Di antara ketiga sepupunya Geby memang paling dekat dengan Tobias."Ayo,Gaby ku, kau wanita yang hebat!" Tobias Harlot menepuk punggung Geby agar kembali bersemangat seperti Geby yang mereka kenal dulu.Setelah mereka berdua pergi Geby segera mencari Lily ke kamarnya."Geby!" gadis kecil itu langsung berlari dan melompat ke pelukannya. "Aku kira mereka juga akan membawamu.""Oh, tidak sayang. Aku tidak akan ke mana-mana, aku akan selalu bersamamu.""Aku
Stelah James meninggal, bencana yang lain kembali datang. Jeremy Loghan akan membawa Lily bersamanya. Rasanya Geby benar-benar tidak sanggup untuk sekedar membayangkan hal itu. Lily masih sangat kecil dan Geby yakin Jeremy hanya akan menelantarkan Lily tanpa kasih sayang.Kesedihan mereka semua atas kepergian James masih belum usai dan sekarang semua orang di rumah keluarga Loghan juga ikut kembali bersedih dengan rencana Jeremy yang akan membawa Lily karena Jeremy juga tidak akan pernah mau tinggal di Yorkshire hanya untuk mengawasi keponakannya. Tidak ada yang berani menentang seorang Jeremy Loghan yang telah membuat sebuah keputusan apapun itu."Mr. Papkins mengatakan jika Anda mencari saya?" kata Geby setelah mengetuk daun pintu yang sudah setengah terbuka."Masuk dan tutup pintunya."Geby melihat Jeremy Loghan sedang duduk di kursi milik James, kursi bersandaran tinggi dengan lapisan kulit yang disamak lembut itu terlihat sangat hidup ketika Jeremy Loghan yang duduk di sana. Tempa
Semua orang mengucapkan selamat untuk pernikahan Geby dan Jeremy yang tetap terlihat sangat manis meskipun setelah duka yang menimpa keluarga Loghan. Sepertinya juga cuma seorang Jeremy Loghan yang berani mengelar pernikahan hanya berselang beberapa minggu dari kepergian kakak laki-lakinya. Walaupun dianggap tabu tapi tidak ada yang berani menghentikan kemauannya. Tidak sedikit rumor yang mulai beredar mengenai pernikahan mendadak mereka yang diragukan. Apa lagi semua orang yang berada di rumah keluarga Loghan juga tahu jika Geby sangat mencintai James, bagi mereka semua Geby adalah milik James. Tapi sepertinya Jeremy juga aktor yang brilian, dia tega mencium Geby di depan semua orang hingga membuat kepala Geby pening, bahkan dia belum berhenti sampai para tamu berhenti bertepuk tangan dan ikut merinding.Mereka tahu seorang Jeremy Loghan memang mampu mendapatkan wanita manapun, termasuk wanita yang masih mencintai kakak laki-lakinya. Dia muda, tampan, dan tentunya sangat kaya raya. Ju
Satu hal yang seharusnya mulai Geby catat 'jika menikah dengan seorang Jeremy Loghan tidak akan membuat hidupnya sama lagi seperti dulu!' Bukan hanya karena kekuasaan dan nama besar keluarga Loghan yang harus ikut ia jaga. Tapi pria tanpa hati itu juga dapat berbuat apapun terhadap dirinya. Akhirnya Geby terpaksa kembali menuruti kemauan Jeremy. Geby ikut pergi ke New York dan sama sekali tidak ada obrolan di antara mereka berdua di sepanjang penerbangan. Geby memang bisa sangat lembut ketika bersama James tapi juga bisa keras kepala luar biasa saat bersama Jeremy Loghan. Geby menganggap bebas harus bersikap seperti apa ketik mereka hanya berdua di kabin pesawat, tidak perlu berpura-pura. "Bersikaplah layaknya seorang istri jika di depan semua orang!" tegas Jeremy sebelum pintu jet pribadinya dibuka. Begitu mereka keluar, Jeremy langsung memperkenalkan Geby pada sekertarisnya yang bernama Ovelia Graison, seorang wanita muda yang cantik dan sama angkuhnya dengan Jeremy. Tak mengheran
