Nampak begitu banyak benda bersinar nan indah di atas meja. Hal ini membuat Naina takjub, karena benda tersebut begitu menawan. Ingin sekali rasanya semua benda yang ia lihat di toko dibeli olehnya.
"Cantik sekali," ungkapnya sembari meraba sebuah kalung di tangannya.
Penjaga itu senyum tersimpul, karena kagum dengan kecantikan yang dimiliki Naina sama dengan seperti, perhiasan yang ada di tangannya.
"Yang itu saja, sama cantiknya seperti dirimu," usul sang penjaga toko.
Pipi Naina berubah menjadi merah tersipu malu. Ia melemparkan sebuah senyuman yang lebar nan indah kepada penjaga toko tersebut. Kemudian, memerintahkan si penjaga toko agar membungkus pesanannya tadi. Selepas berbelanja perhiasan, ia bergegas untuk kembali pulang. Ia merasa takut, jika suaminya merajuk, karena dirinya pergi seorang diri. Dia melangkah dengan begitu cepat. Oh tidak, seorang jambret sedang mengintai Naina di sudut parkiran Mall.
Jambret itu bersiap untuk merebut paksa belanjaan milik Naina. Celaka, dibagian area parkir mobilnya tidak terlihat batang hidung penjaga. Jambret itu berhasil merampas belanjaan Naina.
"Tolong ... ada jambret!" teriaknya.
Beruntunglah Tuhan mengirimkan seseorang untuk menolong Naina. Entah dari mana asalnya, pria itu menolong Naina dengan langsung memukul perut si jambret. Malang sekali jambret tersebut harus menerima bogem mentah dari pria itu. Tidak, mengapa harus kasihan ia adalah jambret. Naina yang menyaksikan hal tersebut diam membeku dan mengatupkan mulutnya dengan tangan.
"Lain kali hati-hati," ucap pria yang menolong Naina tadi.
"Terimakasih banyak. Ah, sebentar ini untukmu."
"Kemana perginya orang tadi?" Sebelum ia memberikan sejumlah uang atau imbalan untuk pria tadi, ia telah pergi entah kemana. Naina segera masuk ke dalam mobil, karena takut jambret tadi kembali lagi.
Ternyata pria tersebut bersembunyi di balik mobil dan berkata, "Aku akan selalu mengintaimu di mana pun kamu berada."
Pria tersebut membuka masker dengan topi yang ia kenakan. Ternyata ia adalah Rey. Apa? Rey ada dua? Tetapi, mengapa wajahnya sedikit rusak? Terlihat banyak sekali bekas jahitan di mana-mana.
Kilas balik menunjukan, tepatnya pada enam bulan yang lalu. Kala itu di kantor Rey, ada seorang pria yang melamar pekerjaan. Namanya adalah Alex, teman semasa Naina duduk di bangku SMA. Alex adalah orang yang sangat terobsesi dengan Naina. Tetapi, Alex tak pernah mengungkapkan isi hatinya, karena dahulu ia orang yang begitu pendiam alias tak banyak bicara. Ia hanya bisa mengamati Naina dari kejauhan setiap harinya.
Alex bisa dibilang sedikit tak waras. Ah, tetapi ia benar-benar tidak waras. Bagaimana tidak, di bagian lengan atas sebelah kiri dengan sengaja ia lukai berbentuk huruf n. Kegilaannya tak berhenti sampai di situ. Kegilaan ini semakin sesat akal, ketika ia tak bisa berjumpa lagi dengan Naina. Karena ia sudah berbeda sekolah dengannya.
Tetapi, rasa obsesi itu tidak pernah pudar. Ia terus mencari ke sudut manapun Naina berada. Sampai akhirnya, ia tahu bahwa Naina menikah dengan anak dari bos ayahnya.
