"Kau tinggal disini sekarang, Az, eh ... maksudnya Nis? Maaf, aku belum terbiasa."
Aldo sedikit kikuk saat memanggil Nisa dengan panggilan berbeda."Iya, nggak apa-apa, Aldo. Aku ngerti kok. Terima kasih banyak, aku turun ya!" Nisa keluar dari mobil Aldo.Aldo menatap sekeliling lingkungan tempat tinggal Nisa yang sangat berbeda jauh saat dia dulu terakhir kali mengunjungi rumah Nisa dengan sahabatnya."Apa ini alasannya dia pergi saat itu, harusnya dia bercerita. Aku pasti membantu dan Leon tidak akan salah paham padanya." Batin Aldo kembali bergaung.Aldo menjalankan mobilnya, dia harus segera pulang karena Sofia, istrinya juga Nata, putri kesayangan sudah pasti menunggunya di rumah.Satu buah rumah mewah menjadi pelabuhan terakhir mobil Aldo. Pintu gerbang bercat putih segera terbuka, mobil Aldo masuk di sambut oleh beberapa penjaga yang selalu bersedia."Ayah!" teriakan dari seorang gadis mungil berlari kecil menghampiri Aldo."Hai sayang, Ayah kangen, bagaimana perjalananmu dan bunda?" Aldo langsung memeluk putri kesayangan."Huh, Ayah berbohong! Ayah bilang akan menjemputku dan bunda!" rajuk gadis manis tadi yang berambut ikal dan panjang."Maafkan Ayah, Nata, Ayah ada urusan mendadak. Ayah janji besok kamu boleh meminta apapun," bujuk Aldo."Seharian?""Uhm, seharian!""Janji ya, Ayah!" Nata sambil menunjukkan jari kelingking kecilnya untuk mengait janji."Ehem," dehaman suara merdu di belakang Nata membuat wajah Aldo teralihkan. Aldo berdiri dan langsung memeluk tubuh istri yang sangat dicintainya."Aku merindukanmu, Sofia!" bisik Aldo, seolah menahan getaran rindunya."Huss, masih ada Nata," bisik Sofia mengingatkan.Aldo melepaskan pelukannya perlahan menatap Nata yang berkacak pinggang melihat tingkah Ayah kesayangannya."Bunda, jangan ganggu. Hari ini dan besok, Ayah hanya milik, Nata! " ucap Nata sinis menunjukkan wajah cemberut khas anak-anak."Ops, maaf deh, Bunda nggak tahu. Bunda pikir perjanjianmu dengan Ayah baru berlaku besok." Sofia menjewer kedua telinganya, mengakui kesalahan."Baiklah, untuk kali ini, Bunda, aku maafkan. Besok nggak boleh diulangi, ya!" Sofia menaikan dua jarinya bersamaan di samping kedua telinganya."Maaf, ya sayang!""Huh, putrimu ini mirip siapa sih? Aku, Ibunya malah dijadikan rival olehnya!" dengus Sofia kesal di telinga Aldo."Hehehe!" Aldo menjawabnya dengan terkekeh renyah.Kebiasaan Aldo sebelum Nata tidur, dia dan istrinya Sofia harus menemani hingga Nata tertidur pulas."Apa yang membuatmu terlambat?" Sofia bertanya saat mereka sudah berada di atas ranjang. Setelah menidurkan Nata."Aku bertemu dengan-nya," ucap Aldo sambil mengelus rambut Sofia. Sofia merubah posisi tidurnya bersandar di tepi ranjang."Kau marah?" Aldo menatap istrinya yang masih terdiam."Apa aku pernah marah terhadapmu?" Suara Sofia nan lembut sambil mengusap pipi Aldo, Aldo mengecup kedua tangan Sofia."Aku ingin mengenalkanmu dengannya, apa kau keberatan? Aku ingin bilang padanya aku sangat bahagia bisa bertemu denganmu. Dan, Nata, buah hati kita sudah menjadi penyemangat yang sangat