Naina masih terisak. Rey merasa bersalah, karena merasa hal yang ia lakukan terlalu berlebihan.
"Kasihan dia. Ah, kenapa kasihan? Dia aja nggak kasihan sama aku," batin Rey.
"Pak Budi, cepat hubungi tuan Rey!" perintah Bi Sri.
Ia menunjuk satu persatu orang yang ada disana, kecuali Rey.
"Kamu hubungi polisi, kamu dan kamu tutupin mayat itu pakai kain atau apalah, yang penting ketutup!" perintah Bi Sri.
Rey pergi menuju balkon lantai tiga. Ia bertemu dengan pria bertopeng. Alih-alih semua ini perbuatannya.
"Siapa kamu?!" Rey menghampiri pria tersebut.
"Cctv ini rusak. Lihat saja, tidak ada gambar yang muncul," ucap seorang polisi."Di lantai tiga memang tidak ada cctv, Pak," ucap Alex."Apakah ada saksi mata di sini?" tanya dari salah satu polisi itu."Saya kurang tahu, Pak. Sedari tadi saya berada di halaman depan rumah," jawab tukang kebun.Rey sangat ingin menjawab bahwa ia melihat pria bertopeng di lantai tiga. Tetapi ia mengurungkan niatnya untuk berbicara, karena ia ingin mengungkap ini semua sendiri atau bersama David."Bagaimana jika kita tanya satpam?" usul tukang kebun."Saya di sini," ucap satpam.&n
Alex merasa malas untuk kembali ke kantor. Ia memutuskan untuk tetap di rumah dan bersantai menghabiskan waktu bersama Naina.***Rey sedang memikirkan cara bagaimana ia bisa keluar untuk bertemu dengan David. Ia terus mondar-mandir di taman depan."Duh, gimana caranya aku keluar," batin Rey.Sebuah ide muncul di pikirannya. "Ya, aku bilang aja mau jenguk saudara yang sakit," ucapnya.Rey bergegas pergi menemui Naina dan Alex. Ia terus mencari di mana keberadaan mereka. Entah mengapa, sepertinya mereka berdua senang sekali mengumbar kemesraan. Ya, meraka sering sekali berada di balkon kamar.
Hari berganti menjadi pagi. Semua orang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Namun tidak dengan Rey. Ia masih berbaring di atas kasur. Sejenak ia berpikir, bagaimana caranya ia bisa mengambil semua haknya kembali."Huft, dosa apa yang sudah kuperbuat sampai aku terkena masalah seperti ini," gumam Rey.***Sesuai rencana kemarin. Rey dan David akan memasang spy cam di pagar rumah. Rey pergi dengan diam-diam tanpa memberitahu kepada siapapun. Yang mengetahui dirinya pergi hanya satpam rumah."Pak, saya pergi sebentar. Ada urusan mendadak di luar," ucap Rey kepada satpam.Satpam itu hanya mengangguk pelan. Rey segera pergi menggunak
Suara alarm yang berasal dari ponsel Rey terdengar sangat nyaring. Dengan cepat ia mematikan suara yang sangat mengganggu baginya itu."Hoam ... Kalau bukan karena dua pria sialan itu. Aku sangat enggan untuk bangun sepagi ini."Waktu menunjukkan pukul 05.00. Pantas saja jika ia merasa malas untuk bangun.***Satpam di rumah ada empat orang. Mereka berjaga secara bergantian setiap hari. Kebetulan yang menjaga pada hari ini adalah satpam yang dulu sangat akrab dengan Rey. Ia mencari sebuah. yang sekiranya masuk akal dan pasti akan diterima."Boleh ya, Pak. Nanti saya beliin mangga sekardus, kalau saya boleh keluar."&nbs
Saat ini Rey merasa sangat bimbang. Ia bertanya pada dirinya sendiri. Apakah ini waktu yang tepat untuk mengatakan semuanya kepada Bi Sri?"Sini, biar saya kompres dulu," ucap Bi Sri."Aww," rintih Rey."Maaf kalau sakit.""Apa aku harus ngasih tau ke Bi Sri kalau aku ini Rey? Reaksi dia bakalan gimana? Apa dia bakalan percaya?" batin Rey."Sudah lebih baik?" tanya Bi Sri."Iya, Bi. Makasih ya." Rey masih terus berpikir. Apakah ini sudah saatnya jati dirinya terbongkar?"Bi, saya boleh ngomong sesuatu? Tapi jangan di sini,"
Setelah sekian lama, akhirnya Rey bisa tidur dengan pulas. Semalam adalah hari di mana ia bisa tertidur tanpa memikirkannya begitu banyak beban di kepalanya. Jika Rey tertidur pulas, kini Bi Sri yang tidak bisa tertidur dengan pulas, karena ia telah mengetahui sebuah kebenaran yang begitu besar."Bagaimana caranya menyatukan mereka kembali?" tanya Bi Sri pada diri sendiri.***Bi Sri tak sadar bahwa kini dirinya sedang mengisi air di dalam baskom. Air tersebut meluap kemana-mana."Bi!" teriak Rey. Bi Sri yang mendengar teriakan dari Rey, sontak terkejut. Dengan sigap ia mematikan keran."Ah, bibi ngelamun," ucap Bi Sri.
