ADAM, adalah nama group band yang baru mereka bentuk, tapi talenta para personilnya sangat solid. ADAM dikenal orang berisi para pria penggoda kaum hawa. Mereka selalu tebar pesona saat beraksi di atas panggung.
Personil ADAM terdiri dari Adit sebagai vokalis. Suaranya berat dan boleh disandingkan dengan penyanyi legendaris seperti Kurt Cobain atau Sting! Setiap manggung, semua penonton terbius oleh suaranya.
Krisna tentu saja menjadi gitaris band. Kemahiran jemarinya memetik senar, memang luar biasa.
Bayu, dia adalah drumer. Mempelajari keahliannya dengan otodidak, namanya cukup berkibar dan diperebutkan oleh band-band lain.
Andra dan Danu, Keyboardis dan bassis, keduanya juga bukan asal bisa bermain, tapi sungguh mempunyai bakat dalam memainkan masing-masing alat musiknya.
Kelima personil ADAM, orang-orang mengatakan mereka semua good looking, sangat mempesona ketika mentas. Namun, yang paling ganteng di antara personil lainnya adalah Adit.
Bagaimana tidak? Dengan postur setinggi 180 senti meter, perawakan berisi, wajah tampan rupawan berbingkai alis yang tebal, sorot mata tajam menghujam, punya lesung pipit yang membuat para wanita histeris, apalagi dengan kulitnya yang terang dan bersih. Benar-benar mampu membangkitkan halusinasi bagi para wanita.
"Dit, seriuslah! Gak gampang loh hari gini ada label yang melirik band baru. Kebanyakan mereka gak seberuntung kita." Krisna mencoba memberi masukan pelan-pelan kepada Adit.
Adit terdiam beberapa saat, ia menyeruput sisa kopinya yang mulai dingin.
"Gini deh, besok kan kita manggung, suruh pak Hendra dateng biar lihat kita main. Sekalian kan ada temen-temen lain tuh. Gue yakin, setelah lihat kita main, mereka pasti ikutin mau gue. Lo kan tahu sendiri gimana aksi gue di panggung, Bro ...! Dahsyat, Man!" seru Adit mulai menyombongkan dirinya dengan gaya angkuh.
"Yaah ... die malah narsis. Ya udah gue undang pak Hendra besok," sahut Krisna sedikit sebal pada sahabatnya.
"Ya udah, gak ada lagi kan yang mau dibahas? Kalau gak ada, lo pulang aja, gue mau tidur," usir Adit kepada Krisna.
"Iye ... iye gue cabut. Besok jam delapan malem, ya!" seru Krisna tertahan.
"Ok, Kris, bye." Adit melangkah ke pintu dan membukakan pintu agar Krisna segera keluar dari unit apartemennya.
Krisna keluar meninggalkan sahabatnya dengan membawa tugas untuk menghubungi pak Hendra besok. Sementara Adit masuk ke dalam kamarnya.
Ia merebahkan diri di atas kasur yang berukuran cukup besar dan nyaman.Tangan menyilang di belakang kepala, manik mata coklatnya menatap langit-langit kamar. Ia merasakan kegelisahan dan perasaan yang tidak jelas, antara gusar dan tidak tahu mau apa.
Terlalu banyak yang dipikirkannya, membuat ia sangat gelisah, hingga matanya sulit terpejam meskipun kantuk telah muncul. Keresahan Adit terlihat dari gerak tubuhnya yang berguling ke kiri dan ke kanan. Beberapa jam kemudian, saat tubuh itu terlalu lelah, perlahan kedua matanya terkatup. Ia tertidur dengan lelap.
Keesokan harinya, di kafe tempat band Adit terjadwal manggung, ada back stage yang merupakan tempat bagi mereka berkumpul. Sebuah ruangan berukuran sedang lengkap dengan sofa yang memang disiapkan pemilik kafe untuk mereka.
Di sanalah, semua persiapan mereka manggung dilakukan, termasuk untuk kegiatan makan dan minum. Empat personil band telah siap beraksi yaitu Krisna, Bayu, Andra dan Danu. Hanya Adit yang belum terlihat batang hidungnya.
