Share

Awal Pertemuan

Author: Liz andrea
last update Last Updated: 2021-06-13 08:32:48

(9 tahun yang lalu)

(Kriiing)

Suara dering bel begitu nyaring terdengar ke seluruh sudut sekolah. Ditimpali suara kaki berlarian dari pintu masuk sekolah menuju kelas masing-masing.

Adit sedang berjalan dengan santai dan tiba-tiba, Reina menabraknya tanpa sengaja dari belakang. Bruk! Reina terjatuh, beberapa buku yang ia pegang berhamburan jatuh ke lantai.

"Gimana sih? Kalo jalan yang bener dong!" Adit menahan kekesalan karna gadis itu membuatnya terkejut.

"Orang gue lari, lo ngalangin jalan!" Reina emosi sambil membereskan buku-bukunya yang terjatuh tanpa mempedulikan lelaki itu, ia masuk ke dalam kelas dan duduk di mejanya.

Adit bingung, "kenapa perempuan itu yang lebih galak secara dia yang nabrak gue," batin Adit seraya ikut masuk ke dalam kelas lalu duduk tepat di belakang Reina.

Suasana kelas tidak jauh dari kebiasaan murid-murid pada umumnya. Ricuh dengan suara riuh rendah. Saling melempar kertas sementara ada yang tertidur, itu pemandangan yang biasa. Bahkan menjadi ajang saling melempar gosip seru untuk para siswi sampai terjadi keributan dan perpecahan juga adalah biasa. 

Adit sebagai murid pindahan dari sekolah lain, di kelas dua, belum mempunyai teman.

Bahkan di kelas tersebut, belum ada satu orang pun yang menyapanya sampai seorang siswa berperawakan tinggi dan ramping menyapanya, "Hai, Kenalin, gue Krisna." 

"Gue Adit." Adit menjabat tangan Krisna.

"Lo pindahan dari mana?" Krisna meletakkan tas sekolah di kolong meja lalu duduk di sebelah Adit.

"SMA 70," jawab Adit sambil mengeluarkan buku tulisnya dari dalam tas.

"Ooh ...." Krisna kebingungan karena Adit hanya menjawab singkat tanpa ekspresi.

Keriuhan seketika berhenti saat seorang pengajar memasuki kelas dan sebelum memulai pelajaran, Guru itu mengumumkan sesuatu.

"Mohon perhatian semua ... hari ini kita mempunyai teman baru, Aditya wicaksono. Murid pindahan dari SMA 70, silakan Adit maju ke depan, perkenalkan dirimu." Bu guru memberi isyarat agar Adit segera ke depan. 

Adit berdiri, lalu menyeret langkah ke depan, dengan berat, ia merasa malas melakukan basa-basi seperti itu.

"Hai, saya Adit. Salam kenal." Adit melempar senyum tipis, membuat beberapa murid perempuan terpana melihatnya.

"Hai Adit ...," jawab siswa siswa itu serentak.

"Adit, semoga kamu betah ya di sekolah ini, belajar yang rajin. Silakan kembali ke tempat duduk kamu," kata pengajar, seorang wanita bernama Widya.

Adit kembali ke tempat duduknya, ia melirik Reina yang menabrak punggungnya tadi saat melewati bangkunya. Mata mereka beradu, sorot mata Reina datar. 

Deg! 

Adit merasakan sesuatu berdesir di hatinya saat menatap Reina sekilas tadi. Ia duduk kembali di mejanya sambil berpikir, "Apa ini? Ada apa dengan hati gue? Kok rasanya aneh begini sih."

Pelajaran kimia di mulai, setelah menjelaskan satu bab dari mata pelajaran, Widya mengajak siswa-siswinya untuk lanjut ke labolatorium.

"Sekarang kita akan praktek di lab. Tapi praktek kali ini, satu kelompoknya terdiri dari dua orang. Khusus untuk murid baru, Adit, ibu pilihkan teman yaitu Reina." 