Hari-hari Naina semakin terasa sunyi dan hampa. Begitu juga dengan Rey. Kapan dinding besar di antara mereka akan runtuh?***Untuk menghilangkan rasa sedihnya, Naina memutuskan untuk melukis di balkon kamarnya di pagi hari ini. Pandangannya tertuju ke arah Rey yang sedang disuapi oleh Bi Sri di bawah."Ih, kok dia disuapin Bi Sri. Kayak anak kecil aja," ucap Naina. Ia mengintip kembali dari balik kanvas. Naina merasa begitu penasaran dan ingin bergabung bersama mereka. Ia terus menggigit bibir bawahnya."Huh, aku harus ikut ke sana."Naina berteriak, "Bibi, aku juga mau ikutan!" dengan serempak Rey dan Bi Sri mendongakkan kepalanya.
Akhirnya, Rey dan Naina sampai di Rumah Sakit Lestari Jaya. Rey pun bergegas menggendong Naina dan masuk ke dalam Rumah Sakit."Dokter! Dokter!" teriak Rey. Suaranya yang kencang membuat orang yang berada di sana tertuju padanya.Seorang Suster menghampiri Rey dan bertanya, "Ini ada apa?""Saya nggak tau, cepat rawat dia!" bentak Rey. Naina terus merintih dan tubuhnya terasa semakin lemas. Beberapa perawat laki-laki datang dengan membawa brankar dorong. Rey pun meletakkan Naina di sana. Perawat-perawat itu membawa Naina ke suatu ruangan untuk dirawat."Tolong segera urus administrasinya, Pak," ucap seorang Suster yang masih ada di sana.
Naina terus menunggu pesan darinya berharap dia akan mengirimnya sebuah berita baik."Bagaimana dengan bulan madumu?" celetuk Bibi Sri yang tengah menyisir rambut Naina di balkon kamar Naina. Bibi Sri sangat senang sekali menyisir rambut Naina. Naina terus sibuk dengan ponselnya."Na?""Ah, iya, Bi. Ada apa?""Kamu ngeliatin apa, sih? Sampai-sampai nggak merhatiin Bibi ngomong.""Nggak ada apa-apa, Bi. Bibi tadi tanya apa?""Kamu nanti sore mau makan apa?" Bibi Sri mengganti topik pembicaraannya, karena merasa sudah tidak tertarik untuk membicarakan topik awal tadi."Hmm ... Aku ingin sop ayam, Bi. Sop buatan Bibi, 'kan enak."Sebuah notifikasi pesan masuk dan itu dari Alex. Alex: Temui aku jam sepuluh di cafe pelangi. Aku punya kabar baik untukmu. Kedua mata Naina berbinar seperti mendapatkan kabar dirinya memenangkan lotere. Naina: Kenapa tidak sekarang aja? Alex: Kalau kamu bisa sekarang ya nggak apa-apa. Naina langsung berdiri dan membuat Bibi Sri yang sedang memainkan rambu
Bara, Sella, Naina, dan Rey sampai di rumah Pak Wijaya pada malam hari. Mereka menggunakan mobil yang berbeda-beda bersama pasangan masing-masing.Pesan Joy kemarin berisi: Jika kalian ingin terus berjalan dengan tenang dalam hidup, maka datangilah aku di rumah Papa. Aku mempunyai sebuah hadiah besar untuk kalian. Masing-masing akan mendapatkan satu hadiah dariku. Bahkan, kalian mendapatkan pesan yang sama. ***Mereka berempat bersama-sama masuk ke dalam rumah. Mereka mencari Joy di mana-mana. Bahkan, rumah terlihat sangat sepi. Tak ada batang hidung seorang pun yang nampak. "Apa yang Joy mau," batin Bara. Ia terlihat sangat gelisah. Ia takut, apakah Joy menemukan ruang rahasianya. Naina memerhatikan Bara yang terlihat gelisah. Ia pun tersenyum tipis. "Joy!" teriak Rey. "Apa-apaan ini? Apakah kita sedang dipermainkan?" tanya Sella. "Diamlah. Aku sangat kenal Joy," balas Naina. Mereka pun kembali di ruang tamu. Dan tiba-tiba semua lampu mati dan ruangan menjadi gelap. "Lelucon
