"Masa laluku? Bagaimana dia tahu? Apa benar benar dia ada hubungannya dengan masa laluku? Aku sungguh nggak ingat apapun tentang dia."Batin Nisa berbicara, dia tertegun dan memandangi wajah Leon. Dia terus mencoba mengingat, apa saja yang bisa dia ingat tentang masa lalunya. Nisa yakin tidak melupakan apapun dan dalam masa lalunya Dia sangat meyakini tidak ada di hidupnya."Aznii, kamu mendengar aku kan? Katakan dengan jujur. Apa yang terjadi dengan dirimu 5 tahun belakangan ini. Ceritakan semuanya dengan sejelas-jelasnya agar aku bisa tahu di mana letak kesalahannya," Leon mencoba memberikan tekanan kembali, sebenarnya dia sudah tidak nyaman berbicara bahasa formal dengan gadisnya, tapi mau dikatakan apalagi dia harus terima.Kondisi Nisa saat ini memang belum bisa menerima kehadiran Leon. Leon harus secara sabar menangani perasaan sensitif Nisa apalagi setelah apa yang dilakukan Leon, Leon yakin saat ini bisa pasti sangat membenci dirinya."Aku nggak mau menjelaskan apapun dan aku
"Ah umm ya tuhan, apa ini, ini benar-benar nikmat, aku nggak tahan lagi umm," Nisa memejamkan mata sambil menggigit bibirnya sendiri saat merasakan Leon dengan putaran gelombang besarnya sedang bergoyang dan mengobrak-abrik milik Nisa yang makin terasa basah juga dalam."Umm Nisa sayang kamu benar-benar sempit sayang ah aku tahu dan yakin 5 tahun ini, kamu menjaga ini hanya untuk aku kan ahhh ah ini aku benar-benar menyukai milikmu. Aku kecanduan milikmu," rancu Leon, dia sedang memompanya makin dalam dan membuat Nisa tak bisa menahan suaranya."Ummmmm aaaahhh ummm jangan berhenti ah," rancu Nisa makin menggila kemudian tiba tiba saja Nisa merasakan tubuhnya bergetar hebat, seperti akan ada badai yang menerjang keluar dari kedua kakinya.Leon menarik benda besar miliknya yang belum tertidur dan tanpa ragu memasukkan wajahnya diantara kedua kaki Nisa, sepertinya Leon siap menampung gelombang besar yang akan keluar tersebut."Keluarkan sayang jangan di tahan lagi, aku akan memakan semua
"Kamu sudah bangun?" Leon duduk di tepi ranjang sambil menggeser kereta makan yang sudah dia siapkan."Uhm!" Nisa menggeliat pelan. Seluruh tubuhnya sakit. Ringsek seperti dilindas buldozer. Itu semua ulah perbuatan Leon."Aku bantu," Leon sigap mendekat, namun Nisa segera menarik selimutnya tinggi, dia takut kalau hal gila seperti beberapa jam lalu terjadi kembali.Manik hitam Nisa berputar memindai kamar yang beberapa jam lalu mereka melakukan pergulatan panjang."Bisakah kamu memberikan aku baju," ucap Nisa lirih juga tertunduk malu, dia takut kalau tubuhnya disentuh lagi oleh Leon. Sudah dapat dipastikan kalau tubuhnya tidak akan menolak Leon. Nisa takut kebablasan seperti tadi.Leon tersenyum melihat reaksi Nisa yang salah tingkah juga gugup. Menatap kearah Leon sangat waspada dan berhati-hati, itu tergambar jelas di pelupuk mata Leon kalau gadisnya belum benar benar menerimanya."Pakai bajuku sementara waktu ya, tadi aku tidak jadi membawa barang-barangmu. Itu semua karena kamu
Sudah dapat dipastikan tubuh Leon akan kembali terbakar melihat pemandangan di depan matanya. Berapa kalipun Leon melakukannya pada Nisa, dia tidak akan puas. Leon sudah gila kehilangan Nisa selama 5 tahun. Mana mungkin bisa menahan geloranya."Kenapa masih diam, aku kan bilang buka kaosmu dan lebarkan kedua kakimu," sekali lagi Leon berkata karena Nisa masih belum menuruti perintahnya."Ya ampun dasar Nisa bodoh. Apa kamu tadi salah bicara," Nisa memutarkan bola mata sambil menggigit bibirnya, dia merasa sudah salah bicara. Padahal niatnya tadi agar Leon tidak mengganggunya saat makan.Leon mendekat dan menarik kaki Nisa, "Aghh!" Nisa menjerit dan ingin menutup kedua kakinya."Kamu lebarkan sendiri atau aku yang akan memintanya secara paksa," Leon sudah benar-benar menarik kakinya hingga kaki itu melebar.Nisa segera menahan tangan Leon dan menyentuh tangannya, "Aku lelah, apa kamu nggak bisa membiarkan aku tidur saja, uhm?" wajah Nisa sudah mengiba, dia tidak mau jadi gila seperti t
