Home / Romansa / Good Sister / 02 - Hari Pertama

Share

02 - Hari Pertama

Author: Erluthh
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Senin. Hari tersibuk Bulan selama 16 tahun ia hidup mengurus tiga adik kecil. Sekarang yang menjadi fokus utamanya adalah karena hari ini adalah hari pertama ia masuk sekolah formal. 

Saat SMP ia bersekolah di yayasan, hanya melakukan beberapa kali pertemuan dengan teman-temannya, waktu belajar lebih banyak ia habiskan untuk bekerja. 

Hari ini akhirnya salah satu keinginannya terwujud. Ia memandangi dirinya dengan panik di depan kaca yang retak dibagian atasnya sebab Bintang melemparkan buku sebulan yang lalu ke arah kaca itu. 

"Wan, gimana? Udah rapi belum?" tanya Bulan was-was dengan mata masih fokus meneliti pantulan dirinya di dalam kaca. 

Awan menghela berat dengan gelas minum berisi air di tangannya. Ia berniat memberi Langit yang kehausan saat bangun tidur tapi berhenti ketika melihat Bulan masih berada di depan kaca dalam waktu hampir setangah jam. 

"Gak akan berubah kali, Kak, tetep aja gitu." 

Kalimat dingin adiknya itu tak membuat hatinya sakit sama sekali. Awan memang nampak dingin di luar, tapi sesungguhnya Bulan tahu bahwa itu hanya bentuk perlindungan diri. Tanggung jawab yang Bulan tekankan kepada Awan adalah kakak laki-laki tertua. 

Selepas kepergian Awan, Bulan sekali lagi mengecek dirinya di dalam cermin. Sesekali ia tersenyum. Ia tidak menyangka bahwa akhirnya ia bisa menggunakan seragam putih abu-abu ini. 

Saat ketua yayasan mengatakan bahwa akan memberi beasiswa full pada Bulan yang sudah putus asa, saat itulah Bulan temukan kembali bahwa semesta masih menganggapnya sebagai penghuni. Ia beeterima kasih untuk itu. 

"Kak Bulan!" 

Teriakan Bintang membawa Bulan mendekat ke asal suara. Betapa terkejut Bulan saat melihat wajah pucat pasi Langit di dalam pelukan Awan. 

"Ya tuhan! Langit!" Secepat kilat ia mengambil alih, memeluk Langit dari Awan dan mengecek suhu tubuh anak lelaki itu. 

Sangat panas. 

***

Padahal sejak tadi malam Bulan sudah wanti-wanti untuk bangun lebih awal supaya tidak terlambat ke sekolah di hari pertama dan juga supaya bisa berjalan kaki saja, menghemat ongkos angkot. 

Namun, semesta berkehendak lain. Kali ini ia diberi dua pilihan. Naik angkot mengeluarkan uang tapi tidak terlambat, atau berlari menguras tenaga tapi menghemat uang. 

Jam di dinding rumah Mbok Intan sudah menuju ke angka tujuh dan dua belas, Bukan benar-benar tak memiliki banyak waktu. Meski dengan angkot ia yakin ia akan tetap terlambat. 

"Awan, makasih ya, Awan jaga Bintang sama Langit, ya? Kakak pamit sekarang." 

Sebenarnya Bulan tidak tega meninggalkan tiga adiknya itu, terlebih Langit demam tiba-tiba meskipun ada Mbok Intan yang menjaga mereka. 

"Kakak berangkat aja. Kita bukan anak kecil lagi. Buruan." 

Bulan bersyukur bahwa Awan tumbuh lebih cepat dari anak seusianya, meski kadang kala ia sakit hati melihat Awan yang masih duduk di kelas satu sudah bisa bertindak layaknya anak yang sudah dewasa. 

"Mbok, Neng titip adik-adik, ya?" 

Setelah perpisahan yang terburu-buru, tanpa berpikir panjang, kaki pendeknya ia bentangkan lebar-lebar berusaha mengurangi jarak secepatnya. Berlomba dengan waktu. Suara klakson kendaraan membuat ia terperanjat beberapa kali, suara bising di jalan menjadi temannya beejuang sampai ke sekolah pagi ini. 

Gerbang putih nampak. Bulan mengatur nafasnya tak jauh dari gerbang itu. Rambut yang disanggul ekor kuda sudah tak karuan bentuk. Bersyukur bahwa gerbang itu masih terbuka. Namun, tak berselang lama gerbang itu kemudian ditutup.