Sejujurnya, Adit tidak peduli akan dipilihkan teman yang mana, semuanya sama, belum ia kenal. Tapi saat gadis itu menghardiknya, saat itulah ia merasa senang karena telah dipilihkan gadis judes yang membuatnya berdesir sekaligus menjadi tahu namanya, Reina.

"Awas lo gak pinter." Reina menoleh ke arah Adit. Lelaki itu bergeming. Seakan tidak mendengar hardikkan Reina.

Setelah bu Widya selesai membagi nomor meja lab. Mereka bergegas menuju lab, lalu menempati meja lab masing-masing.

"Nih pake, biar gak kebakar tangan lo." Reina memberikan Adit sepasang sarung tangan khusus.

"Thanks," jawab Adit sambil memakai kedua sarung tangannya, kiri-kanan.

Saat mengerjakan pelajaran praktikum tersebut, Adit memberanikan diri untuk memulai percakapan dengan Reina.

"By the way, gue belum denger lo minta maaf loh." Adit mengambil penjepit tabung reaksi yang berada di depannya.

"Maaf? Memangnya gue salah apa?" Reina kebingungan, tidak mengerti maksudnya.

"Lo nabrak gue kan tadi pagi," jawab Adit.

"Kan gue bilang, lo yang halangin jalan gue," sahut Reina.

"Jadi, orang gak boleh menghalangi jalan lo, gitu?" Adit mengerutkan dahinya hingga alis tebalnya hampir menyatu.

"Iya," jawab Reina singkat.

"Aneh banget ni cewek," kata Adit dalam hatinya.

 

Bel istirahat berbunyi. Siswa-siswi berhamburan keluar dari ruangan labolatorium. Merasa lega karena bisa terlepas dari beban belajar.

 

"Ayo." Reina menggandeng tangan Adit dan mengajaknya berjalan bersama.

"Kemana?" tanya Adit kebingungan.

"Kantinlah, gue gak akan minta maaf, tapi gue akan traktir lo makan siang," jawab Reina.

Adit tidak bisa berkata apa-apa lagi dengan sikap Reina yang menurutnya aneh tapi unik. Sesampainya di kantin, Reina memesan mie ayam yang paling enak di area sekolah itu.

"Pak, mie ayam dua, ya," pinta Reina.

"Baik neng," jawab Rusdy, penjualnya, yang segera sibuk melayani pesanan mereka. 

Adit dan Reina memilih tempat duduk berhadapan. Keduanya terdiam seraya saling memandang.

"Ini pesanannya neng ... silakan ...." Rusdy menyajikan dua mangkuk mie ayam di hadapan mereka.

 

Reina mencoba menerka sikap Adit yang dingin dan irit bicara sambil memakan mie ayam dengan lahap. Mereka masih saling berdiam diri, fokus dengan makanannya sendiri-sendiri.

Setelah menghabiskan makanannya, Adit berdiri lalu mengambil dompet dan menarik lembaran sepuluh ribu sebanyak tiga lembar. Ia meletakkan uang tersebut di atas meja. "Gue bisa bayar sendiri," ujarnya sambil berlalu, meninggalkan Reina sendirian di sana.

Reina terperangah dengan sikap Adit, ia menatap punggung lelaki itu sampai menghilang dari pandangan. "Gila kali ya tuh orang, gak beradab banget sih," gumam Reina kesal.

(Kembali ke masa kini)

Adit tidak akan lupa dengan awal pertemuan mereka. Sontak saat ia melihat layar telepon genggamnya terbaca sebuah pesan dari seseorang berinisial R, lelaki itupun menautkan ingatannya akan sosok Reina.

"Reina?!" Adit tercengang karena gadis itu sudah bertahun-tahun menghilang tanpa kabar. Dia kuliah di luar negeri dan kemungkinan tidak akan kembali ke tanah air.

Namun, malam itu Reina berada di kafe, melihatnya pentas di atas panggung. Adit menyesali, kenapa ia tidak melihat gadis itu.

(Ting Tong)

Adit terkejut mendengar suara bel pintu saat suasana sedang hening. Ia merasa tidak mengundang siapapun dini hari.