"Tamu sudah mulai ramai nih, kalian perform jam delapan teng, ya," pinta sang manager kepada kru band, sebelum ia meninggalkan back stage.
"Siap, Pak," jawab mereka bersamaan.
"Adit mana nih?" tanya Bayu saat ia menoleh ke arah Krisna.
"Gue gak tahu, dari tadi telepon gue gak diangkat." Krisna memandangi layar telepon genggamnya.
"Kebiasaan dateng selalu mepet, urutan lagu kan dia yang susun," gerutu Bayu sambil memukul-mukul sofa dengan stik drumnya.
Krisna melirik jam yang melingkari pergelangan tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul delapan kurang seperempat. di wajahnya mulai terlihat kekhawatiran, karena lima belas menit lagi, mereka sudah harus berada di atas panggung.
Kreek
Suara pintu terbuka. Tampak Adit memasuki ruangan back stage dengan wajah datar, tanpa rasa bersalah samasekali."Jam berapa ini, Dit? Kok, baru dateng sih lo?" tanya Andra sedikit kesal.
"Jam delapan kurang lima belas, kenapa emang? Telat manggung?"jawab Adit terdengar agak sinis.
"Ooh, gak, bukan begitu, cuma mepet, Dit," sergah Andra, berusaha untuk tidak merusak mood vokalisnya.
"Gue pikir lo ketiduran, takutnya bablas, gak bangun-bangun" sambar Krisna.
"Gak, gue ada urusan sebentar tadi," jawab Adit sambil menata rambutnya yang berantakan.
Mereka hanya bisa saling menatap heran, dengan sedikit kesal, tapi tidak bisa bicara apa-apa lagi setelah mendengar alasan Adit yang singkat dan sambil lalu.
Satu per satu, mereka meninggalkan back stage dan menempati posisi di atas panggung, seraya mengecek kesiapan sebelum benar-benar masuk pada lagu yang pertama.
Terdengar hiruk pikuk disertai teriakan semangat dari penonton yang sudah tidak sabar ingin segera menikmati musik dari group band ADAM, terutama lantunan suara Adit yang mereka rindukan.
"ADAM! ADAM! ADAM!"
Teriakan sporadis menggema di dalam ruangan cafe, menyerukan semangat dengan gegap gempita untuk group band kesayangan mereka."Ladies and gentleman ... please welcome, ADAAMM!" seru host membahana, sengaja untuk mengalahkan hingar bingar para pengunjung cafe.
Intro dari pukulan drum Bayu dimainkan.
"APA KABAR JAKARTAA?!" teriak Adit menyapa penonton dan membuat suasana semakin riuh rendah.
"Waa .... ADIITT?!" Para wanita serentak histeris melihat Adit mulai beraksi menyapa mereka dari atas panggung. Dengan keringat mengkilap, gaya dan tatapan tajamnya, membuat Adit terlihat sangat tampan seksi.
Satu setengah jam berlalu dalam hentakan irama musik yang menggiring pengunjung cafe ikut bernyanyi dan berjingkrak malam itu, Adit dan kawan-kawan sukses besar memukau penonton.
Setelah selesai dengan penampilan mereka di atas panggung, Seluruh personil ADAM kembali menempati back stage.
"Guys! Kalian KEREN! Gila, gila! gue speechless! Good job!" seru manager cafe sambil bertepuk tangan, masih merasakan euforia penonton terhadap band tersebut.
"Thanks, Pak," jawab Krisna sambil mengangguk dan tersenyum lebar.
"Kalau vocalisnya bukan saya sih, belum tentu, Pak! He he he," ujar Adit terkekeh seolah sedang meledek teman-temannya.
Seketika, wajah Krisna, Bayu, Andra dan Danu terlihat berubah menjadi tidak enak mendengar kalimat yang meluncur dari mulut Adit. Mereka saling beradu pandang sejenak.
