Home / Romansa / Good Sister / 12 - Senyum yang Dipalsukan

Share

12 - Senyum yang Dipalsukan

Author: Erluthh
last update Last Updated: 2021-06-21 12:24:23

Rambut panjang yang tidak diikat, sepatu usang dan baju kaos kusut menjadi penampilan gadis bermata indah pada siang ini. Matanya cukup bengak, setelah mengakhiri panggilan dari Ghandara ia kembali masuk ke dalam bilik. Saat ini ia berada di ruang gawat darurat.

Dilihatnya adiknya terkapar diatas ranjang. Kenapa ia baru menyadari betapa kurus  adiknya yang divonis terkena tipes. Ia benar-benar merasa sangat bersalah melihat adiknya itu.

Melihat kakaknya yang menyalahkan diri sendiri, Awan yang menganggandeng Langit menyentuh tangan Bulan dan mengelusnya dengan lembut. "Bintang akan baik-baik aja, Kak, gak usah khawatir, ya?"

Bulan mengangguk meski hatinya tak benar-benar setuju dengan pernyataan Langit. Tapi saat ini ia ingin meyakini bahwa Bintang akan baik-baik saja. Semua akan baik-baik saja.

"Awan dan Langit pulang lebih dulu ya? Kak Bulan anter pulang, yuk!"

Langit menolak, ia memegang erat tangan Bintang yang tengah tertidur. Mungkin ia mengatakan secara tidak langsung bahwa ia tidak ingin meninggalkan Bintang.

"Langit?"

Anak itu menggeleng. Padahal Bintang tak sebaik Awan. Bintang sering sekali membuat Langit menangis, tapi anak ini tak memiliki dendam sama sekali, bahkan ia tak ingin meninggalkan Bintang.

Awan dan Bulan saling bertatapan.

"Biarkan saja, Kak, kita tunggu bareng."

***

Sudah tiga hari ini Bulan tak masuk sekolah. Parahnya tanpa keterangan tertulis. Entah apa yang harus menjadi alasan untuk Bulan dalam suratnya sampai ia memutuskan bahwa ia tidak akan mengirim surat.

Rara juga menanyainya tapi ia belum berhasil menjawab. Yang orang-orang tau, Bulan masih dianggap sebagai anak dari pemilik pabrik gula jawa. Bulan belum sempat menjelaskan kepada mereka, dan rasanya tak benar jika harus menjelaskan lewat telepon, ceritanya cukup panjang.

"Bulan masih gak masuk? Apa dia sakit, Ra?" Salah satu teman bertanya kepada Rara yang juga menggeleng tak tahu alasan kenapa gadis itu tidak masuk.

"Gimana sih, Ra, kamu kan temennya."

Mungkin Rara juga wajar merasa kesal. Rara sudah menganggap Bulan sebagai temannya tapi kenapa Bulan tak memberitahu Rara alasan kenapa ia tidak masuk sekolah. Wajar jika Rara kesal saat ini.

"Heei kamu!"

Rara tertegun melihat sosok yang memanggil dirinya.

"I-iya, Kak?"

"Bulan kenapa? Kenapa dia gak masuk?"

Rara meremas tangannya. Ia kesal sekali dengan segala pertanyaan ini. Namun, ia mencoba untuk tetap tersenyum.

"Ehh Bulan masih gak ada kabar, Kak."

Ghandara mengangguk paham. "Kamu tau dimana rumahnya?"

Rara menggeleng dengan ragu. Ia takut Ghandara akan seperti yang lain, menyalahkan ketidaktahuannya.

"Oh yaudah, makasih. Jangan lupa makan ya!" Ghandara menepuk puncak kepala gadis itu tanpa dosa. Sepertinya ia memang sudah sering melakukan hal ini. Entah kenapa ada sebuah ombak yang menghangtam ke dada Rara, sangat keras mengejutkan dan bergemuruh hebat. Ia menyukainya. Tidak aneh, siapa di dunia ini yanh tidak suka dengan Ghandara.

Bulan, jawabannya.

"Tasya nyariin kamu, kemana aja sih?"

"Bisnis." Jawaban singkat Ghandara membuat Riki dan Eko saling pandang. Tidak biasa Ghandara seperti ini. Biasanya dia akan langsung heboh menyusuli Tasya atau menelpon gadis itu dan bertanya ada apa.

