"Mulai hari ini kamu saya pecat," Ucap Atika kepada Dara, yang masih terbaring diruang persalinan. Atika sengaja datang lagi, dan mengatakan hal mengejutkan itu, kepada Dara."Tapi buk! kenapa saya dipecat?" Seketika mata Dara membulat. Ia tidak habis fikir kenapa sampai dipecat, oleh Atika. Padahal sama sekali ia tidak pernah membuat kesalahan."Saya cuma nggak mau nanti setelah suamimu tau, dan kalaupun ada apa-apa dengan anakmu kamu malah menyalahkan saya." Ketus Atika sombong. Wajah Atika terlihat serius dan, sedang tidak bercanda. Ia memang tidak ingin lagi berurusan dengan Dara, atupun Suaminya."Tapi buk! saya kan sudah melakukan apa, yang ibu minta. Kenapa ibu bisa memecat saya? apa nggak bisa saya ibu pertahankan? saya masih butuh pekerjaan itu Bu!" Lirih Dara. Wajahnya terlihat kecewa, dan khawatir. Tidak disangka ternyata ia telah dijebak, oleh Atika."Kamu nggak bisa mengatur saya! Ingat ya kamu itu sudah saya kasih uang banyak. Dan ari-ari anakmu itu nggak berarti apa-ap
"Kamu panggil dukun bayi itu saja Mas," Ujar Dara. Ia tampak tidak tega, dan cemas karna bayinya terus menangis.",Kamu sudah gila? rumahnya itu jauh, dan menyebrang sungai. Lagian kemarin Mbah itu, sudah kamu buat kecewa. Jadi mana mungkin dia mau," Pekik Agus."Terus gimana Mas?" "Ntah, lah. Semua ini pasti gara-gara ari-arinya. Kamu keterlaluan, Mana ada bayi harus tanpa ari-ari. Kalau sampai ada apa-apa sama bayi kita, aku nggak segan-segan untuk mendatangi Bu, Atika.""Tapi, Mas? Bu Atika sudah bayar mahal. Dan ini uangnya untuk keperluan bayi kita. Kamu bisa kasih uang segini?" Pekik Dara.Agus terdiam. Memang nyata nya ia tidak mampu kerjanya saja. Cuma sebagai kuli bangunan. Gaji sehari cukup makaan 2 hari saja.Sedangkan Atika masih menghitung jumblah pemasukan uangnya, yang semakin hari bertambah banyak. Segala orderan tempahan baju tiap hari menumpuk, dan bahkan ada, yang memberikanya DP begitu besar."Sepertinya aku akan tambah anggota. Ku nggk menyangka kalau orderan baj
Malam itu Atika merasa tidak tenang, dan sangat khawatir, perasaannya tidak enak seperti ada, sesuatu yang membisikan kalau ia akan mendapat musibah."Ibuk belum tidur?" Mail yang melihat Atika, ibunya mondar-mandirpun segera menghampirinya."Kamu ngapain belum tidur?" Atika balik bertanya."Mail nggak bisa tidur buk! Mail inget bapak!" Jawab Mail."Bisa, nggak nggak usah inget bapakmu? muak ibu denger nya." Pekik Atika.Mail terdiam seketika, mendengar jawaban Atika, ibunya. "Pagi-pagi""Permisi?" Tiba-tiba bunga sudah ada didepan rumah Atika. Ternyata ia tidak lupa untuk menagih janji Atika, soal uang itu."Dasar perempuan mata duitan. Aku kira kau bakal lupa soal uang itu," Lirih Atika. Wajah Atika sangat tidak suka, saat melihat bunga. Istri dari mantan suaminya itu."Nggak usah basa-basi. Mana uangnya?" Tanya Bunga.Ucapan Bunga seketika membuat Atika tertawa, dan terpingkal-pingkal. " Kamu kira aku akan memberimu uang begitu saja!" Pekik Atika. Tanganya meraih dagu Bungga. Dita
"Tolong, jangan hakimi dia." Saya sudah ikhlas. Yang terpenting sudah tau orangnya," Ucap Agus. Ia tampak kasihan kepada Bunga."Kamu ini tolo* sekali. Sudah jelas-jelas dia melakukan, hal yang tidak manusiawi. Kalau cuma anakmu yang jadi korban nggak masalah. Gimana kalau anak kami nanti juga ikut dibuatnya seperti itu!" Pekik warga."Aku nggak salah! Aku dijebak Atika." Pekik Bunga. Dirinya sudah terpental-pental dihujami batu, dan tanah. Bahkan ditendang."Sudah, kubur dia hidup-hidup. Tidak usah dibakar. Karna kalau dibakar nanti kita, yang repot." Ucap mereka serempak."Bunga sudah mengeluarkan darah, dari jalan lahirnya. Sepertinya akibat benturan, dan tendangan, yang warga lakukan. Termasuk ibu-ibunya."Kubur saja." Pekik mereka. Setelah lubang digali, mereka mencampakan Bunga kedalam lubang itu. "Brukhh," Bunga berhasil mereka campakan kedalam lubang itu. Tubuhnya tidak berdaya sama sekali. "Jangan dibakar!" Pekik seseorang, kepada salah satu warga yang menyiram minyak tanah