Tak disangka, obsesinya itu diketahui oleh seseorang. Pria bertopeng itu tahu, bahwa Alex sering datang ke rumah dan kantor Rey untuk melihat Naina dari kejauhan. Saat menyadari keanehan yang dilakukan Alex, pria bertopeng itu sengaja memergokinya dan mengajaknya untuk bekerja sama. Tanpa berpikir panjang, Alex memutuskan untuk bekerja sama dengan pria bertopeng yang tak dikenal untuk melancarkan aksinya. Pria bertopeng itu juga memusuhi Rey. Untuk saat ini, belum diketahui identitas dan apa motif orang itu memusuhi Rey. Tetapi, sepertinya ia adalah orang yang sama-sama sering memantau Rey dari kejauhan seperti Alex.
Lalu, bagaimana Rey bisa mendapatkan bekas jahitan?
Tepat pada saat Alex melamar pekerjaan di kantor Rey, Rey mengajak Alex menyusuri kantor. Dia adalah bos yang sangat baik, ia menunjukkan satu persatu ruangan kepada Alex. Dan sampailah mereka di balkon lantai dua. Niat Rey yang ingin menghirup udara segar, berubah menjadi mendapatkan sambutan tepuk tangan pria bertopeng.
"Wah, Rey. Selamat datang," ucap pria bertopeng itu dengan menepuk kedua tangannya.
"Apa ini? Siapa kau?" tanya Rey.
Pria bertopeng itu membius Rey dengan tiba-tiba, dan memasukkannya ke dalam box yang berukuran cukup besar untuk memasukkan tubuh Rey kedalamnya.
Alex dan pria bertopeng tadi saling menatap dan tersenyum jahat. Alex membuka bajunya, ternyata ia mengenakan baju dua lapis. Baju yang berada paling dalam di gunakannya untuk penyamaran menjadi seorang OB. Dengan cepat ia membuka pakaiannya yang paling luar dan memasukkannya ke dalam box yang berisi Rey. Alex membawa box yang berisi Rey keluar. Di bawah box tersebut terdapat roda-roda sehingga, mempermudahnya untuk membawanya. Ia turun ke lantai bawah lewat lift. Dan pria bertopeng itu turun dari balkon dengan menggunakan tali yang cukup kuat. Benar-benar persiapan yang matang.
Langkah Alex terhenti setelah mendengar sebuah panggilan dari seorang satpam di sana.
"Berhenti, apa yang kamu bawa?"
Alex memutar tubuhnya 180 derajat.
"Saya? Saya mau buang sampah."
Satpam itu mengerutkan dahinya dan berkata, "Kamu baru ya di sini?"
"I-iya pak," jawab Alex dengan gugup.
"Ya udah, sana buang sampahnya."
Alex menghela napas dengan lega, karena tidak ketahuan. Ia menunggu pria bertopeng di belakang gedung. Tanpa menunggu dengan lama, pria bertopeng itu muncul dengan mengendarai sebuah truk.
"Cepat!" perintah pria bertopeng untuk menyuruh Alex masuk.
Masalah terjadi, mereka kesulitan untuk memasukan box yang berisi Rey ke dalam bak mobil.
"Aduh, cari akal kek," ucap Alex.
"Diam kamu, buruan! Ini cuma diangkat sedikit pasti bisa, kan di bawahnya ada roda. Dasar bodoh!" cela pria bertopeng.
Akhirnya box bisa masuk ke dalam bak mobil. Mereka segera pergi menuju jurang. Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang, akhirnya mereka sampai pada tepi jurang. Dengan secara asal dan kasar, mereka menurunkan box itu.
"Keluarin dia dari dalam box ini, buang dia ke sana!" perintah pria bertopeng.
Dengan tanpa rasa iba dan belas kasih, Alex mendorong Rey ke jurang. Mereka berdua tertawa dan tersenyum jahat.
"Selamat tinggal." Alex melambaikan tangannya. Mereka berdua pun masuk ke dalam mobil.
"Jangan lupa, setiap bulannya kamu harus mentransfer uang sebesar seratus juta ke nomor rekening yang saya berikan," ucap pria bertopeng itu.
"Ku kira hubungan kita istimewa, ternyata kita bukan sahabat," balas Alex.
"Siapa yang mau bersahabat denganmu?"
"Banyak amat seratus juta."