"Pak!!!" Bulan memekik sambil menyeberang jalan menuju gerbang. 

"Telat is telat!" 

Bulan memasang wajah merengek. Dengan nafas yang masih berderu dan kaki lemas yang sempat ia lupakan sebentar namun tiba-tiba menyerangnya hingga ia merasa lumpuh dan jatuh ke aspal. 

"Neng? Gak papa?" 

Satpam membuka gerbang sedikit, seukuran badannya untuk membantu Bulan berdiri. 

"Enggak papak, Pak. Saya murid baru kelas 10, gak boleh terlambat, jadi tolong kasih saya masuk, ya? Sekali aja," mohon Bulan dengan wajah yang ia sedih-sedihkan. 

Memiliki paras menawan, Bulan tahu bahwa suatu hari nanti ia harus menggunakan wajah pemberian ibunya ini untuk sesuatu yang berharga. Salah satu contohnya memohon di depan satpam. 

"Aturan is aturan!" tegas satpam itu kembali. 

Sepertinya Bulan tak bisa menggunakan wajah menawannya ini dengan baik. Ia gagal dalam percobaan pertama. 

"Oh?!!!" Bulan berteriak, menunjuk ke arah gerbang yang terbuka sedikit tadi. 

"Heiii!!! Ghandara!!!!!" Satpam itu terburu masuk, mengejar lelaki yang menerobos secara diam-diam masuk ke dalam gerbang. 

Ini kesempatan emas untuk Bulan. Tak ingin membuang kesempatan ini, ia segera masuk dan berlari ke arah berlawanan dengan pak satpam. Setidaknya ia aman dan sudah masuk ke pekarangan sekolah. 

***

"Kamu artis korea?! Kamu mau manggung dimana?!" 

Sepertinya Bulan tak asing dengan perawakan mencolok lelaki yang tengah dimarahi oleh guru itu. Ia sempat berhenti memperhatikan, tapi ia sadar bahwa ia sedang sembunyi-sembunyi juga untuk masuk ke aula. 

Sebelum ia berbelok, mata mereka sempat bertemu. Menakutkan sekali lelaki itu, pikir Bulan. Baju kaos hitam gambar tengkorak yang sengaja diperlihatkan dengan cara membiarkan baju seragam sekolah tidak terkancing. Telinga yang menggunakan anting hitam, juga yang paling menakutkan adalah tatapan tajam lelaki bermata hitam pekat itu. 

Lebih baik Bulan menghindari lelaki itu selama ada di sini. Berurusan dengan orang seperti itu hanya akan merusak hari-hari masa SMA-nya saja. 

"Kalau saya mau manggung ya saya gak akan ada di sini, Pak!" 

"Nyahut lagi kamu! Gak ada kapoknya ya?!" 

"Kalo bapak gundul saya janji bakal kapok!" 

"Kamu nyuruh saya gundul?!!" 

"Ya kan saya mau balas dendam aja pak, tahun lalu bapak gundulin saya." 

Guru yang membawa tongkat bambu itu merasakan serangan di bagian kepala belakang. Berurusan dengan Ghandara hanya mempersingkat hidup. Yang tidak punya sakit jantung bisa gagal jantung, yang tidak punya sesak nafas bisa asma juga jika berhadapan dengan Ghandara. 

"Udah pak? Saya harus masuk aula ni, kalo telat di aula kan usaha saya nerobos pintu gerbang Pak Kulin jadi sia-sia." 

Guru yang sudah sakit kepala itu mengusir Ghandara dengan isyarat tangan. Kepalanya mau pecah segera. Jika guu BK ini sampai mengundurkan diri tak ada alasan lain. Alasannya pastilah Ghandara. 

Terbebas dari Pak Kulin walau dijewer, terbebas dari guru BK sok galak dan satu lagi yang harus Ghandara lewati. 

"Ghandara." 

Baru saja Ghandara ingin merayakan kemenangan karena masuk ke pintu aula dengan selamat. Suara itu mendorong Ghandara ke jurang. 

Ghandara Ayudhya. Tak takut dengan kepala sekolah bahkan komite sekolah yang katanya petinju kelas kakap. Namun, malah bertekuk lutut pada seorang gadis bersuara lembut dan berwajah teduh.

"Aduhh, By, motor aku bocor! Padahal aku bangunnya pagi, lho. Serius." 