Adit melangkah ke arah pintu dan membukanya. Di sana, sedang berdiri kedua orang tuanya, tersenyum kepada Adit meski wajah keduanya tampak lelah.

"Papa, Mama ... kok gak bilang-bilang mau datang?" tanya Adit heran, orang tuanya berkunjung menjelang subuh.

"Gimana kabar mu, Nak?" tanya Dimas wicaksono, ayahnya.

"Lumayan ... ada apa Papa dan Mama subuh-subuh ke sini?" Adit menutup pintu sebelum ikut duduk di sofa bersama Dimas.

"Memangnya, papa dan mama tidak boleh menjenguk anaknya?"  Wanita setengah baya itu meletakkan mantel dan tasnya di meja sudut, lalu beranjak ke dapur mini untuk membuat  teh hangat.

"Di jam segini? Ada apa?" Adit bersikeras mempertanyakan kedatangan mereka.

Dimas menatap putranya dengan tajam. Ternyata, Adit mewarisi tatapan dingin menusuk itu dari ayahnya. Dimas adalah sosok yang berwibawa. 

"Papa ingin kamu segera melanjutkan perusahaan keluarga kita," tutur sang ayah dengan nada mendesak.

"Mama dan Papa sudah saatnya istirahat, sudah ingin menikmati hari tua dengan santai, Nak ...." Ibunya menambahkan.

"Saya 'kan sudah bilang, saya tidak tertarik, Pa. Saya punya pekerjaan sendiri," tegas Adit.

"Mau sampai kapan kamu bersikap egois seperti ini? Hidup tidak jelas juntrungannya! Sedangkan Kamu anak satu-satunya. Adit, Kalau bukan kamu yang meneruskan perusahaan, lantas siapa?!" seru Dimas mulai kesal.

"Saya tidak tertarik menjadi seperti Papa atau Mama." Adit menolak permintaan kedua orang tuanya.

Plak!

Dimas tidak tahan lagi dengan sikap putranya yang keras kepala dan sulit diminta untuk mengerti kondisi orang tuanya.

Tapak empat jari terlihat jelas berwarna merah pada pipi kanan Adit yang putih. Anak muda itu terlihat menahan marahnya karena ditampar sang ayah. 

"Anak kurang ajar! Kamu pikir hidup kamu yang enak seperti sekarang ini hasil dari mana?!" teriak Dimas, menekankan kerja kerasnya selama ini.

"Sudah, Pa ... sabar," bujuk istrinya dengan lembut seraya merangkul lengan Dimas.

"Lebih baik Papa dan Mama pulang saja, saya capek." Adit berjalan ke arah pintu dan membukanya lebar-lebar.

"Dengarkan baik baik, selama hidup kamu masih dibiayai oleh papa, seharusnya kamu bisa tahu diri. Paham?!" Dimas menatap tajam  dengan nada tegas, ada ancaman pada sorot matanya, yang membuat Adit merinding.

"Kami pulang dulu, Nak. Kamu istirahat, ya," pamit ibunya seraya menepuk halus bahu Adit.

"Apa yang harus aku lakukan?" Batin Adit meronta.

___to be continue

Related chapters

  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Hasrat Membara

    Adit merasa tertekan mendengar kalimat ayahnya. Memang sampai detik ini, ia masih menikmati uang dan segala fasilitas dari lelaki itu, termasuk apartmen yang ditempatinya saat ini. Namun, sebagai anak, ia tidak menyangka jika Dimas akan berlaku kasar, sampai melayangkan tamparan untuk menyakitinya. Pemuda itu meyakini bahwa ancaman orang tuanya untuk menghentikan seluruh fasilitas hidup padanya, hanya sebuah gertakan semata. Karena tidak ada orang tua yang tega menelantarkan anaknya demgan alasan apapun. Saat terbangun pagi harinya dengan semua masalah yang bergelayut di pundak pemuda itu, setelah melewati tidur dalam kegelisahan, tangannya terulur meraih laptop. Ia membuka email dan mendapat beberapa pesan baru. Salah satu pesan yang menarik perhatiannya adalah pesan yang dikirim oleh label. "Wah, kontrak rekaman!" Adit cukup terhibur melihat pesan itu. Dibacanya dengan teliti satu per satu pasal-pasal perjanjian antara band dengan label tersebut, tida

