Nisa masuk rumah sewaan.
Melihat sekeliling ruangan. Ruangan kecil dengan satu kamar tidur, mini dapur yang bersebelahan dengan kamar mandi dan sisa sedikit ruangan untuk dirinya duduk sejenak melepaskan lelah. Tanpa ada suasana mewah sedikit pun, sangat berbeda dengan masa lima tahunnya.Nisa menyeret satu demi satu koper masuk ke dalam kamar. Kembali melihat sekeliling kamar, dengan satu single kasur lantai, lemari baju dan meja rias kecil.Nisa menghela nafasnya sesaat."Sabar, Nis. Kau pasti bisa melewati semua, demi mama dan dirimu sendiri, semangat Nis." Nisa menyemangati dirinya sendiri.Dia membuka satu persatu koper, menyusun baju-baju kedalam lemari. Usai semua tersusun dengan rapi dia mengambil satu baju tidur dan handuk, ber bebersih sebelum dia tidur.Terdengar suara bel pintu berbunyi.Nisa meraih ponsel, menyalahkan layar dan melihat jam menunjukkan pukul tujuh pagi. Dia tidak merasa punya janji, jadi dia bangun dengan malas dan bergerutu."Sepagi ini siapa yang datang sih?"Nisa berjalan menghampiri pintu dan perlahan membukanya. Wajah Adam sudah berada di ambang pintu dengan seorang wanita."Pa–pagi, Dam?" Nisa canggung dengan menunjukkan wajah bantalnya."Maaf ganggu, Nis. Kamu baru bangun ya?" Adam terdengar merasa bersalah karena mengganggu tidurnya."Eh, nggak Dam, ayo masuk, maaf masih berantakan soalnya semalam aku hanya sempat merapikan beberapa barang."Nisa menuntun mereka masuk dan duduk di lantai dengan satu meja bundar di tengahnya."Maaf ya, Dam, masih seadanya, rencana hari ini aku baru akan berbelanja barang-barang."Nisa mencoba menghilangkan rasa tidak enaknya dengan memulai obrolan."Nggak apa-apa, Nis. Makanya kita pagi-pagi datang, mau membantu kamu biar pekerjaan cepat selesai dan kamu bisa istirahat penuh besok sebelum memulai hari pertama kerja kamu," jelas Adam memberitahu maksud kedatangannya."Wah ... terima kasih banyak Dam. Eh, ini siapa, Dam?" Nisa melirik wanita yang duduk di samping Adam. Dia terlihat malu-malu."Oya, ini aku perkenalkan, dia, Sarah teman dekatku. Ayo Sar." Sarah mengeluarkan tangan untuk berkenalan dengan Nisa."Faranisa Aznii, seenaknya kamu saja memanggil akunya, Sar." Nisa menjabat tangan Sarah dengan ramah."Sarah. Aku panggil, Nisa saja yah biar sama seperti Adam panggil kamu," ucap Sarah."Sarah jangan cemburu yah dengan kedekatanku dengan Adam, Adam sudah seperti kakak laki-laki buat aku," jelas Nisa agar tak terjadi kesalahpahaman di kemudian hari."Iya, Nis. Aku tahu kok, Adam sudah banyak cerita soal kamu dan keluarga sebelum kepulangan kamu," ucap Sarah yang langsung mengakrabkan diri."Ehem, ngobrol dilanjut nanti. Ini aku bawa sarapan dan air, kita sarapan bareng nanti keburu dingin!" sela Adam.Suara nyaring dari perut Nisa langsung terdengar. Berbunyi ketika mendengar kata sarapan."Yahh, ketahuan deh ... kalau cacing-cacing diperutku sudah kelaparan!"Mereka terkekeh bersama ketika mendengar candaan dari Nisa.Beberapa jam berlalu.Semua sudah tersusun dengan rapi, lantai dingin tadi sudah di sulap beralaskan karpet dengan empat bantal duduk yang mengelilingi meja bundar kecil tadi. Dinding ruangan Nisa ganti dengan memakai wallpaper yang bernuansa cerah agar bisa merubah mood menjadi lebih baik.Kulkas satu pintu yang memang sudah tersedia juga, dia sudah isi dengan beberapa bahan makanan setidaknya cukup untuk satu dua minggu. Atau Nisa berharap bisa mencukupi untuk satu bulan sebelum dirinya mendapatkan gaji pertama. Beberapa alat masak dan peralatan makan