"Kamu gila? jangan-jangan kamu sekongkol, dengan Atika, dan bukan wanita kemarin pelakunya?" Pekik Agus."Pelakunya emang dia. Maksut aku kalau ada, yang niat beli lagi aku mau Carikan," Ujar Dara."Nggak usah Gila kamu Dek! kamu itu sudah keterlaluan. Anak sendiri dikorbankan." Pekik Agus lagi."Aku bukan mengorbankan anak. Tapi aku cuma mau, yang terbaik untuk anakku. Kalau nggak begitu kamu Nebus dia kemarin di bidan pakai apa? kamu punya uang." Timpal Dara."Terbaik untukmu. Bukan untuk, anak kita.""Sudahlah Mas, aku males debat denganmu. Nggak guna banget.""Sabar ya, nak! besok Bapak akan bawa kamu berobat."Lirih Agus. Ia terus menimang anaknya, yang masih tetap menangis."Pagi-pagi""Anak ibu sudah boleh pulang! panasnya sudah turun. Tolong pola makanya dijaga, dan jangan dulu kecapean," Ucap Dokter, yang menangani Mail."Terimakasih Dok!" Atika segera mengemas pakaian Mail, dan barang-barang yang ia bawa kemarin."Makasih ya Mas! aku sudah merepotkan mu." Lirih Atika. Ia mer
"Rasain dia. Kalau perlu jangan menikah lah, tapi diusir. Aku yakin dia lebih baik pergi daripada menikah, dengan Diwan, karna aku tau dia pasti Orangnya nggak enakan," Ucap Yuni. Ternyata Yuni sekongkol, dengan Wanda. Atika, yang mendengar ucapan Yuni segera menghampiri Yuni kewarung itu. "Siapa bilang aku nggak akan menikah? aku akan menikah, dengan mantan suamimu. Aku dan mantan suamimu saling menyukai," Sahut Atika.Wanda, Yuni, dan yang lain terpelongo saat mendengar ucapan Atika barusan. "Jangan kurang ajar kamu! mending kamu pergi sari sini." Bentak Yuni."Kamu itu sudah ditalak 3 kenapa masih mengurusi hidup kami? mau kami mesum, mau kami kasmaran, nggak ada urusan lagi sama kamu. Kamu itu cuma mantan, yang udah ditalak 3, atau kamu mau aku suruh Diwan menalakmu 10," Ucap Atika datar."Berani sekali kamu." Jemari Yuni mengepal, dan hampir saja melayang kewajah Atika."Ayo, bikin agar aku mudah menuntutmu." Ancam Atika."Sombong! baru kaya sebentar sok," Pekik Atika."Aku waja
"Mas, aku mohon jangan menikah, dengan Atika. Aku masih sayang sama kamu Mas," Yuni menarik lengan Diwan, dan berlutut dikakinya. "Lepas! aku nggak bisa Yun. Kamu ini kenapa sih? kemaren kamu itu sudah membuat aku kecewa, dengan sikapmu. Sekarang kamu mengemis seperti ini." Jawab Diwan. Ia tidak menatap Yuni sama sekali. "Sudahkah Mas, bairkan dia. Itu penghulunya sudah menunggu kita," Ucap Atika. Ia tampak cantik sekali, menggenakan kebaya putih, hasil jahitan ya sendiri."Aku nggak izinkan Ti! dia suamiku," Pekik Yuni. Matanya menatap tajam kearah Atika. Buliran bening mengalir diwajahnya."Apa hak kamu? kamu itu cuma sampah. Ingat ya. Sekali lagi kamu buat kerusuhan, aku nggak segan-segan mengehempaskanmu dari sini." Lirih Atika datar."Mas, tolong Mas! jangan menikah dengannya. Kita bisa omongkan baik-baik," Ucap Yuni. Belum sempat Diwan membalas ucapan Yuni, tiba-tiba Sandi datang, dengan wajah yang tidak dapat diartikan."Atika, kamu mau menikah?" Sandi menatap penuh, dengan r