    Last Updated : 2021-06-19
  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Intuisi

    Melihat tubuh molek yang terbuka dan terpampang di hadapannya, membuat lelaki itu tidak berkedip. Ia menengadah menatap wajah cantik Alika dengan napas memburu dan penuh nafsu. Tangan wanita itu membelai lembut kepala kekasihnya, membawanya perlahan agar bersandar pada bantalan atas sofa. Adit mendongak ke atas, mengarah langit-langit apartemen yang senantiasa menjadi saksi kisah kemesraan mereka selama tiga tahun ini. Jemari lentik itu bermain-main dengan kelembutan yang memabukkan. Perlahan-lahan, ujung jari menelusuri setiap inci kulit dari dahi, hidung, bibir, dagu lalu merambah area leher lelaki itu sebelum melumat bibir kekasihnya dengan lembut tapi penuh tekanan. Keduanya sudah tidak bisa menahan diri untuk berlanjut, rasa menginginkan lebih dan lebih membuai perasaan mereka. Wanita itu mengambil inisiatif untuk memulai.Sambil tetap memagut bibir, tangannya sibuk membuka pakaian bagian bawah kekasihnya, ia mengelusnya sa

    Last Updated : 2021-06-21
  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Satu Pelukan

    Dalam suasana kehangatan dari dekorasi ruangan, membuat perasaan lelaki itu gelisah. Pikirannya menerawang ke masa lalu ....Hari itu jam sekolah sudah selesai, Adit tidak langsung pulang, 'untuk apa pulang cepat?' pikir adit, di rumah pun sepi seperti kuburan karna orang tuanya sangat sibuk bekerja. Ia mampir ke kantin tapi hanya satu warung saja yang buka. Lelaki itu memesan es teh manis, menyendiri sambil membaca novel kesukaannya. "Pak, es jeruk satu, ya." Reina tiba-tiba muncul di warung tersebut. Adit menoleh ke arah Reina. 'Aduh, dia lagi' batinnya. Ia berharap Reina tak melihatnya di sana, tapi itu tidak mungkin. "Loh, Dit, kamu gak pulang?" Akhirnya Reina sadar juga, ada Adit di sana. "Belum," jawab Adit singkat, tanpa menoleh. Berharap Reina malas dan langsung pergi dari sana. Tapi Reina malah ikut duduk dengannya. "Eh Dit, kamu tahu gak, ternyata manusia itu setiap harinya cuma membutuhkan satu pelukan bua

    Last Updated : 2021-06-22
  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Rindu Berat

    Adit dibangunkan oleh suara alarm dari telepon genggamnya. Ia terbangun masih merasakan kantuknya dan menguap lebar-lebar, tangannya meraih telepon genggam untuk mematikan dering alarm yang melengking dan sangat mengganggu. Waktu menunjukkan pukul delapan pagi. Lelaki itu bangkit dari kasurnya dan bergegas memasuki kamar mandi. Suasana hatinya sangat cerah, mengingat pertemuannya dengan Reina akan berjalan sukses karena satu-satunya penghalang yaitu Alika, kekasihnya itu sedang berlibur ke Jepang. 'Gue bebas!' Adit terlonjak girang. Sepanjang pagi itu ia bersiul terus mengikuti irama lagu dari goo goo dools, sambil menikmati kopi hangat, bersantai di balkon apartemen yang dirancang senyaman mungkin untuk bersantai. Tangannya memutar-mutar benda pipih berwarna hitam sambil berpikir. 'Reina udah bangun belum ya?' Ia memandangi langit pagi yang birunya masih malu-malu, lalu melirik telepon genggam di tangannya dengan ragu-ragu. Ingin s