Jeremy Loghan adalah pria dewasa pastinya dia memiliki kebutuhan terhadap wanita, wajar jika pria seperti dirinya memiliki lebih dari satu wanita yang akan dengan profesional melayaninya setiap waktu.Ovelia Graison juga sudah tahu berapa banyak wanita yang dipelihara oleh seorang Jeremy Loghan dan diberi penghidupan dengan sangat layak hanya dengan pekerjaan berbaring di atas ranjang. Tapi belum pernah Ovelia merasa cemburu dengan satupun dari wanita-wanita tersebut, karena selama ini dirinya merasa menjadi yang paling banyak mendapatkan perhatian dari Jeremy. Namun saat tiba-tiba dia mendengar Jeremy Loghan menikahi seorang wanita tentu itu artinya sangat berbeda. Apa lagi dengan segala rumor pernikahan mereka yang serba mendadak. Ovelia sangat sakit hati karena justru mendengar berita tersebut dari media."Bersiaplah aku ingin istirahat sejenak!"Jeremy yang baru datang langsung meminta Ovelia bersiap melayaninya.Ovelia segera mandi untuk mempersiapkan dirinya dan tidak lupa memaka
Setelah mandi dan kembali berpakaian Geby segera berkemas. Geby sudah memesan tiket penerbangan untuk sore ini karena dia akan tetap pulang sendiri biarpun Jeremy tidak mengijinkan.Geby cuma membawa koper kecil karena memang tidak membawa banyak pakaian, ia langsung menyeret benda itu dan alangkah terkejutnya Geby ketika mendapati semua akses untuk keluar dari tempat tersebut di nonaktifkan. Jeremy mengunci semua akses keluar, Geby yang tidak pernah lepas kendali untuk menjaga etika sampai bisa menendang pintu seperti induk banteng gila."Jeremy!" triak Geby sambil kembali memukuli pintu. "Jeremy Loghan! pengecut, brengsek!" Seketika semua jenis makian tiba-tiba muntah dari mulutnya.Belum pernah sekalipun dalam seumur hidupnya Geby diperlakukan dengan sangat tidak berbudaya seperti ini.Berulang kali Geby coba menghubungi ponsel Jeremy tapi tidak juga dijawab meskipun Geby tahu ponselnya aktif."Jeremy...!" Geby kembali berteriak beberapa kali dan sudah lupa samasekali untuk menyerta
Salju mulai menebal di pertengahan Desember dan sampai puncaknya di bulan Januari. Padang rumput yang luas sudah sempurna diselimuti salju. Meskipun para kuda termasuk hewan yang paling tahan terhadap cuaca dingin, tapi biasanya justru para pekerja yang semakin enggan membawa kuda keluar istal. Cuma Jared yang terlihat tetap tidak keberatan untuk berkeliaran di cuaca yang sudah semakin membeku, menurutnya kuda-kuda tersebut tidak hanya cukup di beri tumpukan jerami kering, mereka perlu bergerak utuk terus bugar dan mempertahankan panas tubuhnya. Mateo memperhatikan Jared yang sudah beraktifitas sejak pagi, seolah sama sekali tidak mengenal rasa dingin meskipun napasnya terlihat berkabut. "Kubuatkan minuman panas untukmu!" Mateo mengangkat segelas coklat panas utuk dia tunjukkan pada Jared yang masih sibuk membawa kuda-kuda berputar di sekitar istal. "Sebentar lagi Paman!" Jared berputar sekali lagi sebelum kemudian memasukkan kuda-kuda ke dalam istal. Paling tidak dua jam dalam se