dia pun membeli."Kalian tunggu disini dulu ya, aku keluar sebentar!" Nisa meraih tas kecilnya yang menggantung di balik pintu."Aku antar Nis," Adam langsung berdiri bersiap mengantar."No. No. No. Thanks, Dam. Tidak usah diantar, biar aku bisa menghafal jalan juga, pokoknya kalian duduk manis disini nggak boleh kemana-mana, kalau boleh pinjamkan aku motormu?" ucap Nisa sambil menodongkan tangannya pada Adam."Kamu bisa naik motor? Itu motor bebek loh, Nis?" Adam setengah tak percaya sambil menyerahkan kunci motornya."Kamu meremehkan aku? Begini-begini aku mantan kurir pengantar makanan saat aku kekurangan uang disana," ucap Nisa menyeringai langsung menutup pintu.Tempat sewa yang dipilih Adam adalah bangunan dua lantai. Dengan Nisa kebetulan mendapatkan bangunan lantai kedua. Nisa turun melalui tangga besi berwarna hijau, motor Adam sudah terparkir di samping tangga besi tadi.Nisa berencana akan membelikan mereka makan siang."Mungkin ke sebelah sini."Nisa berpikir sambil mengendarai sepeda motor Adam melewati dua blok dan berbelok bertemu jalan raya."Ah, benar."Nisa terus melajukan motor Adam secara perlahan. Dia menuju salah satu restoran siap saji. Nisa memarkirkan motor pada parkiran motor restoran makanan siap saji.Namun, matanya teralihkan oleh toko kue di seberang jalan.Nisa masih berdiri menunggu mobil yang melintas lalu lalang di lampu merah. Bertepatan saat lampu merah mobil Leon berhenti.Mobilnya berada di bagian tengah jalan dan paling depan dekat trotoar penyeberangan jalan. Leon tampak bosan melipat kedua tangannya di dada memperhatikan orang yang lalu-lalang menyebrang jalan.Matanya membulat lebar, kali ini siang hari, dia tidak sedang bermimpi dan Marko tidak mengajaknya minum. Sosok yang selalu dirindukan sekaligus di bencinya tepat melintas di hadapannya.Tanpa ragu Leon membuka pintu mobil, disaat bersamaan dengan lampu hijau menyala. Suara klakson mobil terus berbunyi menghamburkan penglihatannya yang sudah tak mendapati sosok tersebut."Tuan, ada apa?" ucap Bisma, bingung melihat tingkah tuannya.Leon membanting pintu mobilnya dengan kasar. Kesal sendiri."Aku yakin itu dia. Ternyata selama ini dia bersembunyi di kota ini. Pantas saja orang-orang suruhanku tak bisa melacak keberadaan, ternyata dia bersembunyi di lubang yang aku duduki."Leon meracau dalam hati, seperti sosok dua tanduk monster berkepala merah tiba-tiba saja muncul dijiwanya."Putar mobil, aku mau ke toko kue itu," perintah Leon meyakini bahwa sosok yang dicarinya masuk kedalam toko kue."Lihat pembalasanku. Ketika aku menemukanmu, aku pastikan kali ini akan mengikatmu lebih erat. Kalau perlu aku pasangkan rantai di lehermu."Nisa sibuk memilih beberapa roti dan satu kue berukuran kecil untuk sekali santap. Sudah mendapatkan yang dia mau segera membayarnya.Mobil Leon masih belum terparkir dengan benar. Dia langsung membuka dan menerobos keluar. Leon berlari ke dalam toko kue, matanya terus berkeliling mengawasi setiap sudut. Namun, sosok yang dicarinya tak ditemukan."Ah, shit. Dia menghilang lagi. Aku yakin kali aku tak salah lihat."Batin Leon bertambah kesal karena dia tetap kalah cepat mengejar sosok tersebut."Ada apa, Tuan? Akan sangat berbahaya jika Tuan berlari seperti tadi," Bisma lari tergagap mengejar tuannya yang seperti sedang mengejar maling."Kau ingat dulu aku pernah menyuruhmu menyelidiki seseorang? Apa orang-orang mu sedang membohongiku, hah?" Leon langsung menarik kedua kerah kemeja Bisma menahan amarahnya dengan eratan gigi