"Seratus juta itu, engga ada apa-apanya dibandingkan dengan keuangan Rey."
"Wow, banyak juga duit dia," ucap Alex, ia melotot dengan mengatupkan mulutnya merasa terkejut.
"Miskin ya? Nggak pernah denger dan nyentuh uang banyak?" ledek pria bertopeng itu.
Alex hanya terdiam dengan wajah masam.
Alex menyeletuk, "Hei?! Bagaimana caranya aku bisa mentransfer uang kepadamu? Sedangkan, aku sendiri tak mempunyai uang yang banyak."
"Sementara ini, kamu akan aku membiayaimu untuk operasi plastik."
Alex membulatkan matanya dan berkata, "Maksudmu, wajahku akan seperti Rey? Jika kau mempunyai banyak uang, mengapa kau menginginkan uang dari ku?"
"Kurang lebih seperti itu. Dan kamu kira operasi plastik itu murah? Emangnya duit dari daun?"
Alex meringis mendengar ucapan pria bertopeng itu.
Tubuh Rey berguling-guling dan berhenti akibat terbentur batu besar. Kali ini ia berada di tepi sungai. Beruntunglah tubuhnya tak jatuh ke dalam sungai dan tertahan oleh batu. Karena benturan yang begitu kuat, membuatnya mengeluarkan cairan kental merah dari tubuhnya. Dahi dan pipi sebelah kirinya sobek. Seluruh tubuh dan termasuk wajahnya tergores akibat rumput yang berduri. Jika Rey selamat, siapa yang menolongnya?
Cairan kental berwarna merah, terus bercucuran di tubuh Rey. Ia tak sadarkan diri akibat bius dan ditambah benturan yang begitu kuat. Tuhan sangat baik, ia menolong umatnya yang dalam kesusahan. Jurang tempat Rey terjatuh, ternyata berada tak jauh dari pemukiman warga. Seorang bapak tua yang sedang mencari ikan, melihat Rey yang berlumuran darah. Beberapa kali bapak itu menggosok-gosokkan kedua matanya, memastikan apakah yang ia lihat itu benar. Dengan spontan ia berteriak, "Tolong! Tolong! Tolong!"Beberapa warga yang sedang berjalan untuk mencari ikan, berlari dengan kencang, karena mendengar teriakan pak tua tadi. Mereka pun menghampiri pak tua itu."Ada apa pak?" tanya salah satu seorang dari mereka yang berjumlah empat."Lihat, di sana ada seseorang yang terluka," ucap pak tua itu dengan menunjuk ke arah Rey.Dengan serempak mereka menengok ke arah yang ditunjuk pak tua itu. Dengan penuh rasa iba, mereka datang men
Kedua mata Rey tak lepas memandang gerak-gerik calon tunangan Joy dengan kekasihnya sembari, memikirkan cara untuk membongkar kebusukannya."Apa aku harus membeli kartu undangan palsu? Ah, itu terlalu lama. Lagi pula, aku tidak tahu dengan pasti bagaimana bentuk undangan Joy. Atau dengan berat hati aku harus mencuri sebuah kartu undangan?" batinnya.Setelah beberapa lama menunggu, akhirnya calon tunangan Joy dengan kekasihnya pergi meninggalkan tempat. Mereka pergi dengan sendiri-sendiri. Calon tunangan Joy pergi dengan mobilnya, dan sang kekasih pergi dengan taxi.Tanpa menunggu lama-lama, Rey berlari menuju rumah yang ia beli. Tempatnya tak jauh dari rumah orang tuanya. Beruntunglah sewaktu kecelakaan yang menimpanya, dompetnya masih berada di dalam celananya. Jam tangan, serta cincin masih melekat di tangannya. Semua barang ia jual, dan semua uang ia habiskan untuk membeli rumah dan membuat sebuah usaha. Ia sudah tak begitu peduli dengan waj
