Saat ini Rey merasa sangat bimbang. Ia bertanya pada dirinya sendiri. Apakah ini waktu yang tepat untuk mengatakan semuanya kepada Bi Sri?
"Sini, biar saya kompres dulu," ucap Bi Sri.
"Aww," rintih Rey.
"Maaf kalau sakit."
"Apa aku harus ngasih tau ke Bi Sri kalau aku ini Rey? Reaksi dia bakalan gimana? Apa dia bakalan percaya?" batin Rey.
"Sudah lebih baik?" tanya Bi Sri.
"Iya, Bi. Makasih ya." Rey masih terus berpikir. Apakah ini sudah saatnya jati dirinya terbongkar?
"Bi, saya boleh ngomong sesuatu? Tapi jangan di sini,"
Setelah sekian lama, akhirnya Rey bisa tidur dengan pulas. Semalam adalah hari di mana ia bisa tertidur tanpa memikirkannya begitu banyak beban di kepalanya. Jika Rey tertidur pulas, kini Bi Sri yang tidak bisa tertidur dengan pulas, karena ia telah mengetahui sebuah kebenaran yang begitu besar."Bagaimana caranya menyatukan mereka kembali?" tanya Bi Sri pada diri sendiri.***Bi Sri tak sadar bahwa kini dirinya sedang mengisi air di dalam baskom. Air tersebut meluap kemana-mana."Bi!" teriak Rey. Bi Sri yang mendengar teriakan dari Rey, sontak terkejut. Dengan sigap ia mematikan keran."Ah, bibi ngelamun," ucap Bi Sri.
Hari-hari Naina semakin terasa sunyi dan hampa. Begitu juga dengan Rey. Kapan dinding besar di antara mereka akan runtuh?***Untuk menghilangkan rasa sedihnya, Naina memutuskan untuk melukis di balkon kamarnya di pagi hari ini. Pandangannya tertuju ke arah Rey yang sedang disuapi oleh Bi Sri di bawah."Ih, kok dia disuapin Bi Sri. Kayak anak kecil aja," ucap Naina. Ia mengintip kembali dari balik kanvas. Naina merasa begitu penasaran dan ingin bergabung bersama mereka. Ia terus menggigit bibir bawahnya."Huh, aku harus ikut ke sana."Naina berteriak, "Bibi, aku juga mau ikutan!" dengan serempak Rey dan Bi Sri mendongakkan kepalanya.
Akhirnya, Rey dan Naina sampai di Rumah Sakit Lestari Jaya. Rey pun bergegas menggendong Naina dan masuk ke dalam Rumah Sakit."Dokter! Dokter!" teriak Rey. Suaranya yang kencang membuat orang yang berada di sana tertuju padanya.Seorang Suster menghampiri Rey dan bertanya, "Ini ada apa?""Saya nggak tau, cepat rawat dia!" bentak Rey. Naina terus merintih dan tubuhnya terasa semakin lemas. Beberapa perawat laki-laki datang dengan membawa brankar dorong. Rey pun meletakkan Naina di sana. Perawat-perawat itu membawa Naina ke suatu ruangan untuk dirawat."Tolong segera urus administrasinya, Pak," ucap seorang Suster yang masih ada di sana.