"Ghan, denger aku, kan? Tasya nyariin kamu!"

"Aku gak budek, Rik." Ghandara malah bermain game di ponselnya dengan santai dan bukannya membucin.

"Lagi kumat, udah biarin aja," kata Eko melerai Ghandara dan Riki yang sepertinya memiliki perang dingin entah sebab apa.

Tak berselang lama, ponsel Ghandara bergetar, panggilan dari seorang yang kontaknya ia simpan dengan banyak emotikon hati di belakangnya.

"Lagi ngerjain tugas, bentar dulu ya?"

Panggilan itu berakhir dengan cepat. Dari cara Ghandara menjawab pertanyaan Tasya tadi jelas sekali mereka ada masalah.

Riki bangkit dari kursinya, mendatangi Ghandara yang duduk tak jauh. Eko pun menahan tangan Riki agar tidak terjadi kembali kejadian beberapa bulan lalu.

"Gak usah sewot, Rik, kalo kamu suka sama pacar aku, coba aja tikung jangan jadi pengecut."

Eko tak tahu harus apa, rupanya benar. Mereka berdua sedang berada dalam fase perang dingin.  Apalagi kali ini dan salah siapa lagi kali ini. Entah siapa yang harus mengaku kalah terlebih dahulu untuk menyudahi perang kali ini.

Ghandara keluar dari ruangan, lelaki itu menutup pintu dengan kasar menggambarkan suasana hatinya saat ini.

"Kenapa lagi, Rik?"

Riki diam. Nampaknya ia sudah tahu, apa yang terjadi sekarang. Dari raut wajahnya, sepertinya ia juga mewajarkan hal ini.

"Ghandara!!"

Ghandara berhenti, ia menghela nafas berat sebelum berbalik dan mencoba untuk tersenyum di depan gadis yang masih ia cintai.

"Iya, Bby?"

"Kamu kemana aja? Kamu kenapa?" Tangan Tasya otomatis menggelantung di lengan Ghandara seperti biasa.

Ghandara membiarkan gadis itu berlaku seperti itu. Tak sama sekali ia tampakkan kekesalannya terhadap gadis itu.

Biar Ghandara ceritakan.

Sore itu, Ghandara hendak ke kantor papahnya, membawa berkas yang papahnya suruh untuk bawakan ke kantor sebab ketinggalan. Ghandara yakin sudah mengatakan kepada Tasya bahwa ia akan mengantar Tasya ke toko buku, Ghandara hanya minta waktu sekitar sepuluh menit saja kepada Tasya untuk menunggunya karena mereka sudah berjanji akan pergi bersama.

Lantas, setelah selesai mengantar berkas kepada papahnya ia langsung menuju ke rumah Tasya. Ia menekan bel, tak ada orang di dalamnya.

Kemudian ia membuka aplikasi pesan pada ponselnya. Bertanya apakah mereka jadi pergi ke toko buku. Alasan sederhana pun di dapatkan oleh Ghandara sebagai penolakan bahwa Tasya tidak bisa pergi hari ini karena sedang meriang.

Ghandara membalas pesan itu, berkata bahwa dirinya yang akan pergi sendiri membelikan buku untuk gadis itu, sebab Tasya bilang buku itu sangat penting dan akan dipelajari secepatnya.

"Judulnya apa?" Ghandara bergeming sendiri di balik setir mobil. Ia kembali mengeluarkan ponsel dari saku kemejanya, bertanya judul buku namun tak kunjung mendapat balasan, ingin menelpon tapi Ghandara takut mengganggu Tasya. "Ya sudah aku beli semua buku yang direkomendasikan sama mbak-mbaknya aja," ucapnya membuat keputusan lalu melajukan mobil ke toko buku.

Namun, betapa ia terkejut saat melihat kemesraan di depan matanya. Pacarnya dan seorang yang dianggap hanya teman olehnya duduk bersebelahan membaca buku sambil sesekali saling menggoda dengan menyoretkan pulpen ke wajah. Sungguh pemandangan yang sangat apik untuk hati Ghandara. Lelaki hanya tersenyum saja, entah di dalam hatinya sudah penuh dengan paku yang melukai tepat di sana.