Langit mulai gelap. Matahari telah terbenam dan berhenti memancarkan sinarnya. Mata Rey menyisir ruangan yang begitu besar. Kedua mata kecilnya berusaha menangkap apa yang ia inginkan."Hati-hati! Nanti jatuh," ucap salah satu pelayan di sana.Rey memutar tubuhnya dengan cepat. Yak, apa yang ia cari ada di tangan pelayan yang berada di depannya sekarang. Tak ingin kehilangan kesempatan lagi, ia menarik tangan pelayan tersebut."Bisakah kau meminjamkan itu untukku?" pinta Rey.Mata pelayan itu memandang Rey dengan aneh."Sekarang tidak bisa, karena ini digunakan untuk acara ini," jawab pelayan yang bergender laki-laki itu.Rey menyatukan telapak tangannya dengan memohon, "Tolong! Ini sangat mendesak. Ini tentang Joy.""Apa hubunganmu dengan nona Joy?" ucap pelayan itu dengan menaikan kedua alisnya."Aku adalah teman dekatnya. Ah atau gini, pinjamkan itu. Lalu aku akan memberikanmu sesuat
Si tukang fotocopy identitas, alias Alex terlihat kelabakan, karena masalah yang ia buat sendiri dan tidak bisa ia pecahkan dengan sendirinya. Sepanjang perjalanan, ia terus mendesis kesal sampai-sampai membuat supirnya bergidik."Aduh, kenapa dia bego banget sih," ucapnya dengan kesal.Ia pun berhenti di sebuah coffee shop. Entahlah, masalah apa lagi ini. Tak habis-habisnya ia membuat begitu banyak masalah. Ia masuk dengan memandangi ruangan berwarna cokelat tersebut. Matanya terus menyusuri ruangan yang tak begitu lebar dan tak begitu sempit."Mana sih ni orang, kok nggak keliatan."Orang yang ia cari ternyata berada di meja paling ujung."Hai!" sapanya.Pria yang ia temui menoleh ke arahnya. Dan ternyata orang tersebut adalah John, mantan Joy."Lama banget, aku udah nunggu dari tadi kak," ucap John dengan datar.Alex duduk dan mencondongkan tubuhnya ke depan."Hey bodoh!
Rey melihat bayangan dirinya di cermin. Sejenak ia berpikir, takdir apa yang ia punya. Karena tak ingin banyak pikiran, ia memutuskan untuk tidur. Kebencian yang semakin hari, semakin membesar. Membuat Rey bersemangat untuk membongkar kejahatan Alex dan pria bertopeng. Hari berganti menjadi pagi. Matanya terbuka dan langsung meraih sebuah ponsel yang ada di atas meja kamarnya. "Vid, bisakah kita bertemu sekarang?" "Jam berapa Rey?" tanya David. "Sekitar jam delapan, di toko aku." "Oke, sampai jumpa." "Bye," balas Rey. *** Di sini, di rumah Naina dan Rey. Terlihat Alex yang masih terbaring di depan pintu menunggu Naina membukakan pintu untuknya. Alex tidak tahu, sejak semalam Naina tidak bisa tidur, karena merasa getir. Alex terbangun dan mengusap wajahnya dengan perlahan. "Astaga, ini sudah pagi aku telat ke kantor." Langkahnya terhenti, karena menyadari tangan bekas
Mata Naina membulat melihat isi dari paket tersebut. Ia melihat perhiasan yang begitu menawan. Sejenak ia merasa bingung, tetapi ia langsung teringat dengan Alex."Ah, Rey. Tau aja dia aku suka kalung," ucapnya dengan bersemangat. Namun, wajahnya yang berseri-seri berubah menjadi masam mengingat peristiwa kala itu."Aku tahu kamu pasti mau bujuk aku. Nggak, nggak bisa segampang ini."***"Mana seratus juta saya?" tanya pria bertopeng.Alex dengan pria licik itu sedang beradu argumen di sebuah taman."Lagi nggak ada duit," jawab Alex dengan cepat."Kamu mau saya jadiin seperti Rey? Yakin? Saya akan mempertemukan kamu dengan Rey disana.""Santai, maaf keuangan kantor lagi naik turun saat ini. Atau, lima puluh juta aja gimana?""Kamu ngelunjak nanti kalau gini terus. Yaudah, untuk saat ini saya kasih toleransi. Perusahaan Rey itu besar loh, kenalannya banyak. Jalanin bisnis sebesar itu aja nggak bisa, payah!"
