Hampir Saja LarasSudah 1 minggu ini Sania pulang dari rehabilitasi, keadaannya mulai membaik l, badannya tidak kurus seperti dulu saat dia akan direhabilitasi. Kini mereka tidak tinggal di kontrakan lagi. Tapi Seno telah membelikan rumah baru, untuk Ibunya dan Sania. Tapi Arkan dan Gista yang sudah menikah ikut tinggal disana. Ya, Gista wanita yang saat itu mencoba memfitnah Husna di depan Marwah. Sampai sekarang Arkan tidak mempunyai pekerjaan, saat awal dia menikah dengan Gista Arkan sempat bekerja menjadi ojek online, namun dia hanya bertahan 1 bulan saja. Arkan bilang dia capek dan tidak sanggup lagi, dia lebih nyaman di rumah dan bisa bermain game. Belum lagi Gista selalu mengambil uang jatah bulanan dari Seno, yang ia rampas dari Laras, sang Ibu mertua. Laras sekarang lemah, sering sakit dan menuruti semua ucapan Gista. Tanpa berani melapor pada Seno. Gista membuka tudung saji, dia melihat belum ada makanan yang tersaji."Bu..!" teriak Gista memanggil Ibu mertuanya. Gista
Terkena Jebakan"Aku yakin sekali. Jika Mbak Gista yang telah meracuni ibu, sudahlah Mbak kamu mengaku saja..!" desak Sania yang memaksa Gista untuk mengakui perbuatannya."Sania, kamu tidak boleh seperti itu pada istri Mas. Dia tidak akan melakukan hal sejahat itu pada ibu," ucap Arkan. Mas kamu ini gimana sih, tidak bisa membedakan mana yang baik dan benar. Sadar Mas l, dokter sendiri bilang Ibu keracunan makanan, ibu habis memakan bubur yang diberikan oleh Mbak Gista, masa iya kamu masih mau mengelak lagi tentang fakta ini!" ujar Sania yang geram pada Arkan, tidak mau mempercayainya justru terus saja membela Gista."Mas kita pulang saja, aku takut Mas, di sini. Seperti di intimidasi keluargamu!" Gista memohon pada Arkan untuk mengajaknya pulang."Kenapa, kamu ketakutan kan jika ketahuan kita, kamu jangan pulang dulu tunggu hasilnya!" cegah Seno agar ia tidak pergi.Gista tertegun ia ketakutan, sepertinya sulit untuk dia pulang atau pergi dari tempat itu. Apalagi Seno sudah berbic
Beni Mulai Darting Melihat Gista yang kesakitan, membuat Arkan merasa panik. "Kamu, kenapa?" tanya Arkan cemas.Gista tak bisa bicara, karena menahan kesakitan.Mulutnya mengeluarkan buih. Dengan cepat Arkan menggendong Gista, kembali meminjam mobil tetangga yang tadi sudah ia kembalikan.Gista mulai pucat, Arkan khawatir saat melihatnya."Bertahanlah!" ujar Amran. Gista mendelik dia ingin menjawab ucapan Arkan, tapi dia tidak sanggup lagi untuk berbicara.Akhirnya Gista merasa lemas, dan tidak sadarkan diri. Setibanya di rumah sakit, ia dibawa ke ruang IGD untuk mendapatkan penanganan dari Dokter. Arkan membawa Gista ke rumah sakit yang sama di mana ibunya dirawat. Arkan memegangi dahinya yang merasa panik, dia takut jika Gista tidak tertolong, karena keadaannya tadi sangat mengkhawatirkan."Semoga istriku, selamat." gumam Arkan. Ia merasa lemas dan duduk di bangku ruang tunggu. Marwah melihat Arkan. Dia melewati lorong dekat ruang IGD, kebetulan Marwah dari kantin untuk membel
Merasakan BahagiaBeni kemudian membuka undangan itu, ternyata pernikahan Najwa akan dilangsungkan pada tanggal 8. Berarti 2 hari lagi. Seno dan Marwah datang, dengan cepat Beni mengembalikan undangan itu pada tempat semula." Apakah kamu diundang, oleh Najwa?" tanya Marwah. Saat sadar jika Beni memperhatikan undangan itu.Beni menggeleng "Tidak Mbak, aku tidak diundang oleh Najwa!" jawab Beni. Kemudian Seno memberi isyarat Beni untuk duduk. "Tumben sekali kamu main ke sini malam, pasti ada hal penting," ujar Seno, yang seakan tahu jika Beni datang pasti ada maunya. "Iya Mas, ada hal yang penting. Aku ingin meminta bantuan Mas Seno untuk menolongku,' ucap Beni." Memangnya ada apa, Ben, katakanlah !"ucap Seno."Begini Mas, aku ingin membuka usaha dan aku butuh modal. Jadi aku ingin meminjam pada kalian," ujar Beni. "Kamu butuh berapa?" tanya Seno to the point."Ya nggak banyak sih Mas, sekitar 500 juta aja!" jawab Beni. Marwah sedikit tercengang mendengar pinjaman yang Beni kata