Alex berhenti memikirkan hal yang terjadi waktu itu. Ia pun memutuskan untuk mengirimkan sebuah pesan kepada Naina. Alex: Maaf, Na. Mungkin selama ini aku telah menjadi seorang monster bagimu. Mungkin sulit untuk mempercayaiku. Tapi percayalah. Aku benar-benar sangat menyesal atas segala perbuatanku selama ini. Maukah kamu memaafkanku? Sebagai balasannya, aku akan memberitahukan dirimu siapa itu pria bertopeng. Dialah yang sudah menghasutku untuk melakukan semua hal yang memalukan dan menjijikan itu. Aku merasa sangat malu sekarang. "Semoga Naina mau membaca pesanku ini," ucap Alex. Naina menghela napas lega membaca pesan dari Alex. Akhirnya, Alex menyadari semua perbuatannya selama ini salah. "Sebenarnya aku masih merasa takut kepada dirimu. Tapi, aku tidak mau menjadi seorang pendendam dan penuh kebencian seperti Bara," batin Naina. Ia pun membalas pesan Alex. Naina: Aku sudah tahu siapa itu pria bertopeng. Saat ini aku sedang bingung apa yang akan aku lakukan untuk melawan diri
Pak wijaya mengumumkan akan membagikan warisan. Hal itu membuat telinga Bara menjadi segar. Inilah yang ia nanti-nantikan selama ini. Bara pun merasa sudah tidak memerlukan Sella lagi sebentar lagi. Sandiwaranya akan segera berakhir dan tamat.Bara menari-nari di dalam ruangan rahasianya sambil bernyanyi gembira. "Inilah yang aku nantikan selama ini. Tinggal dua langkah lagi, aku akan menamatkan semua permainanku selama ini." Bara melangkah mendekati bingkai foto Bu Diana. Bara mengambil bingkai itu dan mengusapnya. "Maafkan aku, Ma. Semua ini harus kulakukan. Aku memang egois. Tapi, ada orang lain yang lebih egois dan kejam melebihi diriku yang membuatku terpaksa melakukan semua ini," ucap Bara. ***Sesudah kejadian Alex yang menculik Naina, pikirannya mulai terbuka.Pada saat dirinya dan Naina berada di dalam kamar Alex. Naina mengatakan sesuatu yang membuat hati Alex menjadi goy
Sudah satu minggu sejak insiden Alex dan Sella yang menculik Naina dan Joy. Hal yang paling aneh menurut Joy adalah, ia diperintahkan untuk tutup mulut tidak menceritakan hal besar itu kepada siapapun, apalagi Rey. Joy pun marah kepada Naina sampai tiga hari, karena itu. Sore ini Naina tengah duduk bersantai di balkon lantai tiga sambil melukis. Sudah lama sekali dirinya tidak melakukan kegiatan itu. Joy mencari Naina di mana-mana dan menemukannya di atas balkon yang sedang duduk melukis Bibi Sri. Bibi Sri terlihat sangat lelah dan pegal, karena harus mempertahankan posisinya supaya tidk berubah. "Apakah ini belum selesai? Kamu ini ngerjain orang tua aja, Na," ucap Bibi Sri. "Sedikit lagi selesai, Bi."Joy berjalan cepat mendekati Naina. Ia pun mengejutkan Naina. "Dor!"Kuas yang sedang dipegang oleh Naina terpelas dari tangannya. Untung saja tidak terkena lukisannya yang sudah jadi. Jika sampai itu mengenai lukisannya, maka