Alex yang payah. Ia kebingungan, karena salah satu supirnya sedang cuti. "Duh, nggak ada supir lagi. Mana supir rumah cuma dua. Orang kaya supir kok dua Rey, Rey. Nanti kalau supir Naina aku pake dia makin marah sama aku." Ia memutuskan untuk membawa mobil sendiri. Ia tahu bahwa ia tidak andal dalam mengemudi mobil. Tes untuk membuat SIM saja gagal sepuluh kali. "Semoga bisa, ini kan mobil matic pasti bisa lah. Apa sih yang Alex nggak bisa." Sejauh ini ia masih tak terlihat tanda-tanda Alex tak pandai dalam mengemudi. "Keren, aku bisa bawa mobil. Tapi kenapa waktu buat SIM aku selalu gagal?" tanyanya dengan dirinya sendiri.
Sejak insiden malam itu. Tepatnya setelah pertunangan Joy yang batal, Naina masih merajuk dengan Alex. Ia masih bersih keras untuk tidur di kamar tamu dan enggan sekamar dengannya.Malam ini, Alex mencoba untuk mengajak Naina berbicara. Namun, Naina tetap menolaknya.Saat Naina membukakan pintu, awalnya Alex berniat masuk ke dalam. Namun, Naina membanting pintu tepat di depan wajah Alex."Astaga, aku harus gimana lagi biar dia nggak marah sama aku," ucap Alex.***Suara bising musik dari luar kamar terdengar jelas di telinga Naina. Ia menutup kedua telinganya dengan bantal. Usaha yang sia-sia, suara tersebut tetap menembus ke telinganya.
Naina terus menunggu pesan darinya berharap dia akan mengirimnya sebuah berita baik."Bagaimana dengan bulan madumu?" celetuk Bibi Sri yang tengah menyisir rambut Naina di balkon kamar Naina. Bibi Sri sangat senang sekali menyisir rambut Naina. Naina terus sibuk dengan ponselnya."Na?""Ah, iya, Bi. Ada apa?""Kamu ngeliatin apa, sih? Sampai-sampai nggak merhatiin Bibi ngomong.""Nggak ada apa-apa, Bi. Bibi tadi tanya apa?""Kamu nanti sore mau makan apa?" Bibi Sri mengganti topik pembicaraannya, karena merasa sudah tidak tertarik untuk membicarakan topik awal tadi."Hmm ... Aku ingin sop ayam, Bi. Sop buatan Bibi, 'kan enak."Sebuah notifikasi pesan masuk dan itu dari Alex. Alex: Temui aku jam sepuluh di cafe pelangi. Aku punya kabar baik untukmu. Kedua mata Naina berbinar seperti mendapatkan kabar dirinya memenangkan lotere. Naina: Kenapa tidak sekarang aja? Alex: Kalau kamu bisa sekarang ya nggak apa-apa. Naina langsung berdiri dan membuat Bibi Sri yang sedang memainkan rambu
Bara, Sella, Naina, dan Rey sampai di rumah Pak Wijaya pada malam hari. Mereka menggunakan mobil yang berbeda-beda bersama pasangan masing-masing.Pesan Joy kemarin berisi: Jika kalian ingin terus berjalan dengan tenang dalam hidup, maka datangilah aku di rumah Papa. Aku mempunyai sebuah hadiah besar untuk kalian. Masing-masing akan mendapatkan satu hadiah dariku. Bahkan, kalian mendapatkan pesan yang sama. ***Mereka berempat bersama-sama masuk ke dalam rumah. Mereka mencari Joy di mana-mana. Bahkan, rumah terlihat sangat sepi. Tak ada batang hidung seorang pun yang nampak. "Apa yang Joy mau," batin Bara. Ia terlihat sangat gelisah. Ia takut, apakah Joy menemukan ruang rahasianya. Naina memerhatikan Bara yang terlihat gelisah. Ia pun tersenyum tipis. "Joy!" teriak Rey. "Apa-apaan ini? Apakah kita sedang dipermainkan?" tanya Sella. "Diamlah. Aku sangat kenal Joy," balas Naina. Mereka pun kembali di ruang tamu. Dan tiba-tiba semua lampu mati dan ruangan menjadi gelap. "Lelucon
