Beranda / Urban / Gue, Adit. Mau Apa Lo? / Target enam bulan

Share

Target enam bulan

Penulis: Liz andrea
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-16 02:41:13

Hari itu Adit terbangun di pagi hari, ia melihat ke arah jam dinding, pukul tujuh pagi, "sial, hari ini ikut papa ke kantor," batin Adit merasa kesal, mau tidak mau Adit harus mengikuti perintah Dimas jika masih ingin menikmati fasilitas milik Ayahnya itu, setidaknya sampai ia sukses di musik dan bisa menghasilkan uang sendiri. Adit merasa, sebentar lagi band Adam akan melejit mengalahkan band-band tenar lainnya, khayalannya sudah setinggi langit, ia bahkan sangat percaya diri akan berhasil.

Adit segera bersiap untuk berangkat ke kantor, ia tidak ingin berlama lama disana, seribu alasan akan ia cari untuk segera pergi dari perusahaan Dimas. Setelah selesai mandi, telepon genggam Adit berbunyi, ia meraih benda pipih yang berada di dekatnya, dan melihat siapa yang menghubunginya, ternyata Dimas.

"Halo," sapa Adit yang masih mengenakan handuknya.

"Adit, sudah siap? Papa tunggu di kantor, ya," ucap Dimas memastikan anaknya datang.

"Ok, Pa." Adit menutup telepon genggamnya.

"Males banget, sumpah." Adit melempar benda pipih itu ke ranjang, ia berjalan ke arah lemari, memilih pakaian untuk di kenakan hari ini ke kantor, tentu saja Adit tidak memiliki pakaian rapih layaknya pebisnis atau pekerja kantoran. Adit memilih kaos hitam, celana jeans dan jaket kulit, seperti akan manggung dengan bandnya.

Sesampainya di kantor, Adit langsung menuju ke ruangan CEO dimana sang Ayah berada. Adit berdiri di depan pintu ruangan itu, ia ragu untuk masuk, ia menghela napasnya. (Tok tok tok) Adit perlahan mengetuk pintu, "masuk," terdengar suara Dimas dari dalam, ia tidak sendiri, sepertinya sedang membicarakan hal penting bersama seorang pria muda.

"Ah, kamu Dit. Perkenalkan, ini Christian, dia salah satu konsultan keuangan di perusahaan ini," ucap Dimas seraya menutup pintu ruangan tersebut.

"Halo, saya Tian," ucap pria muda tampan itu mengulurkan tangannya untuk berjabat.

"Adit," jawab Adit singkat.

"Adit ini anak semata wayang saya, yang segera menggantikan posisi saya sebagai CEO di perusahaan kita," ucap Dimas seraya kembali duduk di kursinya.

"Baik, Pak. Senang berkenalan dengan anda, pak Adit." Tian tersenyum ramah.

"Sama-sama," jawab Adit yang sedikit malas mendengar perkataan Dimas.

"Kalau begitu, saya permisi dulu, Pak. Masih banyak yang harus saya kerjakan." Tian berangsur pergi meninggalkan ruangan.

Adit melihat-lihat ke sekeliling ruangan besar itu, kaca besar yang menembus pemandangan kemacetan kota Jakarta, membuat Adit berpikir, kalau malam pasti bagus viewnya. Adit berjalan mendekati meja Dimas, ia mengambil sebuah bingkai foto yang terpajang, sebuah foto keluarga menghiasi meja CEO. Adit tersenyum tipis saat melihat dirinya masih berusia 10 tahun di foto itu.

"Tian itu orangnya ulet dalam bekerja, kamu nanti akan sering bertemu dia dalam persoalan finansial perusahaan," ucap Dimas seraya merapihkan beberapa dokumen yang berserakan di meja.

Adit terdiam, masih memandangi foto yang ia pegang.

"Rencana papa, beberapa bulan lagi akan pensiun, kamu harus secepatnya belajar mengenal seluk beluk perusahaan ini ya, Dit." Dimas sangat serius dengan ucapannya.

"Tapi, Pa..." belum selesai Adit menjawab.

