"Kamu kalau bicara nggak usah ngasal. Aku nggak pernah seperti itu! Lebih baik kamu pergi, dan jangan lagi kembali." Bentak Atika. Nada suaranya terdengar jelas, ditelinga Rasti, dan karyawan lainya."Baiklah! aku pergi, tapi aku belum puas kalau kamu tidak mendapatkan pembalasan setimpal." Lirih Daut.Tampaknya Daut sudah benar-banar yakin, dengan tuduhanya. "Ternyata Bu, Atika persugihan?" Ketus Rasti. Yang lain tidak begitu mendengarkan perdebatan Atika, dan Daut. Namun Rasti malah menguping jelas."Nggak usah Fitna, kamu. Kamu mau dipecat, akibat fitnah?" Ucap Dewi."Bukan fitnah! tapi aku sendiri mendengar ucapan mantan suami bu, Atika." Ucap Rasti lagi."Mending lanjut kerja, daripada mengurusin hidup orang," Lirih Dewi. Ia tidak begitu menggubris ucapan Rasti barusan.Sementara Diwan masih berdiri terbengong, dibalik pohon. Ia ingin melangkah pulang namun ragu, akhirnya ia memutuskan pergi kemasjid saja."Aku tidak begitu jelas mendengar obrolan mereka. Apa, yang sedang mereka
Gulai Ari-Ari Untuk anakku"Ketrin. Kamu harus kuat, jangan tidur." Ucap Istri kepala desa, yang bernama Ningrum."Ketrin, bangun jangan tidur. Kita akan bawa kamu kerumah sakit besar dikota." Lirih ibu-ibu, yang lainya."Saya mau suami saya," Ucap Ketrin lemah. Tubuhnya semakin lemah, dan nafasnya hanya tinggal satu, dua saja.Rama, yang baru saja tiba dirumhanya datang dengan sendiri, dan tanpa Mbah Inem. Permisi ada apa ini?" Tanya Rama heran, Karna dirumahnya sudah ramai orang."Bayimu Ram." Ningrum tidak sampai hati mengatakannya."Kenapa bayi saya? Istri saya kenapa? anak saya sudah keluar kan?" Tanya Rama. Semua terdiam, dan tidak menjawab. Mata Rama tertuju kepada sebuah baskom, yang isinya kepala anaknya. Seketika ia berteriak, sehisteris mungkin."Aaaaaaaaakkkkh, apa ini?" Pekik Rama. Airmatanya buyar seketika. Tubuhnya bergetar hebat, dan darahnya seakan terasa dingin."Maafkan aku Mas," Lirih Dara. Ia terduduk lemah, dan ketakutan disudut pojok kamar Ketrin."Aa, yang kam
Suasana dirumah Ketrin begitu ramai, semua keluarga dari pihak, Ketrin, dan suami berdatangan."Kamu ngapain terlalu sok, kepintaran?" Pekik wanita tua, yang usianya sudah memasuki 50 tahun itu. Norma Ibunya Ketrin yaitu, Budenya Dara juga."Maafkan saya bude. Saya cuma mau ngebantu Ketrin," Dara menjawab dengan pelan. Nada bicaranya sangat jelas kalau ia sedang takut."Kamu sudah menghilangkan 2 nyawa sekali Gus." Pekik Wanita tua itu lagi."Sudahlah. Ini semua diluar dugaan. Kita harus ikhlas apapun, yang terjadi. Mungkin Dara hanya ingin membantu Ketrin, namun ia tidak sengaja melakukan kecerobohan itu "Sambung Ayah Ketrin."Tapi dia harus tetap dihukum," Pekik ibu Ketrin, yang bernama Norma itu."Bude. Maafkan aku. Mas, Rama tolong jangan bawa aku kepenjara." Lirih Dara. Ia menagis sejadi-jadinya."Aku tidak tau Ra! apa aku bisa memaafkanmu. Aku cuma memintamu menjaga Ketrin, dan bukan menyuruhmu memaksa Ketrin lahiran."Tapi tadi Ketrin sudah nggak tahan. Bayinya berhenti diteng
