Aku masih terpikir dengan ucapan Mirna dan Rida, bahkan saat kami telah sampai kembali di rumah. Jadi ternyata Mas Dewo dan Sri itu teman lama. Dan Sri, rupanya telah menyukai suamiku itu sejak dulu. Mas Dewo kulihat langsung mengganti pakaian dengan kaos ketat dan celana cargo pendeknya, sementara aku sibuk di meja makan menata makanan yang tadi sempat disiapkan ibu untuk kami bawa pulang. "Bu, Ayah mau ajak ke taman bermain alun-alun." Aqilla muncul untuk memberitaku bahwa mereka betiga akan pergi. Aku hanya mengangguk menanggapinya. Lalu terlihat anak itu kembali berlari riang meninggalkanku. Baiklah, jadi dia sudah mulai tak betah lagi di rumah, sampai sampai baru datang langsung ingin pergi.Usai menata makanan yang banyak itu di meja, aku bermaksud beristirahat sebentar di kamar saat tiba-tiba Rani menelpon. "Agni, gimana? Kok nggak cerita-cerita sih? Suamimu lagi di rumah nggak?" Dia langsung menodongku dengan banyak pertanyaan saat panggilannya kuangkat. Wajar saja, sejak d
Aku begitu terkejut mendengar Rani menyebutkan nama Narendra. Pria itu datang ke rumah Rani? Ada apa?Walau sudah tak ingin peduli lagi dengan segala hal tentangnya, tapi rasa penasaranku menggelitik untuk kemudian menajamkan pendengaran. Sayangnya, beberapa saat kemudiam aku sudah tak mendengar apapun lagi. Sunyi. [Sebentar ya, Ni. Narendra datang ke sini. Nanti aku kabari lagi.] Menyusul sebuah pesan yang masuk ke ponselku. Rupanya Rani tak ingin aku mendengarkan pembicaraan mereka.Kembali ke kamar, aku jadi teringat ponsel yang kusembunyikan di bagian paling bawah lemari baju. Memang di sana lah tempat persembunyian benda pipih itu beberapa bulan ini setelah menjadi milikku. Sejak Narendra memberikannya padaku, aku tak pernah berani menampakkannya saat sedang berada di rumah, kecuali jika Mas Dewo dan anak-anakku sedang ada di luar. Memang jadi sejahat dan sepengecut itulah aku saking tergila-gilanya pada pria itu.Terkadang rasa bersalah juga sering membuatku sulit memejamkan m
Malam itu saat Agnia Prameswari dikurung di gudang rumahnya yang kotor, seorang pria tampan dengan balutan handuk putih di pinggang keluar dari kamar mandi privat di rumahnya yang mewah."Sayang, kamu kapan datang?" Dia begitu kaget melihat istrinya telah ada di dalam kamar dan sedang memegang ponsel miliknya. Seingatnya, Celine masih akan pulang beberapa hari lagi dari Bali dalam rangka menengok anak-anak dan cucu-cucunya."Ini apa, Narendra?" Mata wanita berusia 50 tahun itu nyalang menatap suaminya. Celine sebenarnya sudah tak heran dengan kelakuan sang suami. Pria tampan yang saat dinikahinya masih berstatus lajang beberapa tahun lalu itu memang dikenalnya sedikit player. Wanita itu memutuskan untuk menikah dengannya karena rasa nyaman dan kepuasan yang dia dapat dari pria itu. Menjadi janda selama bertahun-tahun setelah suami pengusahanya yang kaya raya meninggal dunia, membuatnya begitu kesepian.Kehadiran Narendra sebagai teman kencan saja ternyata tak bisa membuatnya puas, hi
"Bukannya kemarin kamu bilang mau di Bali seminggu? Kenapa sudah pulang?"Narendra mengelus lengan sang istri usai sesi bercinta mereka yang sangat panas beberapa saat lalu.Celine tampak kelelahan di posisi berbaringnya. "Mereka lagi sibuk persiapan mau liburan ke luar negeri." "Oya? Kenapa kamu nggak ikut sekalian, Sayang?""Liburan sama anak-anak dan suami mereka? Mendingan enggak deh. Aku nggak mau jadi baby sitter buat cucu-cucuku," ujar wanita itu. Narendra pun tertawa. Dia sangat tahu bagaimana tidak tertariknya Celine pada anak-anak. Walau sebagai nenek, dia termasuk orang yang sangat royal pada para cucunya. Celine selalu menjadi orang yang memberi hadiah paling mahal di momen-momen bahagia cucu-cucunya. Tapi untuk mengurus cucu-cucunya seperti nenek-nenek lainnya di muka bumi ini, bukanlah gaya wanita kaya raya itu.Tak ingin membuat istrinya merasa lebih tak nyaman dengan obrolan itu, Narendra pun segera bangkit dari pembaringan. Lalu berjalan ke dapur untuk mengambil d