"Tidak ada tapi-tapi, kamu harus menjadi CEO di perusahaan ini, papa tidak ingin mendengar alasan apapun." Dimas memotong kalimat Adit dengan tegas.

"Aku sudah besar, Pa. Punya kebebasan untuk memilih jalan hidupku sendiri." Adit menaruh bingkai foto yang di pegangnya.

Dimas berdiri dari kursinya, wajahnya berubah penuh kekecewaan terhadap anak semata wayangnya itu, ia melangkah mendekat ke arah Adit, menatapnya sangat tajam. Adit tertunduk melihat sikap Dimas, ia takut Dimas akan menamparnya jika sudah marah.

"Papa cuma ingin, kamu mencoba dulu untuk terjun ke dunia bisnis seperti Papa, ini untuk kebaikan masa depan kamu, Dit." Dimas memegang pundak Adit.

Dimas memang punya rencana menyibukan Adit dengan dunia perkantoran, agar ia perlahan bisa melepaskan kegiatannya dari bermusik. Namun, tidak akan mudah melakukan itu semua, karena Adit punya pendirian yang keras seperti sang Ayah.

"Perusahaan kita sangat besar dan sukses, hampir semua proyek industri bekerja sama dengan perusahaan kita." Dimas memandang ke arah kota.

"Kasih aku waktu untuk mengejar impianku dulu, Pa. Kalau gagal, aku janji akan menuruti permintaan Papa," tegas Adit berusaha meyakinkan Dimas.

"Berapa lama kamu bisa pastikan?" Dimas menatap Adit sangat tajam.

"Satu tahun," jawab Adit.

"Enam bulan cukup, Papa akan memberi kamu kesempatan selama enam bulan, begitu kamu gagal, Papa tidak ingin mendengar alasan lain lagi, kalau kamu masih terus begini, semua fasilitas akan Papa cabut." Dimas berkata seolah mengancam.

Adit tertekan dengan perkataan Dimas, ia benar-benar harus berusaha untuk meraih mimpinya, ia harus membuktikan kepada Dimas bahwa ia akan berhasil di musik. "Enam bulan?" Batin Adit tidak kuasa mempertanyakan waktu yang di ultimatum oleh Dimas, enam bulan adalah waktu yang singkat, band lain saja butuh waktu bertahun-tahun agar bisa sukses, apa yang harus di lakukan dalam waktu enam bulan, batin Adit berkecamuk di buatnya.

"Ok, Pa. Aku akan buktiin ke Papa, enam bulan lagi, aku akan sukses." Adit pergi meninggalkan Dimas di dalam ruangan.

Adit berlari ke arah toilet untuk sekedar menenangkan diri, ia berdiri menghadap kaca, napasnya terengah-engah menahan kekesalan. Adit menyalakan keran air dan membasuh wajahnya, sangat sulit untuk Adit menahan amarahnya. "Sial," batin Adit teriak, ia mengusap wajahnya yang basah. Seseorang keluar dari bilik toilet, ternyata Tian sedang berada disana. Tian mencuci kedua tangannya dan mengambil tisyu yang berada di dekat Adit.

"Sorry," ucap Tian seraya menggapai kotak tisyu itu 

Adit memundurkan tubuhnya agar pria muda itu bisa meraih kotak tersebut.

"Loh, Pak Adit." Tian menyadari orang yang bersamanya.

"Adit aja, gue masih muda," jawab Adit seraya merapihkan rambutnya 

"He he, sorry, saya sudah dua tahun bekerja disini, tapi baru lihat anaknya Pak Dimas," kekeh Tian yang terlihat ingin mengenal Adit lebih jauh.

"Gue juga gak tahu sebenarnya gue ini anak siapa? Lo punya Bapak?" Tanya Adit seraya membuang tisyu ke tempat sampah.

"He he he, bisa aja mas Adit, saya? Punya sih, tapi Papa saya gak kenal saya dari kecil," wajah Tian mendadak berubah jadi murung.

"Masih mending, gue punya bokap, tapi kayak gak punya dari kecil, gimana tuh? Mau tukeran nasib gak? He he he," Kekeh Adit.