yang terdengar jelas.Bisma mencermati semua ucapan yang keluar dari mulut tuannya lalu dia mengingatnya, "Saya tidak berani, Tuan. Mana mungkin saya membohongi anda, memang benar tidak ada jejak tertinggal untuk orang itu," sahut Bisma dengan tubuhnya yang sudah bergetar."Kalau begitu, cari lagi dia. Selidiki ulang dimana keberadaan dia sekarang. Aku menginginkan data itu sampai di tanganku paling lambat hari senin!"Perintah Leon sambil menghempaskan kasar kerah kemeja Bisma yang sudah dicengkramnya tadi.Leon membalikkan tubuh dan mata langsung berkeliling ke segala arah. Dia ingin memastikan semua penglihatannya.Benar-benar kosong. Sosok itu tak terlihat lagi dari puluhan orang yang lalu-lalang. Bisma merapikan kerah dan dasinya yang sempat rusak oleh cengkraman tuannya."Tuan memintaku untuk mencarinya lagi. Siapa dia? Apa hubungannya dengan Tuan? Bahkan setelah lima tahun dia tetap mencarinya." Bisma berdiskusi dengan batinnya sendiri.Bisma mengikuti tuannya yang sudah lebih dulu masuk mobil. Dia melirik spion. Wajah kesal tuannya sangat terlihat jelas bahkan bertambah parah semenjak kejadian tadi."Tuan.""Lanjutkan, aku akan menemuinya, tapi bukan untuk melakukan kencan. Aku akan membahas kontrak peluncuran produk terbaru kita!" Perkataan Leon sudah seperti perintah yang tak bisa digoyahkan. Bisma sudah pasrah. Dia tidak akan memaksakan lagi tuannya untuk melakukan kencan buta. Tanpa aba-aba mobil pun melaju ke perjalanan awal mereka."Banyak sekali, Nis. Kau tidak salah be
"Kau tinggal disini sekarang, Az, eh ... maksudnya Nis? Maaf, aku belum terbiasa."Aldo sedikit kikuk saat memanggil Nisa dengan panggilan berbeda."Iya, nggak apa-apa, Aldo. Aku ngerti kok. Terima kasih banyak, aku turun ya!" Nisa keluar dari mobil Aldo.Aldo menatap sekeliling lingkungan tempat tinggal Nisa yang sangat berbeda jauh saat dia dulu terakhir kali mengunjungi rumah Nisa dengan sahabatnya."Apa ini alasannya dia pergi saat itu, harusnya dia bercerita. Aku pasti membantu dan Leon tidak akan salah paham padanya." Batin Aldo kembali bergaung.Aldo menjalankan mobilnya, dia harus segera pulang karena Sofia, istrinya juga Nata, putri kesayangan sudah pasti menunggunya di rumah.Satu buah rumah mewah menjadi pelabuhan terakhir mobil Aldo. Pintu gerbang bercat putih segera terbuka, mobil Aldo masuk di sambut oleh beberapa penjaga yang selalu bersedia."Ayah!" teriakan dari seorang gadis mungil berlari kecil menghampiri Aldo."Hai sayang, Ayah kangen, bagaimana perjalananmu dan
"Apa kegiatanmu sekarang, Nis?" tiba-tiba Sofia memberikan pertanyaan di luar dugaan. Nisa tertegun sesaat, menatap wajah Sofia yang terlihat begitu penasaran."Uhm, sebenarnya aku baru saja kembali dari suatu tempat. Tepatnya, aku baru tiba dua malam di kota ini. Temanku tidak seberapa banyak di sini. Namun, karena pertolongan dari salah seorang teman, besok aku sudah mulai bekerja." Nisa mengatur nafasnya sesaat, dia tidak ingin terlihat sedang mengarang cerita atau apapun di hadapan Aldo. Yang terjadi saat ini, dia yang sekarang tidak akan mungkin bercerita lagi dengan Aldo.Nisa harus memahami kondisinya sekarang, Aldo bukan lagi pacarnya. Itu jauh sudah lama berlalu.Aldo terlihat menyimak setiap kata demi kata yang keluar dari mulut Nisa."Oya? Jadi, kau pergi kemana saja selama ini? Liburan, kuliah lagi atau ...?"Jantung Nisa seakan berhenti sesaat, mendengar pertanyaan itu, seolah membangkitkan kenangan buruknya. Pertanyaan yang membuat nyambung kamu dan tak ingin dia mengel