Gulai Ari-Ari Untuk anakku#53Atika tampak terus menatap kearah Diwan. Sudah setengah jam didalam kamar, bukanya tidur Diwan malah tampak gelisah. "Mas, kamu kenapa?" Tanya Atika. Saat melihat Diwan merasa gelisah."Mas, cuma kedinginan." Lirih Diwan. "Ya dipakai selimutnya.""Kan selimut Mas, kamu." "Apaan sih, Mas! Atika salah tingkah, mendengar ucapan Diwan."Ayo, nggak ada waktu lagi. Segeralah lakukan," Bisikan Mbah Rondo mulai terdengar ditelinga Atika.Sepertinya Diwan punya firasat tidak enak, buktinya ia malam ini terlalu mengawasi Atika."Sebentar ya Mas, aku kekamar mandi dulu." Ucap Atika. Ia membawa ponselny kedalam kamar, mandinya."Gimana Bu? apa sudah berangkat?" Tanya Dara setelah menerima panggilan dari Atika, diponselnya."Sepertinya saya nggak bisa malam ini. Kamu mau uang lebih nggak? saya akan kasih kamu 50 juta kalau kamu berhasil mengambil ari-ari itu, dari perut sepupumu itu." Ucap Atika."50 juta? serius buk?" Seru Dara. Ia tampak kesenangan saat mendengar
Gulai Ari-Ari Untuk anakku#54"Akhirnya selesai juga." Lirih Dara. Wajahnya sudah dipenuhi darah, dan tanah. Ari-Ari yang ia harapkan sudah ada didepan matanya."Kata Bu, Atika cara ngambilnya harus menggunakan mulut, dan tidak boleh terkena tangan. Menjijikan sekali! membobolnya saja aku mual, apalagi harus menjumput menggunakan mulutku." Dara mulai membuka lebar perut Ketrin, yang sudah membelek lebar. Semua isi perutnya sudah kelihatan, usus-usus sudah terbuyar keluar, dan putus akibat hantaman cangkul tajam."Howek," Lagi-lagi isi perut Dara keluar banyak saat menatap, dan mencium bau amis, yang begitu menyengat.Dara mulai memungut ari-ari itu menggunakan mulutnya. Sembari menahan mual ia meletakan ari-ari itu kedalam kantongan keresek berwarna merah."Aku haru segera menutup liang ini kembali. Takut ada, yang curiga nanti. Jam juga sudah mulai pagi." Gumamnya. Dara segera meraih cangkul yang ia gunakan tadi, dan menutup kembali makan Ketrin."Untung aku bawa ganti baju." Dara b
Gulai Ari-Ari Untuk anakku#55"Siala*! bu, Atika menjebakku." Pekik Dara. Ia berlari semakin menjauh dari rumah Atika. Kakinya terseret-seret, akibat terkilir."Kalau aku didapatkan warga, aku bisa mati konyol, dan percuma uang ini. Atika memang kurang ajar! Dia sudah mendapatkan yang dia mau, tapi tidak mau menolongku! keterlaluan." Gumamnya. Keluar kamu maling. Keluar!" Pekik Warga. Dara yang. Bersembunyi dibalik pohon kelapa, merasa ketakutan, karna warga sebagian membawa tombak, dan senapan angin."Gila! mereka ternyata ingin menghabisiku beneran. Mereka kira aku hewan buruan kali," Lirih Dara."Jangan-jangan itu pencuri ari-ari!" Pekik Mereka."Iya betul! kan kemarin ada, yang meninggal.""Tapi kan, pembeli ari-ari itu sudah, habis kita masa." Pekik yang lainya."Iya mana tau, kan Masi ada komplotannya. Sebaiknya kita pulang, dan pastikan kalau kuburan semua aman." Ucap salah satu, dari mereka."Ayo! kita pulang semua. Kalau memang benar, kita akan memperketat penjagaan." Merek
"Sebaiknya kita mandikan kembali Jenazahnya." Ucap Ayah Ketrin. Ia menyuruh warga untuk mengangkat Jenazah Ketrin."Ibu nggak terima pak! ibu mau laporkan ini kepolisi." Pekik Norma. Ia terus menangis menumpahkan segala kesedihan, beserta kekesalannya."Sabar Bu. Nanti biar warga yang menangani nya, kita mana ada uang buk lapor polisi. Makan saja susah." Ucap suami Norma."Tapi kasian Ketrin pak! bapak tega melihat anak kita seperti ini?" Pekik Norma lagi. "Bapak nggak tega buk. Cuman kita nggak bisa berbuat apa-apa, selain ikhlas. Nanti biar warga, yang mencari pelakunya buk." Suaminya yang bernama Riko itu terus menengkan Norma, sang istri."Sabar buk. Nanti biar kami, yang menangani kasus ini, sepertinya memang ada yang tidak beres." Ucap salah satu warga."Saya menemukan pakaian ini ditepi sungai," Sahut salah satu warga, yanga baru datang."Astaghfirullah. Ini pakaian siapa? kok banyak darahnya? jangan-jangan ini pakaian sang pelakunya," Ucap mereka serempak."Sepertinya setelah
