Suara musik klasik terdengar sangat indah nan merdu di telinga. Bunga-bunga dan daun berguguran jatuh, karena merasa tersipu melihat seorang wanita cantik bak kelopak mawar. Ia terlihat sedang asyik berdansa bersama seorang pria tampan.
Lihatlah, sepertinya alam pun mendukung kebersamaan mereka. Langit terlihat penuh dengan gumpalan-gumpalan putih yang indah bergradasi biru. Ke kiri, ke kanan, maju, mundur, dan berputar. Mereka terlihat sangat bahagia dan sangat menikmati suasana yang begitu indah.
"Kamu sudah pandai berdansa," ujar pria itu.
Wanita itu tersipu malu karena dipuji. Namun, suasana yang cerah berubah menjadi mendung. Tiba-tiba kaca di jendela kamar mereka pecah. Perasaan bahagia mereka berubah menjadi risau.
Saat ini mereka sedang berada di balkon kamar. Mereka mencari asal suara itu tadi. Sang suami mendesis kesal karena suasana menjadi kacau.
PEMBOHONG DAN PENIPU!
Tulisan besar itu terpampang jelas di cermin mereka. Sepertinya, sekarang ini ada yang sedang meneror mereka. Sang istri atau sebut saja Naina, merasa risau akan hal tersebut.
"Apa yang terjadi Rey?" tanya Naina.
Pria itu bergerak kesana kemari dengan perasaan gelisah. Alih-alih siapa yang melakukan semua ini?
"Sudah tidak usah dipikirkan. Akan aku selidiki ini nanti," jelasnya meyakinkan Naina agar tidak merasa semakin risau.
***
Terlihat seseorang mengenakan jas hitam, atau lebih jelasnya ia mengenakan atribut hitam dengan lengkap, sedang memantau rumah pemilik perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata tersebut. Pria misterius itu terlihat mendesis kesal dan mengernyit.
***
SEMUA YANG KAU TUNJUKAN ADALAH PALSU!
Tulisan besar itu terlihat jelas di jendela ruang kerjanya. Lagi-lagi pria itu kembali di teror. Kemarin di rumah, sekarang di kantornya.
"Sial!" Ia menggebrak meja dengan keras.
"Apakah dia kembali? " tangannya menutup mulut dan sedikit mengacak-acak rambutnya.
Sejujurnya, apa yang dikhawatirkannya? Siapa yang kembali? Apakah musuhnya?
Ah, tidak. Ia adalah orang yang sangat disegani dan dihormati oleh semua orang. Ia selalu berbicara sopan dan manis. Jangan lupa, ia adalah suami, kakak, sekaligus adik yang baik.
Entahlah, ia sangat enggan menebak-nebak seperti ini. Langsung saja ia menelepon anak buahnya untuk menyelidiki hal ini.
"Halo, tolong selidiki siapa saja orang yang masuk ke dalam ruangan saya sejak kemarin."
***
Kring ... Kring ...
Suara tersebut berasal dari ponsel seorang CEO itu.
Terlihat bahwa seseorang yang meneleponnya adalah nomor yang tidak ia kenal."Halo?"
"Dasar orang bodoh! Beraninya kau bermain denganku," ujar seseorang di seberang sana.
Dengan cepat pria itu mematikan panggilannya. Keringat bercucuran deras di tubuhnya. Ia bergerak kesana kemari, karena sangat gelisah.
"Tidak, ini semua tidak boleh berakhir sampai di sini. Perjuanganku tidak boleh berhenti sampai di sini," batinnya.
***
Teror tersebut tak berhenti sampai disitu saja. Orang tak dikenal tadi kembali meneror sang CEO tersebut. Kali ini ia mengirimkan sebuah kotak berukuran kecil ke ruang kerjanya.
"Permisi pak, ada paket untuk bapak," ucap pegawai di sana.
"Ah, iya. Silahkan taruh di atas meja saja."
