Leon membalikkan tubuh dan mata langsung berkeliling ke segala arah. Dia ingin memastikan semua penglihatannya.
Benar-benar kosong. Sosok itu tak terlihat lagi dari puluhan orang yang lalu-lalang. Bisma merapikan kerah dan dasinya yang sempat rusak oleh cengkraman tuannya."Tuan memintaku untuk mencarinya lagi. Siapa dia? Apa hubungannya dengan Tuan? Bahkan setelah lima tahun dia tetap mencarinya." Bisma berdiskusi dengan batinnya sendiri.Bisma mengikuti tuannya yang sudah lebih dulu masuk mobil. Dia melirik spion. Wajah kesal tuannya sangat terlihat jelas bahkan bertambah parah semenjak kejadian tadi."Tuan.""Lanjutkan, aku akan menemuinya, tapi bukan untuk melakukan kencan. Aku akan membahas kontrak peluncuran produk terbaru kita!"Perkataan Leon sudah seperti perintah yang tak bisa digoyahkan. Bisma sudah pasrah. Dia tidak akan memaksakan lagi tuannya untuk melakukan kencan buta. Tanpa aba-aba mobil pun melaju ke perjalanan awal mereka."Banyak sekali, Nis. Kau tidak salah belanja sebanyak ini?" Adam kaget ketika melihat Nisa pulang dengan beberapa tentengan makanan."Besok kamu libur kan Sarah?" kata Nisa."Uhm," jawab Sarah."Menginap disini, temani aku satu malam saja," Nisa membujuk Sarah."Ehem, tidak boleh. Sebaiknya habis ini, kau istirahat Nis. Pulihkan tenagamu. Pekerjaan pertamamu nanti akan sangat melelahkan!" Adam menggeleng sambil memberikan kode delikan pada Sarah."Kamu pelit banget sih, Dam. Aku hanya meminta dia menemaniku malam ini saja," Nisa menyadari kode yang diberikan Adam pada Sarah."Iya, Dam. Aku menginap ya, semalam saja," kini Sarah mulai bergelayut di lengan Adam, mencoba membujuknya."Haisss, iya, iya, nggak jadi, Dam. Sana pergi, tapi habiskan dulu makanan kalian," Nisa sadar diri sekarang malam minggu mereka."Huhuhu. Nasib jomblo." Nisa meringis dalam hati sambil memasukkan satu potongan kue besar ke dalam mulutnya.Setelah mereka pulang Nisa merasa bosan. Walau sebenarnya, tubuh Nisa perlu istirahat. Namun, dia tetap merasa jenuh. Ingin menjenguk ibunya sudah terlalu malam dan jam besuk pun sudah habis. Alhasil Nisa luntang lantung di jalan sendirian."Hmm, bete. Aku ngapain ya?"Nisa terus berfikir berjalan pelan di pinggir trotoar, tidak menyadari dari belokan sebuah mobil melaju dengan cepat dan memercikkan kubangan air ke bajunya.BLASH. BYAARR."Arrrggghhh!" teriaknya sambil merapikan baju. Seorang laki-laki turun dan menghampirinya."Maaf, Nona. Saya tidak sengaja menyetir terlalu cepat! Saya sedang terburu-buru." Laki-laki tadi berusaha meminta maaf dan memberikan sapu tangannya untuk membantu membersihkan air yang menciprat di wajah Nisa.Nisa mengangkat kepalanya, "Tidak apa-apa, Tuan. Saya yang salah karena jalan tak melihat!" Laki-laki tadi terus menatap wajah Nisa dengan lekat."Az-Aznii? Kamu, Aznii kan?" Sontak mata Nisa membulat lebar. Sudah lima tahun ini dia mengubur nama tersebut. Bahkan untuk pertemuan pertama pada orang