"Mbah, saya mau yang bernama Daut mantan suami saya itu menderita. Saya nggak rela dia menghancurkan saya." Lirih Atika. Ia sedang berbicara, dengan suara Mbah Rondo didalam kamar rahasianya."Kamu mau dia menderita seperti apa?" Suara Mbah Rondo tiba-tiba menggema diruangan itu."Saya ingin dia gila! saya sangat tidak menyukainya Mbah," Ucap Atika lagi. Perkataanya begitu yakin, saat mengatakan itu. Padahal ia tau Daut adalah ayah dari anaknya sendiri."Itu saja?" "Saya juga ingin yang bernama Yuni itu bangkurut, dan terpuruk." "Kalau itu mudah. Kamu ambil saja tanah kuburan yang masih baru, lalu lemparkan kerumahnya." Mbah Rondo tertawa, hingga membuat Atika sedikit ngeri. "Tanah kuburan?" "Iya, tanah kuburan baru. Usahakan kamu mengambilnya saat malam Jumat keliwon, dan segera melemparkannya. Nanti saya akan kasih mantranya." "Terimakasih Mbah," Atika tersenyum puas, saat Mbah Rondo ingin mengabulkan permintaanya."Darimana?" Tiba-tiba Diwan memergoki Atika, saat Atika keluar
"Aku kecewa sama Mama!" Pekik Yuni. Airmatanya menetes begitu derasnya."Maafkan Mama Kak. Mama terpaksa melakukan ini, karna nggak da jalan lain. Papamu pergi meninggalkan kita, mama nggak rela hidup tanpa harta Kak." Lirih Dela. Ia ingin sekali meyakinkan Yuni, agar Yuni bisa mengerti kondisinya."Sekarang aku tau, siapa dibalik pembongkaran makam Dini!" Yuni menepis tangan Dela."Maafkan Mama, Mama hanya ingin memperdaya Atika. Kamu tau, kan kalau Papamu itu lebih memilih mereka dibanding kita.""Tapi nggak harus mengorbankan Dini juga Ma!" Pekik Yuni. Ia tidak terima adiknya disakiti oleh siapapun, ia sangat menyayangi Dini adiknya."Mama tau Mama salah. Tapi Maam menyesal." Kalau Atika tidak mencari tumbal untuk Mama, maka Mama, dan kamu yang akan celaka Kak.""Maksut Mama apa sih? Yuni nggak ngerti Ma. Yuni nggak abis fikir dengan jalan pikiran Mama."Dela menunduk. Sejak awal memang ia tidak menyukai Diwan, karna Diwan itu orang yang tidak punya, dan apa adanya. "Mama nggak beg
"Sayang, sadar." Diwan mencoba membuka jemari tangan Atika yang terkepal sangat kuat. "Lepasin! lepasin saya, hahahahaa." Atika malah tertawa terpingkal-pingkal. Dan itu sangat membuat Diwan merinding, seluruh bulukuduknya naik."Siapa kamu? kenapa kamu mengusil istri saya?" Tanya Diwan lagi."Kamu tidak perlu tau siapa saya! hanya istrimulah yang tau siapa saya!" "Astaghfirullah, kamu mau saya, kasih hadiah?" Mulut Diwan mulai membacakan ayat suci Al-Quran, dan tanganya tetap memijit jari-jari Atika yang terkepal."Hahahaha," Seluruh tubuh Atika bergetar hebat, dan mengambang diatas Awang. Diwan sangat merasa panik, karna takut Atika akan terjatuh."Brukkkk," Benar saja Iblis itu menjatuhkan tubuh Atika, tepat dimeja kaca."Katakan siapa kamu? kamu jangan main-main dengan saya!" Bentak Diwan. Dilihatnya kepala Atika sedikit terluka akibat terkena sudut meja."Kasih saya tumbal yang saya mau! baru saya, akan menjawab siapa saya!" Diwan mencerna suara itu, sepertinya ia mengenali sua
