Nampak begitu banyak benda bersinar nan indah di atas meja. Hal ini membuat Naina takjub, karena benda tersebut begitu menawan. Ingin sekali rasanya semua benda yang ia lihat di toko dibeli olehnya.
"Cantik sekali," ungkapnya sembari meraba sebuah kalung di tangannya.
Penjaga itu senyum tersimpul, karena kagum dengan kecantikan yang dimiliki Naina sama dengan seperti, perhiasan yang ada di tangannya.
"Yang itu saja, sama cantiknya seperti dirimu," usul sang penjaga toko.
Pipi Naina berubah menjadi merah tersipu malu. Ia melemparkan sebuah senyuman yang lebar nan indah kepada penjaga toko tersebut. Kemudian, memerintahkan si penjaga toko agar membungkus pesanannya tadi. Selepas berbelanja perhiasan, ia bergegas untuk kembali pulang. Ia merasa takut, jika suaminya merajuk, karena dirinya pergi seorang diri. Dia melangkah dengan begitu cepat. Oh tidak, seorang jambret sedang mengintai Naina di sudut parkiran Mall.
Jambret itu bersiap untuk merebut paksa belanjaan milik Naina. Celaka, dibagian area parkir mobilnya tidak terlihat batang hidung penjaga. Jambret itu berhasil merampas belanjaan Naina.
"Tolong ... ada jambret!" teriaknya.
Beruntunglah Tuhan mengirimkan seseorang untuk menolong Naina. Entah dari mana asalnya, pria itu menolong Naina dengan langsung memukul perut si jambret. Malang sekali jambret tersebut harus menerima bogem mentah dari pria itu. Tidak, mengapa harus kasihan ia adalah jambret. Naina yang menyaksikan hal tersebut diam membeku dan mengatupkan mulutnya dengan tangan.
"Lain kali hati-hati," ucap pria yang menolong Naina tadi.
"Terimakasih banyak. Ah, sebentar ini untukmu."
"Kemana perginya orang tadi?" Sebelum ia memberikan sejumlah uang atau imbalan untuk pria tadi, ia telah pergi entah kemana. Naina segera masuk ke dalam mobil, karena takut jambret tadi kembali lagi.
Ternyata pria tersebut bersembunyi di balik mobil dan berkata, "Aku akan selalu mengintaimu di mana pun kamu berada."
Pria tersebut membuka masker dengan topi yang ia kenakan. Ternyata ia adalah Rey. Apa? Rey ada dua? Tetapi, mengapa wajahnya sedikit rusak? Terlihat banyak sekali bekas jahitan di mana-mana.
Kilas balik menunjukan, tepatnya pada enam bulan yang lalu. Kala itu di kantor Rey, ada seorang pria yang melamar pekerjaan. Namanya adalah Alex, teman semasa Naina duduk di bangku SMA. Alex adalah orang yang sangat terobsesi dengan Naina. Tetapi, Alex tak pernah mengungkapkan isi hatinya, karena dahulu ia orang yang begitu pendiam alias tak banyak bicara. Ia hanya bisa mengamati Naina dari kejauhan setiap harinya.
Alex bisa dibilang sedikit tak waras. Ah, tetapi ia benar-benar tidak waras. Bagaimana tidak, di bagian lengan atas sebelah kiri dengan sengaja ia lukai berbentuk huruf n. Kegilaannya tak berhenti sampai di situ. Kegilaan ini semakin sesat akal, ketika ia tak bisa berjumpa lagi dengan Naina. Karena ia sudah berbeda sekolah dengannya.
Tetapi, rasa obsesi itu tidak pernah pudar. Ia terus mencari ke sudut manapun Naina berada. Sampai akhirnya, ia tahu bahwa Naina menikah dengan anak dari bos ayahnya.
Tak disangka, obsesinya itu diketahui oleh seseorang. Pria bertopeng itu tahu, bahwa Alex sering datang ke rumah dan kantor Rey untuk melihat Naina dari kejauhan. Saat menyadari keanehan yang dilakukan Alex, pria bertopeng itu sengaja memergokinya dan mengajaknya untuk bekerja sama. Tanpa berpikir panjang, Alex memutuskan untuk bekerja sama dengan pria bertopeng yang tak dikenal untuk melancarkan aksinya. Pria bertopeng itu juga memusuhi Rey. Untuk saat ini, belum diketahui identitas dan apa motif orang itu memusuhi Rey. Tetapi, sepertinya ia adalah orang yang sama-sama sering memantau Rey dari kejauhan seperti Alex.