Meraih CintamuNathan mengajak Najwa untuk meminum kopi. Dia juga membawa beberapa cemilan. Malam kedua mereka habiskan, untuk menonton film.Mereka kini berada dirumah Najwa. Sebenarnya Nathan, sudah membelikan rumah untuk Najwa. Tapi Najwa meminta untuk mereka tinggal di sana, menemani neneknya. Nanthan mengikuti permintaan istrinya, ia tidak keberatan dengan itu. Nathan merangkul Najwa, kemudian mengecup dahi Najwa dengan lembut. Najwa menatap Nathan, ia merasa kaget dengan perlakuan suaminya barusan."Kenapa, kamu sekarang sudah jadi, istriku!" ujar Nathan tersenyum."Aku hanya perlu terbiasa!" jawab Najwa."Apakah malam ini, benar-benar kita habiskan untuk menonton film?" tanya Nathan."Kenapa tidak, apalagi yang akan kita lakukan," sahut Najwa. "Oke baiklah, aku akan menemanimu," ucap Nathan.**Sudah beberapa hari ini Clarissa bertengkar dengan Beni, karena Beni tidak bisa memenuhi keinginannya dan melunasi semua hutang. Clarissa melihat foto pada sosial media milik Najwa, d
Justru Sania yang pada saat itu sangat pasrah. Dia melihat dengan jelas, bagaimana wajah Beni yang telah memucat, membayangkannya saja sudah membuat Sania ingin menangis dan merinding. Suasana menjadi hening, saat mereka menunggu kabar dari Beni. Ponsel Seno berdering, memecah kesunyian. Laras dan Sania menatap Seno berbarengan.Seno kemudian menjauh, dan menjawab telepon. Sania merangkul ibunya, karena Laras sangat shock dengan kejadian ini, dia takut kehilangan Beni. Laras sangat merasa bersalah dengan semua yang Beni alami, awalnya semua karena dia menurut Laras.Dia yang menghasut Beni untuk menikah lagi, dia yang mempengaruhi Beni dengan hal-hal yang buruk. Dimanapun penyesalan selalu datang terlambat, itulah yang dirasakan oleh Laras. Semua tidak akan kembali seperti dulu, semua tidak akan berubah. Waktu tidak akan bisa diputar kembali, tapi jika Beni diberi kesempatan panjang umur. Laras ingin mendukung anaknya, ia ingin Beni bahagia. Harusnya dari awal Laras mencegah pernik
Semua pelayat sudah pergi meninggalkan tempat pemakaman. Namun Belinda belum mau beranjak dari situ, dia masih menangis sambil memandangi batu nisan Firman. Putranya yang malang, kini telah berpulang. Firman telah meninggal dibunuh oleh teman satu sel di dalam penjara. Berita duka itu, mereka dapatkan kemarin. Belinda sangat terpukul dengan berita kematian putranya, kini kedua putranya sudah tiada. Daniel dan Firman sudah berpulang terlebih dahulu. Najwa meminta Nathan untuk membawa Rachel, Putri mereka untuk pergi terlebih dahulu dan menunggu di dalam mobil."Aku akan menemani Nenek, terlebih dahulu," ujar Najwa.Nathan menggandeng putrinya itu, yang kini sudah berusia 9 tahun menuju parkiran.~~~Najwa menghela napas berat. Dia sangat tahu betul, bagaimana perasaan neneknya kini, pasti sangat sedih.Walaupun Firman sudah banyak membuat kesalahan pada mereka. Najwa mengusap pundak neneknya dengan lembut. Belinda kemudian memeluk Najwa."Putra nenek sudah tiada, Papa kamu dan kini O
Sore ini aku bertemu dengan Hani. Karena ia akan menceritakan tentang Delia, secara bertemu agar lebih jelas."Aku bertemu dengan Delia baru saja kemarin, saat acara makan malam yang di adakan oleh rekan kerja Aldo. Sekarang Delia sudah menikah dengan pria bernama Martin." ujar Hani menjelaskan pertemuannya dengan Delia untuk pertama kali setelah lama tidak mendengar kabar, dari wanita itu."Dia sudah menikah lagi, apakah Martin itu rekan kerja Aldo juga?" tanya Najwa masih penasaran."Ya, mereka bekerja di perusahaan yang sama. Apakah Delia datang mengusikmu?" Hani menatap Najwa lekat menunggu jawaban."Tidak, hanya saja aku merasa tidak nyaman dengan kehadirannya kembali. Putrinya yaitu Sabila satu sekolah dengan Rachel, bahkan mereka sekelas." Najwa menghela nafas dan memijit pelipisnya."Dan Sabila mengambil kotak pensil Rachel, tanpa izin. Aku bertemu Delia tadi saat ia menjemput Sabila, harusnya ini bukan masalah besar, mungkin aku terlalu berlebihan." ujar Najwa."Tidak berlebi