Alex berhenti memikirkan hal yang terjadi waktu itu. Ia pun memutuskan untuk mengirimkan sebuah pesan kepada Naina. Alex: Maaf, Na. Mungkin selama ini aku telah menjadi seorang monster bagimu. Mungkin sulit untuk mempercayaiku. Tapi percayalah. Aku benar-benar sangat menyesal atas segala perbuatanku selama ini. Maukah kamu memaafkanku? Sebagai balasannya, aku akan memberitahukan dirimu siapa itu pria bertopeng. Dialah yang sudah menghasutku untuk melakukan semua hal yang memalukan dan menjijikan itu. Aku merasa sangat malu sekarang. "Semoga Naina mau membaca pesanku ini," ucap Alex. Naina menghela napas lega membaca pesan dari Alex. Akhirnya, Alex menyadari semua perbuatannya selama ini salah. "Sebenarnya aku masih merasa takut kepada dirimu. Tapi, aku tidak mau menjadi seorang pendendam dan penuh kebencian seperti Bara," batin Naina. Ia pun membalas pesan Alex. Naina: Aku sudah tahu siapa itu pria bertopeng. Saat ini aku sedang bingung apa yang akan aku lakukan untuk melawan diri
Pak wijaya mengumumkan akan membagikan warisan. Hal itu membuat telinga Bara menjadi segar. Inilah yang ia nanti-nantikan selama ini. Bara pun merasa sudah tidak memerlukan Sella lagi sebentar lagi. Sandiwaranya akan segera berakhir dan tamat.Bara menari-nari di dalam ruangan rahasianya sambil bernyanyi gembira. "Inilah yang aku nantikan selama ini. Tinggal dua langkah lagi, aku akan menamatkan semua permainanku selama ini." Bara melangkah mendekati bingkai foto Bu Diana. Bara mengambil bingkai itu dan mengusapnya. "Maafkan aku, Ma. Semua ini harus kulakukan. Aku memang egois. Tapi, ada orang lain yang lebih egois dan kejam melebihi diriku yang membuatku terpaksa melakukan semua ini," ucap Bara. ***Sesudah kejadian Alex yang menculik Naina, pikirannya mulai terbuka.Pada saat dirinya dan Naina berada di dalam kamar Alex. Naina mengatakan sesuatu yang membuat hati Alex menjadi goy
Sudah satu minggu sejak insiden Alex dan Sella yang menculik Naina dan Joy. Hal yang paling aneh menurut Joy adalah, ia diperintahkan untuk tutup mulut tidak menceritakan hal besar itu kepada siapapun, apalagi Rey. Joy pun marah kepada Naina sampai tiga hari, karena itu. Sore ini Naina tengah duduk bersantai di balkon lantai tiga sambil melukis. Sudah lama sekali dirinya tidak melakukan kegiatan itu. Joy mencari Naina di mana-mana dan menemukannya di atas balkon yang sedang duduk melukis Bibi Sri. Bibi Sri terlihat sangat lelah dan pegal, karena harus mempertahankan posisinya supaya tidk berubah. "Apakah ini belum selesai? Kamu ini ngerjain orang tua aja, Na," ucap Bibi Sri. "Sedikit lagi selesai, Bi."Joy berjalan cepat mendekati Naina. Ia pun mengejutkan Naina. "Dor!"Kuas yang sedang dipegang oleh Naina terpelas dari tangannya. Untung saja tidak terkena lukisannya yang sudah jadi. Jika sampai itu mengenai lukisannya, maka