Lalu, bagaimana Rey bisa mendapatkan bekas jahitan?
Tepat pada saat Alex melamar pekerjaan di kantor Rey, Rey mengajak Alex menyusuri kantor. Dia adalah bos yang sangat baik, ia menunjukkan satu persatu ruangan kepada Alex. Dan sampailah mereka di balkon lantai dua. Niat Rey yang ingin menghirup udara segar, berubah menjadi mendapatkan sambutan tepuk tangan pria bertopeng.
"Wah, Rey. Selamat datang," ucap pria bertopeng itu dengan menepuk kedua tangannya.
"Apa ini? Siapa kau?" tanya Rey.
Pria bertopeng itu membius Rey dengan tiba-tiba, dan memasukkannya ke dalam box yang berukuran cukup besar untuk memasukkan tubuh Rey kedalamnya.
Alex dan pria bertopeng tadi saling menatap dan tersenyum jahat. Alex membuka bajunya, ternyata ia mengenakan baju dua lapis. Baju yang berada paling dalam di gunakannya untuk penyamaran menjadi seorang OB. Dengan cepat ia membuka pakaiannya yang paling luar dan memasukkannya ke dalam box yang berisi Rey. Alex membawa box yang berisi Rey keluar. Di bawah box tersebut terdapat roda-roda sehingga, mempermudahnya untuk membawanya. Ia turun ke lantai bawah lewat lift. Dan pria bertopeng itu turun dari balkon dengan menggunakan tali yang cukup kuat. Benar-benar persiapan yang matang.
Langkah Alex terhenti setelah mendengar sebuah panggilan dari seorang satpam di sana.
"Berhenti, apa yang kamu bawa?"
Alex memutar tubuhnya 180 derajat.
"Saya? Saya mau buang sampah."
Satpam itu mengerutkan dahinya dan berkata, "Kamu baru ya di sini?"
"I-iya pak," jawab Alex dengan gugup.
"Ya udah, sana buang sampahnya."
Alex menghela napas dengan lega, karena tidak ketahuan. Ia menunggu pria bertopeng di belakang gedung. Tanpa menunggu dengan lama, pria bertopeng itu muncul dengan mengendarai sebuah truk.
"Cepat!" perintah pria bertopeng untuk menyuruh Alex masuk.
Masalah terjadi, mereka kesulitan untuk memasukan box yang berisi Rey ke dalam bak mobil.
"Aduh, cari akal kek," ucap Alex.
"Diam kamu, buruan! Ini cuma diangkat sedikit pasti bisa, kan di bawahnya ada roda. Dasar bodoh!" cela pria bertopeng.
Akhirnya box bisa masuk ke dalam bak mobil. Mereka segera pergi menuju jurang. Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang, akhirnya mereka sampai pada tepi jurang. Dengan secara asal dan kasar, mereka menurunkan box itu.
"Keluarin dia dari dalam box ini, buang dia ke sana!" perintah pria bertopeng.
Dengan tanpa rasa iba dan belas kasih, Alex mendorong Rey ke jurang. Mereka berdua tertawa dan tersenyum jahat.
"Selamat tinggal." Alex melambaikan tangannya. Mereka berdua pun masuk ke dalam mobil.
"Jangan lupa, setiap bulannya kamu harus mentransfer uang sebesar seratus juta ke nomor rekening yang saya berikan," ucap pria bertopeng itu.
"Ku kira hubungan kita istimewa, ternyata kita bukan sahabat," balas Alex.
"Siapa yang mau bersahabat denganmu?"
"Banyak amat seratus juta."
"Seratus juta itu, engga ada apa-apanya dibandingkan dengan keuangan Rey."
"Wow, banyak juga duit dia," ucap Alex, ia melotot dengan mengatupkan mulutnya merasa terkejut.
"Miskin ya? Nggak pernah denger dan nyentuh uang banyak?" ledek pria bertopeng itu.
Alex hanya terdiam dengan wajah masam.
Alex menyeletuk, "Hei?! Bagaimana caranya aku bisa mentransfer uang kepadamu? Sedangkan, aku sendiri tak mempunyai uang yang banyak."
"Sementara ini, kamu akan aku membiayaimu untuk operasi plastik."
Alex membulatkan matanya dan berkata, "Maksudmu, wajahku akan seperti Rey? Jika kau mempunyai banyak uang, mengapa kau menginginkan uang dari ku?"
"Kurang lebih seperti itu. Dan kamu kira operasi plastik itu murah? Emangnya duit dari daun?"