"Pokoknya, menurut saya, kalian semua keren! Pertahankan ya," saran manager cafe sambil tersenyum. Ia merasa puas terhadap penampilan mereka dan berharap bisa mendatangkan keuntungan berlipat-lipat bagi Cafe yang dikelolanya itu.
Sang manager berbalik, mengayunkan langkah meninggalkan back stage sambil tersenyum. Setiap kali ADAM band perform di cafenya, perasaan dia selalu bahagia, karena pengunjung selalu membludak hingga omset malam itu berhasil melampaui target berkali-kali lipat.
___to be continue
"Dit, kalau udah gak betah ngeband sama kita, bilang aja. Gak usah kaya ngerendahin kita juga, kali," tegur Danu dengan nada gusar kepada Adit."Yang bilang udah gak betah siapa?Gue bilang kalau vocalisnya bukan gue, belum tentu keren. Kenyataannya gitu kok," sergah Adit sambil mengganti kaosnya yang basah oleh keringat."Udah ... udah, kita ditungguin pak Hendra dari label nih, yuk kita ke sana." Krisna mencairkan suasana yang agak panas.Mereka bergegas menemui Hendra yang datang memenuhi undangan Krisna. Dia membawa rekan kerjanya, seorang produser ternama, Guntur.Personil ADAM menyapa tamu undangan mereka sebelum ikut duduk bergabung di meja Hendra.."Halo, Pak. Terima kasih sudah menyempatkan diri datang ke sini." Krisna tersenyum ramah dan hormat.."Ah ya, terima kasih juga sudah berkenan mengundang. Oya, kenalkan ... ini Pak Guntur, yang akan menjadi produser ADAM kalau kerjasama kita bisa terj
Lelaki tampan itu dengan percaya diri meninggalkan teman-teman dan tamunya, kembali menghampiri gadis cantik yang menggoda hatinya. Jelas terlihat bahwa ia tidak ingin kehilangan kesempatan dari Tiara. "Sorry lama. Biasalah anak-anak itu gak bisa diandalkan kalau urusan meeting, gue harus terus turun tangan," ujar Adit dengan nada sombong. "gak apa-apa, Dit ...," jawab Tiara sambil tersenyum. Adit memesan kopi gula aren dan snack french fries setelah bertanya kepada Tiara untuk menambah pesanan, tapi gadis itu menolaknya. Tidak lama kemudian, waiter mengantarkan kopi gula aren dan kentang goreng pesanannya. Sambil menikmati minuman dan makanan ringan, mereka lanjut mengobrol dengan santai. "Daily life kamu ngapain aja, Dit?" tanya Tiara sungguh-sungguh ingin tahu. "Gue? Hm ... main musik, latihan, bikin lagu ... gak jauh dari musik sih," jawab Adit terlihat menerawang. "Seriously? Total banget kamu di mu
(9 tahun yang lalu) (Kriiing) Suara dering bel begitu nyaring terdengar ke seluruh sudut sekolah. Ditimpali suara kaki berlarian dari pintu masuk sekolah menuju kelas masing-masing. Adit sedang berjalan dengan santai dan tiba-tiba, Reina menabraknya tanpa sengaja dari belakang. Bruk! Reina terjatuh, beberapa buku yang ia pegang berhamburan jatuh ke lantai. "Gimana sih? Kalo jalan yang bener dong!" Adit menahan kekesalan karna gadis itu membuatnya terkejut. "Orang gue lari, lo ngalangin jalan!" Reina emosi sambil membereskan buku-bukunya yang terjatuh tanpa mempedulikan lelaki itu, ia masuk ke dalam kelas dan duduk di mejanya. Adit bingung, "kenapa perempuan itu yang lebih galak secara dia yang nabrak gue," batin Adit seraya ikut masuk ke dalam kelas lalu duduk tepat di belakang Reina. Suasana kelas tidak jauh dari kebiasaan murid-murid pada umumnya. Ricuh dengan suara riuh rendah. Saling melempar kertas sementara ada yang t