Kemesraan mereka masih bisa Ghandara maafkan, yang tidak bisa Ghandara maafkan adalah alasan Tasya yang berbohong kepadanya bahkan sampai hari ini Ghandara masih menunggu Tasya untuk mengatakan sejujurnya kepadanya. Ia menunggu dengan sabar, dengan senyum yang ia palsukan.

Related chapters

  • Good Sister   13 - Sikap Manis itu Membingungkan

    Hari ke-tujuh sekarang. Sudah tujuh hari lamanya Bulan tak masuk sekolah. Hari ini Bintang sudah diijinkan pulang. Hal yang paling Bulan bingungkan adalah saat ini. Saat dia berdiri di depan meja administrasi, melihat nominal angka yang terdapat di selembar kertas yang tertulis nama adiknya.Nominal yang katanya tidak besar itu, bagi Bulan sangat besar, butuh waktu dua bulan lamanya bekerja untuk mendapat uang itu. Tapi mau bagaimana lagi, Bulan tidak punya pilihan selain mengambil uang tabungan yang hendak ia gunakan untuk sekolah adik-adiknya."Kak Bulan hari ini sekolah, kan?" tanya Bintang. Ia resah juga karena Bulan sudah seminggu lamanya tak masuk sekolah, ia khawatir kakaknya akan tertinggal pelajaran. Meski ia menyuruh kakaknya untuk pergi sekolah, Bulan tetap ingin tinggal."Iya, Tang, Kak Bulan hari ini sekolah setelah

    Last Updated : 2021-06-21
  • Good Sister   14 - Salah Paham yang Berlanjut

    Pintu ruang kesenian terbuka secara tiba-tiba. Bulan yang memang cepat terkejut pun terlonjak dari kursi dan hampir jatuh jika tidak ada tangan Ghandara yang menangkap tangannya.Malangnya, kejadian itu disebabkan oleh seorang yang tidak seharusnya melihat hal ini.Tasya kaku di depan pintu. Menatap tepat ke dalam kornea mata Bulan. Secara cepat Bulan melepaskan tangan Ghandara."Kalau kamu mau mesra-mesraan setidaknya lakuin tugas dan tanggung jawab kamu dulu!" Tasya langsung membentak.Mengapa Bulan ada di sini? Sepertinya ia akan terkena masalah jika tetap berada diantara pasangan yang sedang terikat masalah ini.Dengan mengendap-endap, Bulan memundurkan kursi kemudian hendak bangkit sampai ia terkejut tangannya ditahan oleh tangan dingin dan sialnya tangan itu milik Ghandara."Kamu punya hutang latihan seminggu yang harus kamu bayar lunas hari ini."Bulan terkejut, ia sangat takut akan terlibat diantara mereka. Sedikit ia melirik

    Last Updated : 2021-06-21
  • Good Sister   15 - Menjadi Orang Tengah

    Suasana canggung hidup di tengah-tengah kegiatan ini. Banyak hal yang harus disiapkan untuk kegiatan bulan bahasa. Anggota OSIS yang bekerja pun memerlukan bantuan hingga mereka membuat pengumuman bahwa setiap kelas wajib mengeluarkan tiga siswa sebagai sukarelawan dalam membantu pekerjaan OSIS yang lumayan banyak. Dari banyaknya anggota OSIS yang menyebar ke kelas-kelas untuk mengambil siswa, kenapa harus Ghandara yang mendapat tugas untuk datang ke kelas Bulan. Dan tatapan mata Ghandara saat masuk ke kelas Bulan, pertama kali adalah langsung tertuju kepada Bulan. Sebanyak apapun Bulan menghindari tatapan mata Ghandara ia tak bisa lari. Lelaki itu menatapnya terlalu intens. "Kalian sudah denger pengumumannya, kan?" tanya Ghandara berdiri di depan papan seperti guru biasanya. "Jadi siapa yang mau jadi sukarelawan?" tanya Ghandara lagi tapi matanya hanya menatap satu orang. "Kamu!!" Tunjuknya langsung tanpa memberi luang bagi yang lain mengan