luar biasa. Berkat kesabaran dirimu, aku sadar, aku bahkan tak bisa membayangkan hari-hari tanpa dirimu!" Sofia tersenyum manja sambil memeluk Aldo."Terima kasih sayang, aku sangat beruntung bisa bertemu dan menikah denganmu," ucap Sofia."Aku adalah laki-laki yang paling beruntung bisa mendapatkan dirimu Sofia," tegas Aldo tanpa ada dusta sedikit pun di setiap ucapannya."Jadi kapan kamu berencana akan memperkenalkan dirinya?" Sofia tersenyum menyambut niat baik suaminya."Bagaimana kalau besok?""Apa dia tak keberatan?""Aku sih belum memberitahunya, tapi aku rasa dia tak akan keberatan!""Baiklah, aku setuju. Tidur-lah." sofia akan merubah posisinya."Uhm, kemarilah!" Aldo menarik Sofia kedalam pelukannya dan mereka tidur bersama di balik selimut.Nisa bersyukur bertemu dengan Aldo yang sudah berhasil merelakan dirinya. Tidak dapat dibayangkan jika sikap Aldo masih seperti dulu ketika mereka masih berpacaran. Posesif dan pencemburu.Setidaknya, gambaran putus putus saja yang dia bisa ingat tentang Aldo."Aku akan tidur nyenyak malam ini dan besok masih ada satu hari untuk bermalas-malasan." Nisa sudah membayangkan bersantai untuk esok hari.Ponselnya bergetar kembali, dia meraih ponsel dan menempelkannya di telinga."Hallo, Dam." suara Nisa dari balik bantal langsung menyebutkan nama Adam."Ah, rupanya dia sudah punya seseorang yang dicintai.""Kamu belum bangun?" sahutnya dari seberang sana."Uhm. Kau bilang hari ini aku masih bebas kan?""Oh, rupanya dia bekerja, bekerja dimana dia?" Hatinya kembali bertanya dan menebak."Hari ini aku mau memperkenalkan kamu dengan Sofia dan Nata.""Sofia dan Nata???"Nisa mulai membuka mata dan menyambungkan serpihan otaknya. Dia masih mengumpulkan nyawa agar pembicaraan berjalan dengan benar. Nisa terperanjat, bangun dan melihat layar ponselnya."Astaga ternyata Aldo, bukan Adam.""Ma–maaf, Aldo. Aku baru saja bangun." tubuh Nisa mendadak tegap."Hahahaha, iya aku mengerti, ternyata kamu belum banyak berubah." Nisa terdiam sesaat, canggung."Ah, itu. Baik mau bertemu di mana dan jam berapa?" Nisa segera mengalihkan pembicaraan mereka."Makan siang, aku akan share lokasinya saat aku sampai.""Ok." Telepon terputus.Jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang, jantung Nisa tiba-tiba berdebar."Huh, padahal cuma ketemu mantan, istri dan anaknya. Aku harus bawa apa untuk bertemu dengan mereka."Nisa frustasi memikirkan pertemuan mereka setelah Aldo menelponnya. Dia akhirnya mampir ke toko bunga dan kue. Dia membawa satu ikat bunga krisan dan kue coklat untuk buah tangan pertemuannya dengan istri dan anak dari mantannya.Aldo terlihat bercanda dan berbincang dengan seorang wanita yang wajahnya hampir mirip dengannya. Seorang gadis cilik berada di tengah mereka.Dengan langkah sedikit berat, jujur ini adalah pertama kalinya Nisa memberanikan dan berdamai dengan dirinya."Ha-hallo," sapa Nisa sudah berdiri di depan meja mereka.Aldo menyadari suara Nisa langsung berdiri. Sofia tersenyum menyambut kedatangan Nisa, sedangkan Nata sendiri memasang wajahnya dengan