Adit merasa tertekan mendengar kalimat ayahnya. Memang sampai detik ini, ia masih menikmati uang dan segala fasilitas dari lelaki itu, termasuk apartmen yang ditempatinya saat ini. Namun, sebagai anak, ia tidak menyangka jika Dimas akan berlaku kasar, sampai melayangkan tamparan untuk menyakitinya. Pemuda itu meyakini bahwa ancaman orang tuanya untuk menghentikan seluruh fasilitas hidup padanya, hanya sebuah gertakan semata. Karena tidak ada orang tua yang tega menelantarkan anaknya demgan alasan apapun. Saat terbangun pagi harinya dengan semua masalah yang bergelayut di pundak pemuda itu, setelah melewati tidur dalam kegelisahan, tangannya terulur meraih laptop. Ia membuka email dan mendapat beberapa pesan baru. Salah satu pesan yang menarik perhatiannya adalah pesan yang dikirim oleh label. "Wah, kontrak rekaman!" Adit cukup terhibur melihat pesan itu. Dibacanya dengan teliti satu per satu pasal-pasal perjanjian antara band dengan label tersebut, tida
Melihat tubuh molek yang terbuka dan terpampang di hadapannya, membuat lelaki itu tidak berkedip. Ia menengadah menatap wajah cantik Alika dengan napas memburu dan penuh nafsu. Tangan wanita itu membelai lembut kepala kekasihnya, membawanya perlahan agar bersandar pada bantalan atas sofa. Adit mendongak ke atas, mengarah langit-langit apartemen yang senantiasa menjadi saksi kisah kemesraan mereka selama tiga tahun ini. Jemari lentik itu bermain-main dengan kelembutan yang memabukkan. Perlahan-lahan, ujung jari menelusuri setiap inci kulit dari dahi, hidung, bibir, dagu lalu merambah area leher lelaki itu sebelum melumat bibir kekasihnya dengan lembut tapi penuh tekanan. Keduanya sudah tidak bisa menahan diri untuk berlanjut, rasa menginginkan lebih dan lebih membuai perasaan mereka. Wanita itu mengambil inisiatif untuk memulai.Sambil tetap memagut bibir, tangannya sibuk membuka pakaian bagian bawah kekasihnya, ia mengelusnya sa
Dalam suasana kehangatan dari dekorasi ruangan, membuat perasaan lelaki itu gelisah. Pikirannya menerawang ke masa lalu ....Hari itu jam sekolah sudah selesai, Adit tidak langsung pulang, 'untuk apa pulang cepat?' pikir adit, di rumah pun sepi seperti kuburan karna orang tuanya sangat sibuk bekerja. Ia mampir ke kantin tapi hanya satu warung saja yang buka. Lelaki itu memesan es teh manis, menyendiri sambil membaca novel kesukaannya. "Pak, es jeruk satu, ya." Reina tiba-tiba muncul di warung tersebut. Adit menoleh ke arah Reina. 'Aduh, dia lagi' batinnya. Ia berharap Reina tak melihatnya di sana, tapi itu tidak mungkin. "Loh, Dit, kamu gak pulang?" Akhirnya Reina sadar juga, ada Adit di sana. "Belum," jawab Adit singkat, tanpa menoleh. Berharap Reina malas dan langsung pergi dari sana. Tapi Reina malah ikut duduk dengannya. "Eh Dit, kamu tahu gak, ternyata manusia itu setiap harinya cuma membutuhkan satu pelukan bua
Adit dibangunkan oleh suara alarm dari telepon genggamnya. Ia terbangun masih merasakan kantuknya dan menguap lebar-lebar, tangannya meraih telepon genggam untuk mematikan dering alarm yang melengking dan sangat mengganggu. Waktu menunjukkan pukul delapan pagi. Lelaki itu bangkit dari kasurnya dan bergegas memasuki kamar mandi. Suasana hatinya sangat cerah, mengingat pertemuannya dengan Reina akan berjalan sukses karena satu-satunya penghalang yaitu Alika, kekasihnya itu sedang berlibur ke Jepang. 'Gue bebas!' Adit terlonjak girang. Sepanjang pagi itu ia bersiul terus mengikuti irama lagu dari goo goo dools, sambil menikmati kopi hangat, bersantai di balkon apartemen yang dirancang senyaman mungkin untuk bersantai. Tangannya memutar-mutar benda pipih berwarna hitam sambil berpikir. 'Reina udah bangun belum ya?' Ia memandangi langit pagi yang birunya masih malu-malu, lalu melirik telepon genggam di tangannya dengan ragu-ragu. Ingin s