Ghandara ingin memeluk segera gadis mungil yang menatapnya dengan kesal itu, tapi ia sadar sedang ada dimana. Dia sih oke aja mau peluk-pelukan di depan guru juga. Tapi tidak dengan gadis itu. 

"Jangan boong. Riki bilang kamu main game sampe subuh." 

Dalam hati Ghandara ingin mencekik Riki segera. Tapi diluar ia tersenyum semanis gula mencoba merebut hati pacarnya itu. 

"Ya kan karena aku gak bia tidur," akunya.

Tasya namanya. Ketua OSIS. Pacar Ghandara. Satu-satunya orang yang bisa mengendalikan Ghandara di dunia. Hanya Tasya. 

"Ya sudah, sana buruan bantu Eko siapin penampilannya. 

Dengan diakhiri senyum dan menepuk lembut puncak kepala Tasya, Ghandara berlalu pergi ke belakang panggung dan melaksanakan tugas sebagai anggota OSIS yang terpaksa ikutan karena ingin deketan terus sama Tasya. 

Bersenandung ria karena ia berhasil lolos hari ini. Kakinya terhenti tiba-tiba. Satu orang yang menarik perhatiannya. Kemudian secara tidak sengaja, sekali lagi mereka beradu pandang. Meski gadis itu segera mengalihkan tatapannya, tapi Ghandara yakin ia mengenalnya.

Related chapters

  • Good Sister   03 - Teman Pertama

    Setelah bergegas mendekati Eko yang sudah berkacak pinggang melihat Ghandara si bucin ini baru datang setelah ia selesai melakukan tugas yang seharusnya dilakukan berdua, Ghandara menaikkan alisnya dengan genit dan tak lupa mengangkat dua jari di samping kepala. Eko hanya bisa menghembus nafas kasar saja dengan kerjaan Ghandara. Memang tidak membantu sama sekali dan kenapa selalu dia yang dijadikan satu tim dengan Ghandara yang pada akhirnya ia selalu bekerja sendiri. “Ghan, bisa gak sih kalo dikasih tanggung jawab itu kamu tanggung jawab dikit?” “Ko, bukan gitu masalahnya aku—yaudah aku traktir makan siang ntar,” ucap Ghandara menyerah karena Eko masih merajuk. “Aku ajak Siska juga, gimana?” rayunya. Wajah Eko langsung tertarik. Matanya berbinar menatap Ghandara yang tidak lain tidak bukan adalah lelaki yang disukai oleh Siska. Meski Ghandara sudah memiliki Tasya tak sedikit yang menyatakan bahwa Siska menyukai Ghandara, ya meskipun berakhir dengan kesedihan

  • Good Sister   04 - Suara

    “Awan!! Bintang! Langit!!” Bulan terburu masuk ke dalam rumah Mbok Intan. Ia sudah berteriak bahkan dari pagar rumah memanggil ketiga adiknya yang berada di dalam rumah Mbok Intan. “Assalamualaikum dulu, Neng,” tegur Mbok Intan yang disalami oleh Bulan. Bulan tersenyum cengengesan sambil mengucap salam yang ia lupakan saking tak sabarnya ia untuk bercerita kepada adik-adiknya. Mbok Intan menjawab salam sambil tersenyum senang. Bagaimana bisa seorang gadis yang masih butuh kasing sayang seperti Bulan menjadi tulang punggung keluarga, bagaimana bisa tangan mungil itu setiap harinya mengangkat berkilo-kilo gula jawa selama lebih dari dua tahun, bagaimana bisa ia tidak sama sekali mengeluh akan kehidupannya padahal hidupnya sungguh berat. Bagaimana bisa ia masih tersenyum manis seperti itu? Mungkin Mbok Intan yang bergeming di pintu memikirkan banyak hal itu di kepalanya. Ia menatap gadis itu dan hampir saja menangis karenanya. “Kak Bulan, a