yang baru dikenal dia lebih sering menyebutkan nama Nisa seperti keluarganya yang memanggilnya begitu.Nisa menatap wajah orang di hadapannya yang berpenampilan sangat maskulin dengan jas dan sepatu mengkilapnya. Dia merasa tidak mengenal orang itu."Uhm, maaf mungkin anda salah orang, Tuan," Nisa berusaha menghindari dan akan pergi."Kamu? Lupa? Aku, Aldo mantan kamu waktu SMA dulu!"Kini dada Nisa yang bergetar hebat ketika mendengar nama yang laki-laki yang ingin dia hindari. Nisa sudah melupakan semua yang terjadi lima tahun lalu. Dia tak ingin membuka atau mengusiknya lagi. Karena bagi Nisa sekarang, menjaga, merawat dan memulihkan ibunya adalah prioritas utama.Nisa tetap tak menghiraukan, dia tetap berjalan meninggalkan Aldo."Az, Az ... dengarkan aku dulu, tolonglah!" ucap Aldo menarik tangan Nisa mencegahnya pergi. Nisa berhenti sejenak. Namun, tetap diam. Dia berusaha mendengarkan penjelasan Aldo."Jangan lari Az, aku mohon. Lihatlah, kamu nggak perlu lari dariku!" Aldo menunjuk satu buah cincin yang sudah melingkar di jari manisnya. Nisa meliriknya."Ah, dia sudah menikah."Aldo merogoh saku celana dan mengeluarkan ponselnya.Nada sambung beberapa kali terdengar, "Sayang, maaf ... aku tak bisa menjemputmu dengan Nata. Kamu naik taksi online saja, kita langsung bertemu di rumah ya, i love you!" Telpon pun terputus."Kita perlu bicara, Az!" Aldo menarik tangan Nisa masuk ke mobilnya, setelah dia benar-benar menutup teleponnya."Az, ayolah ... aku nggak akan macam-macam. Aku cuma mau bicara sama kamu!" Aldo mencegah Nisa yang akan keluar dari mobilnya."Huh, seharusnya tadi aku nggak keluar rumah. Tetap di kamar seperti yang Adam bilang." Nisa merutuki kebodohannya karena bertemu dengan Aldo."Bicaralah!" Akhirnya Nisa mencoba berdamai dengan dirinya sendiri."Katakan padaku, kemana saja kau pergi selama ini? Aku dan Leon terus mencarimu. Bahkan kami sampai datang ke rumahmu, tapi kau sudah pindah."Aldo tak sabar menghujani Nisa dengan pertanyaan yang disimpannya selama beberapa tahun ini."Itu sudah berlalu, jadi aku nggak perlu jelaskan apapun lagi kan!" Nisa menjawabnya dengan ketus."Ayolah Az, aku ini nggak akan seperti dulu. Aku sudah menikah dengan seorang wanita yang bernama Sofia dan putriku, Nata sudah berusia empat tahun. Aku sudah benar-benar rela dan melepaskanmu. Kali ini aku bertanya sebagai seorang sahabat yang sangat mengkhawatirkanmu. Kau menghilang setelah kami bertengkar, apa yang sebenarnya terjadi, Az?" Aldo yang mencerca Nisa dengan pertanyaan lagi."Hurf!" Nisa membuang nafasnya perlahan, dia lega setelah mendengar ucapan dari Aldo."Intinya, aku baik-baik saja selama ini. Maaf jika dulu aku langsung menghilang. Aku hanya tak ingin merusak persahabatan kalian hanya karena persaingan cinta," jelas Nisa sekenanya sejak mendengar penjelasan Aldo barusan.Nisa hanya samar-samar mengingat ucapan Aldo, dia sebenarnya tidak mengingat apapun yang terjadi 5 