Teringat saat itu di hari minggu, masa rehat dari kegiatan belajar, seorang lelaki muda memetik gitar dengan santai di ruang tamu keluarga. Tiba-tiba keasikannya terganggu, ia mendengar suara gaduh dari pembicaraan kedua orang tuanya di dalam kamar.Tidak lama kemudian, ia melihat sang ayah, Dimas keluar dari kamarnya membanting pintu dengan keras. Wajah lelaki itu tampak merah dan berlalu dengan geram."Ada apa sih, Pa?" Adit terkejut mendengar bunyi pintu terbanting keras, lalu ia meletakkan gitar yang dipegangnya di atas meja.Dimas melewati putranya yang sedang berdiri menatap dirinya, ia berjalan ke arah luar dan meninggalkan rumah tanpa berkata apa-apa. Pemuda itu merasa khawatir pada ibunya. Ia melangkah ke arah kamar Dimas, mengetuknya dengan perlahan sambil memanggil, "Ma ....?" Adit ingin memastikan keadaan ibunya.Samar-samar ia mendengar suara isak tangis dari balik pintu kamar. Adit membuka pintu itu dan melongokkan kepalanya ke dalam ruangan
Hari itu Adit terbangun di pagi hari, ia melihat ke arah jam dinding, pukul tujuh pagi, "sial, hari ini ikut papa ke kantor," batin Adit merasa kesal, mau tidak mau Adit harus mengikuti perintah Dimas jika masih ingin menikmati fasilitas milik Ayahnya itu, setidaknya sampai ia sukses di musik dan bisa menghasilkan uang sendiri. Adit merasa, sebentar lagi band Adam akan melejit mengalahkan band-band tenar lainnya, khayalannya sudah setinggi langit, ia bahkan sangat percaya diri akan berhasil. Adit segera bersiap untuk berangkat ke kantor, ia tidak ingin berlama lama disana, seribu alasan akan ia cari untuk segera pergi dari perusahaan Dimas. Setelah selesai mandi, telepon genggam Adit berbunyi, ia meraih benda pipih yang berada di dekatnya, dan melihat siapa yang menghubunginya, ternyata Dimas. "Halo," sapa Adit yang masih mengenakan handuknya. "Adit, sudah siap? Papa tunggu di kantor, ya," ucap Dimas memastikan anaknya datang. "Ok, Pa." Adit menutup t
Bel sekolah berbunyi, kegiatan belajar mengajar sudah usai. Seperti biasa, Adit dan Krisna mampir dulu ke studio band sekolah untuk bermain musik, mempunyai hobby yang sama membuat Krisna dan Adit cocok berteman."Sebentar lagi ada festival besar untuk tingkat pelajar antar sekolah, Dit. Mau ikutan gak?" Krisna terlihat antusias seraya memegang gitarnya."Ayo, siapa takut? Cari pemain yang lainnya gih, gue males nyariin," jawab Adit yang tingkat kepercayaan dirinya tinggi sekali saat berhubungan dengan musik."Gue suka gaya lo. Ok, gue cari, ya. Lo tinggal nyanyi aja pokoknya," ujar Krisna semangat.(Jreng jreng) Krisna memainkan intro lagu Nirvana yang berjudul Come As You Are, dengan fasih Adit langsung bersenandung menyanyikan lagu itu. "Come as you are, as you were. As I want you to be. As a friend, as a friend. As an old enemy," suara Adit begitu syahdu terdengar, sangat bagus, suara berat yang jantan membuat Ia terlihat memukau. Seketika perasaannya