"Waduh mas, tapi apapun yang terjadi, semoga mas Adit dan Pak Dimas, bisa mengatasi permasalahannya, ya. Saya doakan," Tian tersenyum dan melangkah keluar toilet.

Adit terdiam mendengar doa pria muda baik hati itu, harapannya juga sama, ingin semuanya baik-baik saja. Namun, banyak sekali perbedaan pendapat di antara mereka, seandainya keduanya bisa saling mengalah, atau saling mengerti, semua pasti akan sejalan.

___to be continue

Bab terkait

  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Adit Dan Krisna

    Sore itu Adit sedang asik menikmati kopi hangat. Lagu dari Pearl Jam yang berjudul "Last Kiss" terdengar kencang diputar dari laptopnya. Sambil duduk di balkon apartment mewah milik ayahnya, Ia memandang ke langit sore yang agak mendung, namun matahari belum mau menghilang dari balik awan kelabu itu. Adit menengok ke arah jam dinding, dilihatnya waktu sudah menunjukkan pukul 16.35 sore. (Suaramusik) "Oh where oh where can my baby be ... the Lord took her away from me" Adit meneguk kopi hangatnya, "ah, mantap," gumam Adit sambil terpejam sesaat menikmati aliran pahitnya kopi melalui tenggorokannya. Tidak lama kemudian, terdengar suara gawai berdering. Sudut mata lelaki itu melirik ke arah benda pipih yang berada di sebelah cangkir kopinya, lalu ia meraihnya dan melihat sebuah nama tertera pada layar, Krisna "Halo," sapa Adit. "Dit, di mana, Lo?" tanya Krisna dengan nada mendesak. "Di ap

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-07
  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Adit And The Band

    ADAM, adalah nama group band yang baru mereka bentuk, tapi talenta para personilnya sangat solid. ADAM dikenal orang berisi para pria penggoda kaum hawa. Mereka selalu tebar pesona saat beraksi di atas panggung. Personil ADAM terdiri dari Adit sebagai vokalis. Suaranya berat dan boleh disandingkan dengan penyanyi legendaris seperti Kurt Cobain atau Sting! Setiap manggung, semua penonton terbius oleh suaranya. Krisna tentu saja menjadi gitaris band. Kemahiran jemarinya memetik senar, memang luar biasa. Bayu, dia adalah drumer. Mempelajari keahliannya dengan otodidak, namanya cukup berkibar dan diperebutkan oleh band-band lain. Andra dan Danu, Keyboardis dan bassis, keduanya juga bukan asal bisa bermain, tapi sungguh mempunyai bakat dalam memainkan masing-masing alat musiknya. Kelima personil ADAM, orang-orang mengatakan mereka semua good looking, sangat mempesona ketika mentas. Namun, yang paling ganteng di antara personil lainnya adalah

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-07
  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Tergoda Wanita Lain

    "Dit, kalau udah gak betah ngeband sama kita, bilang aja. Gak usah kaya ngerendahin kita juga, kali," tegur Danu dengan nada gusar kepada Adit."Yang bilang udah gak betah siapa?Gue bilang kalau vocalisnya bukan gue, belum tentu keren. Kenyataannya gitu kok," sergah Adit sambil mengganti kaosnya yang basah oleh keringat."Udah ... udah, kita ditungguin pak Hendra dari label nih, yuk kita ke sana." Krisna mencairkan suasana yang agak panas.Mereka bergegas menemui Hendra yang datang memenuhi undangan Krisna. Dia membawa rekan kerjanya, seorang produser ternama, Guntur.Personil ADAM menyapa tamu undangan mereka sebelum ikut duduk bergabung di meja Hendra.."Halo, Pak. Terima kasih sudah menyempatkan diri datang ke sini." Krisna tersenyum ramah dan hormat.."Ah ya, terima kasih juga sudah berkenan mengundang. Oya, kenalkan ... ini Pak Guntur, yang akan menjadi produser ADAM kalau kerjasama kita bisa terj

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-09
  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Playboy Cap Banteng!