    Last Updated : 2021-06-23
  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   First Kiss

    Teringat saat itu di hari minggu, masa rehat dari kegiatan belajar, seorang lelaki muda memetik gitar dengan santai di ruang tamu keluarga. Tiba-tiba keasikannya terganggu, ia mendengar suara gaduh dari pembicaraan kedua orang tuanya di dalam kamar.Tidak lama kemudian, ia melihat sang ayah, Dimas keluar dari kamarnya membanting pintu dengan keras. Wajah lelaki itu tampak merah dan berlalu dengan geram."Ada apa sih, Pa?" Adit terkejut mendengar bunyi pintu terbanting keras, lalu ia meletakkan gitar yang dipegangnya di atas meja.Dimas melewati putranya yang sedang berdiri menatap dirinya, ia berjalan ke arah luar dan meninggalkan rumah tanpa berkata apa-apa. Pemuda itu merasa khawatir pada ibunya. Ia melangkah ke arah kamar Dimas, mengetuknya dengan perlahan sambil memanggil, "Ma ....?" Adit ingin memastikan keadaan ibunya.Samar-samar ia mendengar suara isak tangis dari balik pintu kamar. Adit membuka pintu itu dan melongokkan kepalanya ke dalam ruangan

    Last Updated : 2021-06-24
  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Terjebak Nostalgia

    Adit dan Reina sudah berada di sebuah restoran di dalam mall, mereka terlihat sangat senang dengan pertemuan itu. Bagaimana tidak, empat tahun lamanya tidak saling tahu kabar masing masing, akhirnya bisa terwujud hari ini karena Reina memutuskan untuk stay di Jakarta setelah menyelesaikan tesisnya."So, gimana kabar kamu, Dit? Wow... long time no see, ya." Reina tersenyum lebar, keceriaan menyelimuti wajahnya."Aku baik-baik aja ... gini-gini ajalah, kamu tuh yang apa kabar? Kok tahu-tahu udah sampai aja di Jakarta." Adit tersipu malu menahan rasa rindunya."Ha ha ha ... kaget ya aku datang? Surprise! Gak banyak yang tahu aku balik ke Indo kok, cuma orang tuaku dan kamu." Reina tertawa.Reina memang suka dengan kejutan-kejutan yang ia buat untuk Adit, pernah suatu hari, sewaktu Adit dan Reina masih menjalin hubungan jarak jauh, Adit merasakan rindu yang hebat di enam bulan setelah Reina pergi keluar negeri, Adit meminta Reina untuk pulang ke I

    Last Updated : 2021-06-27
  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Hampir Saja!

    Adit mendatangi rumah orang tuanya, berharap mereka tidak ada di sana, sebenarnya ia merasa malas bertemu Dimas karena pasti mendesaknya untuk mengikuti keinginannya. Namun, di sisi lain, ia harus menyampaikan pesan bahwa Reina akan datang bertamu.Ia terdiam sejenak di depan pintu rumah. 'semoga papa gak ada' batin Adit. Ia membuka pintu dan melangkah masuk, melihat ke arah ruang tamu yang sepi, hatinya mulai tenang karena sepertinya hanya ada mbak Sum disana."Loh, kok kamu datang gak kasih kabar, Nak?" Widya menuruni tangga dan terkejut melihat putranya telah berada di ruang keluarga."Ya, Ma. Hm, Reina mau ke sini," jawab Adit sambil melirik-lirik ke sekitar ruangan mencari Dimas."Reina? Aduh ... sudah lama sekali mama gak dengar kabar anak itu, jam berapa Reina mau datang?" Widya terlihat antusias sambil menepuk bahu Adit."Sore kayaknya, Ma." Adit melangkah ke halaman belakang dan duduk di bangku kayu, tempat biasa ia dan W

    Last Updated : 2021-07-05
  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Tekanan Batin