3 Hari Kemudian"Kamu harus hati-hati. Karna saat ini ada yang sedang memata-mataimu."Ucap Mbah Rondo. Atika, dan Mbah Rondo sedang berada dikamar rahasia Atika."Siapa Mbah?" Tanya Atika. Ia begitu ingin tau, dan penasaran."Nanti kamu akan tau sendiri. Saya cuma ngingatkan. Jangan sampai kamu mau berhubungan lebih, dengan suamimu itu. Atau kamu akan tau akibatnya. Saya tidak suka denganya, dan saya menyetujui permintaanmu waktu itu, hanya untuk sekedar suka, dan bukan menikah." Jawab Mbah Rondo."Baik, Mbah. Saya tidak akan melanggarnya.""Dan ingat kamar ini hanya untuk, saya. Tidak boleh ada yang masuk selalin kamu. Bisik Mbah Rondo.Setelah Mbah Rondo pergi, Atika segera keluar dari kamar itu. Namun tidak sengaja melihat Diwan yang sedang duduk di sofa ruang tengah Atika.Jantung Atika deg-degan, ia berharap tadi Diwan tidak mendengar obrolanya."Ngapain Mas? kok belum tidur?" Tanya Atika.Diwan hanya diam, ia duduk membelakangi Atika. "Mas! Atika lagi-lagi heran karna tidak ada
Setelah pulang dari kota, Atika merebahkan tubuh, moleknya disofa rumahnya. Sembari menatap langit-langit rumahnya yang sudah selesai sempurna. Ia teringat kepada Dimas. Selama ini ia selalu pandai menyembunyikan rasa sakitnya saat kehilangan Dimas. Namun ia bukan wanita yang terlalu kuat, saat malam hari tiba ia juga sering menangis, dan teringat kepada Dimas. Apalagi saat terahir Dimas menghembuskan nafas terakhirnya dirumah lamanya, dengan cara teragis."Andai saja kamu masih ada nak! kamu sudah bahagia sekarang. Kamu anak baik, dan layak mendapat kasih sayang lebih." Lirih Atika. Tidak terasa buliran beningpun ikut serta menemani kesedihannya.Dari ujung pintu, Diwan menatap kesedihan Atika. Ia sedikit binggung, kenapa Atika pulang-pulang menangis. "Kamu baik-baik saja?" Tanya Diwan."Eh, aku baik-baik saja Mas. Kamu nggak kerja?" Atika mencoba menyapu buliran beningnya."Aku barusan dapet telepon dari kantor. Katanya aku diliburkan 2 hari ini." Ucap Diwan."Ooh, kamu sudah makan?
"Mas. Aku minta maaf ya," Ucap Atika, saat Diwan dan Mail pulang dari Masjid."Untuk apa?" "Untuk yang tadi. Mail kamu tidur y, sudah malam," Ucap Atika."Aku nggak apa-apa kok. Mungkin kamu masih terauma ya," Jawab Diwan. Ia menjatuhkan tubuhnya kesofa.Atika hanya menunduk, sebetulnya buka. Terauma. Melainkan ada sesuatu, yang aneh dan mengerikan saat ia dekat dengan Diwan."Maaf kan aku Mas." Lirih Atika lagi."Aku akan ajari kamu, agar kamu terbiasa. Aku ini laki-laki normal, dan aku ingin memilikimu seutuhnya." Jawab Diwan. Nadanya terlalu datar saat itu."Aku janji Mas. Pelan-pelan akan belajar." Ucap Atika lagi."Oh, ya. Tadi aku lihat Yuni, dan Sandi. Mereka tampak kompak banget, dan kelihatan habis pulang dari sesuatu tempat." Ucap Diwan."Yuni, dan Sandi? bukanya Sandi sudah pergi kekota Mas?" Atika binggung."Ntah, lah! Ada hubungan apa mereka. Mungkin ada hal penting, yang ingin mereka selesaikan."Atika tampak termenung, seperti sedang memikirkan sesuatu. "Ada apa Sandi,
Atika masih tampak terduduk dilantai kamarnya. Wajahnya murung, dan pucat. Suara lntuman mengaji Mail berhasil membuat ia seperti kerasukan iblis."Jah, tolong kamu suruh ibu sarapan." Ucap Diwan. Ia menyuruh Ijah membawakan sarapan kedalam kamar Atika."Baik, Pak." Ijah segera mengiyakan, dan membawakan sarapan kedalam kamar Atika."Apa yang sedang terjadi kepada Atika? aku benar-benar nggak ngerti. Kenapa ia begitu membenci, suara orang mengaji, dan kenapa sampai bisa seperti itu?" Diwan mengusap-ngusap wajahnya, dengan kasar."Tok, tok, tok." Permisi Pak." Ucap Rasti. "Ada apa?" Jawab Diwan datar."Ini ada kiriman untuk Bu Atika." Rasti memberikan sebuah rantangn yang ia dapat dari seseorang, untuk Atika."Dari siapa?" Tanya Diwan heran."Dari Bu, RT. Katanya rendah daging.""Oh. Iya terimakasih ya." Diwan segera membawa rantangan tingkat 3 itu kedapur."Rendang daging." Ucapnya saat ia membuka rantang itu. Ia sedikit heran karna isi daging rendang nya sangat banyak."Bismillahir