    Lelaki tampan itu dengan percaya diri meninggalkan teman-teman dan tamunya, kembali menghampiri gadis cantik yang menggoda hatinya. Jelas terlihat bahwa ia tidak ingin kehilangan kesempatan dari Tiara. "Sorry lama. Biasalah anak-anak itu gak bisa diandalkan kalau urusan meeting, gue harus terus turun tangan," ujar Adit dengan nada sombong. "gak apa-apa, Dit ...," jawab Tiara sambil tersenyum. Adit memesan kopi gula aren dan snack french fries setelah bertanya kepada Tiara untuk menambah pesanan, tapi gadis itu menolaknya. Tidak lama kemudian, waiter mengantarkan kopi gula aren dan kentang goreng pesanannya. Sambil menikmati minuman dan makanan ringan, mereka lanjut mengobrol dengan santai. "Daily life kamu ngapain aja, Dit?" tanya Tiara sungguh-sungguh ingin tahu. "Gue? Hm ... main musik, latihan, bikin lagu ... gak jauh dari musik sih," jawab Adit terlihat menerawang. "Seriously? Total banget kamu di mu

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-10
  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Awal Pertemuan

    (9 tahun yang lalu) (Kriiing) Suara dering bel begitu nyaring terdengar ke seluruh sudut sekolah. Ditimpali suara kaki berlarian dari pintu masuk sekolah menuju kelas masing-masing. Adit sedang berjalan dengan santai dan tiba-tiba, Reina menabraknya tanpa sengaja dari belakang. Bruk! Reina terjatuh, beberapa buku yang ia pegang berhamburan jatuh ke lantai. "Gimana sih? Kalo jalan yang bener dong!" Adit menahan kekesalan karna gadis itu membuatnya terkejut. "Orang gue lari, lo ngalangin jalan!" Reina emosi sambil membereskan buku-bukunya yang terjatuh tanpa mempedulikan lelaki itu, ia masuk ke dalam kelas dan duduk di mejanya. Adit bingung, "kenapa perempuan itu yang lebih galak secara dia yang nabrak gue," batin Adit seraya ikut masuk ke dalam kelas lalu duduk tepat di belakang Reina. Suasana kelas tidak jauh dari kebiasaan murid-murid pada umumnya. Ricuh dengan suara riuh rendah. Saling melempar kertas sementara ada yang t

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-13
  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Hasrat Membara

    Adit merasa tertekan mendengar kalimat ayahnya. Memang sampai detik ini, ia masih menikmati uang dan segala fasilitas dari lelaki itu, termasuk apartmen yang ditempatinya saat ini. Namun, sebagai anak, ia tidak menyangka jika Dimas akan berlaku kasar, sampai melayangkan tamparan untuk menyakitinya. Pemuda itu meyakini bahwa ancaman orang tuanya untuk menghentikan seluruh fasilitas hidup padanya, hanya sebuah gertakan semata. Karena tidak ada orang tua yang tega menelantarkan anaknya demgan alasan apapun. Saat terbangun pagi harinya dengan semua masalah yang bergelayut di pundak pemuda itu, setelah melewati tidur dalam kegelisahan, tangannya terulur meraih laptop. Ia membuka email dan mendapat beberapa pesan baru. Salah satu pesan yang menarik perhatiannya adalah pesan yang dikirim oleh label. "Wah, kontrak rekaman!" Adit cukup terhibur melihat pesan itu. Dibacanya dengan teliti satu per satu pasal-pasal perjanjian antara band dengan label tersebut, tida

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-19
  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Intuisi

    Melihat tubuh molek yang terbuka dan terpampang di hadapannya, membuat lelaki itu tidak berkedip. Ia menengadah menatap wajah cantik Alika dengan napas memburu dan penuh nafsu. Tangan wanita itu membelai lembut kepala kekasihnya, membawanya perlahan agar bersandar pada bantalan atas sofa. Adit mendongak ke atas, mengarah langit-langit apartemen yang senantiasa menjadi saksi kisah kemesraan mereka selama tiga tahun ini. Jemari lentik itu bermain-main dengan kelembutan yang memabukkan. Perlahan-lahan, ujung jari menelusuri setiap inci kulit dari dahi, hidung, bibir, dagu lalu merambah area leher lelaki itu sebelum melumat bibir kekasihnya dengan lembut tapi penuh tekanan. Keduanya sudah tidak bisa menahan diri untuk berlanjut, rasa menginginkan lebih dan lebih membuai perasaan mereka. Wanita itu mengambil inisiatif untuk memulai.Sambil tetap memagut bibir, tangannya sibuk membuka pakaian bagian bawah kekasihnya, ia mengelusnya sa