Sementara itu, di malam yang sama di ruang makan rumah Agnia, Dewo sedang duduk berhadapan dengan dua anak perempuannya. "Kenapa tidak dimakan, Sayang?" Dewo menatap bungsunya yang sedari tadi hanya menunduk sambil memainkan sendok di piringnya. Saat gadis kecil itu kemudian mendongak, tampak bola mata indahnya sedang berkaca-kaca. Dewo tahu Aqilla memang sangat dekat dengan ibunya. Gadis kecil cantik itu pasti sedang memikirkan nasib Agnia yang dikurungnya di dalam gudang. "Ibu belum makan dari tadi siang, Yah," ujarnya dengan suara serak hampir menangis. Dewo menghela nafas berat. Tak mau terpengaruh dengan ucapan anak bungsunya itu, pria itu pun beralih pandang ke Naya. Nasi dan ayam bakar yang dipesannya via aplikasi online beberapa saat yang lalu sudah hampir habis di piring anak sulungnya itu. "Naya mau nambah?" tanya Dewo. Sementara Aqilla yang memperhatikan sikap acuh ayahnya, mulai menunduk lagi, menyembunyikan dua bulir bening yang mulai jatuh menyusuri dua pipi chubby
Dewo memarkirkan mobil di garasi rumah tepat saat arloji di pergelangan tangannya menunjuk pukul 4 dini hari. Kemarahannya pada sang istri sama sekali belum berkurang walau dirinya telah menguras segenap tenaga dan hasratnya pada wanita lain. Sri Andari adalah temannya dari kecil. Sejak beranjak remaja, wanita itu memang begitu memujanya. Bahkan hingga saat Dewo memutuskan untuk menikahi Agnia, Sri yang saat itu telah menikah dengan seorang pengusaha kaya yang sudah tua renta, rela menjadi wanita simpanan pria itu selama bertahun-tahun. Biasanya memang Sri lah yang menjadi pelarian Dewo saat lelaki itu sedang kecewa dengan sikap Agnia yang seolah tak pernah bisa mencintainya sepenuhnya selama ini.Sebagai lelaki, dia merasa sudah berusaha membuat istrinya tak pernah kekurangan secara materi. Meski tak seluruh penghasilannya diberikan pada Agnia setiap bulannya, tapi Dewo yakin jatah yang diberikannya pada wanita itu sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Dewo merasa tel
Setelah menunggu Aqilla berpamitan dengan ibunya, Dewo langsung melajukan mobilnya ke taman kota. Sesampainya di sana, dibiarkannya anak-anaknya bermain sepuasnya, sementara dia duduk mengamati sambil sesekali memeriksa ponselnya. Tak berapa lama kemudian, datanglah seorang pemuda berpostur tinggi kurus menghampirinya. Dewo lalu mengajaknya bergeser ke warung di dekat tempat itu. Sementara anak-anaknya masih sibuk dengan mainannya, Dewo mendengarkan dengan seksama lelaki di depannya berbicara panjang lebar. Simon adalah orang kepercayaan yang ditugaskan untuk membuntuti istrinya dua minggu belakangan, saat Dewo mulai menemukan tanda-tanda yang mencurigakan dalam diri Agnia. Di atas meja di depan mereka, tergeletak secarik kertas yang baru saja dikeluarkan Simon dari saku jaketnya."Dia teman sekelas istri Anda saat di SMP, Pak," ulang pria itu."Yang itu aku sudah tau. Kamu sudah mengatakannya waktu itu," sahut Dewo cepat."Tapi Anda belum tau kan kalau dia itu sebenarnya bukan p
Di ruang tamu, jantung Agnia pun sedang berdegup tak kalah cepat saat melihat dari jendela, suaminya yang tiba-tiba bergegas menghampiri mobil mewah yang terparkir di depan rumah mereka. Dia sudah tahu saat mobil mewah milik Narendra itu berhenti di sana beberapa saat lalu. Tentu dia masih sangat hafal dengan semua merk dan warna mobil yang pernah ditumpanginya, milik lelaki yang sempat membuat hari-harinya bahagia beberapa waktu yang lalu itu. Narendra memang tak hanya royal padanya selama ini, dia juga suka menunjukkan semua barang-barang mewahnya pada Agnia. Mungkin karena sedang begitu tergila-gila, wanita itu bahkan tak merasa terganggu sedikitpun dengan sifat suka pamer lelaki itu. "Ayo mandi, Sayang. Setelah itu ganti baju," ucapnya kemudian dengan buru-buru, menggandeng tangan Aqilla yang masih belum beranjak juga dari cerita-cerita serunya. Melihat Dewo berjalan cepat ke arah rumah dengan muka bersungut, Agnia tahu betapa besarnya kemarahan dalam diri suaminya saat itu.