waspada."Kau sudah datang, Nis!""Uhm, hai, aku, Nisa." Nisa mengeluarkan tangan untuk berkenalan, di luar dugaan Sofia berdiri dan menarik Nisa kedalam pelukannya."Sofia. Jangan terlalu sungkan, aku sudah banyak mendengar ceritamu. Ternyata kau lebih cantik dari apa yang diceritakan Aldo." Sofia tak sungkan memuji Nisa."Wah, dia masih saja bercerita kebohongan tentangku, salam kenal Sofia, ini untukmu." Nisa merasa semuanya tak seperti yang dia bayangkan. Sofia sangat cantik, ramah dan baik hati."Aku mengerti kenapa Aldo bisa jatuh cinta padanya." Nisa tersenyum sambil memberikan satu ikat bunga krisan yang dibawanya tadi."Hei, tante. Kau siapa?" suara mungil Nata membuat Nisa mengalihkan pandangan padanya."Hai, kamu pasti Nata, ini tante bawakan kue coklat, untukmu!" Saat mendengar kue coklat kesukaan Nata langsung tersenyum."Kue coklat? Mana kuenya tante?" Nisa memberikan satu kotak mika kecil yang sudah berisi kue coklat tadi pada Nata."Terima kasih banyak tante, Nata sangat suka kue coklat," ucapnya berbicara benar-benar khas ceria seorang anak kecil."Makan pelan-pekan Nata, nanti kamu tersedak," ucap Aldo, melihat putri kesayangan langsung memakan dengan lahap kue pemberian Nisa."Senang sekali melihatnya. Keluarga yang lengkap. Huh, semoga aku segera mendapatkan hal terindah ini.""Apa kegiatanmu sekarang, Nis?" tiba-tiba Sofia memberikan pertanyaan di luar dugaan. Nisa tertegun sesaat, menatap wajah Sofia yang terlihat begitu penasaran."Uhm, sebenarnya aku baru saja kembali dari suatu tempat. Tepatnya, aku baru tiba dua malam di kota ini. Temanku tidak seberapa banyak di sini. Namun, karena pertolongan dari salah seorang teman, besok aku sudah mulai bekerja." Nisa mengatur nafasnya sesaat, dia tidak ingin terlihat sedang mengarang cerita atau apapun di hadapan Aldo. Yang terjadi saat ini, dia yang sekarang tidak akan mungkin bercerita lagi dengan Aldo.Nisa harus memahami kondisinya sekarang, Aldo bukan lagi pacarnya. Itu jauh sudah lama berlalu.Aldo terlihat menyimak setiap kata demi kata yang keluar dari mulut Nisa."Oya? Jadi, kau pergi kemana saja selama ini? Liburan, kuliah lagi atau ...?"Jantung Nisa seakan berhenti sesaat, mendengar pertanyaan itu, seolah membangkitkan kenangan buruknya. Pertanyaan yang membuat nyambung kamu dan tak ingin dia mengel
Nisa merasa sedih dan tidak tahu dengan apa yang diperbuat laki-laki itu. Dia merasa, memang benar-benar tidak mengenalnya.Leon tersentak dan melemparkan dompetnya kepada Bisma yang masih melonggo melihat aksi Tuannya. Saat dia berbalik badan, Nisa sudah tidak ada. Dia sudah menghilang dari pandangannya."Argghhh. Sial." Leon terus saja mengumpat.Dia meremas wajahnya dengan kasar. Dia sudah bertekad tidak akan kehilangan sosok wanita yang selalu dicarinya malah berbanding terbalik dengan keinginan-nya."Kau sudah melihatnya bukan, cari semua informasi secepatnya. Aku mau tahu semua tentang-nya dengan jelas!" Leon memberikan perintah pada Bisma masih dengan tatapan kemarahan.Bisma memperhatikan punggung Nisa yang semakin jauh meninggalkan tuannya dengan kemarahan."Benar wanita itu. Wanita yang selama lima tahun ini dicari Tuan, ternyata dia sudah banyak berubah penampilannya jauh lebih cantik dan dewasa." Bisma pun tidak kalah takjub dengan perubahan Nisa yang menjadi lebih dewasa