"Mas, aku heran deh, siapa yang bawa Mail kesana?" Ucap Atika."Mas, juga heran. Setau kita Mail nggak pernah tau jalan kerumah Daut." Jawab Diwan."Apa sih maksut Daut? ngapain dia ambil Mail?" Ucap Atika kesal."Mungkin bukan dia yang ngambil sayang. Mungkin memang Mail kesana sendiri, atau mungkin dia selama ini tau alamat Daut.""Nggak Mas. Mail nggak akan tau itu, karna memang dia nggak pernah nanyak soal bapaknya!""Lalu apa tujuan kamu sayang? setelah ini?""Biarkan saja dulu Mas. Aku yakin Daut pasti ada maksut sesuatu, dan kita nggak boleh gegabah. "Tok, tok, tok," Suara kentongan mulai berbunyi lagi dari luar. Para warga beramai-ramai membawa obor."Mereka pasti mau cari anak Ijah Mas." "Iya. Mas, tau dari pas ngelayat tadi. Tapi masa iya mereka bilang anak Ijah diculik setan kepala." Ujar Diwan. "Mereka salah faham kayaknya Mas, soalnya mereka nggak liat langsung kok. Hanya dugaan mereka saja.""Mas masih penasaran sayang." "Penasaran apa?""Penasaran sama keberadaan Mb
"Pak kalau boleh tau siapa yang meninggal?" Tanya Atika, saat ia keluar dari rumah pagi itu."Ijah Ti. katanya komplikasi." Ucap lelaki itu."Ijah? Ijah Istrinya Anto?" Tanya Atika kaget."Iya tadi malam, selesai lahiran ninggalnya.""Gimana dengan anaknya pak?" "Anaknya baik-baik saja. Tapi," Lelaki itu menghentikan ucapanya."Tapi kenapa pak?" Atika semakin penasara."Anaknya dicuri sama setan yang hanya kepala Ti!" Ucap Lelaki itu lagi."Setan kepala? maksutnya gimana pak?" "Tadi malam kami ribut-ribut memukul kentongan itu mencari keberadaan anak Ijah, yang dicuri setan kepala, tapi Sampai pagi ini nggak ada titik terangnya."Atika semakin heran, dan sedikit bertanya-tanya. Ia menelan ludahnya dengan sangat susah. "Terimakasih Pak." Atika langsung kembali kerumahnya."Apa ini kerjaan Mbah Rondo? aku memang sudah waktunya memberikan tumbal. Tapi kenapa Mbah Rondo melakukan ini? bukan cuma ari-ari saja yang diambilnya tapi bayinya juga. Keterlaluan Mbah Rondo!" Pekik Atika kesal.
Ijah terus meringkuk kesakitan diperutnya. Keringat dingin sudah mencucuri seluruh tubuhnya, Bayinya juga tidak kunjung keluar. Mbah Karsem, beserta bidan yang dipanggil Atika tampak kebinggungan, dan kawalahan."Sakit Mbah!" Pekik Ijah. Ia sedari tadi terus menjerit kesakitan. Wajar jika sakitnya dua kali lipat dibanding lahiran normal biasanya."Masih sakit sekali ya perutmu?" Tanya Mbah Karsem."Masih Mbah, ini sakit sekali dan aku nggak kuat Mbah." Lirih Ijah."Gimana ini bayinya belum mau keluar juga." Ucap Mbah Karsem. "Ayo di ejankan pelan-pelan ya Mbak. Ini pembukaannya sudah lengkap kok." Ucap bidan itu."Saya nggak bisa Mbak. Ini sakit sekali.""Ayok dikit lagi kepalanya sudah kelihatan kok," Ucap Mbah Karsem. "Semangat Jah. Kamu harus bisa, kasian anakmu, kalau kamu lemah.""Owe, owe, owe," Alhamdulilah, akhirnya lahiran juga. Bayinya sehat, perempuan." Ucap Mbah Karsem. "Bayi Ijah sangat bersih, dan putih, walupun lahir perematur namun bayinya sepertinya kuat."Kepala s
"Jadi kamu pernah mau diperkosa?" Diwan menyusul Atika masuk kedalam kamar mereka.Dikilitnya Atika duduk didepan cermin besar kesayangannya. "Untuk apa kamu nanyak lagi Mas? kamu masih nggak percaya juga?" "Mas, percaya kok. Mas, hanya kasihan denganmu. Sudah ditinggal kawin oleh Daut, eh malah si Anto mau melakukan itu kepada kamu. Seandainya Mas, yang jadi Daut, sudah Mas, hajar itu Anto!"Atika hanya tersenyum kecil, mendengar ucapan Diwan suaminya."Kalau Ijah nggak bekerja lagi, siapa yang akan menggantikan dia Mas?"Tanya Atika. "Sebaiknya nggak usah ada lagi pekerja dirumah ini sayang. Biarkan Mas, saja yang membantu kamu.""Nggak bisa Mas! harus ada. Kamu tau kan, kalau pekerjaan dirumah ini nggak akan ada habisnya." "Terserah kamu. Mas, ngikut apa katamu Saja. Tapi Mas, minta tolong jangan pernah berbuat seperti itu lagi. Kasian Ijah dia jadi seperti itu. Seharusnya kita bertanggung jawab atas apa yang menimpa Ijah sayang.""Aku tau Mas, aku cuma menggertak Anto saja tadi.