Semua pekerja istal ikut berkumpul di beranda samping rumah utama mengelilingi meja besar di area dapur kekuasaan Carolina. Jadi jangan heran jika juru masak bertubuh subur itu jadi yang paling jumawa jika ada yang berani melanggar aturannya. Carolina sudah menyiapkan bebagai menu masakan dan seperti biasa para pria-pria tua itu selalu rakus. "Kemari, Jared. Sudah kuambilkan sup untukmu." "Karena dia masih muda dan tampan jadi kau paling memanjakannya?" "Diam kau, Kakek Tua! " Carolina tidak menghiraukan dia tetap menarik lengan Jared yang kebetulan terakhir tiba. Anelies sudah ikut duduk di tengah meja makan bersama mereka semua dan ikut menertawakan entah lelucon apa karena Jared memang sudah tertinggal. Anelies menoleh padanya dan tersenyum. "Ingat anak muda jangan coba menggoda nona kami, cukup Carolina saja. " Carolina langsung memukul punggung sepupunya itu dengan spatula. Selain sepupunya, paman Carolina dulu juga bekerj
Anelies duduk di atas batu agak datar di antara semak rumput tidak terlalu tinggi, gadis itu menyingkirkan sisa terakhir pakaiannya, membiarkan Jared melihatnya. Tungkai rampingnya yang lembut terlihat sepeti kaki peri ketika Anelies menjejak ke tepian batu tempatnya sedang duduk setengah berbaring. Jared langsung melompat turun dari punggung kuda, menyambar pakaian Anelies untuk menutupi tubuh gadis itu. "Satu minggu yang lalu usiaku sudah genap tujuh belas tahun aku sudah cukup dewasa untuk berbuat apa saja, dengan siapa saja. Kau tidak perlu khawatir, aku juga sudah pernah melakukannya," ucap Anelies pada Jared yang masih coba menutupi tubuh Anelies sekenanya. "Aku tidak akan apa-apa." Anelies mencekal tangan Jared yang hendak berdiri dan gadis itu masih menengadah se
Jared kembali melihat daun pintu kamar yang sedikit terbuka, dia tahu apa ayang akan terjadi jika dirinya tetap melangkah, tapi setiap kali rasa penasaran itu selalu tumbuh lebih besar untuk menenggelamkan sisa kewarasannya. Dirinya juga akan hancur tak tertolong dan tidak bisa dihentikan, dia bisa mengubah erangan kenikmatan menjadi jeritan bersimbah darah. Tubuhnya akan mulai bergetar meningkat semakin panas, terus bergolak seolah nadinya memang dialiri magma. Jared akan meregang dan mengerang sendiri dalam rasa kejang yang menyiksa dengan sangat luar biasa sampai akhirnya ia akan tersentak dari tidurnya dan terduduk dengan sisa jantung berdentam-dentam.Sudah lewat tengah malam, ketika Jared kembali terbangun dengan telapak tangan bergetar dan mengepal. Napasnya berderu kasar dan sama sekali belum bisa menjinakkan ritme jantungnya yang liar. Mimpi mengerikan itu kembali menerjang beru
Anelies tidak menyangkan jika bibir seorang pria akan terasa seperti ini. Hangat dan tebal bertekstur tapi tetap lembut ketika menakup dan mengaisnya dalam lumatan. Gairahnya berbeda, tidak seperti ketika dia sekedar 'flirting' bersama teman laki-laki di sekolah.Napasnya pria dewasa lebih panas merongrong untuk terus dipenuhi kemauannya. Lidahnya bisa disebut lembut tapi juga kasar dengan caranya menjerat mangsa dengan tepat. Pria itu liar, besar, panas bergemuruh penuh nyali.Jared masih menakup pipi Anelies dengan kedua telapak tangannya yang hangat sampai gadis itu cukup menengadah untuk menyambut hisapannya.Entah kemana perginya udara yang tadi nyaris membeku karena kali ini atmosfer di sekitar mereka tiba-tiba menjadi panas seperti uap sup jamur mereka yang terlupakan.Anelis merasa tengkuknya mulai dicengkeram, cukup keras tapi tidak tahu kenapa sepertinya dia juga tidak mau pria itu berhenti memperlakukannya seperti itu. Bibirnya kembali digigit