"Apa yang harus aku lakukan? Apa aku langsung menyapa dan meminta maaf padanya? Atau, aarrgghh, seharusnya kemarin aku tidak memberikan kesan seperti itu padanya. Bodoh sekali kau, Leon."Leon merutuki kebodohannya kemarin. Pintu dibuka Bisma."Bagaimana? Apa kau sudah melihatnya?" Leon menghampiri Bisma dan penasaran."Wanda sedang mewawancarainya di ruangan. Kemungkinan besar dia akan menggantikan posisi Renita yang resign sebagai sekretaris Arlan!" Mata Leon membulat lebar ketika Bisma menyebutkan Arlan."Arlan? Pria brengsek yang selalu membawa banyak wanita ke ruangan dan memuaskan nafsunya. Tidak, aku tidak setuju, tukar dengan Jenita, biarkan dia disini!" perintah Leon."Baik, Tuan. Saya akan ke ruangan Wanda dan berbicara dengannya!" Bisma menatap wajah tuannya, ini pertama kalinya setelah sekian tahun Bisma dapat melihat wajah Leon yang bersemangat akan sesuatu hal."Cepat sana pergi, kalau dia sudah menerimanya, mutasi segera ke tempatku!" Leon mendorong tidak sabaran tubuh
Mereka berjalan hingga ujung koridor dan berhenti di sebuah ruangan paling besar.Wanda membuka pintu, Bisma langsung menghampiri, “Mana kontraknya?"Wanda memberikan kontrak yang sudah di tanda tangani oleh Nisa pada Bisma, Bisma meletakkannya di meja."Ayo kita keluar!" Bisma memberi kode pada Wanda untuk meninggalkan Nisa di ruangan."Nisa, saya tinggal. Kalau ada kesulitan dan kamu ada pertanyaan, kamu bisa cari saya di ruangan!" ucap Wanda sebelum dia benar-benar pergi."Baik, Bu. Terima kasih banyak!"Pintu ditutup. Nisa mendengar dan membalikan badan saat terdengar seperti suara pintu dikunci otomatis. Nisa mencoba membukanya, tapi tetap tidak bisa."Loh, benar benar di kunci otomatis ya," Nisa sedikit panik dan merasa ada yang tidak beres dengan ruangan tersebut.Kemudian dia berbalik dan Bug! Saat Nisa berbalik dia menabrak tubuh seseorang, Nisa menarik wajahnya dan melihat orang yang sudah dia tabrak.Matanya membuat lebar, Nisa yakin dia salah dengan penglihatannya. Nisa m
Leon terus saja bersiul dan berseri setelah dia lebih dulu rapih memakai bajunya. Bisma masuk ke ruangan tuannya setelah dua jam. Dia menunggu di depan pintu sambil membawa masuk satu paper bag."Kau membeli ukuran yang kuminta kan?" Leon berkata dengan wajahnya yang terus tersenyum saat menerima paper bag yang diberikan Bisma."Sesuai yang Tuan minta dan Tuan memintaku untuk membelikan gaun tertutup pada bagian leher." Leon melirik Bisma."Kosongkan jadwalku hari ini, aku tidak ingin di ganggu!” perintah Leon lagi lalu dia menekan tombol rahasia sambil terus senyam senyum sendiri."Hah, tadi pagi kebakaran jenggot. Sekarang senyum-senyum sendiri. Benar-benar sulit di tebak."Bisma menggeleng lagi sambil melihat kondisi ruangan berantakan dengan pakaian Leon yang tercecer di lantai."Ahh, pantas saja." Bisma memahami kegilaan tuannya.Pintu terbuka, Nisa langsung bersembunyi di belakang tubuh Leon dengan selimut membungkus tubuh polosnya. Malu. Leon memberikan baju gantinya dan membaw