tahun lalu."Aku yang salah Az, kalau dulu aku nggak gegabah dan terbakar cemburu pada Leon. Kalian tidak akan seperti ini!" sesal Aldo."Sudah berlalu semua, jadi kita nggak perlu bahas masalah itu.""Benar katamu, tapi nggak dengan Leon. Dia mencarimu seperti orang gila. Dia banyak berubah setelah kepergianmu. Bahkan aku sudah nggak bisa memberikan saran atau masukan apapun padanya!""Itu masalah dia, Aldo. Aku nggak ingin mengingatnya. Kita sekarang sudah punya jalan masing-masing!""Uhm, aku mengerti. Untungnya aku bertemu dengan Sofia. Dia sangat sabar menghadapi sikapku. Dia juga tak pernah menghujat diriku saat kehilangan arah karena kekecewaanku. Dia selalu mendukungku."Aldo sudah terlihat berbeda. Setelah lima tahun dia berubah menjadi seorang laki-laki dewasa dan bijak. Walaupun Nisa dulu sempat memberi cap Aldo sebagai pembohong karena sikapnya. Setidaknya potongan itulah yang diingat Nisa."Aku senang kalau kamu bisa berbahagia dan bertemu dengan wanita yang tepat. Baiklah sudah malam, aku pulang dulu," ucap Nisa berbalik dan akan membuka pintu mobil Aldo."Aku antar ya, Az," Aldo menyentuh lengan Nisa.Nisa menoleh, "Nggak ada maksud apa-apa Az, sudah malam, aku khawatir kamu kenapa-napa di jalan.""Uhm, baiklah!""Boleh minta nomor teleponmu, Az?" Nisa menautkan kedua alisnya."Aku ingin mengenalkanmu dengan Sofia dan Nata," lanjut Aldo. Nisa pun menyerah dengan alasan Aldo dan mereka pun bertukar nomor telepon."Aldo.""Uhm.""Lain kali kalau kita ketemu panggil aku dengan Nisa, ya!" Kini Aldo yang menolehkan wajahnya sesaat."Karena Aznii sudah jadi masa lalu, sekarang hanya ada Nisa, putri kesayangan papa dan mamaku," jelas Nisa menerawang jauh tak memperdulikan Aldo yang masih menatapnya."Kau tinggal disini sekarang, Az, eh ... maksudnya Nis? Maaf, aku belum terbiasa."Aldo sedikit kikuk saat memanggil Nisa dengan panggilan berbeda."Iya, nggak apa-apa, Aldo. Aku ngerti kok. Terima kasih banyak, aku turun ya!" Nisa keluar dari mobil Aldo.Aldo menatap sekeliling lingkungan tempat tinggal Nisa yang sangat berbeda jauh saat dia dulu terakhir kali mengunjungi rumah Nisa dengan sahabatnya."Apa ini alasannya dia pergi saat itu, harusnya dia bercerita. Aku pasti membantu dan Leon tidak akan salah paham padanya." Batin Aldo kembali bergaung.Aldo menjalankan mobilnya, dia harus segera pulang karena Sofia, istrinya juga Nata, putri kesayangan sudah pasti menunggunya di rumah.Satu buah rumah mewah menjadi pelabuhan terakhir mobil Aldo. Pintu gerbang bercat putih segera terbuka, mobil Aldo masuk di sambut oleh beberapa penjaga yang selalu bersedia."Ayah!" teriakan dari seorang gadis mungil berlari kecil menghampiri Aldo."Hai sayang, Ayah kangen, bagaimana perjalananmu dan