Di halaman belakang rumah, Reina dan Widya menghindari konflik antara Dimas dan Adit. Sesungguhnya Widya ingin semua baik baik saja. Namun, ia sendiri tidak berdaya karena takut penyakit jantungnya kambuh. Sementara, Reina merasa iba kepada Adit, ternyata sifat keras sang Ayah masih sama seperti dulu. Melihat mantan kekasihnya yang menunduk malu, ia tidak tahan. Ingin rasanya memeluk lelaki itu untuk menenangkan diri bahwa ia tidak perlu merasa malu atau tidak enak hati. Hanya saja itu tidak mungkin dilakukannya. "Sekali lagi Tante minta maaf ya, Rei," ucap Widya tidak enak hati. "Gak apa-apa, Tan, kan aku juga dari dulu sering lihat pertengkaran mereka," jawab Reina seraya memegang tangan Widya. "Iya, kamu anak baik, selalu mengerti kondisi Adit." Widya tersenyum penuh rasa syukur bisa mengenal Reina. Sementara di ruang tamu, Adit dan Dimas masih saling membisu, Dimas terlihat sangat kesal dengan anak semata wayangnya itu dan Adit, masi
Adit mendatangi rumah orang tuanya, berharap mereka tidak ada di sana, sebenarnya ia merasa malas bertemu Dimas karena pasti mendesaknya untuk mengikuti keinginannya. Namun, di sisi lain, ia harus menyampaikan pesan bahwa Reina akan datang bertamu.Ia terdiam sejenak di depan pintu rumah. 'semoga papa gak ada' batin Adit. Ia membuka pintu dan melangkah masuk, melihat ke arah ruang tamu yang sepi, hatinya mulai tenang karena sepertinya hanya ada mbak Sum disana."Loh, kok kamu datang gak kasih kabar, Nak?" Widya menuruni tangga dan terkejut melihat putranya telah berada di ruang keluarga."Ya, Ma. Hm, Reina mau ke sini," jawab Adit sambil melirik-lirik ke sekitar ruangan mencari Dimas."Reina? Aduh ... sudah lama sekali mama gak dengar kabar anak itu, jam berapa Reina mau datang?" Widya terlihat antusias sambil menepuk bahu Adit."Sore kayaknya, Ma." Adit melangkah ke halaman belakang dan duduk di bangku kayu, tempat biasa ia dan W
Adit dan Reina sudah berada di sebuah restoran di dalam mall, mereka terlihat sangat senang dengan pertemuan itu. Bagaimana tidak, empat tahun lamanya tidak saling tahu kabar masing masing, akhirnya bisa terwujud hari ini karena Reina memutuskan untuk stay di Jakarta setelah menyelesaikan tesisnya."So, gimana kabar kamu, Dit? Wow... long time no see, ya." Reina tersenyum lebar, keceriaan menyelimuti wajahnya."Aku baik-baik aja ... gini-gini ajalah, kamu tuh yang apa kabar? Kok tahu-tahu udah sampai aja di Jakarta." Adit tersipu malu menahan rasa rindunya."Ha ha ha ... kaget ya aku datang? Surprise! Gak banyak yang tahu aku balik ke Indo kok, cuma orang tuaku dan kamu." Reina tertawa.Reina memang suka dengan kejutan-kejutan yang ia buat untuk Adit, pernah suatu hari, sewaktu Adit dan Reina masih menjalin hubungan jarak jauh, Adit merasakan rindu yang hebat di enam bulan setelah Reina pergi keluar negeri, Adit meminta Reina untuk pulang ke I