    Last Updated : 2021-07-08
  • Good Sister   01 - Bulan

    Sepatu kets putih yang sudah kusam dan berubah warna melangkah, beberapa kali melompat menghindari genangan air sisa hujan pagi tadi. Raut lelah juga terpancar dari wajah gadis cantik berkulit pucat dengan tas kresek yang dijinjing tinggi agar tidak terciprat air. Tiga bungkus nasi goreng. Ia sudah tersenyum membayangkan betapa indah senyum adik-adiknya nanti. Sambil membayangkan itu, akhirnya langkahnya berhenti di depan pintu kayu dengan alas lantai tak berkarpet. Dua anak lelaki yang sangat rukun bermain dengan sebuah kertas dan sebuah pensil yang mereka gunakan bergantian. "Mana langit?" tanya gadis cantik dengan wajah kucal tak terurus ini. Matanya sibuk mencari sosok yang paling muda diantara ketiga adiknya. "Awan? Mana langit?" tanya gadis ini sambil membujuk adik tertuanya yang berusia 6 tahun untuk menjawab. "Bintang? Langit dimana?" tanya gadis ini kepada salah satunya lagi, adik kedua yang berusia 5 tahun sebab sang ka

    Last Updated : 2021-05-08
  • Good Sister   02 - Hari Pertama

    Senin. Hari tersibuk Bulan selama 16 tahun ia hidup mengurus tiga adik kecil. Sekarang yang menjadi fokus utamanya adalah karena hari ini adalah hari pertama ia masuk sekolah formal. Saat SMP ia bersekolah di yayasan, hanya melakukan beberapa kali pertemuan dengan teman-temannya, waktu belajar lebih banyak ia habiskan untuk bekerja. Hari ini akhirnya salah satu keinginannya terwujud. Ia memandangi dirinya dengan panik di depan kaca yang retak dibagian atasnya sebab Bintang melemparkan buku sebulan yang lalu ke arah kaca itu. "Wan, gimana? Udah rapi belum?" tanya Bulan was-was dengan mata masih fokus meneliti pantulan dirinya di dalam kaca. Awan menghela berat dengan gelas minum berisi air di tangannya. Ia berniat memberi Langit yang kehausan saat bangun tidur tapi berhenti ketika melihat Bulan masih berada di depan kaca dalam waktu hampir setangah jam. "Gak akan berubah kali, Kak, tetep aja gitu." Ka

    Last Updated : 2021-05-08
  • Good Sister   03 - Teman Pertama

    Setelah bergegas mendekati Eko yang sudah berkacak pinggang melihat Ghandara si bucin ini baru datang setelah ia selesai melakukan tugas yang seharusnya dilakukan berdua, Ghandara menaikkan alisnya dengan genit dan tak lupa mengangkat dua jari di samping kepala. Eko hanya bisa menghembus nafas kasar saja dengan kerjaan Ghandara. Memang tidak membantu sama sekali dan kenapa selalu dia yang dijadikan satu tim dengan Ghandara yang pada akhirnya ia selalu bekerja sendiri. “Ghan, bisa gak sih kalo dikasih tanggung jawab itu kamu tanggung jawab dikit?” “Ko, bukan gitu masalahnya aku—yaudah aku traktir makan siang ntar,” ucap Ghandara menyerah karena Eko masih merajuk. “Aku ajak Siska juga, gimana?” rayunya. Wajah Eko langsung tertarik. Matanya berbinar menatap Ghandara yang tidak lain tidak bukan adalah lelaki yang disukai oleh Siska. Meski Ghandara sudah memiliki Tasya tak sedikit yang menyatakan bahwa Siska menyukai Ghandara, ya meskipun berakhir dengan kesedihan

    Last Updated : 2021-05-16
  • Good Sister   04 - Suara

    “Awan!! Bintang! Langit!!” Bulan terburu masuk ke dalam rumah Mbok Intan. Ia sudah berteriak bahkan dari pagar rumah memanggil ketiga adiknya yang berada di dalam rumah Mbok Intan. “Assalamualaikum dulu, Neng,” tegur Mbok Intan yang disalami oleh Bulan. Bulan tersenyum cengengesan sambil mengucap salam yang ia lupakan saking tak sabarnya ia untuk bercerita kepada adik-adiknya. Mbok Intan menjawab salam sambil tersenyum senang. Bagaimana bisa seorang gadis yang masih butuh kasing sayang seperti Bulan menjadi tulang punggung keluarga, bagaimana bisa tangan mungil itu setiap harinya mengangkat berkilo-kilo gula jawa selama lebih dari dua tahun, bagaimana bisa ia tidak sama sekali mengeluh akan kehidupannya padahal hidupnya sungguh berat. Bagaimana bisa ia masih tersenyum manis seperti itu? Mungkin Mbok Intan yang bergeming di pintu memikirkan banyak hal itu di kepalanya. Ia menatap gadis itu dan hampir saja menangis karenanya. “Kak Bulan, a