"Ayok sebaiknya kita bawa Mail," Diwan segera mengeluarkan mobilnya, dari bagasi rumahnya."Mas, maafkan aku ya! aku sudah membuatmu repot." Lirih Atika. Ia duduk disebelah Diwan.Sesampainya di rumah Atika! Ia segera turun, dan menggendong tubuh munggil Mail. Atikapun segera mengemas barang-barang Mail, yang dibutuhkan disana."Sudah kamu siapkan semua?" Tanya Diwan."Sudah Mas, sebaiknya kita pergi sekarang." "Mail mau dibawa kemana?" Tanya Mail. Matanya terbuka saat Diwan, menggendongnya."Kita kerumah sakit besar ya!" Lirih Diwan."Mang! Mail nggak apa-apa kok. Mail cuma mau ditemani ibuk aja." Lirih Mail.Seketika Atika, dan Diwan saling bertatap mendengar penjelasan Mail. "Ibu akan menjagamu nak. Ada Mang, Diwan juga kok." Ucap Atika. Mereka segera membawa Mail.Mail ditidurkan dikursi belakang, sedangkan Atika duduk didepan, disamping Diwan. "Kamu sudah makan?" Tanya Diwan. Setelah sekian puluh menit hening."Sudah! Mas." "Syukurlah. Aku minta maaf ya!" Ucap Diwan. Namun pand
"Mbah! tolong jangan ganggu saya. Saya nggak akan melanggar janji Mbah." Atika berucap sembari menutup matanya."Atika!" Tiba-tiba Diwan sudah berada disampingnya. "Mas!" Atika memeluk Diwan dengan sangat erat. Tubuhnya keringat dingin, dan gemetar."Kamu kenapa?" Diwan terheran."Eh, maaf Mas! aku nggak sengaja. Itu tadi aku lihat ada kecoak." Ucap Atika bohong."Kecoa?" Diwan mengeryitkan keningnya. Baru kali ini, ia melihat Wanita takut dengan kecoak. "Kamu lapar?" Diwan mengalihkan pembicaraan. Ia begitu risih dipeluk Atika. Karna ia memang bukan tipe lelaki yang sembarangan memperlakukan wanita."Aku!" Atika menghentikan kata-katanya. Belum sempat menjawab cacing diperutnya sudah berbunyi. Karna memang dari sore ia belum makan."Tuh, kan! kamu lapar. Kita makan dikantin saja ya!" Diwan menarik lengan Atika.Atika tidak bisa menolak. Karna nyatanya memang ia, sangat nyaman bila tanganya digenggam Diwan."Mas! aku mau tanya." Ucap Atika serius."Tanya apa?" Ucap Diwan sembari men
"Kamu gila? jangan-jangan kamu sekongkol, dengan Atika, dan bukan wanita kemarin pelakunya?" Pekik Agus."Pelakunya emang dia. Maksut aku kalau ada, yang niat beli lagi aku mau Carikan," Ujar Dara."Nggak usah Gila kamu Dek! kamu itu sudah keterlaluan. Anak sendiri dikorbankan." Pekik Agus lagi."Aku bukan mengorbankan anak. Tapi aku cuma mau, yang terbaik untuk anakku. Kalau nggak begitu kamu Nebus dia kemarin di bidan pakai apa? kamu punya uang." Timpal Dara."Terbaik untukmu. Bukan untuk, anak kita.""Sudahlah Mas, aku males debat denganmu. Nggak guna banget.""Sabar ya, nak! besok Bapak akan bawa kamu berobat."Lirih Agus. Ia terus menimang anaknya, yang masih tetap menangis."Pagi-pagi""Anak ibu sudah boleh pulang! panasnya sudah turun. Tolong pola makanya dijaga, dan jangan dulu kecapean," Ucap Dokter, yang menangani Mail."Terimakasih Dok!" Atika segera mengemas pakaian Mail, dan barang-barang yang ia bawa kemarin."Makasih ya Mas! aku sudah merepotkan mu." Lirih Atika. Ia mer
"Rasain dia. Kalau perlu jangan menikah lah, tapi diusir. Aku yakin dia lebih baik pergi daripada menikah, dengan Diwan, karna aku tau dia pasti Orangnya nggak enakan," Ucap Yuni. Ternyata Yuni sekongkol, dengan Wanda. Atika, yang mendengar ucapan Yuni segera menghampiri Yuni kewarung itu. "Siapa bilang aku nggak akan menikah? aku akan menikah, dengan mantan suamimu. Aku dan mantan suamimu saling menyukai," Sahut Atika.Wanda, Yuni, dan yang lain terpelongo saat mendengar ucapan Atika barusan. "Jangan kurang ajar kamu! mending kamu pergi sari sini." Bentak Yuni."Kamu itu sudah ditalak 3 kenapa masih mengurusi hidup kami? mau kami mesum, mau kami kasmaran, nggak ada urusan lagi sama kamu. Kamu itu cuma mantan, yang udah ditalak 3, atau kamu mau aku suruh Diwan menalakmu 10," Ucap Atika datar."Berani sekali kamu." Jemari Yuni mengepal, dan hampir saja melayang kewajah Atika."Ayo, bikin agar aku mudah menuntutmu." Ancam Atika."Sombong! baru kaya sebentar sok," Pekik Atika."Aku waja