Teringat saat itu di hari minggu, masa rehat dari kegiatan belajar, seorang lelaki muda memetik gitar dengan santai di ruang tamu keluarga. Tiba-tiba keasikannya terganggu, ia mendengar suara gaduh dari pembicaraan kedua orang tuanya di dalam kamar.Tidak lama kemudian, ia melihat sang ayah, Dimas keluar dari kamarnya membanting pintu dengan keras. Wajah lelaki itu tampak merah dan berlalu dengan geram."Ada apa sih, Pa?" Adit terkejut mendengar bunyi pintu terbanting keras, lalu ia meletakkan gitar yang dipegangnya di atas meja.Dimas melewati putranya yang sedang berdiri menatap dirinya, ia berjalan ke arah luar dan meninggalkan rumah tanpa berkata apa-apa. Pemuda itu merasa khawatir pada ibunya. Ia melangkah ke arah kamar Dimas, mengetuknya dengan perlahan sambil memanggil, "Ma ....?" Adit ingin memastikan keadaan ibunya.Samar-samar ia mendengar suara isak tangis dari balik pintu kamar. Adit membuka pintu itu dan melongokkan kepalanya ke dalam ruangan
Adit dibangunkan oleh suara alarm dari telepon genggamnya. Ia terbangun masih merasakan kantuknya dan menguap lebar-lebar, tangannya meraih telepon genggam untuk mematikan dering alarm yang melengking dan sangat mengganggu. Waktu menunjukkan pukul delapan pagi. Lelaki itu bangkit dari kasurnya dan bergegas memasuki kamar mandi. Suasana hatinya sangat cerah, mengingat pertemuannya dengan Reina akan berjalan sukses karena satu-satunya penghalang yaitu Alika, kekasihnya itu sedang berlibur ke Jepang. 'Gue bebas!' Adit terlonjak girang. Sepanjang pagi itu ia bersiul terus mengikuti irama lagu dari goo goo dools, sambil menikmati kopi hangat, bersantai di balkon apartemen yang dirancang senyaman mungkin untuk bersantai. Tangannya memutar-mutar benda pipih berwarna hitam sambil berpikir. 'Reina udah bangun belum ya?' Ia memandangi langit pagi yang birunya masih malu-malu, lalu melirik telepon genggam di tangannya dengan ragu-ragu. Ingin s
Dalam suasana kehangatan dari dekorasi ruangan, membuat perasaan lelaki itu gelisah. Pikirannya menerawang ke masa lalu ....Hari itu jam sekolah sudah selesai, Adit tidak langsung pulang, 'untuk apa pulang cepat?' pikir adit, di rumah pun sepi seperti kuburan karna orang tuanya sangat sibuk bekerja. Ia mampir ke kantin tapi hanya satu warung saja yang buka. Lelaki itu memesan es teh manis, menyendiri sambil membaca novel kesukaannya. "Pak, es jeruk satu, ya." Reina tiba-tiba muncul di warung tersebut. Adit menoleh ke arah Reina. 'Aduh, dia lagi' batinnya. Ia berharap Reina tak melihatnya di sana, tapi itu tidak mungkin. "Loh, Dit, kamu gak pulang?" Akhirnya Reina sadar juga, ada Adit di sana. "Belum," jawab Adit singkat, tanpa menoleh. Berharap Reina malas dan langsung pergi dari sana. Tapi Reina malah ikut duduk dengannya. "Eh Dit, kamu tahu gak, ternyata manusia itu setiap harinya cuma membutuhkan satu pelukan bua
Melihat tubuh molek yang terbuka dan terpampang di hadapannya, membuat lelaki itu tidak berkedip. Ia menengadah menatap wajah cantik Alika dengan napas memburu dan penuh nafsu. Tangan wanita itu membelai lembut kepala kekasihnya, membawanya perlahan agar bersandar pada bantalan atas sofa. Adit mendongak ke atas, mengarah langit-langit apartemen yang senantiasa menjadi saksi kisah kemesraan mereka selama tiga tahun ini. Jemari lentik itu bermain-main dengan kelembutan yang memabukkan. Perlahan-lahan, ujung jari menelusuri setiap inci kulit dari dahi, hidung, bibir, dagu lalu merambah area leher lelaki itu sebelum melumat bibir kekasihnya dengan lembut tapi penuh tekanan. Keduanya sudah tidak bisa menahan diri untuk berlanjut, rasa menginginkan lebih dan lebih membuai perasaan mereka. Wanita itu mengambil inisiatif untuk memulai.Sambil tetap memagut bibir, tangannya sibuk membuka pakaian bagian bawah kekasihnya, ia mengelusnya sa