Isak tangis Nisa masih memecah memenuhi ruangan. Leon akhirnya tak bereaksi setelah mendengar jawaban dari Nisa. Leon tidak akan sanggup jika harus melihat gadisnya menangis."Maafkan, aku tak bermaksud berteriak keras padamu," Leon luluh. Hatinya benar—benar tidak tega melihat tangisan Nisa lalu merengkuhnya dalam pelukan."Ke—kenapa seperti ini, apa salahku? Apa?" suara Nisa dengan bibir bergetar dan rasa takut yang masih menyelimuti kalbu. Menahan tangisnya di dada. Menghamburkan wajahnya ke dalam pelukan Leon."Apa kamu sungguh lupa? Kamu sungguh nggak mengingatku?" suara serak Leon terdengar lirih bahkan Nisa hampir tak bisa mendengarnya. Leon seperti sedang bergumam dalam hati."Aku sungguh tak mengenalmu, sungguh. Aku tidak tahu dan tak bisa mengingat—mu!"Degh! Dada Leon teriris. Dia menarik wajah wanita yang sangat dicintainya. Lima tahun dia mencarinya, tapi yang dia dapatkan sekarang adalah kekasih hatinya tak bisa mengingat dirinya. Pedih dan sangat sakit."Kamu sungguh n
"Kamu ini benar—benar gila, Leon! Sudah beruntung dia tidak mati!" celetuk Niko.Bugh! Satu tinju besar tepat mendarat di perut Niko. Leon sangat marah ketika mendengar perkataan Niko yang terdengar menyumpahi."Berani kamu bilang mati sekali lagi, aku pastikan akan membunuhmu lebih dulu," dengus Leon. Menarik kerah bajunya."Agh, kau memang teman gila. Sekalinya gila mencari wanita itu … sekarang kam muuuu—," Niko memutarkan bola matanya menatap wajah Leon. Dia, tahu selama ini Leon hanya gila kerja dan mencari wanitanya."DAMM!! Jangan bilang kalau dia wanita yang kamu cari selama ini. Dimana kamu menemukan dia?"Niko mengabaikan rasa sakit di perutnya malah penasaran dengan sosok Nisa yang masih terbaring lemah di bangsal belum sadarkan diri."Dia sendiri yang mendatangiku," Leon berkata penuh percaya diri. Tanpa ragu dan terdengar sombong ditelinga Niko."Hah, Kau pikir aku akan percaya dengan kata—katamu. Kau pasti sedang bercanda." Niko memutar kembali kedua bola matanya. T
"Apa maksud ucapan kamu? Aku nggak ngerti?"Nisa bukan sedang mencari alasan, memang dia belum memahami ucapan Leon."Aku nggak peduli, pokoknya, malam ini, kamu harus ikut bersamaku," Leon bersikeras, dia sudah tidak mau lagi mendengarkan penjelasan dari Nisa."Ti-tidak, Maafkan aku, aku tidak mau pergi dari sini, aku mohon," Nisa berkata, mendorong tubuh Leon saat dia dipaksa akan masuk kedalam mobil."Kau gila? Membiarkan kau disini, itu sama dengan halnya aku membiarkan akses laki-laki lain untuk merebutmu. Kamu adalah milikku, hanya untuk diriku, tidak boleh ada yang menyentuhmu selain diriku. Aku sudah kehilanganmu satu kali, tidak mungkin aku bodoh untuk kedua kalinya kehilangan dirimu."Sampai saat ini Nisa masih belum mengerti maksud dari semua ucapan Leon. Baginya perasaannya terhadap laki-laki dihadapnya masih abu-abu."Bagaimana ini? Kalau besok pagi Raka menjemputku dan tidak melihatku. Dia pasti akan mencemaskan aku lagi. Aku nggak boleh bikin Raka cemas terus. Selam