    Di halaman belakang rumah, Reina dan Widya menghindari konflik antara Dimas dan Adit. Sesungguhnya Widya ingin semua baik baik saja. Namun, ia sendiri tidak berdaya karena takut penyakit jantungnya kambuh. Sementara, Reina merasa iba kepada Adit, ternyata sifat keras sang Ayah masih sama seperti dulu. Melihat mantan kekasihnya yang menunduk malu, ia tidak tahan. Ingin rasanya memeluk lelaki itu untuk menenangkan diri bahwa ia tidak perlu merasa malu atau tidak enak hati. Hanya saja itu tidak mungkin dilakukannya. "Sekali lagi Tante minta maaf ya, Rei," ucap Widya tidak enak hati. "Gak apa-apa, Tan, kan aku juga dari dulu sering lihat pertengkaran mereka," jawab Reina seraya memegang tangan Widya. "Iya, kamu anak baik, selalu mengerti kondisi Adit." Widya tersenyum penuh rasa syukur bisa mengenal Reina. Sementara di ruang tamu, Adit dan Dimas masih saling membisu, Dimas terlihat sangat kesal dengan anak semata wayangnya itu dan Adit, masi

    Last Updated : 2021-07-05

Latest chapter

  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Target enam bulan

    Hari itu Adit terbangun di pagi hari, ia melihat ke arah jam dinding, pukul tujuh pagi, "sial, hari ini ikut papa ke kantor," batin Adit merasa kesal, mau tidak mau Adit harus mengikuti perintah Dimas jika masih ingin menikmati fasilitas milik Ayahnya itu, setidaknya sampai ia sukses di musik dan bisa menghasilkan uang sendiri. Adit merasa, sebentar lagi band Adam akan melejit mengalahkan band-band tenar lainnya, khayalannya sudah setinggi langit, ia bahkan sangat percaya diri akan berhasil. Adit segera bersiap untuk berangkat ke kantor, ia tidak ingin berlama lama disana, seribu alasan akan ia cari untuk segera pergi dari perusahaan Dimas. Setelah selesai mandi, telepon genggam Adit berbunyi, ia meraih benda pipih yang berada di dekatnya, dan melihat siapa yang menghubunginya, ternyata Dimas. "Halo," sapa Adit yang masih mengenakan handuknya. "Adit, sudah siap? Papa tunggu di kantor, ya," ucap Dimas memastikan anaknya datang. "Ok, Pa." Adit menutup t

  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Jadian!

    Bel sekolah berbunyi, kegiatan belajar mengajar sudah usai. Seperti biasa, Adit dan Krisna mampir dulu ke studio band sekolah untuk bermain musik, mempunyai hobby yang sama membuat Krisna dan Adit cocok berteman."Sebentar lagi ada festival besar untuk tingkat pelajar antar sekolah, Dit. Mau ikutan gak?" Krisna terlihat antusias seraya memegang gitarnya."Ayo, siapa takut? Cari pemain yang lainnya gih, gue males nyariin," jawab Adit yang tingkat kepercayaan dirinya tinggi sekali saat berhubungan dengan musik."Gue suka gaya lo. Ok, gue cari, ya. Lo tinggal nyanyi aja pokoknya," ujar Krisna semangat.(Jreng jreng) Krisna memainkan intro lagu Nirvana yang berjudul Come As You Are, dengan fasih Adit langsung bersenandung menyanyikan lagu itu. "Come as you are, as you were. As I want you to be. As a friend, as a friend. As an old enemy," suara Adit begitu syahdu terdengar, sangat bagus, suara berat yang jantan membuat Ia terlihat memukau. Seketika perasaannya