Nisa merasa sedih dan tidak tahu dengan apa yang diperbuat laki-laki itu. Dia merasa, memang benar-benar tidak mengenalnya.Leon tersentak dan melemparkan dompetnya kepada Bisma yang masih melonggo melihat aksi Tuannya. Saat dia berbalik badan, Nisa sudah tidak ada. Dia sudah menghilang dari pandangannya."Argghhh. Sial." Leon terus saja mengumpat.Dia meremas wajahnya dengan kasar. Dia sudah bertekad tidak akan kehilangan sosok wanita yang selalu dicarinya malah berbanding terbalik dengan keinginan-nya."Kau sudah melihatnya bukan, cari semua informasi secepatnya. Aku mau tahu semua tentang-nya dengan jelas!" Leon memberikan perintah pada Bisma masih dengan tatapan kemarahan.Bisma memperhatikan punggung Nisa yang semakin jauh meninggalkan tuannya dengan kemarahan."Benar wanita itu. Wanita yang selama lima tahun ini dicari Tuan, ternyata dia sudah banyak berubah penampilannya jauh lebih cantik dan dewasa." Bisma pun tidak kalah takjub dengan perubahan Nisa yang menjadi lebih dewasa
"Apa yang harus aku lakukan? Apa aku langsung menyapa dan meminta maaf padanya? Atau, aarrgghh, seharusnya kemarin aku tidak memberikan kesan seperti itu padanya. Bodoh sekali kau, Leon."Leon merutuki kebodohannya kemarin. Pintu dibuka Bisma."Bagaimana? Apa kau sudah melihatnya?" Leon menghampiri Bisma dan penasaran."Wanda sedang mewawancarainya di ruangan. Kemungkinan besar dia akan menggantikan posisi Renita yang resign sebagai sekretaris Arlan!" Mata Leon membulat lebar ketika Bisma menyebutkan Arlan."Arlan? Pria brengsek yang selalu membawa banyak wanita ke ruangan dan memuaskan nafsunya. Tidak, aku tidak setuju, tukar dengan Jenita, biarkan dia disini!" perintah Leon."Baik, Tuan. Saya akan ke ruangan Wanda dan berbicara dengannya!" Bisma menatap wajah tuannya, ini pertama kalinya setelah sekian tahun Bisma dapat melihat wajah Leon yang bersemangat akan sesuatu hal."Cepat sana pergi, kalau dia sudah menerimanya, mutasi segera ke tempatku!" Leon mendorong tidak sabaran tubuh
Mereka berjalan hingga ujung koridor dan berhenti di sebuah ruangan paling besar.Wanda membuka pintu, Bisma langsung menghampiri, “Mana kontraknya?"Wanda memberikan kontrak yang sudah di tanda tangani oleh Nisa pada Bisma, Bisma meletakkannya di meja."Ayo kita keluar!" Bisma memberi kode pada Wanda untuk meninggalkan Nisa di ruangan."Nisa, saya tinggal. Kalau ada kesulitan dan kamu ada pertanyaan, kamu bisa cari saya di ruangan!" ucap Wanda sebelum dia benar-benar pergi."Baik, Bu. Terima kasih banyak!"Pintu ditutup. Nisa mendengar dan membalikan badan saat terdengar seperti suara pintu dikunci otomatis. Nisa mencoba membukanya, tapi tetap tidak bisa."Loh, benar benar di kunci otomatis ya," Nisa sedikit panik dan merasa ada yang tidak beres dengan ruangan tersebut.Kemudian dia berbalik dan Bug! Saat Nisa berbalik dia menabrak tubuh seseorang, Nisa menarik wajahnya dan melihat orang yang sudah dia tabrak.Matanya membuat lebar, Nisa yakin dia salah dengan penglihatannya. Nisa m
Leon terus saja bersiul dan berseri setelah dia lebih dulu rapih memakai bajunya. Bisma masuk ke ruangan tuannya setelah dua jam. Dia menunggu di depan pintu sambil membawa masuk satu paper bag."Kau membeli ukuran yang kuminta kan?" Leon berkata dengan wajahnya yang terus tersenyum saat menerima paper bag yang diberikan Bisma."Sesuai yang Tuan minta dan Tuan memintaku untuk membelikan gaun tertutup pada bagian leher." Leon melirik Bisma."Kosongkan jadwalku hari ini, aku tidak ingin di ganggu!” perintah Leon lagi lalu dia menekan tombol rahasia sambil terus senyam senyum sendiri."Hah, tadi pagi kebakaran jenggot. Sekarang senyum-senyum sendiri. Benar-benar sulit di tebak."Bisma menggeleng lagi sambil melihat kondisi ruangan berantakan dengan pakaian Leon yang tercecer di lantai."Ahh, pantas saja." Bisma memahami kegilaan tuannya.Pintu terbuka, Nisa langsung bersembunyi di belakang tubuh Leon dengan selimut membungkus tubuh polosnya. Malu. Leon memberikan baju gantinya dan membaw