“Sudah nggak usah banyak tanya kalau kamu mau apa yang kamu inginkan tadi berlanjut. Kalau kamu terus bertanya, lebih baik nggak sekalian!” Skakmat Leon dibuatnya mendengar perkataan dari Nisa.“Nggak bisa gitu dong, sayang. Ini kan dia yang ngajakin aku ribut,” suara Leon kini melemah dan menurunkan kedua tangannya. Sikap berubah dari keras dan lembut ketika mendengar ancaman Nisa.Leon tidak terima kalau permintaan lamaran dia ditangguhkan akibat ulah Aldo. Aldo memicingkan matanya pada Nisa, “Ada apa ini? Apa yang kalian rencanakan? Az, kita sudah sepakat malam ya,” Aldo tidak terima dan membuat kebimbangan diantara mereka lagi.Nisa mengabaikan dan segera berbalik. Dia melihat kantong baju yang sudah disiapkan oleh Leon saat dia mandi tadi.“Balik badan kalian!” Nisa memberikan perintah, kali ini setelah ingatan dia kembali, dia tidak mau jadi boneka diantara dua laki-laki itu.Nisa sudah yakin mencintai Leon dan siap memilih Leon, tapi jika harus dihadapkan dengan kejadian sepert
“Selamat pagi,” suara lembut dan kecupan di kening membangunkan Nisa yang masih asik dengan tidurnya.Gadis itu membuka matanya dan melihat Leon tersenyum padanya, “Aku mau meresmikan hubungan kita, maukah kamu menikah denganku?” Mata Nisa mengkrejap tidak percaya. Leon tidak ingin membuang waktu lagi, dia ingin segera menjadikan Nisa istrinya.“Jangan bercanda, Leon, ini bukan hal kecil dan nggak main-main,” Nisa bangun dan menutupi tubuhnya dengan selimut.“Aku selalu serius dengan hubungan kita, sejak kita bertemu pun sama. Harusnya ini aku lakukan 5 tahun lalu. Aku ingin menikah denganmu sejak dulu. Kalau nggak ada kejadian itu dan aku kehilangan kamu, mungkin sejak 5 tahun lalu kamu sudah menyandang nama Faraniza Aznii Pratama,” jawab Leon tanpa ragu sambil mengusap pipi Nisa.“Kamu gila, aku masih kuliah tingkat akhir 5 tahun lalu dan nggak mungkin juga aku mau sama anak bocah kayak kamu,” cibir Nisa, di memajukan bibirnya sedikit.“Hahahaha, bocah, tapi kamu suka sama aku kan?
“Leon, nggak bisakah kita hanya tidur dan nggak melakukan hal ini,” Nisa bernegosiasi, namun sebagian bajunya sudah dibuka sampai perut oleh Leon hingga dua aset miliknya terpampang nyata di mata Leon.“No–no.” Leon pasti menolak, apalagi hasrat liarnya sudah meronta-ronta sejak tadi, “pakai saja dulu, aku mau melihatnya,” Leon benar-benar menurunkan baju Nisa hingga ke lantai dan tersisa bagian yang tertutup di dua benda kenyal dan bagian bawah miliknya.“Buka semua dan pakailah. Cepat, aku sudah nggak tahan,” mulutnya berbicara, tangan Leon ingin menarik kain yang menutupi kedua benda kenyal miliknya yang tersisa.“Aku bisa sendiri,” Nisa menghindari dan segera berbalik. Malu-malu dia melepaskan sisa kain tadi. Nisa merasa tidak nyaman, tapi dorongan Leon seperti tidak bisa ditolaknya. Ada bagian dari Nisa yang seolah menginginkan hal itu.“Padahal aku nggak menginginkan, tapi kenapa jantungku ikutan berdebar. Apa dia benar-benar orang yang sangat aku cintai dulu,” kembali berargume