"Apa kegiatanmu sekarang, Nis?" tiba-tiba Sofia memberikan pertanyaan di luar dugaan. Nisa tertegun sesaat, menatap wajah Sofia yang terlihat begitu penasaran."Uhm, sebenarnya aku baru saja kembali dari suatu tempat. Tepatnya, aku baru tiba dua malam di kota ini. Temanku tidak seberapa banyak di sini. Namun, karena pertolongan dari salah seorang teman, besok aku sudah mulai bekerja." Nisa mengatur nafasnya sesaat, dia tidak ingin terlihat sedang mengarang cerita atau apapun di hadapan Aldo. Yang terjadi saat ini, dia yang sekarang tidak akan mungkin bercerita lagi dengan Aldo.Nisa harus memahami kondisinya sekarang, Aldo bukan lagi pacarnya. Itu jauh sudah lama berlalu.Aldo terlihat menyimak setiap kata demi kata yang keluar dari mulut Nisa."Oya? Jadi, kau pergi kemana saja selama ini? Liburan, kuliah lagi atau ...?"Jantung Nisa seakan berhenti sesaat, mendengar pertanyaan itu, seolah membangkitkan kenangan buruknya. Pertanyaan yang membuat nyambung kamu dan tak ingin dia mengel
Nisa merasa sedih dan tidak tahu dengan apa yang diperbuat laki-laki itu. Dia merasa, memang benar-benar tidak mengenalnya.Leon tersentak dan melemparkan dompetnya kepada Bisma yang masih melonggo melihat aksi Tuannya. Saat dia berbalik badan, Nisa sudah tidak ada. Dia sudah menghilang dari pandangannya."Argghhh. Sial." Leon terus saja mengumpat.Dia meremas wajahnya dengan kasar. Dia sudah bertekad tidak akan kehilangan sosok wanita yang selalu dicarinya malah berbanding terbalik dengan keinginan-nya."Kau sudah melihatnya bukan, cari semua informasi secepatnya. Aku mau tahu semua tentang-nya dengan jelas!" Leon memberikan perintah pada Bisma masih dengan tatapan kemarahan.Bisma memperhatikan punggung Nisa yang semakin jauh meninggalkan tuannya dengan kemarahan."Benar wanita itu. Wanita yang selama lima tahun ini dicari Tuan, ternyata dia sudah banyak berubah penampilannya jauh lebih cantik dan dewasa." Bisma pun tidak kalah takjub dengan perubahan Nisa yang menjadi lebih dewasa
"Apa yang harus aku lakukan? Apa aku langsung menyapa dan meminta maaf padanya? Atau, aarrgghh, seharusnya kemarin aku tidak memberikan kesan seperti itu padanya. Bodoh sekali kau, Leon."Leon merutuki kebodohannya kemarin. Pintu dibuka Bisma."Bagaimana? Apa kau sudah melihatnya?" Leon menghampiri Bisma dan penasaran."Wanda sedang mewawancarainya di ruangan. Kemungkinan besar dia akan menggantikan posisi Renita yang resign sebagai sekretaris Arlan!" Mata Leon membulat lebar ketika Bisma menyebutkan Arlan."Arlan? Pria brengsek yang selalu membawa banyak wanita ke ruangan dan memuaskan nafsunya. Tidak, aku tidak setuju, tukar dengan Jenita, biarkan dia disini!" perintah Leon."Baik, Tuan. Saya akan ke ruangan Wanda dan berbicara dengannya!" Bisma menatap wajah tuannya, ini pertama kalinya setelah sekian tahun Bisma dapat melihat wajah Leon yang bersemangat akan sesuatu hal."Cepat sana pergi, kalau dia sudah menerimanya, mutasi segera ke tempatku!" Leon mendorong tidak sabaran tubuh