Isak tangis Nisa masih memecah memenuhi ruangan. Leon akhirnya tak bereaksi setelah mendengar jawaban dari Nisa. Leon tidak akan sanggup jika harus melihat gadisnya menangis."Maafkan, aku tak bermaksud berteriak keras padamu," Leon luluh. Hatinya benar—benar tidak tega melihat tangisan Nisa lalu merengkuhnya dalam pelukan."Ke—kenapa seperti ini, apa salahku? Apa?" suara Nisa dengan bibir bergetar dan rasa takut yang masih menyelimuti kalbu. Menahan tangisnya di dada. Menghamburkan wajahnya ke dalam pelukan Leon."Apa kamu sungguh lupa? Kamu sungguh nggak mengingatku?" suara serak Leon terdengar lirih bahkan Nisa hampir tak bisa mendengarnya. Leon seperti sedang bergumam dalam hati."Aku sungguh tak mengenalmu, sungguh. Aku tidak tahu dan tak bisa mengingat—mu!"Degh! Dada Leon teriris. Dia menarik wajah wanita yang sangat dicintainya. Lima tahun dia mencarinya, tapi yang dia dapatkan sekarang adalah kekasih hatinya tak bisa mengingat dirinya. Pedih dan sangat sakit."Kamu sungguh n
“Sudah nggak usah banyak tanya kalau kamu mau apa yang kamu inginkan tadi berlanjut. Kalau kamu terus bertanya, lebih baik nggak sekalian!” Skakmat Leon dibuatnya mendengar perkataan dari Nisa.“Nggak bisa gitu dong, sayang. Ini kan dia yang ngajakin aku ribut,” suara Leon kini melemah dan menurunkan kedua tangannya. Sikap berubah dari keras dan lembut ketika mendengar ancaman Nisa.Leon tidak terima kalau permintaan lamaran dia ditangguhkan akibat ulah Aldo. Aldo memicingkan matanya pada Nisa, “Ada apa ini? Apa yang kalian rencanakan? Az, kita sudah sepakat malam ya,” Aldo tidak terima dan membuat kebimbangan diantara mereka lagi.Nisa mengabaikan dan segera berbalik. Dia melihat kantong baju yang sudah disiapkan oleh Leon saat dia mandi tadi.“Balik badan kalian!” Nisa memberikan perintah, kali ini setelah ingatan dia kembali, dia tidak mau jadi boneka diantara dua laki-laki itu.Nisa sudah yakin mencintai Leon dan siap memilih Leon, tapi jika harus dihadapkan dengan kejadian sepert
“Selamat pagi,” suara lembut dan kecupan di kening membangunkan Nisa yang masih asik dengan tidurnya.Gadis itu membuka matanya dan melihat Leon tersenyum padanya, “Aku mau meresmikan hubungan kita, maukah kamu menikah denganku?” Mata Nisa mengkrejap tidak percaya. Leon tidak ingin membuang waktu lagi, dia ingin segera menjadikan Nisa istrinya.“Jangan bercanda, Leon, ini bukan hal kecil dan nggak main-main,” Nisa bangun dan menutupi tubuhnya dengan selimut.“Aku selalu serius dengan hubungan kita, sejak kita bertemu pun sama. Harusnya ini aku lakukan 5 tahun lalu. Aku ingin menikah denganmu sejak dulu. Kalau nggak ada kejadian itu dan aku kehilangan kamu, mungkin sejak 5 tahun lalu kamu sudah menyandang nama Faraniza Aznii Pratama,” jawab Leon tanpa ragu sambil mengusap pipi Nisa.“Kamu gila, aku masih kuliah tingkat akhir 5 tahun lalu dan nggak mungkin juga aku mau sama anak bocah kayak kamu,” cibir Nisa, di memajukan bibirnya sedikit.“Hahahaha, bocah, tapi kamu suka sama aku kan?