Nisa mengingat, dia tidak bisa berenang. Saat dua teman Natasya yang ikut andil mendorong dia ke kolam memang tidak tahu apapun. Namun, yang tahu kisah Nisa memiliki riwayat penyakit adalah Aldo. Dibalik semua, sebelum Aldo meninggalkan Nisa, Aldo sempat iseng pada Nisa.Aldo memang tidak tahu kalau Nisa tidak bisa berenang dan memiliki riwayat penyakit dalam. Aldo awalnya ngerjain Nisa dengan menceburkan dia ke kolam, tapi setelah itu Nisa langsung dilarikan ke rumah sakit. Aldo yang merasa bersalah dan saat mengetahui perbedaan cara hidup Nisa akhirnya meninggalkan Nisa tanpa penjelasan.Saat itu Aldo ingin menjelaskan semua dan meminta maaf pada Nisa. Aldo juga ingin memperbaiki keadaan, tapi Nisa sudah jadian dengan Leon. Aldo lebih duluan terjun ke dalam kolam saat peristiwa itu, Leon tidak menyadari kejanggalan itu. Tapi, setelah itu Nisa tiba-tiba menghilang dari kehidupan mereka.Leon yang menjadikan dirinya keras hati, dingin dan tidak ingin disentuh wanita. Namun, selalu men
Kepala Nisa sedikit pusing mendengar ucapan Aldo. Dia menceritakan masa lalu mereka, tapi dalam bayangan Nisa adalah samar. Dia masih mencoba merapikan kepingan ingatan dia yang hilang.“Ah!” “Apa yang sakit, Az?” Aldo segera mendekat ketika Nisa tadi sempat mendorong tubuhnya. Aldo melihat Nisa memegangi kepala.“Jangan sentuh,” Nisa mengarahkan tangan, memberikan isyarat agar laki-laki itu tidak mendekat.“Az, ayolah jangan marah. Aku melakukan ini karena aku nggak pernah bisa melupakan kamu. Aku hanya sayang kamu, Az,” Aldo sedang memberi pembelaan diri. Dia juga tetap khawatir saat melihat Nisa seperti itu.“Hentikan omong kosong kamu, Al. Kamu benar-benar keterlaluan dan tidak bertanggung jawab. Bisa-bisanya kamu mempermainkan perasaan seseorang sampai bertahun-tahun,” Nisa berkata sambil memegangi kepala. Dia benar-benar menolak Aldo mendekat.“Setidaknya aku sudah mencoba, Az, aku nggak menjadi laki-laki bodoh seperti Leon. Dia itu benar-benar bodoh,” maki Aldo menjadi seorang
“Maaf Az, aku jadi merepotkan kamu,” Aldo duduk lesu di ruang tamunya.“Nggak apa-apa, Al, aku juga hanya bisa bantu seperti ini,” Nisa menatap lekat wajah Aldo. Dia terlihat lesu dan benar-benar tidak bersemangat.“Nata sudah pulas kan?” Aldo balik menatap Nisa.“Iya, tadi aku sempat temani sebentar di kamar. Pas aku yakin dia sudah benar-benar pulas aku baru keluar,” Nisa tidak pernah menyangka kalau Nata akan benar-benar bersikap seperti tadi.Nisa bukan seseorang yang gampang dekat dengan anak kecil, tapi sikap Nata sangat berbeda. Apalagi Nisa menganggap kalau Nata anak dari Aldo.“Apa yang sebenarnya terjadi dengan Sofia, Aldo?” Nisa yakin kalau istri mantan pacarnya itu baik-baik saja, dia tidak terlihat seperti orang sakit.“Aku nggak tahu apa yang disembunyikan oleh istriku, Az, tapi aku pun baru tahu hari ini kalau selama setahun belakangan ini kondisi istriku sudah dalam tahap mengkhawatirkan. Aku sebagai suami bahkan nggak pernah merasakan keganjilan itu. Sofia benar-benar