Alex meringis mendengar ucapan pria bertopeng itu.
Tubuh Rey berguling-guling dan berhenti akibat terbentur batu besar. Kali ini ia berada di tepi sungai. Beruntunglah tubuhnya tak jatuh ke dalam sungai dan tertahan oleh batu. Karena benturan yang begitu kuat, membuatnya mengeluarkan cairan kental merah dari tubuhnya. Dahi dan pipi sebelah kirinya sobek. Seluruh tubuh dan termasuk wajahnya tergores akibat rumput yang berduri. Jika Rey selamat, siapa yang menolongnya?
Cairan kental berwarna merah, terus bercucuran di tubuh Rey. Ia tak sadarkan diri akibat bius dan ditambah benturan yang begitu kuat. Tuhan sangat baik, ia menolong umatnya yang dalam kesusahan. Jurang tempat Rey terjatuh, ternyata berada tak jauh dari pemukiman warga. Seorang bapak tua yang sedang mencari ikan, melihat Rey yang berlumuran darah. Beberapa kali bapak itu menggosok-gosokkan kedua matanya, memastikan apakah yang ia lihat itu benar. Dengan spontan ia berteriak, "Tolong! Tolong! Tolong!"Beberapa warga yang sedang berjalan untuk mencari ikan, berlari dengan kencang, karena mendengar teriakan pak tua tadi. Mereka pun menghampiri pak tua itu."Ada apa pak?" tanya salah satu seorang dari mereka yang berjumlah empat."Lihat, di sana ada seseorang yang terluka," ucap pak tua itu dengan menunjuk ke arah Rey.Dengan serempak mereka menengok ke arah yang ditunjuk pak tua itu. Dengan penuh rasa iba, mereka datang men
Kedua mata Rey tak lepas memandang gerak-gerik calon tunangan Joy dengan kekasihnya sembari, memikirkan cara untuk membongkar kebusukannya."Apa aku harus membeli kartu undangan palsu? Ah, itu terlalu lama. Lagi pula, aku tidak tahu dengan pasti bagaimana bentuk undangan Joy. Atau dengan berat hati aku harus mencuri sebuah kartu undangan?" batinnya.Setelah beberapa lama menunggu, akhirnya calon tunangan Joy dengan kekasihnya pergi meninggalkan tempat. Mereka pergi dengan sendiri-sendiri. Calon tunangan Joy pergi dengan mobilnya, dan sang kekasih pergi dengan taxi.Tanpa menunggu lama-lama, Rey berlari menuju rumah yang ia beli. Tempatnya tak jauh dari rumah orang tuanya. Beruntunglah sewaktu kecelakaan yang menimpanya, dompetnya masih berada di dalam celananya. Jam tangan, serta cincin masih melekat di tangannya. Semua barang ia jual, dan semua uang ia habiskan untuk membeli rumah dan membuat sebuah usaha. Ia sudah tak begitu peduli dengan waj
Langit mulai gelap. Matahari telah terbenam dan berhenti memancarkan sinarnya. Mata Rey menyisir ruangan yang begitu besar. Kedua mata kecilnya berusaha menangkap apa yang ia inginkan."Hati-hati! Nanti jatuh," ucap salah satu pelayan di sana.Rey memutar tubuhnya dengan cepat. Yak, apa yang ia cari ada di tangan pelayan yang berada di depannya sekarang. Tak ingin kehilangan kesempatan lagi, ia menarik tangan pelayan tersebut."Bisakah kau meminjamkan itu untukku?" pinta Rey.Mata pelayan itu memandang Rey dengan aneh."Sekarang tidak bisa, karena ini digunakan untuk acara ini," jawab pelayan yang bergender laki-laki itu.Rey menyatukan telapak tangannya dengan memohon, "Tolong! Ini sangat mendesak. Ini tentang Joy.""Apa hubunganmu dengan nona Joy?" ucap pelayan itu dengan menaikan kedua alisnya."Aku adalah teman dekatnya. Ah atau gini, pinjamkan itu. Lalu aku akan memberikanmu sesuat
Si tukang fotocopy identitas, alias Alex terlihat kelabakan, karena masalah yang ia buat sendiri dan tidak bisa ia pecahkan dengan sendirinya. Sepanjang perjalanan, ia terus mendesis kesal sampai-sampai membuat supirnya bergidik."Aduh, kenapa dia bego banget sih," ucapnya dengan kesal.Ia pun berhenti di sebuah coffee shop. Entahlah, masalah apa lagi ini. Tak habis-habisnya ia membuat begitu banyak masalah. Ia masuk dengan memandangi ruangan berwarna cokelat tersebut. Matanya terus menyusuri ruangan yang tak begitu lebar dan tak begitu sempit."Mana sih ni orang, kok nggak keliatan."Orang yang ia cari ternyata berada di meja paling ujung."Hai!" sapanya.Pria yang ia temui menoleh ke arahnya. Dan ternyata orang tersebut adalah John, mantan Joy."Lama banget, aku udah nunggu dari tadi kak," ucap John dengan datar.Alex duduk dan mencondongkan tubuhnya ke depan."Hey bodoh!