"Sudah dua hari sejak sandiwaramu itu berakhir. Kamu betah berada di sini? Nggak mau pulang?" tanya Naina kepada Joy yang sedang duduk meminum teh di ruang keluarga.Joy meletakkan cangkir di atas meja. "Kakak ngusir aku, nih?""Bukan gitu, Joy." Lantas dia menarik kata-katanya tadi setelah mengingat ancaman Bara. "Eh, kamu lebih baik di sini aja sama kakak. Lagi pula kakak nggak ada temen ngobrol.""Nah, itu dia. Aku juga nggak ada temen di sana. Membosankan berada di rumah sendirian."***Alex dan Sella sedang menunggu Naina di Mall yang biasa dia kunjungi untuk berbelanja. Sudah dua jam mereka menunggu di dalam mobil sampai suntuk. Sella pun sampai tertidur, karena menunggu terlalu lama. "Apakah kamu yakin dia akan ke sini?" Kedua mata Alex berkeliling area parkir. "Ini sudah dua jam dan kita belum melihat tanda-tanda kedatangannya." Alex menoleh ke arah Sella dan melihat Sella yang sedang tertid
Naina terus melangkah maju mencari Bara. Dan tiba-tiba dari belakang ada seseorang yang menepuk pundaknya. Naina terperanjat kaget dan berbalik badan melihat siapa yang menyentuh pundaknya. Matanya membesar ketika melihat Bara yang sedang berdiri di hadapannya saat ini. Bara menarik tangan Naina dan memojokkan dirinya di tembok. Jantung Naina berdegup kencang. Ia merasa sangat takut. Baru pertama kalinya Bara menyentuh dan bersikap seperti itu kepada dirinya. Naina tak bisa mengucap satu patah kata pun. Yang bisa ia lakukan hanya diam membisu, karena merasa ketakutan."Apakah kamu mengikutiku?" tanya Bara. Naina menggeleng. "Nggak, Kak.""Jangan bohong. Ngaku aja."Naina masih tetap teguh pada jawaban pertamanya. "Nggak, Kak.""Semua yang kamu lihat dan kamu dengar itu tidak salah. Itu semua benar. Jadi, apa yang akan kamu lakukan setelah ini?" Naina menjadi berkeringa
Perusahaan Rey saat ini tengah mencapai puncak kejayaan. Dia bisa membuat Sakha Wijaya menjadi peringkat kedua perusahaan keluarga terkaya di Indonesia. Mengetahui hal itu, tentu saja Pak Wijaya merasa sangat bangga kepada putra keduanya itu. Pada pagi ini Pak Wijaya tengah membaca berita lewat ponsel di rumahnya. Dan ia merasa terkejut serta bangga, setelah mengetahui, bahwa keluarganya kini menjadi top dua terkaya di Indonesia.Hal itu membuat Pak Wijaya berencana ingin merayakannya bersama keluarga. ***Setelah Sella pergi dari rumah Rey, ia pun segera mencari seorang suster atau dokter yang mau merawat adiknya di rumahnya. Apalagi yang Joy tunggu? Bukankah Sella telah pergi dari sana? Kenapa dia tidak mengakhiri saja sandiwara ini. Naina masuk ke dalam kamar Joy dan membangunkan dirinya. "Joy ... Joy," panggil Naina sambil menggoyangkan tangan Joy. Joy membuka ke
Rey tak mempedulikan segala perkataan Sella. Rey tetap fokus dengan Naina. Ia pun menggendong Naina dan membawanya ke kamar.Sella terus mengekori Rey dari belakang sambil terus berbicara tanpa henti. Ia berbicara sambil menahan air matanya yang hendak tumpah membanjiri wajahnya."Rey apakah kamu mendengarku? Jawab aku Rey. Aku minta maaf. Bagaimana caranya agar kamu mau memaafkan diriku?" Sella terus mengulangi perkataan itu berkali-kali.Naina menjadi tidak tega melihat Sella yang terus memohon seperti itu. Ia menatap wajah Rey yang menggambarkan dirinya saat ini sedang marah besar. "Rey dengarkanlah Sella," ucap Naina.Rey seperti orang tuli. Ia tak mendengarkan segala perkataan Naina. Ia