“Leon, nggak bisakah kita hanya tidur dan nggak melakukan hal ini,” Nisa bernegosiasi, namun sebagian bajunya sudah dibuka sampai perut oleh Leon hingga dua aset miliknya terpampang nyata di mata Leon.“No–no.” Leon pasti menolak, apalagi hasrat liarnya sudah meronta-ronta sejak tadi, “pakai saja dulu, aku mau melihatnya,” Leon benar-benar menurunkan baju Nisa hingga ke lantai dan tersisa bagian yang tertutup di dua benda kenyal dan bagian bawah miliknya.“Buka semua dan pakailah. Cepat, aku sudah nggak tahan,” mulutnya berbicara, tangan Leon ingin menarik kain yang menutupi kedua benda kenyal miliknya yang tersisa.“Aku bisa sendiri,” Nisa menghindari dan segera berbalik. Malu-malu dia melepaskan sisa kain tadi. Nisa merasa tidak nyaman, tapi dorongan Leon seperti tidak bisa ditolaknya. Ada bagian dari Nisa yang seolah menginginkan hal itu.“Padahal aku nggak menginginkan, tapi kenapa jantungku ikutan berdebar. Apa dia benar-benar orang yang sangat aku cintai dulu,” kembali berargume
Nisa mengingat, dia tidak bisa berenang. Saat dua teman Natasya yang ikut andil mendorong dia ke kolam memang tidak tahu apapun. Namun, yang tahu kisah Nisa memiliki riwayat penyakit adalah Aldo. Dibalik semua, sebelum Aldo meninggalkan Nisa, Aldo sempat iseng pada Nisa.Aldo memang tidak tahu kalau Nisa tidak bisa berenang dan memiliki riwayat penyakit dalam. Aldo awalnya ngerjain Nisa dengan menceburkan dia ke kolam, tapi setelah itu Nisa langsung dilarikan ke rumah sakit. Aldo yang merasa bersalah dan saat mengetahui perbedaan cara hidup Nisa akhirnya meninggalkan Nisa tanpa penjelasan.Saat itu Aldo ingin menjelaskan semua dan meminta maaf pada Nisa. Aldo juga ingin memperbaiki keadaan, tapi Nisa sudah jadian dengan Leon. Aldo lebih duluan terjun ke dalam kolam saat peristiwa itu, Leon tidak menyadari kejanggalan itu. Tapi, setelah itu Nisa tiba-tiba menghilang dari kehidupan mereka.Leon yang menjadikan dirinya keras hati, dingin dan tidak ingin disentuh wanita. Namun, selalu men
Kepala Nisa sedikit pusing mendengar ucapan Aldo. Dia menceritakan masa lalu mereka, tapi dalam bayangan Nisa adalah samar. Dia masih mencoba merapikan kepingan ingatan dia yang hilang.“Ah!” “Apa yang sakit, Az?” Aldo segera mendekat ketika Nisa tadi sempat mendorong tubuhnya. Aldo melihat Nisa memegangi kepala.“Jangan sentuh,” Nisa mengarahkan tangan, memberikan isyarat agar laki-laki itu tidak mendekat.“Az, ayolah jangan marah. Aku melakukan ini karena aku nggak pernah bisa melupakan kamu. Aku hanya sayang kamu, Az,” Aldo sedang memberi pembelaan diri. Dia juga tetap khawatir saat melihat Nisa seperti itu.“Hentikan omong kosong kamu, Al. Kamu benar-benar keterlaluan dan tidak bertanggung jawab. Bisa-bisanya kamu mempermainkan perasaan seseorang sampai bertahun-tahun,” Nisa berkata sambil memegangi kepala. Dia benar-benar menolak Aldo mendekat.“Setidaknya aku sudah mencoba, Az, aku nggak menjadi laki-laki bodoh seperti Leon. Dia itu benar-benar bodoh,” maki Aldo menjadi seorang