Mereka berjalan hingga ujung koridor dan berhenti di sebuah ruangan paling besar.Wanda membuka pintu, Bisma langsung menghampiri, “Mana kontraknya?"Wanda memberikan kontrak yang sudah di tanda tangani oleh Nisa pada Bisma, Bisma meletakkannya di meja."Ayo kita keluar!" Bisma memberi kode pada Wanda untuk meninggalkan Nisa di ruangan."Nisa, saya tinggal. Kalau ada kesulitan dan kamu ada pertanyaan, kamu bisa cari saya di ruangan!" ucap Wanda sebelum dia benar-benar pergi."Baik, Bu. Terima kasih banyak!"Pintu ditutup. Nisa mendengar dan membalikan badan saat terdengar seperti suara pintu dikunci otomatis. Nisa mencoba membukanya, tapi tetap tidak bisa."Loh, benar benar di kunci otomatis ya," Nisa sedikit panik dan merasa ada yang tidak beres dengan ruangan tersebut.Kemudian dia berbalik dan Bug! Saat Nisa berbalik dia menabrak tubuh seseorang, Nisa menarik wajahnya dan melihat orang yang sudah dia tabrak.Matanya membuat lebar, Nisa yakin dia salah dengan penglihatannya. Nisa m
Leon terus saja bersiul dan berseri setelah dia lebih dulu rapih memakai bajunya. Bisma masuk ke ruangan tuannya setelah dua jam. Dia menunggu di depan pintu sambil membawa masuk satu paper bag."Kau membeli ukuran yang kuminta kan?" Leon berkata dengan wajahnya yang terus tersenyum saat menerima paper bag yang diberikan Bisma."Sesuai yang Tuan minta dan Tuan memintaku untuk membelikan gaun tertutup pada bagian leher." Leon melirik Bisma."Kosongkan jadwalku hari ini, aku tidak ingin di ganggu!” perintah Leon lagi lalu dia menekan tombol rahasia sambil terus senyam senyum sendiri."Hah, tadi pagi kebakaran jenggot. Sekarang senyum-senyum sendiri. Benar-benar sulit di tebak."Bisma menggeleng lagi sambil melihat kondisi ruangan berantakan dengan pakaian Leon yang tercecer di lantai."Ahh, pantas saja." Bisma memahami kegilaan tuannya.Pintu terbuka, Nisa langsung bersembunyi di belakang tubuh Leon dengan selimut membungkus tubuh polosnya. Malu. Leon memberikan baju gantinya dan membaw
Isak tangis Nisa masih memecah memenuhi ruangan. Leon akhirnya tak bereaksi setelah mendengar jawaban dari Nisa. Leon tidak akan sanggup jika harus melihat gadisnya menangis."Maafkan, aku tak bermaksud berteriak keras padamu," Leon luluh. Hatinya benar—benar tidak tega melihat tangisan Nisa lalu merengkuhnya dalam pelukan."Ke—kenapa seperti ini, apa salahku? Apa?" suara Nisa dengan bibir bergetar dan rasa takut yang masih menyelimuti kalbu. Menahan tangisnya di dada. Menghamburkan wajahnya ke dalam pelukan Leon."Apa kamu sungguh lupa? Kamu sungguh nggak mengingatku?" suara serak Leon terdengar lirih bahkan Nisa hampir tak bisa mendengarnya. Leon seperti sedang bergumam dalam hati."Aku sungguh tak mengenalmu, sungguh. Aku tidak tahu dan tak bisa mengingat—mu!"Degh! Dada Leon teriris. Dia menarik wajah wanita yang sangat dicintainya. Lima tahun dia mencarinya, tapi yang dia dapatkan sekarang adalah kekasih hatinya tak bisa mengingat dirinya. Pedih dan sangat sakit."Kamu sungguh n