  • Good Sister   05 - Hadiah dari Pertengkaran

    Seorang lelaki berseragam SMA sama seperti gadis yang melipat tangan di depan dada, sedang menginjak-injak puntung rokok yang sebelumnya ia hisap hingga tak banyak lagi tersisa batang rokok itu. Raut menakutkan dari Tasya hanya dibalas dengan cengiran tak bersalah dari Ghandara. Ghandara punya banyak keburukan, tapi yang paling tidak bisa Tasya maafkan adalah rokok. Tasya benci melihat Ghandara yang sembunyi-sembunyi darinya untuk merokok. “Pacar, dengarkan aku dulu. Serius!!” Ghandara mencoba menahan tubuh Tasya yang hendak pergi dengan tubuh lebarnya ia memeluk gadis itu sembari mengelus lembut rambut hitam milik Tasya. “Dalam sebulan ini serius baru hari ini aku merokok lagi, serius, sumpah demi aku gak jodoh sama kamu, deh!” Dengan penuh khidmat Ghandara menjelaskan berharap Tasya percaya pada perkataannya, namun, sepertinya tatapan mata Tasya jelas mengatakan kalau dia tidak memaafkan Ghandara semudah itu. Jelas sekali. “Oke! Jadi aku harus ngapa

  • Good Sister   06 - Entah Keajaiban atau Bencana

    Beruntungnya mereka berdua. Ghandara si pembuat onar dan Bulan yang tidak tahu apa-apa juga ikut terkena hukuman. Pasalnya Bulan tidak diberikan kesempatan untuk menjelaskan, guru BK itu sudah terlanjur menuduh bahwa Bulan merupakan kaki tangan dari Ghandara hanya karena kuas cat yang dia pungut dengan tujuan untuk dibuang itu ada di tangannya.“Kamu … siswa baru ya?”Bulan tak ambil pusing dan tidak berniat untuk angkat bicara, pasalnya setelah ini dia ada pelajaran olahraga yang gurunya super duper galak, bisa-bisa dia kehilangan kesan pertamanya pada guru olahraga yang ingin ia ambil hatinya itu. Kebetulan sama seperti Eko yang sekelas dengan pacar Ghandara, kelas Bulan memang mendapat jadwal olahraga bersama.“Maaf, tapi bisakah kau lakukan itu lebih cepat? Kita harus menghapus semua cat ini sebelum pelajaran keempat dimulai!” Dengan memberanikan diri Bulan angkat bicara, walau ia tidak berani secara langsung menatap mata lawan

  • Good Sister   07 - Antara Keberuntungan dan Celaka

    Malam sendu dengan rintik hujan yang entah berniat turun atau tidak, Bulan di tempat favoritnya, duduk di depan pintu rumah, tersihir dengan dinginnya angin yang menyapa hingga ke tulangnya, namun sama sekali tak membuat dirinya merasakan kedinginan itu.Setelah selesai mengantar gula-gula jawa ke rumah pemesan, ia langsung pulang ke rumah tidak seperti biasa ia akan mengambil kerjaan lain agar dapat upah tambahan. Bukan karena ia lelah, hanya saja ia tidak fokus, ia terus memikirkan kalimat Ghandara siang tadi.Sampai saat ini pun, melihat kertas yang sudah remuk ada di tangannya itu, hatinya bergerak. Ia tidak yakin dan tidak setuju dengan apa yang ada di pikirannya saat ini, tapi ia sangat ingin untuk mencoba.“Coba aja, Kak!”Bulan buru-buru kembali melipat kertas itu dan memasukkan sembarang ke kantongnya setelah mendapati Awan ada di belakangnya. Awan memang masih berusia enam tahun, tapi anak kecil ini belajar dengan sangat baik dari an

  • Good Sister   08 - Ekstrakulikuler

    Subuh tadi Langit menangis entah sebab apa. Anak lelaki itu menangis dengan cukup keras sampai membangunkan semua saudara tirinya. Awan, Bintang juga Bulan.“Apa badannya panas, Kak?” tanya Awan dengan nada cemas, Bintang juga ikut menunggu jawaban Bulan yang menggendong Langit sambil berusaha menidurkannya kembali.“Tidak, jangan khawatir, kalian tidur saja lagi, Langit sudah tidak nangis lagi, kok.” Bulan tersenyum sambil menyuruh Awan untuk menyelimuti Bintang sebab udara di subuh hari masih begitu dingin tapi tidak untuk dirinya.Lelah sekali rasanya, semakin hari Langit sudah semakin berat, dan untuk menggendong Langit butuh tenaga ekstra. Setelah Langit kembali tertidur, sambil merilekskan tulangnya Bulan melirik ke arah jam dinding yang sudah nampak usang namun masih berfungsi dengan baik.Tidak lama lagi, mungkin sekitar empat puluh lima menit lagi ia sudah harus bangun dan menyiapkan makanan untuk adik-adiknya sebab ia har