"Sudah dua hari sejak sandiwaramu itu berakhir. Kamu betah berada di sini? Nggak mau pulang?" tanya Naina kepada Joy yang sedang duduk meminum teh di ruang keluarga.Joy meletakkan cangkir di atas meja. "Kakak ngusir aku, nih?""Bukan gitu, Joy." Lantas dia menarik kata-katanya tadi setelah mengingat ancaman Bara. "Eh, kamu lebih baik di sini aja sama kakak. Lagi pula kakak nggak ada temen ngobrol.""Nah, itu dia. Aku juga nggak ada temen di sana. Membosankan berada di rumah sendirian."***Alex dan Sella sedang menunggu Naina di Mall yang biasa dia kunjungi untuk berbelanja. Sudah dua jam mereka menunggu di dalam mobil sampai suntuk. Sella pun sampai tertidur, karena menunggu terlalu lama. "Apakah kamu yakin dia akan ke sini?" Kedua mata Alex berkeliling area parkir. "Ini sudah dua jam dan kita belum melihat tanda-tanda kedatangannya." Alex menoleh ke arah Sella dan melihat Sella yang sedang tertid
Naina terus melangkah maju mencari Bara. Dan tiba-tiba dari belakang ada seseorang yang menepuk pundaknya. Naina terperanjat kaget dan berbalik badan melihat siapa yang menyentuh pundaknya. Matanya membesar ketika melihat Bara yang sedang berdiri di hadapannya saat ini. Bara menarik tangan Naina dan memojokkan dirinya di tembok. Jantung Naina berdegup kencang. Ia merasa sangat takut. Baru pertama kalinya Bara menyentuh dan bersikap seperti itu kepada dirinya. Naina tak bisa mengucap satu patah kata pun. Yang bisa ia lakukan hanya diam membisu, karena merasa ketakutan."Apakah kamu mengikutiku?" tanya Bara. Naina menggeleng. "Nggak, Kak.""Jangan bohong. Ngaku aja."Naina masih tetap teguh pada jawaban pertamanya. "Nggak, Kak.""Semua yang kamu lihat dan kamu dengar itu tidak salah. Itu semua benar. Jadi, apa yang akan kamu lakukan setelah ini?" Naina menjadi berkeringa
Perusahaan Rey saat ini tengah mencapai puncak kejayaan. Dia bisa membuat Sakha Wijaya menjadi peringkat kedua perusahaan keluarga terkaya di Indonesia. Mengetahui hal itu, tentu saja Pak Wijaya merasa sangat bangga kepada putra keduanya itu. Pada pagi ini Pak Wijaya tengah membaca berita lewat ponsel di rumahnya. Dan ia merasa terkejut serta bangga, setelah mengetahui, bahwa keluarganya kini menjadi top dua terkaya di Indonesia.Hal itu membuat Pak Wijaya berencana ingin merayakannya bersama keluarga. ***Setelah Sella pergi dari rumah Rey, ia pun segera mencari seorang suster atau dokter yang mau merawat adiknya di rumahnya. Apalagi yang Joy tunggu? Bukankah Sella telah pergi dari sana? Kenapa dia tidak mengakhiri saja sandiwara ini. Naina masuk ke dalam kamar Joy dan membangunkan dirinya. "Joy ... Joy," panggil Naina sambil menggoyangkan tangan Joy. Joy membuka ke
Rey tak mempedulikan segala perkataan Sella. Rey tetap fokus dengan Naina. Ia pun menggendong Naina dan membawanya ke kamar.Sella terus mengekori Rey dari belakang sambil terus berbicara tanpa henti. Ia berbicara sambil menahan air matanya yang hendak tumpah membanjiri wajahnya."Rey apakah kamu mendengarku? Jawab aku Rey. Aku minta maaf. Bagaimana caranya agar kamu mau memaafkan diriku?" Sella terus mengulangi perkataan itu berkali-kali.Naina menjadi tidak tega melihat Sella yang terus memohon seperti itu. Ia menatap wajah Rey yang menggambarkan dirinya saat ini sedang marah besar. "Rey dengarkanlah Sella," ucap Naina.Rey seperti orang tuli. Ia tak mendengarkan segala perkataan Naina. Ia