    Last Updated : 2021-05-16
  • Good Sister   05 - Hadiah dari Pertengkaran

    Seorang lelaki berseragam SMA sama seperti gadis yang melipat tangan di depan dada, sedang menginjak-injak puntung rokok yang sebelumnya ia hisap hingga tak banyak lagi tersisa batang rokok itu. Raut menakutkan dari Tasya hanya dibalas dengan cengiran tak bersalah dari Ghandara. Ghandara punya banyak keburukan, tapi yang paling tidak bisa Tasya maafkan adalah rokok. Tasya benci melihat Ghandara yang sembunyi-sembunyi darinya untuk merokok. “Pacar, dengarkan aku dulu. Serius!!” Ghandara mencoba menahan tubuh Tasya yang hendak pergi dengan tubuh lebarnya ia memeluk gadis itu sembari mengelus lembut rambut hitam milik Tasya. “Dalam sebulan ini serius baru hari ini aku merokok lagi, serius, sumpah demi aku gak jodoh sama kamu, deh!” Dengan penuh khidmat Ghandara menjelaskan berharap Tasya percaya pada perkataannya, namun, sepertinya tatapan mata Tasya jelas mengatakan kalau dia tidak memaafkan Ghandara semudah itu. Jelas sekali. “Oke! Jadi aku harus ngapa

    Last Updated : 2021-06-14

Latest chapter

  • Good Sister   15 - Menjadi Orang Tengah

    Suasana canggung hidup di tengah-tengah kegiatan ini. Banyak hal yang harus disiapkan untuk kegiatan bulan bahasa. Anggota OSIS yang bekerja pun memerlukan bantuan hingga mereka membuat pengumuman bahwa setiap kelas wajib mengeluarkan tiga siswa sebagai sukarelawan dalam membantu pekerjaan OSIS yang lumayan banyak. Dari banyaknya anggota OSIS yang menyebar ke kelas-kelas untuk mengambil siswa, kenapa harus Ghandara yang mendapat tugas untuk datang ke kelas Bulan. Dan tatapan mata Ghandara saat masuk ke kelas Bulan, pertama kali adalah langsung tertuju kepada Bulan. Sebanyak apapun Bulan menghindari tatapan mata Ghandara ia tak bisa lari. Lelaki itu menatapnya terlalu intens. "Kalian sudah denger pengumumannya, kan?" tanya Ghandara berdiri di depan papan seperti guru biasanya. "Jadi siapa yang mau jadi sukarelawan?" tanya Ghandara lagi tapi matanya hanya menatap satu orang. "Kamu!!" Tunjuknya langsung tanpa memberi luang bagi yang lain mengan

  • Good Sister   14 - Salah Paham yang Berlanjut

    Pintu ruang kesenian terbuka secara tiba-tiba. Bulan yang memang cepat terkejut pun terlonjak dari kursi dan hampir jatuh jika tidak ada tangan Ghandara yang menangkap tangannya.Malangnya, kejadian itu disebabkan oleh seorang yang tidak seharusnya melihat hal ini.Tasya kaku di depan pintu. Menatap tepat ke dalam kornea mata Bulan. Secara cepat Bulan melepaskan tangan Ghandara."Kalau kamu mau mesra-mesraan setidaknya lakuin tugas dan tanggung jawab kamu dulu!" Tasya langsung membentak.Mengapa Bulan ada di sini? Sepertinya ia akan terkena masalah jika tetap berada diantara pasangan yang sedang terikat masalah ini.Dengan mengendap-endap, Bulan memundurkan kursi kemudian hendak bangkit sampai ia terkejut tangannya ditahan oleh tangan dingin dan sialnya tangan itu milik Ghandara."Kamu punya hutang latihan seminggu yang harus kamu bayar lunas hari ini."Bulan terkejut, ia sangat takut akan terlibat diantara mereka. Sedikit ia melirik