  • Good Sister   09 - Keresahan

    Bulan tak seperti ini biasanya. Menyanyi bukan hal yang sulit bagi Bulan. Tapi mengapa berdiri di depan lelaki ini membuat keringat Bulan memaksa untuk terus keluar dari dahinya. Mengerikan sekali.“Lagu apa saja, aku hanya ingin denger nada kamu. Jangan bilang si Rey ngerekrut kamu cuman karena kamu cantik.”Cantik? Ya tentu saja Bulan, seorang wanita memang cantik, mana ada wanita yang tampan, jangan bercanda.“Aku hanya tau beberapa lagu lama,” ucap Bulan dengan keraguan.Ghandara tak bersuara dalam waktu sebentar, Bulan mendongak penasaran mengapa Ghandara tidak bersuara.“Apa aku semenakutkan itu?”Buru-buru Bulan kembali menundukkan pandangannya ke lantai, menggerak-gerakkan sepatu hitamnya dengan canggung sambil menggeleng pelan.“Kamu gadis aneh pertama yang aku jumpai,” ucap Ghandara. “Biasanya gadis-gadis akan berebut untuk melihat wajah tampanku, tapi kenapa kau malah ke

  • Good Sister   10 - Latihan Pertama

    Minggu pagi. Tak di sangka bahwa setelah bersekolah di sekolah formal, Bulan menjadi sanat amat sibuk. Pagi tadi ia pergi ke rumah Mbok Intan, bukan untuk bekerja tapi untuk menghaturkan permohonan maaf karena harus ijin untuk tidak kerja hari ini.Klub musik mengadakan latihan di aula kota, jadi mau tidak mau Bulan yang sudah menjadi anggota dari klub itu juga harus hadir. Ia tidak mau di cap menjadi orang egois yang tidak menghargai kepentingan kelompok.Untungnya Mbok Intan bisa berbaik hati untuk memberinya hari libur untuk hari ini. Sebenarnya hari minggu adalah hari tersibuk Bulan karena ia harus bekerja ekstra di hari minggu sebab tak bisa bekerja maksimal di hari masuk sekolah.“Makasih ya, Mbok,” ucap Bulan, ia juga meminjam sepeda gayung Sari, anak Mbok Intan yang kuliah di luar kota. Karena ia jarang bekerja, jadi mau tidak mau ia harus menghemat uangnya pula. Naik sepeda adalah pilihan terbaik.“Nanti kalau pulangnya sa

Latest chapter

  • Good Sister   15 - Menjadi Orang Tengah

    Suasana canggung hidup di tengah-tengah kegiatan ini. Banyak hal yang harus disiapkan untuk kegiatan bulan bahasa. Anggota OSIS yang bekerja pun memerlukan bantuan hingga mereka membuat pengumuman bahwa setiap kelas wajib mengeluarkan tiga siswa sebagai sukarelawan dalam membantu pekerjaan OSIS yang lumayan banyak. Dari banyaknya anggota OSIS yang menyebar ke kelas-kelas untuk mengambil siswa, kenapa harus Ghandara yang mendapat tugas untuk datang ke kelas Bulan. Dan tatapan mata Ghandara saat masuk ke kelas Bulan, pertama kali adalah langsung tertuju kepada Bulan. Sebanyak apapun Bulan menghindari tatapan mata Ghandara ia tak bisa lari. Lelaki itu menatapnya terlalu intens. "Kalian sudah denger pengumumannya, kan?" tanya Ghandara berdiri di depan papan seperti guru biasanya. "Jadi siapa yang mau jadi sukarelawan?" tanya Ghandara lagi tapi matanya hanya menatap satu orang. "Kamu!!" Tunjuknya langsung tanpa memberi luang bagi yang lain mengan

  • Good Sister   14 - Salah Paham yang Berlanjut

    Pintu ruang kesenian terbuka secara tiba-tiba. Bulan yang memang cepat terkejut pun terlonjak dari kursi dan hampir jatuh jika tidak ada tangan Ghandara yang menangkap tangannya.Malangnya, kejadian itu disebabkan oleh seorang yang tidak seharusnya melihat hal ini.Tasya kaku di depan pintu. Menatap tepat ke dalam kornea mata Bulan. Secara cepat Bulan melepaskan tangan Ghandara."Kalau kamu mau mesra-mesraan setidaknya lakuin tugas dan tanggung jawab kamu dulu!" Tasya langsung membentak.Mengapa Bulan ada di sini? Sepertinya ia akan terkena masalah jika tetap berada diantara pasangan yang sedang terikat masalah ini.Dengan mengendap-endap, Bulan memundurkan kursi kemudian hendak bangkit sampai ia terkejut tangannya ditahan oleh tangan dingin dan sialnya tangan itu milik Ghandara."Kamu punya hutang latihan seminggu yang harus kamu bayar lunas hari ini."Bulan terkejut, ia sangat takut akan terlibat diantara mereka. Sedikit ia melirik

