Alex yang payah. Ia kebingungan, karena salah satu supirnya sedang cuti.
"Duh, nggak ada supir lagi. Mana supir rumah cuma dua. Orang kaya supir kok dua Rey, Rey. Nanti kalau supir Naina aku pake dia makin marah sama aku."
Ia memutuskan untuk membawa mobil sendiri. Ia tahu bahwa ia tidak andal dalam mengemudi mobil. Tes untuk membuat SIM saja gagal sepuluh kali.
"Semoga bisa, ini kan mobil matic pasti bisa lah. Apa sih yang Alex nggak bisa."
Sejauh ini ia masih tak terlihat tanda-tanda Alex tak pandai dalam mengemudi.
"Keren, aku bisa bawa mobil. Tapi kenapa waktu buat SIM aku selalu gagal?" tanyanya dengan dirinya sendiri.
Sejak insiden malam itu. Tepatnya setelah pertunangan Joy yang batal, Naina masih merajuk dengan Alex. Ia masih bersih keras untuk tidur di kamar tamu dan enggan sekamar dengannya.Malam ini, Alex mencoba untuk mengajak Naina berbicara. Namun, Naina tetap menolaknya.Saat Naina membukakan pintu, awalnya Alex berniat masuk ke dalam. Namun, Naina membanting pintu tepat di depan wajah Alex."Astaga, aku harus gimana lagi biar dia nggak marah sama aku," ucap Alex.***Suara bising musik dari luar kamar terdengar jelas di telinga Naina. Ia menutup kedua telinganya dengan bantal. Usaha yang sia-sia, suara tersebut tetap menembus ke telinganya.
Alex merasa lelah dengan semua drama ini. Memang benar, ia mendapatkan identitas Rey. Tetapi, ia merasa bersalah kepada Naina, karena telah beribu kali menipunya. Namun, mau bagaimana lagi. Hanya ini satu-satunya jalan supaya ia bisa bersama dengan Naina."Naina yang malang," ucap Alex dengan menatap foto Naina didalam benda pipih yang sedang ia pegang.Semenjak perusahaan dipegang oleh Alex. Keuangan perusahaan menjadi sangat kacau dan diombang-ambing menuju kehancuran."Sekarang ini pengunjung distinasi wisata kita anjlok, pak. Pasalnya menurut mereka pelayanan dan fasilitas bagi mereka kurang oke dan kurang menarik," ucap pria dengan kemeja merah yang berprofesi sebagai bawahan di perusahaan Rey."Lalu, apa yang harus kita lakukan?" jawab Alex.Karyawan tadi mengerutkan dahinya. Ia merasa aneh, kenapa malah dia yang balik ditanya."Maaf, pak. Bapak kan pimpinan di sini. Biasanya dengan mudah dan cepat bapak b
Naina masih terisak. Rey merasa bersalah, karena merasa hal yang ia lakukan terlalu berlebihan. "Kasihan dia. Ah, kenapa kasihan? Dia aja nggak kasihan sama aku," batin Rey. "Pak Budi, cepat hubungi tuan Rey!" perintah Bi Sri. Ia menunjuk satu persatu orang yang ada disana, kecuali Rey. "Kamu hubungi polisi, kamu dan kamu tutupin mayat itu pakai kain atau apalah, yang penting ketutup!" perintah Bi Sri. Rey pergi menuju balkon lantai tiga. Ia bertemu dengan pria bertopeng. Alih-alih semua ini perbuatannya. "Siapa kamu?!" Rey menghampiri pria tersebut.
"Cctv ini rusak. Lihat saja, tidak ada gambar yang muncul," ucap seorang polisi."Di lantai tiga memang tidak ada cctv, Pak," ucap Alex."Apakah ada saksi mata di sini?" tanya dari salah satu polisi itu."Saya kurang tahu, Pak. Sedari tadi saya berada di halaman depan rumah," jawab tukang kebun.Rey sangat ingin menjawab bahwa ia melihat pria bertopeng di lantai tiga. Tetapi ia mengurungkan niatnya untuk berbicara, karena ia ingin mengungkap ini semua sendiri atau bersama David."Bagaimana jika kita tanya satpam?" usul tukang kebun."Saya di sini," ucap satpam.&n
Alex merasa malas untuk kembali ke kantor. Ia memutuskan untuk tetap di rumah dan bersantai menghabiskan waktu bersama Naina.***Rey sedang memikirkan cara bagaimana ia bisa keluar untuk bertemu dengan David. Ia terus mondar-mandir di taman depan."Duh, gimana caranya aku keluar," batin Rey.Sebuah ide muncul di pikirannya. "Ya, aku bilang aja mau jenguk saudara yang sakit," ucapnya.Rey bergegas pergi menemui Naina dan Alex. Ia terus mencari di mana keberadaan mereka. Entah mengapa, sepertinya mereka berdua senang sekali mengumbar kemesraan. Ya, meraka sering sekali berada di balkon kamar.
Hari berganti menjadi pagi. Semua orang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Namun tidak dengan Rey. Ia masih berbaring di atas kasur. Sejenak ia berpikir, bagaimana caranya ia bisa mengambil semua haknya kembali."Huft, dosa apa yang sudah kuperbuat sampai aku terkena masalah seperti ini," gumam Rey.***Sesuai rencana kemarin. Rey dan David akan memasang spy cam di pagar rumah. Rey pergi dengan diam-diam tanpa memberitahu kepada siapapun. Yang mengetahui dirinya pergi hanya satpam rumah."Pak, saya pergi sebentar. Ada urusan mendadak di luar," ucap Rey kepada satpam.Satpam itu hanya mengangguk pelan. Rey segera pergi menggunak
Suara alarm yang berasal dari ponsel Rey terdengar sangat nyaring. Dengan cepat ia mematikan suara yang sangat mengganggu baginya itu."Hoam ... Kalau bukan karena dua pria sialan itu. Aku sangat enggan untuk bangun sepagi ini."Waktu menunjukkan pukul 05.00. Pantas saja jika ia merasa malas untuk bangun.***Satpam di rumah ada empat orang. Mereka berjaga secara bergantian setiap hari. Kebetulan yang menjaga pada hari ini adalah satpam yang dulu sangat akrab dengan Rey. Ia mencari sebuah. yang sekiranya masuk akal dan pasti akan diterima."Boleh ya, Pak. Nanti saya beliin mangga sekardus, kalau saya boleh keluar."&nbs
Saat ini Rey merasa sangat bimbang. Ia bertanya pada dirinya sendiri. Apakah ini waktu yang tepat untuk mengatakan semuanya kepada Bi Sri?"Sini, biar saya kompres dulu," ucap Bi Sri."Aww," rintih Rey."Maaf kalau sakit.""Apa aku harus ngasih tau ke Bi Sri kalau aku ini Rey? Reaksi dia bakalan gimana? Apa dia bakalan percaya?" batin Rey."Sudah lebih baik?" tanya Bi Sri."Iya, Bi. Makasih ya." Rey masih terus berpikir. Apakah ini sudah saatnya jati dirinya terbongkar?"Bi, saya boleh ngomong sesuatu? Tapi jangan di sini,"