  • Good Sister   13 - Sikap Manis itu Membingungkan

    Hari ke-tujuh sekarang. Sudah tujuh hari lamanya Bulan tak masuk sekolah. Hari ini Bintang sudah diijinkan pulang. Hal yang paling Bulan bingungkan adalah saat ini. Saat dia berdiri di depan meja administrasi, melihat nominal angka yang terdapat di selembar kertas yang tertulis nama adiknya.Nominal yang katanya tidak besar itu, bagi Bulan sangat besar, butuh waktu dua bulan lamanya bekerja untuk mendapat uang itu. Tapi mau bagaimana lagi, Bulan tidak punya pilihan selain mengambil uang tabungan yang hendak ia gunakan untuk sekolah adik-adiknya."Kak Bulan hari ini sekolah, kan?" tanya Bintang. Ia resah juga karena Bulan sudah seminggu lamanya tak masuk sekolah, ia khawatir kakaknya akan tertinggal pelajaran. Meski ia menyuruh kakaknya untuk pergi sekolah, Bulan tetap ingin tinggal."Iya, Tang, Kak Bulan hari ini sekolah setelah

  • Good Sister   12 - Senyum yang Dipalsukan

    Rambut panjang yang tidak diikat, sepatu usang dan baju kaos kusut menjadi penampilan gadis bermata indah pada siang ini. Matanya cukup bengak, setelah mengakhiri panggilan dari Ghandara ia kembali masuk ke dalam bilik. Saat ini ia berada di ruang gawat darurat.Dilihatnya adiknya terkapar diatas ranjang. Kenapa ia baru menyadari betapa kurus adiknya yang divonis terkena tipes. Ia benar-benar merasa sangat bersalah melihat adiknya itu.Melihat kakaknya yang menyalahkan diri sendiri, Awan yang menganggandeng Langit menyentuh tangan Bulan dan mengelusnya dengan lembut. "Bintang akan baik-baik aja, Kak, gak usah khawatir, ya?"Bulan mengangguk meski hatinya tak benar-benar setuju dengan pernyataan Langit. Tapi saat ini ia ingin meyakini bahwa Bintang akan baik-baik saja. Semua akan baik-baik saja.

  • Good Sister   11 - Ghandara, Ini Bukan Dirimu!

    Firasat buruk selalu menjadi nyata. Setidaknya Bulan yakin itu sekarang. Ia berjanji tidak akan pernah berpikir hal negatif lagi.Malam itu, selepas Bulan menjemput adik-adiknya di rumah Mbok Intan, Bulan langsung panik. Bintang benar-benar terkena demam. Musim hujan memang menjadi yang Bulan khawatirkan. Pasalnya Bintang sangat sensitif terhadap air hujan."Wan, jaga Langit di rumah ya! Kak Bulan mau bawa Bintang ke puskesmas dulu! Tolong ambilkan kartu kesehatan Bintang di laci kamar!" perintah Bulan yang menggendong Bintang dan Awan dengan sigap bergerak menjalankan perintah kakaknya setelah menurunkan Langit dari gendongannya."Terima kasih, Wan, jaga Langit ya!!"Bulan dan Bintang pergi ke puskesmas, hari yang hampir menurunkan hujan. Langit malam tidak berbintang dan hanya gelap gulita tak berhias cahaya di atas sana. Bulan dengan kaki mungilnya berderap cepat menggendong Bintang di punggungnya lantaran sepeda gayung miliknya rusak dan sepeda Sari s

  • Good Sister   10 - Latihan Pertama

    Minggu pagi. Tak di sangka bahwa setelah bersekolah di sekolah formal, Bulan menjadi sanat amat sibuk. Pagi tadi ia pergi ke rumah Mbok Intan, bukan untuk bekerja tapi untuk menghaturkan permohonan maaf karena harus ijin untuk tidak kerja hari ini.Klub musik mengadakan latihan di aula kota, jadi mau tidak mau Bulan yang sudah menjadi anggota dari klub itu juga harus hadir. Ia tidak mau di cap menjadi orang egois yang tidak menghargai kepentingan kelompok.Untungnya Mbok Intan bisa berbaik hati untuk memberinya hari libur untuk hari ini. Sebenarnya hari minggu adalah hari tersibuk Bulan karena ia harus bekerja ekstra di hari minggu sebab tak bisa bekerja maksimal di hari masuk sekolah.“Makasih ya, Mbok,” ucap Bulan, ia juga meminjam sepeda gayung Sari, anak Mbok Intan yang kuliah di luar kota. Karena ia jarang bekerja, jadi mau tidak mau ia harus menghemat uangnya pula. Naik sepeda adalah pilihan terbaik.“Nanti kalau pulangnya sa