"Kamu ini benar—benar gila, Leon! Sudah beruntung dia tidak mati!" celetuk Niko.Bugh! Satu tinju besar tepat mendarat di perut Niko. Leon sangat marah ketika mendengar perkataan Niko yang terdengar menyumpahi."Berani kamu bilang mati sekali lagi, aku pastikan akan membunuhmu lebih dulu," dengus Leon. Menarik kerah bajunya."Agh, kau memang teman gila. Sekalinya gila mencari wanita itu … sekarang kam muuuu—," Niko memutarkan bola matanya menatap wajah Leon. Dia, tahu selama ini Leon hanya gila kerja dan mencari wanitanya."DAMM!! Jangan bilang kalau dia wanita yang kamu cari selama ini. Dimana kamu menemukan dia?"Niko mengabaikan rasa sakit di perutnya malah penasaran dengan sosok Nisa yang masih terbaring lemah di bangsal belum sadarkan diri."Dia sendiri yang mendatangiku," Leon berkata penuh percaya diri. Tanpa ragu dan terdengar sombong ditelinga Niko."Hah, Kau pikir aku akan percaya dengan kata—katamu. Kau pasti sedang bercanda." Niko memutar kembali kedua bola matanya. T
“Sudah nggak usah banyak tanya kalau kamu mau apa yang kamu inginkan tadi berlanjut. Kalau kamu terus bertanya, lebih baik nggak sekalian!” Skakmat Leon dibuatnya mendengar perkataan dari Nisa.“Nggak bisa gitu dong, sayang. Ini kan dia yang ngajakin aku ribut,” suara Leon kini melemah dan menurunkan kedua tangannya. Sikap berubah dari keras dan lembut ketika mendengar ancaman Nisa.Leon tidak terima kalau permintaan lamaran dia ditangguhkan akibat ulah Aldo. Aldo memicingkan matanya pada Nisa, “Ada apa ini? Apa yang kalian rencanakan? Az, kita sudah sepakat malam ya,” Aldo tidak terima dan membuat kebimbangan diantara mereka lagi.Nisa mengabaikan dan segera berbalik. Dia melihat kantong baju yang sudah disiapkan oleh Leon saat dia mandi tadi.“Balik badan kalian!” Nisa memberikan perintah, kali ini setelah ingatan dia kembali, dia tidak mau jadi boneka diantara dua laki-laki itu.Nisa sudah yakin mencintai Leon dan siap memilih Leon, tapi jika harus dihadapkan dengan kejadian sepert
“Selamat pagi,” suara lembut dan kecupan di kening membangunkan Nisa yang masih asik dengan tidurnya.Gadis itu membuka matanya dan melihat Leon tersenyum padanya, “Aku mau meresmikan hubungan kita, maukah kamu menikah denganku?” Mata Nisa mengkrejap tidak percaya. Leon tidak ingin membuang waktu lagi, dia ingin segera menjadikan Nisa istrinya.“Jangan bercanda, Leon, ini bukan hal kecil dan nggak main-main,” Nisa bangun dan menutupi tubuhnya dengan selimut.“Aku selalu serius dengan hubungan kita, sejak kita bertemu pun sama. Harusnya ini aku lakukan 5 tahun lalu. Aku ingin menikah denganmu sejak dulu. Kalau nggak ada kejadian itu dan aku kehilangan kamu, mungkin sejak 5 tahun lalu kamu sudah menyandang nama Faraniza Aznii Pratama,” jawab Leon tanpa ragu sambil mengusap pipi Nisa.“Kamu gila, aku masih kuliah tingkat akhir 5 tahun lalu dan nggak mungkin juga aku mau sama anak bocah kayak kamu,” cibir Nisa, di memajukan bibirnya sedikit.“Hahahaha, bocah, tapi kamu suka sama aku kan?