Sang CEO itu mengamati dengan seksama bungkusan tersebut. Kepalanya dihujani beribu pertanyaan. Siapa pengirimnya? Apa isinya? Ia menutup pintu dan gorden, memastikan tak seorang pun bisa melihat apa yang sedang ia lakukan. Tanpa menunggu lama-lama, ia membuka bungkusan tersebut dengan sangat cepat dan penuh rasa penasaran. Terlihat secarik kain dengan bercak darah berada di dalam kotak tersebut. Tubuhnya membeku dan menatap dengan mata yang melebar, serta alis yang terangkat.
"Tidak! ini tidak mungkin!" teriaknya.
"Arghh ... " Ia menggebrak dan mengacak-acak mejanya. Kertas, buku, pena, dan segala yang berada di atas meja terlempar dan terjatuh. Ia benar-benar merasa cemas. Pikirannya dipenuhi dengan kebimbangan dan jengkel. Apa motif orang misterius tersebut mengirim semua ini?
***
Tak hanya si CEO tadi, Naina pun dikirimi sebuah kejutan. Ya, kejutan tersebut berbeda dari yang didapatkan suaminya. Naina diberikan kejutan sebuah cincin dari ranting-ranting berduri yang dihiasi dengan sedikit bunga.
"Apa maksud semua ini?" tanyanya pada dirinya.
Ternyata di dalam bungkusan tersebut terdapat selembar kertas yang bertuliskan,
AKU AKAN KEMBALI!
Naina memiringkan kepala dan menyipitkan mata, karena merasa bingung apa maksud dari ini semua.
"Rey? "
Ini benar-benar sangat membingungkan baginya. Mengapa suaminya memberikan cincin dari ranting berduri. Bagaimana Naina bisa memakainya sedangkan, tangan Naina pasti akan tergores oleh duri-duri tersebut. Naina menghela napas dengan lega. Ia berpikir kalau ini adalah ulah jahil Rey, karena Naina senang menonton film horor. Tetapi, setelah ia menonton, ia akan merasa takut dan parno. Naina yang aneh, ketika menonton ia tidak merasakan ketakutan sedikit pun. Ketika film tersebut berhenti di putar, ia langsung berubah 180 derajat. Kala itu, Naina pernah menyuruh Rey untuk menunggunya di depan pintu kamar mandi karena merasa begitu takut. Bukan Naina namanya jika tak keras kepala. Rey sudah memarahinya beribu-ribu kali. Ah, sepertinya berjuta-juta kali mungkin. Tetap saja ia enggan mendengarkan kata-kata suaminya itu.
***
"Apakah dia benar-benar sedang mengintaiku? matilah aku." Sang CEO itu memukul dahi dengan telapak tangannya.
"Jangan sampai permainanku dihancurkan olehnya."
Ia terus mondar-mandir kesana kemari, ke kiri, ke kanan, maju dan mundur. Apa yang sebenarnya terjadi? Seperti ada yang disembunyikan olehnya, tetapi apa?
"Ahh, ini tidak boleh sampai terjadi," ia meraba-raba lokernya mencari sesuatu di dalamnya. Dengan cepat ia meneguk sebutir obat. Apa ini, kenapa ia melakukan perbuatan yang terlarang tersebut. Teror ini pasti disebabkan kesalahan yang dilakukan olehnya. Setiap perbuatan pasti ada sebab. Tetapi apa yang telah dilakukannya?