  • Good Sister   09 - Keresahan

    Bulan tak seperti ini biasanya. Menyanyi bukan hal yang sulit bagi Bulan. Tapi mengapa berdiri di depan lelaki ini membuat keringat Bulan memaksa untuk terus keluar dari dahinya. Mengerikan sekali.“Lagu apa saja, aku hanya ingin denger nada kamu. Jangan bilang si Rey ngerekrut kamu cuman karena kamu cantik.”Cantik? Ya tentu saja Bulan, seorang wanita memang cantik, mana ada wanita yang tampan, jangan bercanda.“Aku hanya tau beberapa lagu lama,” ucap Bulan dengan keraguan.Ghandara tak bersuara dalam waktu sebentar, Bulan mendongak penasaran mengapa Ghandara tidak bersuara.“Apa aku semenakutkan itu?”Buru-buru Bulan kembali menundukkan pandangannya ke lantai, menggerak-gerakkan sepatu hitamnya dengan canggung sambil menggeleng pelan.“Kamu gadis aneh pertama yang aku jumpai,” ucap Ghandara. “Biasanya gadis-gadis akan berebut untuk melihat wajah tampanku, tapi kenapa kau malah ke

  • Good Sister   08 - Ekstrakulikuler

    Subuh tadi Langit menangis entah sebab apa. Anak lelaki itu menangis dengan cukup keras sampai membangunkan semua saudara tirinya. Awan, Bintang juga Bulan.“Apa badannya panas, Kak?” tanya Awan dengan nada cemas, Bintang juga ikut menunggu jawaban Bulan yang menggendong Langit sambil berusaha menidurkannya kembali.“Tidak, jangan khawatir, kalian tidur saja lagi, Langit sudah tidak nangis lagi, kok.” Bulan tersenyum sambil menyuruh Awan untuk menyelimuti Bintang sebab udara di subuh hari masih begitu dingin tapi tidak untuk dirinya.Lelah sekali rasanya, semakin hari Langit sudah semakin berat, dan untuk menggendong Langit butuh tenaga ekstra. Setelah Langit kembali tertidur, sambil merilekskan tulangnya Bulan melirik ke arah jam dinding yang sudah nampak usang namun masih berfungsi dengan baik.Tidak lama lagi, mungkin sekitar empat puluh lima menit lagi ia sudah harus bangun dan menyiapkan makanan untuk adik-adiknya sebab ia har

  • Good Sister   07 - Antara Keberuntungan dan Celaka

    Malam sendu dengan rintik hujan yang entah berniat turun atau tidak, Bulan di tempat favoritnya, duduk di depan pintu rumah, tersihir dengan dinginnya angin yang menyapa hingga ke tulangnya, namun sama sekali tak membuat dirinya merasakan kedinginan itu.Setelah selesai mengantar gula-gula jawa ke rumah pemesan, ia langsung pulang ke rumah tidak seperti biasa ia akan mengambil kerjaan lain agar dapat upah tambahan. Bukan karena ia lelah, hanya saja ia tidak fokus, ia terus memikirkan kalimat Ghandara siang tadi.Sampai saat ini pun, melihat kertas yang sudah remuk ada di tangannya itu, hatinya bergerak. Ia tidak yakin dan tidak setuju dengan apa yang ada di pikirannya saat ini, tapi ia sangat ingin untuk mencoba.“Coba aja, Kak!”Bulan buru-buru kembali melipat kertas itu dan memasukkan sembarang ke kantongnya setelah mendapati Awan ada di belakangnya. Awan memang masih berusia enam tahun, tapi anak kecil ini belajar dengan sangat baik dari an

DMCA.com Protection Status