"Kamu kalau bicara nggak usah ngasal. Aku nggak pernah seperti itu! Lebih baik kamu pergi, dan jangan lagi kembali." Bentak Atika. Nada suaranya terdengar jelas, ditelinga Rasti, dan karyawan lainya."Baiklah! aku pergi, tapi aku belum puas kalau kamu tidak mendapatkan pembalasan setimpal." Lirih Daut.Tampaknya Daut sudah benar-banar yakin, dengan tuduhanya. "Ternyata Bu, Atika persugihan?" Ketus Rasti. Yang lain tidak begitu mendengarkan perdebatan Atika, dan Daut. Namun Rasti malah menguping jelas."Nggak usah Fitna, kamu. Kamu mau dipecat, akibat fitnah?" Ucap Dewi."Bukan fitnah! tapi aku sendiri mendengar ucapan mantan suami bu, Atika." Ucap Rasti lagi."Mending lanjut kerja, daripada mengurusin hidup orang," Lirih Dewi. Ia tidak begitu menggubris ucapan Rasti barusan.Sementara Diwan masih berdiri terbengong, dibalik pohon. Ia ingin melangkah pulang namun ragu, akhirnya ia memutuskan pergi kemasjid saja."Aku tidak begitu jelas mendengar obrolan mereka. Apa, yang sedang mereka
"Aku kecewa sama Mama!" Pekik Yuni. Airmatanya menetes begitu derasnya."Maafkan Mama Kak. Mama terpaksa melakukan ini, karna nggak da jalan lain. Papamu pergi meninggalkan kita, mama nggak rela hidup tanpa harta Kak." Lirih Dela. Ia ingin sekali meyakinkan Yuni, agar Yuni bisa mengerti kondisinya."Sekarang aku tau, siapa dibalik pembongkaran makam Dini!" Yuni menepis tangan Dela."Maafkan Mama, Mama hanya ingin memperdaya Atika. Kamu tau, kan kalau Papamu itu lebih memilih mereka dibanding kita.""Tapi nggak harus mengorbankan Dini juga Ma!" Pekik Yuni. Ia tidak terima adiknya disakiti oleh siapapun, ia sangat menyayangi Dini adiknya."Mama tau Mama salah. Tapi Maam menyesal." Kalau Atika tidak mencari tumbal untuk Mama, maka Mama, dan kamu yang akan celaka Kak.""Maksut Mama apa sih? Yuni nggak ngerti Ma. Yuni nggak abis fikir dengan jalan pikiran Mama."Dela menunduk. Sejak awal memang ia tidak menyukai Diwan, karna Diwan itu orang yang tidak punya, dan apa adanya. "Mama nggak beg
"Sayang, sadar." Diwan mencoba membuka jemari tangan Atika yang terkepal sangat kuat. "Lepasin! lepasin saya, hahahahaa." Atika malah tertawa terpingkal-pingkal. Dan itu sangat membuat Diwan merinding, seluruh bulukuduknya naik."Siapa kamu? kenapa kamu mengusil istri saya?" Tanya Diwan lagi."Kamu tidak perlu tau siapa saya! hanya istrimulah yang tau siapa saya!" "Astaghfirullah, kamu mau saya, kasih hadiah?" Mulut Diwan mulai membacakan ayat suci Al-Quran, dan tanganya tetap memijit jari-jari Atika yang terkepal."Hahahaha," Seluruh tubuh Atika bergetar hebat, dan mengambang diatas Awang. Diwan sangat merasa panik, karna takut Atika akan terjatuh."Brukkkk," Benar saja Iblis itu menjatuhkan tubuh Atika, tepat dimeja kaca."Katakan siapa kamu? kamu jangan main-main dengan saya!" Bentak Diwan. Dilihatnya kepala Atika sedikit terluka akibat terkena sudut meja."Kasih saya tumbal yang saya mau! baru saya, akan menjawab siapa saya!" Diwan mencerna suara itu, sepertinya ia mengenali sua