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-21
  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Satu Pelukan

    Dalam suasana kehangatan dari dekorasi ruangan, membuat perasaan lelaki itu gelisah. Pikirannya menerawang ke masa lalu ....Hari itu jam sekolah sudah selesai, Adit tidak langsung pulang, 'untuk apa pulang cepat?' pikir adit, di rumah pun sepi seperti kuburan karna orang tuanya sangat sibuk bekerja. Ia mampir ke kantin tapi hanya satu warung saja yang buka. Lelaki itu memesan es teh manis, menyendiri sambil membaca novel kesukaannya. "Pak, es jeruk satu, ya." Reina tiba-tiba muncul di warung tersebut. Adit menoleh ke arah Reina. 'Aduh, dia lagi' batinnya. Ia berharap Reina tak melihatnya di sana, tapi itu tidak mungkin. "Loh, Dit, kamu gak pulang?" Akhirnya Reina sadar juga, ada Adit di sana. "Belum," jawab Adit singkat, tanpa menoleh. Berharap Reina malas dan langsung pergi dari sana. Tapi Reina malah ikut duduk dengannya. "Eh Dit, kamu tahu gak, ternyata manusia itu setiap harinya cuma membutuhkan satu pelukan bua

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-22

Bab terbaru

  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Target enam bulan

    Hari itu Adit terbangun di pagi hari, ia melihat ke arah jam dinding, pukul tujuh pagi, "sial, hari ini ikut papa ke kantor," batin Adit merasa kesal, mau tidak mau Adit harus mengikuti perintah Dimas jika masih ingin menikmati fasilitas milik Ayahnya itu, setidaknya sampai ia sukses di musik dan bisa menghasilkan uang sendiri. Adit merasa, sebentar lagi band Adam akan melejit mengalahkan band-band tenar lainnya, khayalannya sudah setinggi langit, ia bahkan sangat percaya diri akan berhasil. Adit segera bersiap untuk berangkat ke kantor, ia tidak ingin berlama lama disana, seribu alasan akan ia cari untuk segera pergi dari perusahaan Dimas. Setelah selesai mandi, telepon genggam Adit berbunyi, ia meraih benda pipih yang berada di dekatnya, dan melihat siapa yang menghubunginya, ternyata Dimas. "Halo," sapa Adit yang masih mengenakan handuknya. "Adit, sudah siap? Papa tunggu di kantor, ya," ucap Dimas memastikan anaknya datang. "Ok, Pa." Adit menutup t

  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Jadian!

    Bel sekolah berbunyi, kegiatan belajar mengajar sudah usai. Seperti biasa, Adit dan Krisna mampir dulu ke studio band sekolah untuk bermain musik, mempunyai hobby yang sama membuat Krisna dan Adit cocok berteman."Sebentar lagi ada festival besar untuk tingkat pelajar antar sekolah, Dit. Mau ikutan gak?" Krisna terlihat antusias seraya memegang gitarnya."Ayo, siapa takut? Cari pemain yang lainnya gih, gue males nyariin," jawab Adit yang tingkat kepercayaan dirinya tinggi sekali saat berhubungan dengan musik."Gue suka gaya lo. Ok, gue cari, ya. Lo tinggal nyanyi aja pokoknya," ujar Krisna semangat.(Jreng jreng) Krisna memainkan intro lagu Nirvana yang berjudul Come As You Are, dengan fasih Adit langsung bersenandung menyanyikan lagu itu. "Come as you are, as you were. As I want you to be. As a friend, as a friend. As an old enemy," suara Adit begitu syahdu terdengar, sangat bagus, suara berat yang jantan membuat Ia terlihat memukau. Seketika perasaannya