"Gimana ini? kalau aku nggak ada biyaya, aku harus terima tawaran Yuni? Ahhhh, konyol sekali. Aku sudah cacat, mana mau Atika denganku walaupun hanya berpura-pura pun mungkin ia sangat jijik denganku." Ucap Daut.Ia segera meraih ponselnya, dan mencari nomor kontak Yuni yang masih tersimpan di hpnya."Ada apa?" Sahut Yuni dari sebrang, benar saja ia belum mengganti nomornya."Aku terima tawarnmu," Ucap Daut. "Kamu yakin? kenapa kamu nggak bilang dari semalam?""Aku sebetulnya nggak yakin kalau Atika mau kembali kepadaku, setelah apa yang aku perbuat Yun.""Gampang! kamu bisa perkarakan soal anakmu saja. Kamu kan masih ada anak, yang bisa kamu peralat." "Tapi, mana mungkin aku mengorbankan anakku." "Bisa saja. Asal kamu mau.""Aku akan coba Yun. Tapi setelah aku sembuh, dan keluar dari sini." Ucap Daut."Kamu harus berhasil merebut istrimu kembali, agar aku bisa mendapatkan suamiku kembali. Aku masih nggak rela mereka hianati." Lirih Yuni."Bukankah kamu sendiri yang bilang?" "Iya
"Mail, kamu kenapa nak?" Tanya Diwan. Matanya tertuju kearah Mail, yang sedang menangis dibelakang pintu dapur."Nggak papa Yah." Jawab Mail pelan. Ia tidak Berani mentap Diwan. "Astaghfirullah, kaki kamu kenapa nak?" Mata Diwan dikejutkan dengan luka lebam, disekujur betis Mail."Aw, sakit Yah," Lirih Mail, saat Diwan menyentuh betisnya."Ini siapa yang melakukanya?" Tanya Diwan serius. Ia memeluk tubuh munggil Mail.Mail terdiam, ia sangat takut untuk menjawabnya. Ia tidak mau ibunya bertengkar dengan Ayahnya karna pengaduannya."Mail jatuh Yah," Jawab Mail. Ia menundukan pandanganya."Bohong! jawab, siapa yang buat ini?" Tanya Diwan lagi. Ia sangat menyayangi Mail, ia tidak rela jika Mail disentuh oleh siapapun, walaupun ibu kandungnya sendiri."Mail nggak bohong Yah." Jawab Mail lagi, namun tiba-tiba airmatanya mengalir."Ibu yang melakukan ini kan? Mail, lihat ayah! Ayah selalu mengajarkan Mail agar tidak berbohong, karna berbohong itu adalah perbuatan dosa. Jadi jawab Ayah, sia
"Bagaimana Pak? apa sudah bisa dilunasi biyaya oprasinya?" Tanya Dokter itu lagi. "Sebentar ya Dok, saya mau hubungi keluarga saya dulu." Jawab Daut. Ia kebinggungan, kepada siapa ia harus meminjam uang. Sedangkan tabunganya juga nggak cukup untuk biyayanya."Nggak ada jalan lain. Aku terpaksa meminjam uang kepada Atika. Mudah-mudahan dia mau meminjamkan aku uang, lagian tanah yang ia gunakan masih tanahku, dan atas namaku juga." Gumamnya.Ia segera mengambil ponselnya, dan mengirimkan sms kepada Atika, berharap ada balasan dan Atika belum mengganti nomornya."Mas Daut?" Mata Atika membulat ketika ia melihat isi pesan, dari Daut."Siapa sayang?" Tanya Diwan. Namun tidak melihat kearah Atika, karna ia fokus menyetir."Bukan siapa-siapa sayang. Ini Rasti mau pinjam uang.""Rasti? pinjam uang lagi? kok aneh ya, dia pinjam uang terus. Kemaren juga dia minjam sama Mas," Ucap Diwan keceplosan."Dia minjam yang sama kamu Mas? kapan? kok aku nggak tau?" "Kemarin itu sekali." Jawab Diwan lag