Hati Rey kembali hancur berkeping-keping. Ia memutuskan pergi ke bar untuk minum minuman keras. Sesungguhnya, ia sangat tidak suka minuman keras. Tetapi, kali ini ia benar-benar ingin merasa tenang dan damai."Sial! Aku terpaksa minum ini. Apakah aku benar-benar bisa merasa tenang dengan ini?" Rey terus menatap gelas yang berada di meja. Dengan berat hati ia meminum minuman itu.Rey terlalu banyak minum hari ini. Ia merasa seperti terbang dan bebannya terasa hilang."Satu lagi," teriak Rey dengan mengangkat tangannya.Malam pun tiba, Rey sudah dikuasai oleh minuman itu. Ia terlihat asyik menari dengan kupu-kupu malam yang ada di sana dan terlihat sangat gembira. Rey berhalusinasi bahwa wanita yang saat ini bersamanya adalah Naina."Naina perempuan jahat. Sudah berapa kali kau melakukan itu dengan Alex," ucap Rey dengan tubuh sempoyongan.Pela**r itu menatap Rey dengan tatapan nakal. Ia mencoba untuk berkecupan d
"Apakah dia mencurigaiku?" batin Alex. Ia mencoba untuk bersikap setenang mungkin, supaya Joy tidak semakin curiga dan banyak bertanya kepadanya."Hah? Apa maksudmu?" tanya Alex."Nggak kok, kak, bercanda. Lagian, kakak banyak berubah. Kak Rey jadi nggak asik, jadi batu, kayak kulkas. Nggak banget deh, pokoknya," jelas Joy.Akhirnya Alex bisa bernapas dengan lega, karena kebusukannya tidak terbongkar."Maaf, ya. Soalnya kakak sibuk banget, jadi kurang ada waktu sama kalian semua. Ya kamu, ya Naina, semuanya," ucap Alex. Benar-benar perkataan yang dikemas dengan manis. Tapi Joy tidak seperti Naina yang dengan mudah begitu saja percaya dengan kata-kata manis."Alasan. Kamu seperti pembohong," batin Joy.***Pagi pun tiba. Rey sudah siap untuk berangkat ke rumah sakit. Bi Sri, Alex dan Joy menginap di rumah sakit semalam. Mereka juga sudah bersiap-siap untuk pulang siang nanti."Kamu yakin mau p
Sepertinya cuaca di siang hari ini sangat terik. Sudah satu minggu sejak Naina dirawat. Kini kondisinya sudah stabil.Hari ini Naina memutuskan untuk mengajak Rey berbincang-bincang dengannya. Naina menganggap Felix alias Rey, sudah seperti sahabatnya sendiri. Kini mereka tengah asyik berbincang-bincang di ruang keluarga. Naina terlihat seperti sudah kenal lama dengan supirnya alias Rey. Ia terlihat begitu nyaman dengan Rey. Perbincangan mereka pun terasa menyatu dan tersambung satu sama lain, tidak seperti jika Naina berbicara dengan Alex. Mereka berdua terlihat agak sedikit kaku. Jelas saja, Alex adalah orang asing. Ntah lah, kapan parasit ini akan pergi."Nona, apakah kau tahu. Aku dulu sangat suka memakan buah durian. Jika saja buah itu boleh dimakan dengan porsi yang banyak, maka aku akan menghabiskan satu bak buah durian yang sudah dikupas," ucap Rey sambil melamuti tangannya yang terkena durian.Naina pun tersenyum melihat tingkah Rey. I
Rey merasa terkejut dengan semua ucapan David. Ia benar-benar tidak percaya, bahwa ada orang sebodoh itu untuk melakukan suatu hal. Amarahnya kembali tersulut. Entahlah, sepertinya semua orang selalu membuatnya mendidih. Rey juga bingung dengan nasibnya. Terkadang, ia menertawakannya, terkadang ia menangisi takdirnya."Benar-benar keterlaluan, Alex sukelex," ucap Rey.Rey sedang berada di tempat huninya. Hanya tempat itu lah yang paling aman untuk saat ini, jika digunakan untuk menerima telepon."Rey, kamu nggak boleh kayak gitu. Kamu nggak boleh mengubah-ubah nama orang,"tegur David."Biarin. Kalau dia mah nggak apa-apa digituin, emang pantes," balas Rey."Jalan satu-satunya itu cuma kamu balikan sama Naina. Usir si otak udang itu dari rumah," ucap David."Semuanya nggak semudah ngebalik telapak tangan, Vid.""Huh, iya juga. Tapi kamu besok harus datang ke kantorku gimana pun caranya.""Iya
Keesokan harinya, Alex terlihat sangat murung karena dirinya dilabrak oleh Bara. Bahkan Naina pun ia diamkan. Pagi hari itu Naina menyindirnya hingga membuat Alex semakin marah."Harusnya aku yang marah. Bukan kamu," ucap Naina dengan datar."Duh, tolong kamu diem. Aku lagi nggak mau ditanya-tanya apalagi diganggu," ucap Alex. Ia mengernyitkan dahinya dan meninggalkan Naina yang masih ada di atas kasur.Alex menuruni anak tangga secara perlahan sambil melamun. "Gimana caranya buat bayar mereka," batin Alex.Saat sudah selesai menuruni anak tangga, tak sengaja Rey menyenggol tubuhnya. Hal itu tentu saja membuat Alex semakin marah. Ia melampiaskan semua kekesalannya pada Rey. Di pagi hari libur