  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Tekanan Batin

    Di halaman belakang rumah, Reina dan Widya menghindari konflik antara Dimas dan Adit. Sesungguhnya Widya ingin semua baik baik saja. Namun, ia sendiri tidak berdaya karena takut penyakit jantungnya kambuh. Sementara, Reina merasa iba kepada Adit, ternyata sifat keras sang Ayah masih sama seperti dulu. Melihat mantan kekasihnya yang menunduk malu, ia tidak tahan. Ingin rasanya memeluk lelaki itu untuk menenangkan diri bahwa ia tidak perlu merasa malu atau tidak enak hati. Hanya saja itu tidak mungkin dilakukannya. "Sekali lagi Tante minta maaf ya, Rei," ucap Widya tidak enak hati. "Gak apa-apa, Tan, kan aku juga dari dulu sering lihat pertengkaran mereka," jawab Reina seraya memegang tangan Widya. "Iya, kamu anak baik, selalu mengerti kondisi Adit." Widya tersenyum penuh rasa syukur bisa mengenal Reina. Sementara di ruang tamu, Adit dan Dimas masih saling membisu, Dimas terlihat sangat kesal dengan anak semata wayangnya itu dan Adit, masi

  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Hampir Saja!

    Adit mendatangi rumah orang tuanya, berharap mereka tidak ada di sana, sebenarnya ia merasa malas bertemu Dimas karena pasti mendesaknya untuk mengikuti keinginannya. Namun, di sisi lain, ia harus menyampaikan pesan bahwa Reina akan datang bertamu.Ia terdiam sejenak di depan pintu rumah. 'semoga papa gak ada' batin Adit. Ia membuka pintu dan melangkah masuk, melihat ke arah ruang tamu yang sepi, hatinya mulai tenang karena sepertinya hanya ada mbak Sum disana."Loh, kok kamu datang gak kasih kabar, Nak?" Widya menuruni tangga dan terkejut melihat putranya telah berada di ruang keluarga."Ya, Ma. Hm, Reina mau ke sini," jawab Adit sambil melirik-lirik ke sekitar ruangan mencari Dimas."Reina? Aduh ... sudah lama sekali mama gak dengar kabar anak itu, jam berapa Reina mau datang?" Widya terlihat antusias sambil menepuk bahu Adit."Sore kayaknya, Ma." Adit melangkah ke halaman belakang dan duduk di bangku kayu, tempat biasa ia dan W

  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Terjebak Nostalgia

    Adit dan Reina sudah berada di sebuah restoran di dalam mall, mereka terlihat sangat senang dengan pertemuan itu. Bagaimana tidak, empat tahun lamanya tidak saling tahu kabar masing masing, akhirnya bisa terwujud hari ini karena Reina memutuskan untuk stay di Jakarta setelah menyelesaikan tesisnya."So, gimana kabar kamu, Dit? Wow... long time no see, ya." Reina tersenyum lebar, keceriaan menyelimuti wajahnya."Aku baik-baik aja ... gini-gini ajalah, kamu tuh yang apa kabar? Kok tahu-tahu udah sampai aja di Jakarta." Adit tersipu malu menahan rasa rindunya."Ha ha ha ... kaget ya aku datang? Surprise! Gak banyak yang tahu aku balik ke Indo kok, cuma orang tuaku dan kamu." Reina tertawa.Reina memang suka dengan kejutan-kejutan yang ia buat untuk Adit, pernah suatu hari, sewaktu Adit dan Reina masih menjalin hubungan jarak jauh, Adit merasakan rindu yang hebat di enam bulan setelah Reina pergi keluar negeri, Adit meminta Reina untuk pulang ke I

  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   First Kiss

    Teringat saat itu di hari minggu, masa rehat dari kegiatan belajar, seorang lelaki muda memetik gitar dengan santai di ruang tamu keluarga. Tiba-tiba keasikannya terganggu, ia mendengar suara gaduh dari pembicaraan kedua orang tuanya di dalam kamar.Tidak lama kemudian, ia melihat sang ayah, Dimas keluar dari kamarnya membanting pintu dengan keras. Wajah lelaki itu tampak merah dan berlalu dengan geram."Ada apa sih, Pa?" Adit terkejut mendengar bunyi pintu terbanting keras, lalu ia meletakkan gitar yang dipegangnya di atas meja.Dimas melewati putranya yang sedang berdiri menatap dirinya, ia berjalan ke arah luar dan meninggalkan rumah tanpa berkata apa-apa. Pemuda itu merasa khawatir pada ibunya. Ia melangkah ke arah kamar Dimas, mengetuknya dengan perlahan sambil memanggil, "Ma ....?" Adit ingin memastikan keadaan ibunya.Samar-samar ia mendengar suara isak tangis dari balik pintu kamar. Adit membuka pintu itu dan melongokkan kepalanya ke dalam ruangan