Sebentar lagi akan menghadapi musim dingin dan beberapa tahun belakangan ini musim dingin bisa menjadi lebih ekstrim, bahkan tahun kemarin sampai mencapai titik terendah minus 10 derajat celcius di bulan Januari. Dari sekarang semua pengurus istal harus bersiap agar dapat bertahan sampai musim semi tahun depan. Semua penghangat di istal harus dipersiapkan dan memastikan semua mesinnya berfungsi dengan baik. Karena sudah lama tidak digunakan kali ini juga menjadi pekerjaan tambahan Jared untuk memastikan semua penghangat masih berfungsi normal. Sebenarnya kemarin Mato sudah hendak memanggil tukang servis tapi Jared melarangnya dan menawarkan diri karena itu kadang hanya Mato yang menemaninya bekerja sampai malam ketika harus melembur pekerjaan tersebut. Sebagai kepala pengurus istal Mato juga merasa ikut bertanggung jawab dan tentunya dia juga menyukai Jared yang tidak pernah pilih-pilih pekerjaan. Dia mau memegang pekerjaan apa saja
"Jared ..!" pekik gadis yang sedang ia himpit ke sudut istal. Tangan rapuhnya mencengkram erat pada pagar tiang pengait kuda, berusaha mencari pegangan apa saja ketika tubuhnya semakin bergoncang-goncang. Jared terus mendesaknya meskipun tau gadis itu sudah sangat kesakitan dan berulang kali memohon agar dirinya berhenti. "Kau sakit ...." pekiknya sekali lagi "Oh ...!" "Hentikan! kau menyakitiku .... " Tapi Jared tetap tidak bisa berhenti, dia senang melakukannya dan justru semakin terpacu untuk menumbukkan pingulnya lebih keras lagi. Dirinya sangat besar keras dan kejang, sekujur tubuhnya panas seperti api ketika sedang terbakar seperti ini. Sebenarnya Jared sangat membenci kek
Jared sudah kembali memakai celana panjangnya meskipun tubuh dan rambut di kepalanya masih basah menetes-netes ketika menghampiri gadis muda yang sedang merintih kesakitan di atas rumput. "Maaf apa kau tidak apa-apa?" "Kakiku terkilir." "OH, Tuhan!" Jared segera mengangkat tubuh gadis itu utuk dia bawa ke dalam pondok. Jared mendorong daun pintu dengan kaki panjangnya kemudian mendudukkannya di tepi ranjang. "Bagian mana yang sakit?" Jared buru-buru memeriksa karena gadis itu mulai menangis disertai air mata. "Ini sakit sekali..." dia masih merintih sambil memegangi lututnya sampai tidak terlalu perduli dengan pria yang sedang berjonkok di depannya. "Tarik napasmu pelan-pelan biar kuperiksa." "Kau tidak bisa!" buru-buru dia mencegahnya. " Aku memakai celana!" baru kemudian gadis itu sadar jika dia juga tidak mengenal pemuda yang coba menolongnya itu. "Apa kau mau aku memanggilkan seseorang?" Jared juga terlihat
Jared pergi tanpa berpamitan dengan siapapun bahkan paman dan bibinya pun juga tidak tahu. Jared pergi hanya dengan membawa ransel seperti biasanya ketika dia berangkat bekerja. Cuma ada beberapa lembar pakaian di dalam benda tersebut. Jared bukan tipe pria yang bakal mau repot mengurusi penampilannya, baginya yang terpenting tubuhnya bersih rambutnya pun selalu kelewat panjang untuk bercukur. Sampai Jared pergi kemarin, paman dan bibinya juga tidak tahu jika ia sudah di usir dari bengkel Norton dan sedang jadi pengangguran. Meskipun kemarin Josephine mengatakan bahwa ayahnya ingin dirinya bekerja lagi, tapi Jared yakin itu juga cuma kerena Josephine yang memohon lagi kepada ayahnya. Jared kenal sifat tuan Norton, mustahil dia mau menarik ucapannya kembali hanya untuk pemuda tak berguna seperti dirinya meskipun ia terbukti tidak bersalah.