Nampak begitu banyak benda bersinar nan indah di atas meja. Hal ini membuat Naina takjub, karena benda tersebut begitu menawan. Ingin sekali rasanya semua benda yang ia lihat di toko dibeli olehnya."Cantik sekali," ungkapnya sembari meraba sebuah kalung di tangannya.Penjaga itu senyum tersimpul, karena kagum dengan kecantikan yang dimiliki Naina sama dengan seperti, perhiasan yang ada di tangannya."Yang itu saja, sama cantiknya seperti dirimu," usul sang penjaga toko.Pipi Naina berubah menjadi merah tersipu malu. Ia melemparkan sebuah senyuman yang lebar nan indah kepada penjaga toko tersebut. Kemudian, memerintahkan si penjaga toko agar membungkus pesanannya tadi. Selepas berbelanja perhiasan, ia bergegas untuk kembali pulang. Ia merasa takut, jika suaminya merajuk, karena dirinya pergi seorang diri. Dia melangkah dengan begitu cepat. Oh tidak, seorang jambret sedang mengintai Naina di sudut parkiran Mall.Jambret itu bersiap untuk
Cairan kental berwarna merah, terus bercucuran di tubuh Rey. Ia tak sadarkan diri akibat bius dan ditambah benturan yang begitu kuat. Tuhan sangat baik, ia menolong umatnya yang dalam kesusahan. Jurang tempat Rey terjatuh, ternyata berada tak jauh dari pemukiman warga. Seorang bapak tua yang sedang mencari ikan, melihat Rey yang berlumuran darah. Beberapa kali bapak itu menggosok-gosokkan kedua matanya, memastikan apakah yang ia lihat itu benar. Dengan spontan ia berteriak, "Tolong! Tolong! Tolong!"Beberapa warga yang sedang berjalan untuk mencari ikan, berlari dengan kencang, karena mendengar teriakan pak tua tadi. Mereka pun menghampiri pak tua itu."Ada apa pak?" tanya salah satu seorang dari mereka yang berjumlah empat."Lihat, di sana ada seseorang yang terluka," ucap pak tua itu dengan menunjuk ke arah Rey.Dengan serempak mereka menengok ke arah yang ditunjuk pak tua itu. Dengan penuh rasa iba, mereka datang men
Kedua mata Rey tak lepas memandang gerak-gerik calon tunangan Joy dengan kekasihnya sembari, memikirkan cara untuk membongkar kebusukannya."Apa aku harus membeli kartu undangan palsu? Ah, itu terlalu lama. Lagi pula, aku tidak tahu dengan pasti bagaimana bentuk undangan Joy. Atau dengan berat hati aku harus mencuri sebuah kartu undangan?" batinnya.Setelah beberapa lama menunggu, akhirnya calon tunangan Joy dengan kekasihnya pergi meninggalkan tempat. Mereka pergi dengan sendiri-sendiri. Calon tunangan Joy pergi dengan mobilnya, dan sang kekasih pergi dengan taxi.Tanpa menunggu lama-lama, Rey berlari menuju rumah yang ia beli. Tempatnya tak jauh dari rumah orang tuanya. Beruntunglah sewaktu kecelakaan yang menimpanya, dompetnya masih berada di dalam celananya. Jam tangan, serta cincin masih melekat di tangannya. Semua barang ia jual, dan semua uang ia habiskan untuk membeli rumah dan membuat sebuah usaha. Ia sudah tak begitu peduli dengan waj
Langit mulai gelap. Matahari telah terbenam dan berhenti memancarkan sinarnya. Mata Rey menyisir ruangan yang begitu besar. Kedua mata kecilnya berusaha menangkap apa yang ia inginkan."Hati-hati! Nanti jatuh," ucap salah satu pelayan di sana.Rey memutar tubuhnya dengan cepat. Yak, apa yang ia cari ada di tangan pelayan yang berada di depannya sekarang. Tak ingin kehilangan kesempatan lagi, ia menarik tangan pelayan tersebut."Bisakah kau meminjamkan itu untukku?" pinta Rey.Mata pelayan itu memandang Rey dengan aneh."Sekarang tidak bisa, karena ini digunakan untuk acara ini," jawab pelayan yang bergender laki-laki itu.Rey menyatukan telapak tangannya dengan memohon, "Tolong! Ini sangat mendesak. Ini tentang Joy.""Apa hubunganmu dengan nona Joy?" ucap pelayan itu dengan menaikan kedua alisnya."Aku adalah teman dekatnya. Ah atau gini, pinjamkan itu. Lalu aku akan memberikanmu sesuat
Si tukang fotocopy identitas, alias Alex terlihat kelabakan, karena masalah yang ia buat sendiri dan tidak bisa ia pecahkan dengan sendirinya. Sepanjang perjalanan, ia terus mendesis kesal sampai-sampai membuat supirnya bergidik."Aduh, kenapa dia bego banget sih," ucapnya dengan kesal.Ia pun berhenti di sebuah coffee shop. Entahlah, masalah apa lagi ini. Tak habis-habisnya ia membuat begitu banyak masalah. Ia masuk dengan memandangi ruangan berwarna cokelat tersebut. Matanya terus menyusuri ruangan yang tak begitu lebar dan tak begitu sempit."Mana sih ni orang, kok nggak keliatan."Orang yang ia cari ternyata berada di meja paling ujung."Hai!" sapanya.Pria yang ia temui menoleh ke arahnya. Dan ternyata orang tersebut adalah John, mantan Joy."Lama banget, aku udah nunggu dari tadi kak," ucap John dengan datar.Alex duduk dan mencondongkan tubuhnya ke depan."Hey bodoh!