  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Tekanan Batin

    Di halaman belakang rumah, Reina dan Widya menghindari konflik antara Dimas dan Adit. Sesungguhnya Widya ingin semua baik baik saja. Namun, ia sendiri tidak berdaya karena takut penyakit jantungnya kambuh. Sementara, Reina merasa iba kepada Adit, ternyata sifat keras sang Ayah masih sama seperti dulu. Melihat mantan kekasihnya yang menunduk malu, ia tidak tahan. Ingin rasanya memeluk lelaki itu untuk menenangkan diri bahwa ia tidak perlu merasa malu atau tidak enak hati. Hanya saja itu tidak mungkin dilakukannya. "Sekali lagi Tante minta maaf ya, Rei," ucap Widya tidak enak hati. "Gak apa-apa, Tan, kan aku juga dari dulu sering lihat pertengkaran mereka," jawab Reina seraya memegang tangan Widya. "Iya, kamu anak baik, selalu mengerti kondisi Adit." Widya tersenyum penuh rasa syukur bisa mengenal Reina. Sementara di ruang tamu, Adit dan Dimas masih saling membisu, Dimas terlihat sangat kesal dengan anak semata wayangnya itu dan Adit, masi

  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Hampir Saja!

    Adit mendatangi rumah orang tuanya, berharap mereka tidak ada di sana, sebenarnya ia merasa malas bertemu Dimas karena pasti mendesaknya untuk mengikuti keinginannya. Namun, di sisi lain, ia harus menyampaikan pesan bahwa Reina akan datang bertamu.Ia terdiam sejenak di depan pintu rumah. 'semoga papa gak ada' batin Adit. Ia membuka pintu dan melangkah masuk, melihat ke arah ruang tamu yang sepi, hatinya mulai tenang karena sepertinya hanya ada mbak Sum disana."Loh, kok kamu datang gak kasih kabar, Nak?" Widya menuruni tangga dan terkejut melihat putranya telah berada di ruang keluarga."Ya, Ma. Hm, Reina mau ke sini," jawab Adit sambil melirik-lirik ke sekitar ruangan mencari Dimas."Reina? Aduh ... sudah lama sekali mama gak dengar kabar anak itu, jam berapa Reina mau datang?" Widya terlihat antusias sambil menepuk bahu Adit."Sore kayaknya, Ma." Adit melangkah ke halaman belakang dan duduk di bangku kayu, tempat biasa ia dan W

  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Terjebak Nostalgia

    Adit dan Reina sudah berada di sebuah restoran di dalam mall, mereka terlihat sangat senang dengan pertemuan itu. Bagaimana tidak, empat tahun lamanya tidak saling tahu kabar masing masing, akhirnya bisa terwujud hari ini karena Reina memutuskan untuk stay di Jakarta setelah menyelesaikan tesisnya."So, gimana kabar kamu, Dit? Wow... long time no see, ya." Reina tersenyum lebar, keceriaan menyelimuti wajahnya."Aku baik-baik aja ... gini-gini ajalah, kamu tuh yang apa kabar? Kok tahu-tahu udah sampai aja di Jakarta." Adit tersipu malu menahan rasa rindunya."Ha ha ha ... kaget ya aku datang? Surprise! Gak banyak yang tahu aku balik ke Indo kok, cuma orang tuaku dan kamu." Reina tertawa.Reina memang suka dengan kejutan-kejutan yang ia buat untuk Adit, pernah suatu hari, sewaktu Adit dan Reina masih menjalin hubungan jarak jauh, Adit merasakan rindu yang hebat di enam bulan setelah Reina pergi keluar negeri, Adit meminta Reina untuk pulang ke I

  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   First Kiss

    Teringat saat itu di hari minggu, masa rehat dari kegiatan belajar, seorang lelaki muda memetik gitar dengan santai di ruang tamu keluarga. Tiba-tiba keasikannya terganggu, ia mendengar suara gaduh dari pembicaraan kedua orang tuanya di dalam kamar.Tidak lama kemudian, ia melihat sang ayah, Dimas keluar dari kamarnya membanting pintu dengan keras. Wajah lelaki itu tampak merah dan berlalu dengan geram."Ada apa sih, Pa?" Adit terkejut mendengar bunyi pintu terbanting keras, lalu ia meletakkan gitar yang dipegangnya di atas meja.Dimas melewati putranya yang sedang berdiri menatap dirinya, ia berjalan ke arah luar dan meninggalkan rumah tanpa berkata apa-apa. Pemuda itu merasa khawatir pada ibunya. Ia melangkah ke arah kamar Dimas, mengetuknya dengan perlahan sambil memanggil, "Ma ....?" Adit ingin memastikan keadaan ibunya.Samar-samar ia mendengar suara isak tangis dari balik pintu kamar. Adit membuka pintu itu dan melongokkan kepalanya ke dalam ruangan