  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Rindu Berat

    Adit dibangunkan oleh suara alarm dari telepon genggamnya. Ia terbangun masih merasakan kantuknya dan menguap lebar-lebar, tangannya meraih telepon genggam untuk mematikan dering alarm yang melengking dan sangat mengganggu. Waktu menunjukkan pukul delapan pagi. Lelaki itu bangkit dari kasurnya dan bergegas memasuki kamar mandi. Suasana hatinya sangat cerah, mengingat pertemuannya dengan Reina akan berjalan sukses karena satu-satunya penghalang yaitu Alika, kekasihnya itu sedang berlibur ke Jepang. 'Gue bebas!' Adit terlonjak girang. Sepanjang pagi itu ia bersiul terus mengikuti irama lagu dari goo goo dools, sambil menikmati kopi hangat, bersantai di balkon apartemen yang dirancang senyaman mungkin untuk bersantai. Tangannya memutar-mutar benda pipih berwarna hitam sambil berpikir. 'Reina udah bangun belum ya?' Ia memandangi langit pagi yang birunya masih malu-malu, lalu melirik telepon genggam di tangannya dengan ragu-ragu. Ingin s

  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Satu Pelukan

    Dalam suasana kehangatan dari dekorasi ruangan, membuat perasaan lelaki itu gelisah. Pikirannya menerawang ke masa lalu ....Hari itu jam sekolah sudah selesai, Adit tidak langsung pulang, 'untuk apa pulang cepat?' pikir adit, di rumah pun sepi seperti kuburan karna orang tuanya sangat sibuk bekerja. Ia mampir ke kantin tapi hanya satu warung saja yang buka. Lelaki itu memesan es teh manis, menyendiri sambil membaca novel kesukaannya. "Pak, es jeruk satu, ya." Reina tiba-tiba muncul di warung tersebut. Adit menoleh ke arah Reina. 'Aduh, dia lagi' batinnya. Ia berharap Reina tak melihatnya di sana, tapi itu tidak mungkin. "Loh, Dit, kamu gak pulang?" Akhirnya Reina sadar juga, ada Adit di sana. "Belum," jawab Adit singkat, tanpa menoleh. Berharap Reina malas dan langsung pergi dari sana. Tapi Reina malah ikut duduk dengannya. "Eh Dit, kamu tahu gak, ternyata manusia itu setiap harinya cuma membutuhkan satu pelukan bua

  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Intuisi

    Melihat tubuh molek yang terbuka dan terpampang di hadapannya, membuat lelaki itu tidak berkedip. Ia menengadah menatap wajah cantik Alika dengan napas memburu dan penuh nafsu. Tangan wanita itu membelai lembut kepala kekasihnya, membawanya perlahan agar bersandar pada bantalan atas sofa. Adit mendongak ke atas, mengarah langit-langit apartemen yang senantiasa menjadi saksi kisah kemesraan mereka selama tiga tahun ini. Jemari lentik itu bermain-main dengan kelembutan yang memabukkan. Perlahan-lahan, ujung jari menelusuri setiap inci kulit dari dahi, hidung, bibir, dagu lalu merambah area leher lelaki itu sebelum melumat bibir kekasihnya dengan lembut tapi penuh tekanan. Keduanya sudah tidak bisa menahan diri untuk berlanjut, rasa menginginkan lebih dan lebih membuai perasaan mereka. Wanita itu mengambil inisiatif untuk memulai.Sambil tetap memagut bibir, tangannya sibuk membuka pakaian bagian bawah kekasihnya, ia mengelusnya sa

DMCA.com Protection Status