"Mas, aku heran deh, siapa yang bawa Mail kesana?" Ucap Atika."Mas, juga heran. Setau kita Mail nggak pernah tau jalan kerumah Daut." Jawab Diwan."Apa sih maksut Daut? ngapain dia ambil Mail?" Ucap Atika kesal."Mungkin bukan dia yang ngambil sayang. Mungkin memang Mail kesana sendiri, atau mungkin dia selama ini tau alamat Daut.""Nggak Mas. Mail nggak akan tau itu, karna memang dia nggak pernah nanyak soal bapaknya!""Lalu apa tujuan kamu sayang? setelah ini?""Biarkan saja dulu Mas. Aku yakin Daut pasti ada maksut sesuatu, dan kita nggak boleh gegabah. "Tok, tok, tok," Suara kentongan mulai berbunyi lagi dari luar. Para warga beramai-ramai membawa obor."Mereka pasti mau cari anak Ijah Mas." "Iya. Mas, tau dari pas ngelayat tadi. Tapi masa iya mereka bilang anak Ijah diculik setan kepala." Ujar Diwan. "Mereka salah faham kayaknya Mas, soalnya mereka nggak liat langsung kok. Hanya dugaan mereka saja.""Mas masih penasaran sayang." "Penasaran apa?""Penasaran sama keberadaan Mb
"Pak kalau boleh tau siapa yang meninggal?" Tanya Atika, saat ia keluar dari rumah pagi itu."Ijah Ti. katanya komplikasi." Ucap lelaki itu."Ijah? Ijah Istrinya Anto?" Tanya Atika kaget."Iya tadi malam, selesai lahiran ninggalnya.""Gimana dengan anaknya pak?" "Anaknya baik-baik saja. Tapi," Lelaki itu menghentikan ucapanya."Tapi kenapa pak?" Atika semakin penasara."Anaknya dicuri sama setan yang hanya kepala Ti!" Ucap Lelaki itu lagi."Setan kepala? maksutnya gimana pak?" "Tadi malam kami ribut-ribut memukul kentongan itu mencari keberadaan anak Ijah, yang dicuri setan kepala, tapi Sampai pagi ini nggak ada titik terangnya."Atika semakin heran, dan sedikit bertanya-tanya. Ia menelan ludahnya dengan sangat susah. "Terimakasih Pak." Atika langsung kembali kerumahnya."Apa ini kerjaan Mbah Rondo? aku memang sudah waktunya memberikan tumbal. Tapi kenapa Mbah Rondo melakukan ini? bukan cuma ari-ari saja yang diambilnya tapi bayinya juga. Keterlaluan Mbah Rondo!" Pekik Atika kesal.
Ijah terus meringkuk kesakitan diperutnya. Keringat dingin sudah mencucuri seluruh tubuhnya, Bayinya juga tidak kunjung keluar. Mbah Karsem, beserta bidan yang dipanggil Atika tampak kebinggungan, dan kawalahan."Sakit Mbah!" Pekik Ijah. Ia sedari tadi terus menjerit kesakitan. Wajar jika sakitnya dua kali lipat dibanding lahiran normal biasanya."Masih sakit sekali ya perutmu?" Tanya Mbah Karsem."Masih Mbah, ini sakit sekali dan aku nggak kuat Mbah." Lirih Ijah."Gimana ini bayinya belum mau keluar juga." Ucap Mbah Karsem. "Ayo di ejankan pelan-pelan ya Mbak. Ini pembukaannya sudah lengkap kok." Ucap bidan itu."Saya nggak bisa Mbak. Ini sakit sekali.""Ayok dikit lagi kepalanya sudah kelihatan kok," Ucap Mbah Karsem. "Semangat Jah. Kamu harus bisa, kasian anakmu, kalau kamu lemah.""Owe, owe, owe," Alhamdulilah, akhirnya lahiran juga. Bayinya sehat, perempuan." Ucap Mbah Karsem. "Bayi Ijah sangat bersih, dan putih, walupun lahir perematur namun bayinya sepertinya kuat."Kepala s
"Jadi kamu pernah mau diperkosa?" Diwan menyusul Atika masuk kedalam kamar mereka.Dikilitnya Atika duduk didepan cermin besar kesayangannya. "Untuk apa kamu nanyak lagi Mas? kamu masih nggak percaya juga?" "Mas, percaya kok. Mas, hanya kasihan denganmu. Sudah ditinggal kawin oleh Daut, eh malah si Anto mau melakukan itu kepada kamu. Seandainya Mas, yang jadi Daut, sudah Mas, hajar itu Anto!"Atika hanya tersenyum kecil, mendengar ucapan Diwan suaminya."Kalau Ijah nggak bekerja lagi, siapa yang akan menggantikan dia Mas?"Tanya Atika. "Sebaiknya nggak usah ada lagi pekerja dirumah ini sayang. Biarkan Mas, saja yang membantu kamu.""Nggak bisa Mas! harus ada. Kamu tau kan, kalau pekerjaan dirumah ini nggak akan ada habisnya." "Terserah kamu. Mas, ngikut apa katamu Saja. Tapi Mas, minta tolong jangan pernah berbuat seperti itu lagi. Kasian Ijah dia jadi seperti itu. Seharusnya kita bertanggung jawab atas apa yang menimpa Ijah sayang.""Aku tau Mas, aku cuma menggertak Anto saja tadi.