  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Rindu Berat

    Adit dibangunkan oleh suara alarm dari telepon genggamnya. Ia terbangun masih merasakan kantuknya dan menguap lebar-lebar, tangannya meraih telepon genggam untuk mematikan dering alarm yang melengking dan sangat mengganggu. Waktu menunjukkan pukul delapan pagi. Lelaki itu bangkit dari kasurnya dan bergegas memasuki kamar mandi. Suasana hatinya sangat cerah, mengingat pertemuannya dengan Reina akan berjalan sukses karena satu-satunya penghalang yaitu Alika, kekasihnya itu sedang berlibur ke Jepang. 'Gue bebas!' Adit terlonjak girang. Sepanjang pagi itu ia bersiul terus mengikuti irama lagu dari goo goo dools, sambil menikmati kopi hangat, bersantai di balkon apartemen yang dirancang senyaman mungkin untuk bersantai. Tangannya memutar-mutar benda pipih berwarna hitam sambil berpikir. 'Reina udah bangun belum ya?' Ia memandangi langit pagi yang birunya masih malu-malu, lalu melirik telepon genggam di tangannya dengan ragu-ragu. Ingin s

  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Satu Pelukan

    Dalam suasana kehangatan dari dekorasi ruangan, membuat perasaan lelaki itu gelisah. Pikirannya menerawang ke masa lalu ....Hari itu jam sekolah sudah selesai, Adit tidak langsung pulang, 'untuk apa pulang cepat?' pikir adit, di rumah pun sepi seperti kuburan karna orang tuanya sangat sibuk bekerja. Ia mampir ke kantin tapi hanya satu warung saja yang buka. Lelaki itu memesan es teh manis, menyendiri sambil membaca novel kesukaannya. "Pak, es jeruk satu, ya." Reina tiba-tiba muncul di warung tersebut. Adit menoleh ke arah Reina. 'Aduh, dia lagi' batinnya. Ia berharap Reina tak melihatnya di sana, tapi itu tidak mungkin. "Loh, Dit, kamu gak pulang?" Akhirnya Reina sadar juga, ada Adit di sana. "Belum," jawab Adit singkat, tanpa menoleh. Berharap Reina malas dan langsung pergi dari sana. Tapi Reina malah ikut duduk dengannya. "Eh Dit, kamu tahu gak, ternyata manusia itu setiap harinya cuma membutuhkan satu pelukan bua

  • Gue, Adit. Mau Apa Lo?   Intuisi

    Melihat tubuh molek yang terbuka dan terpampang di hadapannya, membuat lelaki itu tidak berkedip. Ia menengadah menatap wajah cantik Alika dengan napas memburu dan penuh nafsu. Tangan wanita itu membelai lembut kepala kekasihnya, membawanya perlahan agar bersandar pada bantalan atas sofa. Adit mendongak ke atas, mengarah langit-langit apartemen yang senantiasa menjadi saksi kisah kemesraan mereka selama tiga tahun ini. Jemari lentik itu bermain-main dengan kelembutan yang memabukkan. Perlahan-lahan, ujung jari menelusuri setiap inci kulit dari dahi, hidung, bibir, dagu lalu merambah area leher lelaki itu sebelum melumat bibir kekasihnya dengan lembut tapi penuh tekanan. Keduanya sudah tidak bisa menahan diri untuk berlanjut, rasa menginginkan lebih dan lebih membuai perasaan mereka. Wanita itu mengambil inisiatif untuk memulai.Sambil tetap memagut bibir, tangannya sibuk membuka pakaian bagian bawah kekasihnya, ia mengelusnya sa

DMCA.com Protection Status