  • Good Sister   13 - Sikap Manis itu Membingungkan

    Hari ke-tujuh sekarang. Sudah tujuh hari lamanya Bulan tak masuk sekolah. Hari ini Bintang sudah diijinkan pulang. Hal yang paling Bulan bingungkan adalah saat ini. Saat dia berdiri di depan meja administrasi, melihat nominal angka yang terdapat di selembar kertas yang tertulis nama adiknya.Nominal yang katanya tidak besar itu, bagi Bulan sangat besar, butuh waktu dua bulan lamanya bekerja untuk mendapat uang itu. Tapi mau bagaimana lagi, Bulan tidak punya pilihan selain mengambil uang tabungan yang hendak ia gunakan untuk sekolah adik-adiknya."Kak Bulan hari ini sekolah, kan?" tanya Bintang. Ia resah juga karena Bulan sudah seminggu lamanya tak masuk sekolah, ia khawatir kakaknya akan tertinggal pelajaran. Meski ia menyuruh kakaknya untuk pergi sekolah, Bulan tetap ingin tinggal."Iya, Tang, Kak Bulan hari ini sekolah setelah

  • Good Sister   12 - Senyum yang Dipalsukan

    Rambut panjang yang tidak diikat, sepatu usang dan baju kaos kusut menjadi penampilan gadis bermata indah pada siang ini. Matanya cukup bengak, setelah mengakhiri panggilan dari Ghandara ia kembali masuk ke dalam bilik. Saat ini ia berada di ruang gawat darurat.Dilihatnya adiknya terkapar diatas ranjang. Kenapa ia baru menyadari betapa kurus adiknya yang divonis terkena tipes. Ia benar-benar merasa sangat bersalah melihat adiknya itu.Melihat kakaknya yang menyalahkan diri sendiri, Awan yang menganggandeng Langit menyentuh tangan Bulan dan mengelusnya dengan lembut. "Bintang akan baik-baik aja, Kak, gak usah khawatir, ya?"Bulan mengangguk meski hatinya tak benar-benar setuju dengan pernyataan Langit. Tapi saat ini ia ingin meyakini bahwa Bintang akan baik-baik saja. Semua akan baik-baik saja.

  • Good Sister   11 - Ghandara, Ini Bukan Dirimu!

    Firasat buruk selalu menjadi nyata. Setidaknya Bulan yakin itu sekarang. Ia berjanji tidak akan pernah berpikir hal negatif lagi.Malam itu, selepas Bulan menjemput adik-adiknya di rumah Mbok Intan, Bulan langsung panik. Bintang benar-benar terkena demam. Musim hujan memang menjadi yang Bulan khawatirkan. Pasalnya Bintang sangat sensitif terhadap air hujan."Wan, jaga Langit di rumah ya! Kak Bulan mau bawa Bintang ke puskesmas dulu! Tolong ambilkan kartu kesehatan Bintang di laci kamar!" perintah Bulan yang menggendong Bintang dan Awan dengan sigap bergerak menjalankan perintah kakaknya setelah menurunkan Langit dari gendongannya."Terima kasih, Wan, jaga Langit ya!!"Bulan dan Bintang pergi ke puskesmas, hari yang hampir menurunkan hujan. Langit malam tidak berbintang dan hanya gelap gulita tak berhias cahaya di atas sana. Bulan dengan kaki mungilnya berderap cepat menggendong Bintang di punggungnya lantaran sepeda gayung miliknya rusak dan sepeda Sari s