"Gimana ini? kalau aku nggak ada biyaya, aku harus terima tawaran Yuni? Ahhhh, konyol sekali. Aku sudah cacat, mana mau Atika denganku walaupun hanya berpura-pura pun mungkin ia sangat jijik denganku." Ucap Daut.Ia segera meraih ponselnya, dan mencari nomor kontak Yuni yang masih tersimpan di hpnya."Ada apa?" Sahut Yuni dari sebrang, benar saja ia belum mengganti nomornya."Aku terima tawarnmu," Ucap Daut. "Kamu yakin? kenapa kamu nggak bilang dari semalam?""Aku sebetulnya nggak yakin kalau Atika mau kembali kepadaku, setelah apa yang aku perbuat Yun.""Gampang! kamu bisa perkarakan soal anakmu saja. Kamu kan masih ada anak, yang bisa kamu peralat." "Tapi, mana mungkin aku mengorbankan anakku." "Bisa saja. Asal kamu mau.""Aku akan coba Yun. Tapi setelah aku sembuh, dan keluar dari sini." Ucap Daut."Kamu harus berhasil merebut istrimu kembali, agar aku bisa mendapatkan suamiku kembali. Aku masih nggak rela mereka hianati." Lirih Yuni."Bukankah kamu sendiri yang bilang?" "Iya
"Mail, kamu kenapa nak?" Tanya Diwan. Matanya tertuju kearah Mail, yang sedang menangis dibelakang pintu dapur."Nggak papa Yah." Jawab Mail pelan. Ia tidak Berani mentap Diwan. "Astaghfirullah, kaki kamu kenapa nak?" Mata Diwan dikejutkan dengan luka lebam, disekujur betis Mail."Aw, sakit Yah," Lirih Mail, saat Diwan menyentuh betisnya."Ini siapa yang melakukanya?" Tanya Diwan serius. Ia memeluk tubuh munggil Mail.Mail terdiam, ia sangat takut untuk menjawabnya. Ia tidak mau ibunya bertengkar dengan Ayahnya karna pengaduannya."Mail jatuh Yah," Jawab Mail. Ia menundukan pandanganya."Bohong! jawab, siapa yang buat ini?" Tanya Diwan lagi. Ia sangat menyayangi Mail, ia tidak rela jika Mail disentuh oleh siapapun, walaupun ibu kandungnya sendiri."Mail nggak bohong Yah." Jawab Mail lagi, namun tiba-tiba airmatanya mengalir."Ibu yang melakukan ini kan? Mail, lihat ayah! Ayah selalu mengajarkan Mail agar tidak berbohong, karna berbohong itu adalah perbuatan dosa. Jadi jawab Ayah, sia
"Bagaimana Pak? apa sudah bisa dilunasi biyaya oprasinya?" Tanya Dokter itu lagi. "Sebentar ya Dok, saya mau hubungi keluarga saya dulu." Jawab Daut. Ia kebinggungan, kepada siapa ia harus meminjam uang. Sedangkan tabunganya juga nggak cukup untuk biyayanya."Nggak ada jalan lain. Aku terpaksa meminjam uang kepada Atika. Mudah-mudahan dia mau meminjamkan aku uang, lagian tanah yang ia gunakan masih tanahku, dan atas namaku juga." Gumamnya.Ia segera mengambil ponselnya, dan mengirimkan sms kepada Atika, berharap ada balasan dan Atika belum mengganti nomornya."Mas Daut?" Mata Atika membulat ketika ia melihat isi pesan, dari Daut."Siapa sayang?" Tanya Diwan. Namun tidak melihat kearah Atika, karna ia fokus menyetir."Bukan siapa-siapa sayang. Ini Rasti mau pinjam uang.""Rasti? pinjam uang lagi? kok aneh ya, dia pinjam uang terus. Kemaren juga dia minjam sama Mas," Ucap Diwan keceplosan."Dia minjam yang sama kamu Mas? kapan? kok aku nggak tau?" "Kemarin itu sekali." Jawab Diwan lag