Nisa juga tidak bisa membendung perasaan sedihnya. Meski dia baru satu kali bertemu dengan Sofia, perasaannya tetap mengatakan kalau Sofia adalah istri yang baik. Namun, dia tidak menyangka akan mendapatkan kabar duka seperti ini.“Tante huhuhu tanteee huhuhu … Nata sekarang sendiri huhuhu,” Nisa hampir saja kehilangan kata, dia hanya bisa mengusap punggung kecil Nata yang sedang menangis. Bahkan untuk merayu anak kecil yang sedang merajuk bukanlah keahliannya.Dia pun pernah merasakan hal yang sama. Ketika kehilangan ayah juga adiknya, tapi dia sendiri tidak bisa berbuat apa-apa karena kondisinya saat itu pun terbaring di rumah sakit tanpa bisa melakukan apapun. Tiap hari hanya meratapi kesedihan sebelum dia kembali bangkit berkat bantuan dan dorongan Raka disisinya saat itu.“Yang sabar, Nata sayang, Tante Nisa ada disini ya sayang, jangan menangis lagi ya sayang …” Nisa mencoba menenangkan hati gadis kecil itu, meski dia masih belum tahu apakah itu ada efeknya atau tidak.“Sabar b
“Aku serius, Leon. Aku yakin ada hal buruk yang terjadi,” kata Nisa lagi dan kali ini dia menghempaskan pelukan Leon di pinggangnya.Nisa bangkit dan ingin pergi,”Memangnya kamu mengenal Sofia?”“Iya, aku kenal, meski baru satu kali bertemu dengannya,” Nisa berkacak pinggang dihadapan Leon. Dia benar-benar kesal karena Leon bersikap dingin pada masalah Aldo. Sepertinya cuek saja.“Tenanglah, Azni, si bodoh itu belum menghubungi, aku yakin nggak akan ada hal buruk seperti yang kamu bayangkan. Lebih baik sekarang nikmati saja waktu kita,” Leon mencoba mengikuti Nisa dan menarik tangannya untuk kembali bersikap santai seperti tadi.“Telepon Aldo, Leon, aku mohon, aku nggak akan tenang kalau begini terus,” Azni mengulangi keinginannya.“Huh, kenapa kalau urusan dengan Aldo kamu begitu bersemangat. Kamu seolah ingin meninggalkan aku pergi dengan alasan seperti itu. Kenapa hanya Aldo saja yang kamu ingat?” Leon masih terbakar aroma cemburu.Bagaimanapun Leon merasa apa yang terjadi dengan N
Hujan turun begitu deras, Aldo dengan kecepatan penuh mengemudikan mobilnya. Dia sepertinya sudah tidak peduli dengan macetnya lalu lintas. Yang Aldo inginkan adalah segera sampai di rumah sakit.Hatinya tidak tenang terbayang wajah Sofia. Dia meyakinkan hatinya, istrinya baik-baik Aldo langsung berlarian di koridor rumah sakit. Sudah tidak ada lagi yang dia pikirkan kecuali Sofia. Dia hampir menabrak beberapa perawat atau kereta dorong yang membawa pasien saking panik dengan kondisi istrinya.Aldo terhenti sesaat ketika dia melihat sosok jadi berambut ikal sedang memeluk seorang wanita di depan kamar IGD. Dia harus bisa mengatur nafasnya agar tidak terlihat cemas di hadapannya ada. Bagi putrinya, Nata, Aldo merupakan sosok yang selalu dibanggakan.“Ayaahhh!” Nata berteriak dan berlari ke hadapan Aldo ketika dia sudah benar-benar bisa menstabilkan kondisinya.“Ayah, bu–bunda, ayah, ayaahh, huhuhu!” Nata bukan hanya berteriak, gadis kecil itu menangis sesenggukan di pelukan sang ayah.