“Leon, nggak bisakah kita hanya tidur dan nggak melakukan hal ini,” Nisa bernegosiasi, namun sebagian bajunya sudah dibuka sampai perut oleh Leon hingga dua aset miliknya terpampang nyata di mata Leon.“No–no.” Leon pasti menolak, apalagi hasrat liarnya sudah meronta-ronta sejak tadi, “pakai saja dulu, aku mau melihatnya,” Leon benar-benar menurunkan baju Nisa hingga ke lantai dan tersisa bagian yang tertutup di dua benda kenyal dan bagian bawah miliknya.“Buka semua dan pakailah. Cepat, aku sudah nggak tahan,” mulutnya berbicara, tangan Leon ingin menarik kain yang menutupi kedua benda kenyal miliknya yang tersisa.“Aku bisa sendiri,” Nisa menghindari dan segera berbalik. Malu-malu dia melepaskan sisa kain tadi. Nisa merasa tidak nyaman, tapi dorongan Leon seperti tidak bisa ditolaknya. Ada bagian dari Nisa yang seolah menginginkan hal itu.“Padahal aku nggak menginginkan, tapi kenapa jantungku ikutan berdebar. Apa dia benar-benar orang yang sangat aku cintai dulu,” kembali berargume
Nisa mengingat, dia tidak bisa berenang. Saat dua teman Natasya yang ikut andil mendorong dia ke kolam memang tidak tahu apapun. Namun, yang tahu kisah Nisa memiliki riwayat penyakit adalah Aldo. Dibalik semua, sebelum Aldo meninggalkan Nisa, Aldo sempat iseng pada Nisa.Aldo memang tidak tahu kalau Nisa tidak bisa berenang dan memiliki riwayat penyakit dalam. Aldo awalnya ngerjain Nisa dengan menceburkan dia ke kolam, tapi setelah itu Nisa langsung dilarikan ke rumah sakit. Aldo yang merasa bersalah dan saat mengetahui perbedaan cara hidup Nisa akhirnya meninggalkan Nisa tanpa penjelasan.Saat itu Aldo ingin menjelaskan semua dan meminta maaf pada Nisa. Aldo juga ingin memperbaiki keadaan, tapi Nisa sudah jadian dengan Leon. Aldo lebih duluan terjun ke dalam kolam saat peristiwa itu, Leon tidak menyadari kejanggalan itu. Tapi, setelah itu Nisa tiba-tiba menghilang dari kehidupan mereka.Leon yang menjadikan dirinya keras hati, dingin dan tidak ingin disentuh wanita. Namun, selalu men
Kepala Nisa sedikit pusing mendengar ucapan Aldo. Dia menceritakan masa lalu mereka, tapi dalam bayangan Nisa adalah samar. Dia masih mencoba merapikan kepingan ingatan dia yang hilang.“Ah!” “Apa yang sakit, Az?” Aldo segera mendekat ketika Nisa tadi sempat mendorong tubuhnya. Aldo melihat Nisa memegangi kepala.“Jangan sentuh,” Nisa mengarahkan tangan, memberikan isyarat agar laki-laki itu tidak mendekat.“Az, ayolah jangan marah. Aku melakukan ini karena aku nggak pernah bisa melupakan kamu. Aku hanya sayang kamu, Az,” Aldo sedang memberi pembelaan diri. Dia juga tetap khawatir saat melihat Nisa seperti itu.“Hentikan omong kosong kamu, Al. Kamu benar-benar keterlaluan dan tidak bertanggung jawab. Bisa-bisanya kamu mempermainkan perasaan seseorang sampai bertahun-tahun,” Nisa berkata sambil memegangi kepala. Dia benar-benar menolak Aldo mendekat.“Setidaknya aku sudah mencoba, Az, aku nggak menjadi laki-laki bodoh seperti Leon. Dia itu benar-benar bodoh,” maki Aldo menjadi seorang