“Maaf Az, aku jadi merepotkan kamu,” Aldo duduk lesu di ruang tamunya.“Nggak apa-apa, Al, aku juga hanya bisa bantu seperti ini,” Nisa menatap lekat wajah Aldo. Dia terlihat lesu dan benar-benar tidak bersemangat.“Nata sudah pulas kan?” Aldo balik menatap Nisa.“Iya, tadi aku sempat temani sebentar di kamar. Pas aku yakin dia sudah benar-benar pulas aku baru keluar,” Nisa tidak pernah menyangka kalau Nata akan benar-benar bersikap seperti tadi.Nisa bukan seseorang yang gampang dekat dengan anak kecil, tapi sikap Nata sangat berbeda. Apalagi Nisa menganggap kalau Nata anak dari Aldo.“Apa yang sebenarnya terjadi dengan Sofia, Aldo?” Nisa yakin kalau istri mantan pacarnya itu baik-baik saja, dia tidak terlihat seperti orang sakit.“Aku nggak tahu apa yang disembunyikan oleh istriku, Az, tapi aku pun baru tahu hari ini kalau selama setahun belakangan ini kondisi istriku sudah dalam tahap mengkhawatirkan. Aku sebagai suami bahkan nggak pernah merasakan keganjilan itu. Sofia benar-benar
Nisa juga tidak bisa membendung perasaan sedihnya. Meski dia baru satu kali bertemu dengan Sofia, perasaannya tetap mengatakan kalau Sofia adalah istri yang baik. Namun, dia tidak menyangka akan mendapatkan kabar duka seperti ini.“Tante huhuhu tanteee huhuhu … Nata sekarang sendiri huhuhu,” Nisa hampir saja kehilangan kata, dia hanya bisa mengusap punggung kecil Nata yang sedang menangis. Bahkan untuk merayu anak kecil yang sedang merajuk bukanlah keahliannya.Dia pun pernah merasakan hal yang sama. Ketika kehilangan ayah juga adiknya, tapi dia sendiri tidak bisa berbuat apa-apa karena kondisinya saat itu pun terbaring di rumah sakit tanpa bisa melakukan apapun. Tiap hari hanya meratapi kesedihan sebelum dia kembali bangkit berkat bantuan dan dorongan Raka disisinya saat itu.“Yang sabar, Nata sayang, Tante Nisa ada disini ya sayang, jangan menangis lagi ya sayang …” Nisa mencoba menenangkan hati gadis kecil itu, meski dia masih belum tahu apakah itu ada efeknya atau tidak.“Sabar b
“Aku serius, Leon. Aku yakin ada hal buruk yang terjadi,” kata Nisa lagi dan kali ini dia menghempaskan pelukan Leon di pinggangnya.Nisa bangkit dan ingin pergi,”Memangnya kamu mengenal Sofia?”“Iya, aku kenal, meski baru satu kali bertemu dengannya,” Nisa berkacak pinggang dihadapan Leon. Dia benar-benar kesal karena Leon bersikap dingin pada masalah Aldo. Sepertinya cuek saja.“Tenanglah, Azni, si bodoh itu belum menghubungi, aku yakin nggak akan ada hal buruk seperti yang kamu bayangkan. Lebih baik sekarang nikmati saja waktu kita,” Leon mencoba mengikuti Nisa dan menarik tangannya untuk kembali bersikap santai seperti tadi.“Telepon Aldo, Leon, aku mohon, aku nggak akan tenang kalau begini terus,” Azni mengulangi keinginannya.“Huh, kenapa kalau urusan dengan Aldo kamu begitu bersemangat. Kamu seolah ingin meninggalkan aku pergi dengan alasan seperti itu. Kenapa hanya Aldo saja yang kamu ingat?” Leon masih terbakar aroma cemburu.Bagaimanapun Leon merasa apa yang terjadi dengan N
Hujan turun begitu deras, Aldo dengan kecepatan penuh mengemudikan mobilnya. Dia sepertinya sudah tidak peduli dengan macetnya lalu lintas. Yang Aldo inginkan adalah segera sampai di rumah sakit.Hatinya tidak tenang terbayang wajah Sofia. Dia meyakinkan hatinya, istrinya baik-baik Aldo langsung berlarian di koridor rumah sakit. Sudah tidak ada lagi yang dia pikirkan kecuali Sofia. Dia hampir menabrak beberapa perawat atau kereta dorong yang membawa pasien saking panik dengan kondisi istrinya.Aldo terhenti sesaat ketika dia melihat sosok jadi berambut ikal sedang memeluk seorang wanita di depan kamar IGD. Dia harus bisa mengatur nafasnya agar tidak terlihat cemas di hadapannya ada. Bagi putrinya, Nata, Aldo merupakan sosok yang selalu dibanggakan.“Ayaahhh!” Nata berteriak dan berlari ke hadapan Aldo ketika dia sudah benar-benar bisa menstabilkan kondisinya.“Ayah, bu–bunda, ayah, ayaahh, huhuhu!” Nata bukan hanya berteriak, gadis kecil itu menangis sesenggukan di pelukan sang ayah.