  • Good Sister   10 - Latihan Pertama

    Minggu pagi. Tak di sangka bahwa setelah bersekolah di sekolah formal, Bulan menjadi sanat amat sibuk. Pagi tadi ia pergi ke rumah Mbok Intan, bukan untuk bekerja tapi untuk menghaturkan permohonan maaf karena harus ijin untuk tidak kerja hari ini.Klub musik mengadakan latihan di aula kota, jadi mau tidak mau Bulan yang sudah menjadi anggota dari klub itu juga harus hadir. Ia tidak mau di cap menjadi orang egois yang tidak menghargai kepentingan kelompok.Untungnya Mbok Intan bisa berbaik hati untuk memberinya hari libur untuk hari ini. Sebenarnya hari minggu adalah hari tersibuk Bulan karena ia harus bekerja ekstra di hari minggu sebab tak bisa bekerja maksimal di hari masuk sekolah.“Makasih ya, Mbok,” ucap Bulan, ia juga meminjam sepeda gayung Sari, anak Mbok Intan yang kuliah di luar kota. Karena ia jarang bekerja, jadi mau tidak mau ia harus menghemat uangnya pula. Naik sepeda adalah pilihan terbaik.“Nanti kalau pulangnya sa

  • Good Sister   09 - Keresahan

    Bulan tak seperti ini biasanya. Menyanyi bukan hal yang sulit bagi Bulan. Tapi mengapa berdiri di depan lelaki ini membuat keringat Bulan memaksa untuk terus keluar dari dahinya. Mengerikan sekali.“Lagu apa saja, aku hanya ingin denger nada kamu. Jangan bilang si Rey ngerekrut kamu cuman karena kamu cantik.”Cantik? Ya tentu saja Bulan, seorang wanita memang cantik, mana ada wanita yang tampan, jangan bercanda.“Aku hanya tau beberapa lagu lama,” ucap Bulan dengan keraguan.Ghandara tak bersuara dalam waktu sebentar, Bulan mendongak penasaran mengapa Ghandara tidak bersuara.“Apa aku semenakutkan itu?”Buru-buru Bulan kembali menundukkan pandangannya ke lantai, menggerak-gerakkan sepatu hitamnya dengan canggung sambil menggeleng pelan.“Kamu gadis aneh pertama yang aku jumpai,” ucap Ghandara. “Biasanya gadis-gadis akan berebut untuk melihat wajah tampanku, tapi kenapa kau malah ke

  • Good Sister   08 - Ekstrakulikuler

    Subuh tadi Langit menangis entah sebab apa. Anak lelaki itu menangis dengan cukup keras sampai membangunkan semua saudara tirinya. Awan, Bintang juga Bulan.“Apa badannya panas, Kak?” tanya Awan dengan nada cemas, Bintang juga ikut menunggu jawaban Bulan yang menggendong Langit sambil berusaha menidurkannya kembali.“Tidak, jangan khawatir, kalian tidur saja lagi, Langit sudah tidak nangis lagi, kok.” Bulan tersenyum sambil menyuruh Awan untuk menyelimuti Bintang sebab udara di subuh hari masih begitu dingin tapi tidak untuk dirinya.Lelah sekali rasanya, semakin hari Langit sudah semakin berat, dan untuk menggendong Langit butuh tenaga ekstra. Setelah Langit kembali tertidur, sambil merilekskan tulangnya Bulan melirik ke arah jam dinding yang sudah nampak usang namun masih berfungsi dengan baik.Tidak lama lagi, mungkin sekitar empat puluh lima menit lagi ia sudah harus bangun dan menyiapkan makanan untuk adik-adiknya sebab ia har

  • Good Sister   07 - Antara Keberuntungan dan Celaka

    Malam sendu dengan rintik hujan yang entah berniat turun atau tidak, Bulan di tempat favoritnya, duduk di depan pintu rumah, tersihir dengan dinginnya angin yang menyapa hingga ke tulangnya, namun sama sekali tak membuat dirinya merasakan kedinginan itu.Setelah selesai mengantar gula-gula jawa ke rumah pemesan, ia langsung pulang ke rumah tidak seperti biasa ia akan mengambil kerjaan lain agar dapat upah tambahan. Bukan karena ia lelah, hanya saja ia tidak fokus, ia terus memikirkan kalimat Ghandara siang tadi.Sampai saat ini pun, melihat kertas yang sudah remuk ada di tangannya itu, hatinya bergerak. Ia tidak yakin dan tidak setuju dengan apa yang ada di pikirannya saat ini, tapi ia sangat ingin untuk mencoba.“Coba aja, Kak!”Bulan buru-buru kembali melipat kertas itu dan memasukkan sembarang ke kantongnya setelah mendapati Awan ada di belakangnya. Awan memang masih berusia enam tahun, tapi anak kecil ini belajar dengan sangat baik dari an

DMCA.com Protection Status