Rey melihat bayangan dirinya di cermin. Sejenak ia berpikir, takdir apa yang ia punya. Karena tak ingin banyak pikiran, ia memutuskan untuk tidur. Kebencian yang semakin hari, semakin membesar. Membuat Rey bersemangat untuk membongkar kejahatan Alex dan pria bertopeng. Hari berganti menjadi pagi. Matanya terbuka dan langsung meraih sebuah ponsel yang ada di atas meja kamarnya. "Vid, bisakah kita bertemu sekarang?" "Jam berapa Rey?" tanya David. "Sekitar jam delapan, di toko aku." "Oke, sampai jumpa." "Bye," balas Rey. *** Di sini, di rumah Naina dan Rey. Terlihat Alex yang masih terbaring di depan pintu menunggu Naina membukakan pintu untuknya. Alex tidak tahu, sejak semalam Naina tidak bisa tidur, karena merasa getir. Alex terbangun dan mengusap wajahnya dengan perlahan. "Astaga, ini sudah pagi aku telat ke kantor." Langkahnya terhenti, karena menyadari tangan bekas
Mata Naina membulat melihat isi dari paket tersebut. Ia melihat perhiasan yang begitu menawan. Sejenak ia merasa bingung, tetapi ia langsung teringat dengan Alex."Ah, Rey. Tau aja dia aku suka kalung," ucapnya dengan bersemangat. Namun, wajahnya yang berseri-seri berubah menjadi masam mengingat peristiwa kala itu."Aku tahu kamu pasti mau bujuk aku. Nggak, nggak bisa segampang ini."***"Mana seratus juta saya?" tanya pria bertopeng.Alex dengan pria licik itu sedang beradu argumen di sebuah taman."Lagi nggak ada duit," jawab Alex dengan cepat."Kamu mau saya jadiin seperti Rey? Yakin? Saya akan mempertemukan kamu dengan Rey disana.""Santai, maaf keuangan kantor lagi naik turun saat ini. Atau, lima puluh juta aja gimana?""Kamu ngelunjak nanti kalau gini terus. Yaudah, untuk saat ini saya kasih toleransi. Perusahaan Rey itu besar loh, kenalannya banyak. Jalanin bisnis sebesar itu aja nggak bisa, payah!"
Alex yang payah. Ia kebingungan, karena salah satu supirnya sedang cuti. "Duh, nggak ada supir lagi. Mana supir rumah cuma dua. Orang kaya supir kok dua Rey, Rey. Nanti kalau supir Naina aku pake dia makin marah sama aku." Ia memutuskan untuk membawa mobil sendiri. Ia tahu bahwa ia tidak andal dalam mengemudi mobil. Tes untuk membuat SIM saja gagal sepuluh kali. "Semoga bisa, ini kan mobil matic pasti bisa lah. Apa sih yang Alex nggak bisa." Sejauh ini ia masih tak terlihat tanda-tanda Alex tak pandai dalam mengemudi. "Keren, aku bisa bawa mobil. Tapi kenapa waktu buat SIM aku selalu gagal?" tanyanya dengan dirinya sendiri.
Sejak insiden malam itu. Tepatnya setelah pertunangan Joy yang batal, Naina masih merajuk dengan Alex. Ia masih bersih keras untuk tidur di kamar tamu dan enggan sekamar dengannya.Malam ini, Alex mencoba untuk mengajak Naina berbicara. Namun, Naina tetap menolaknya.Saat Naina membukakan pintu, awalnya Alex berniat masuk ke dalam. Namun, Naina membanting pintu tepat di depan wajah Alex."Astaga, aku harus gimana lagi biar dia nggak marah sama aku," ucap Alex.***Suara bising musik dari luar kamar terdengar jelas di telinga Naina. Ia menutup kedua telinganya dengan bantal. Usaha yang sia-sia, suara tersebut tetap menembus ke telinganya.