Rey melihat bayangan dirinya di cermin. Sejenak ia berpikir, takdir apa yang ia punya. Karena tak ingin banyak pikiran, ia memutuskan untuk tidur. Kebencian yang semakin hari, semakin membesar. Membuat Rey bersemangat untuk membongkar kejahatan Alex dan pria bertopeng. Hari berganti menjadi pagi. Matanya terbuka dan langsung meraih sebuah ponsel yang ada di atas meja kamarnya. "Vid, bisakah kita bertemu sekarang?" "Jam berapa Rey?" tanya David. "Sekitar jam delapan, di toko aku." "Oke, sampai jumpa." "Bye," balas Rey. *** Di sini, di rumah Naina dan Rey. Terlihat Alex yang masih terbaring di depan pintu menunggu Naina membukakan pintu untuknya. Alex tidak tahu, sejak semalam Naina tidak bisa tidur, karena merasa getir. Alex terbangun dan mengusap wajahnya dengan perlahan. "Astaga, ini sudah pagi aku telat ke kantor." Langkahnya terhenti, karena menyadari tangan bekas
Mata Naina membulat melihat isi dari paket tersebut. Ia melihat perhiasan yang begitu menawan. Sejenak ia merasa bingung, tetapi ia langsung teringat dengan Alex."Ah, Rey. Tau aja dia aku suka kalung," ucapnya dengan bersemangat. Namun, wajahnya yang berseri-seri berubah menjadi masam mengingat peristiwa kala itu."Aku tahu kamu pasti mau bujuk aku. Nggak, nggak bisa segampang ini."***"Mana seratus juta saya?" tanya pria bertopeng.Alex dengan pria licik itu sedang beradu argumen di sebuah taman."Lagi nggak ada duit," jawab Alex dengan cepat."Kamu mau saya jadiin seperti Rey? Yakin? Saya akan mempertemukan kamu dengan Rey disana.""Santai, maaf keuangan kantor lagi naik turun saat ini. Atau, lima puluh juta aja gimana?""Kamu ngelunjak nanti kalau gini terus. Yaudah, untuk saat ini saya kasih toleransi. Perusahaan Rey itu besar loh, kenalannya banyak. Jalanin bisnis sebesar itu aja nggak bisa, payah!"
Alex yang payah. Ia kebingungan, karena salah satu supirnya sedang cuti. "Duh, nggak ada supir lagi. Mana supir rumah cuma dua. Orang kaya supir kok dua Rey, Rey. Nanti kalau supir Naina aku pake dia makin marah sama aku." Ia memutuskan untuk membawa mobil sendiri. Ia tahu bahwa ia tidak andal dalam mengemudi mobil. Tes untuk membuat SIM saja gagal sepuluh kali. "Semoga bisa, ini kan mobil matic pasti bisa lah. Apa sih yang Alex nggak bisa." Sejauh ini ia masih tak terlihat tanda-tanda Alex tak pandai dalam mengemudi. "Keren, aku bisa bawa mobil. Tapi kenapa waktu buat SIM aku selalu gagal?" tanyanya dengan dirinya sendiri.