“Maaf Az, aku jadi merepotkan kamu,” Aldo duduk lesu di ruang tamunya.“Nggak apa-apa, Al, aku juga hanya bisa bantu seperti ini,” Nisa menatap lekat wajah Aldo. Dia terlihat lesu dan benar-benar tidak bersemangat.“Nata sudah pulas kan?” Aldo balik menatap Nisa.“Iya, tadi aku sempat temani sebentar di kamar. Pas aku yakin dia sudah benar-benar pulas aku baru keluar,” Nisa tidak pernah menyangka kalau Nata akan benar-benar bersikap seperti tadi.Nisa bukan seseorang yang gampang dekat dengan anak kecil, tapi sikap Nata sangat berbeda. Apalagi Nisa menganggap kalau Nata anak dari Aldo.“Apa yang sebenarnya terjadi dengan Sofia, Aldo?” Nisa yakin kalau istri mantan pacarnya itu baik-baik saja, dia tidak terlihat seperti orang sakit.“Aku nggak tahu apa yang disembunyikan oleh istriku, Az, tapi aku pun baru tahu hari ini kalau selama setahun belakangan ini kondisi istriku sudah dalam tahap mengkhawatirkan. Aku sebagai suami bahkan nggak pernah merasakan keganjilan itu. Sofia benar-benar
Nisa juga tidak bisa membendung perasaan sedihnya. Meski dia baru satu kali bertemu dengan Sofia, perasaannya tetap mengatakan kalau Sofia adalah istri yang baik. Namun, dia tidak menyangka akan mendapatkan kabar duka seperti ini.“Tante huhuhu tanteee huhuhu … Nata sekarang sendiri huhuhu,” Nisa hampir saja kehilangan kata, dia hanya bisa mengusap punggung kecil Nata yang sedang menangis. Bahkan untuk merayu anak kecil yang sedang merajuk bukanlah keahliannya.Dia pun pernah merasakan hal yang sama. Ketika kehilangan ayah juga adiknya, tapi dia sendiri tidak bisa berbuat apa-apa karena kondisinya saat itu pun terbaring di rumah sakit tanpa bisa melakukan apapun. Tiap hari hanya meratapi kesedihan sebelum dia kembali bangkit berkat bantuan dan dorongan Raka disisinya saat itu.“Yang sabar, Nata sayang, Tante Nisa ada disini ya sayang, jangan menangis lagi ya sayang …” Nisa mencoba menenangkan hati gadis kecil itu, meski dia masih belum tahu apakah itu ada efeknya atau tidak.“Sabar b
“Aku serius, Leon. Aku yakin ada hal buruk yang terjadi,” kata Nisa lagi dan kali ini dia menghempaskan pelukan Leon di pinggangnya.Nisa bangkit dan ingin pergi,”Memangnya kamu mengenal Sofia?”“Iya, aku kenal, meski baru satu kali bertemu dengannya,” Nisa berkacak pinggang dihadapan Leon. Dia benar-benar kesal karena Leon bersikap dingin pada masalah Aldo. Sepertinya cuek saja.“Tenanglah, Azni, si bodoh itu belum menghubungi, aku yakin nggak akan ada hal buruk seperti yang kamu bayangkan. Lebih baik sekarang nikmati saja waktu kita,” Leon mencoba mengikuti Nisa dan menarik tangannya untuk kembali bersikap santai seperti tadi.“Telepon Aldo, Leon, aku mohon, aku nggak akan tenang kalau begini terus,” Azni mengulangi keinginannya.“Huh, kenapa kalau urusan dengan Aldo kamu begitu bersemangat. Kamu seolah ingin meninggalkan aku pergi dengan alasan seperti itu. Kenapa hanya Aldo saja yang kamu ingat?” Leon masih terbakar aroma cemburu.Bagaimanapun Leon merasa apa yang terjadi dengan N
Hujan turun begitu deras, Aldo dengan kecepatan penuh mengemudikan mobilnya. Dia sepertinya sudah tidak peduli dengan macetnya lalu lintas. Yang Aldo inginkan adalah segera sampai di rumah sakit.Hatinya tidak tenang terbayang wajah Sofia. Dia meyakinkan hatinya, istrinya baik-baik Aldo langsung berlarian di koridor rumah sakit. Sudah tidak ada lagi yang dia pikirkan kecuali Sofia. Dia hampir menabrak beberapa perawat atau kereta dorong yang membawa pasien saking panik dengan kondisi istrinya.Aldo terhenti sesaat ketika dia melihat sosok jadi berambut ikal sedang memeluk seorang wanita di depan kamar IGD. Dia harus bisa mengatur nafasnya agar tidak terlihat cemas di hadapannya ada. Bagi putrinya, Nata, Aldo merupakan sosok yang selalu dibanggakan.“Ayaahhh!” Nata berteriak dan berlari ke hadapan Aldo ketika dia sudah benar-benar bisa menstabilkan kondisinya.“Ayah, bu–bunda, ayah, ayaahh, huhuhu!” Nata bukan hanya berteriak, gadis kecil itu menangis sesenggukan di pelukan sang ayah.