Nisa membuka matanya, sedikit takjub dengan pemandangan yang dia lihat. Sosok menyebalkan dan membuatnya seperti hidup dalam penjara padahal mereka baru saja bertemu. Kini dia ada di pelupuk mata Nisa.Cahaya sinar matahari pagi menembus gorden berwarna putih. Warna kekuningan itu seperti hangat pelukan seorang ibu. Nisa mencoba bergerak, namun tubuhnya kini sedang berada dalam lingkaran tangan besar milik Leon."Kamu beneran sudah tidak waras Nisa, bagaimana bisa kamu melakukannya berkali-kali dengan laki-laki bejat dan mesum ini. Gilanya tubuhmu malah gak menolaknya," semburat wajah kemerahan mengalir seperti aliran darahnya yang datang dengan tiba tiba.Deru nafasnya mengalir dan dia hampir saja melompat karena malu. Malu pada diri sendiri, apalagi saat ini dia merasa seperti wanita murahan.Berkali-kali dia memaki dirinya, tetap saja, dia tidak bisa mengubah apapun. Yang terjadi sudah menjadi bubur dan alhasil dia benar-benar menikmati. Dan dia memberanikan diri menatap sosok meny
"Nggak mungkin secepat itu, aku harus bisa berbicara dengannya terlebih dahulu. Dia bukan tipikal laki-laki posesif seperti kamu, tapi dia sudah aku anggap sebagai seseorang yang sangat berharga," sepertinya Nisa salah berbicara. Dia menggigit bibir juga memejamkan matanya. Takut salah berbicara.Leon mengeratkan giginya, "Hah, masih saja kamu membahasnya. Sudah aku katakan, putuskan hubunganmu dengan dia!" intonasi suaranya sedikit berteriak, dia benar-benar marah mendengar ucapan dari Nisa."Kalau begitu, biarkan aku pulang dan berbicara dengannya. Aku harus bertemu dengannya agar dia nggak mencemaskan aku lagi," pastikan momen saat Nisa meminta izin tepat dan tidak mungkin ditolak oleh Leon."Aku akan ikut denganmu," huh rasanya Nisa ingin sekali mendorong tubuh Leon dan menghantamkan kepalanya ke tembok. Laki-laki itu keras kepala, benar-benar ingin membuat Nisa dalam kesulitan."Yang benar saja, bagaimana aku bisa menyelesaikan masalahku dengan cepat kalau kamu adalah biang dari
"Kamu nggak bisa bilang begitu dong Leon, Raka, Awww!"Nisa kembali menjerit saat lehernya digigit oleh Leon."Leon, apa-apaan sih? Kamu kayak vampire aja?" gerutu Nisa, dia benar-benar kesal dengan tingkah Leon yang kekanakan."Aku sudah bilang, jangan sebut nama laki laki lain dihadapanku. Aku nggak suka. Yang harus kamu tahu, aku adalah kekasihmu. Semasa kuliah kita berpacaran dan kamu harus segera mengingat. Dia hanya beberapa tahun saja bersamamu, sedangkan aku adalah calon masa depan kamu. Setelah bersama denganku, kamu nggak akan aku izinkan untuk memikirkan atau berhubungan dengan laki-laki lainnya," tegas Leon.Dia benar-benar tidak suka kalau hati juga pikiran Nisa memikirkan lelaki lain."Aku benar-benar nggak ingat apapun. Tolong, ahh Leon, kamu mau ngapain lagi umm hentikan Leon ahhh!" Nisa sedang berbicara, tapi setan merah menggila itu malah kembali memainkan tangannya di belahan bibir Nisa yang mudah sekali terpancing dan basah."Kita lakukan sekali lagi sayang, umm,
Nisa terdiam saat mendengar pertanyaan dari Raka. Napasnya seolah berhenti mendadak. Dia juga tidak boleh membuat Raka makin terluka dengan kenyataan yang harus dia ketahui.Nisa juga tidak boleh membohongi Raka. Saat ini detik ini, mereka bertemu memang untuk membicarakan masalah itu."Emm, sebentar ya, aku ganti baju dulu," yakin Nisa juga tidak nyaman dengan baju yang dipakainya. Apalagi bau dari baju itu sudah tercium aroma khas tubuh dari Leon. Mungkin aroma itu menyengat hingga tercium oleh hidung Raka.Bukan Nisa ingin menghindari pertanyaan Raka, tapi dia harus mengatur perkataan yang tepat agar tidak membuat Raka makin terluka.Tanpa banyak bicara Raka mengikuti Nisa ke kamarnya."Raka, kamu tunggu saja di luar. Aku nggak akan lama kok," Nisa berbalik, dia tetap nggak nyaman kalau Raka mengikutinya."Ada apa? Kenapa aku nggak boleh melihat apa yang pacar aku lakukan? Kamu kan hanya berganti baju. Kita ini sudah berhubungan hampir 4 tahun Nisa, tapi sepertinya kamu nggak perna
“Sudah nggak usah banyak tanya kalau kamu mau apa yang kamu inginkan tadi berlanjut. Kalau kamu terus bertanya, lebih baik nggak sekalian!” Skakmat Leon dibuatnya mendengar perkataan dari Nisa.“Nggak bisa gitu dong, sayang. Ini kan dia yang ngajakin aku ribut,” suara Leon kini melemah dan menurunkan kedua tangannya. Sikap berubah dari keras dan lembut ketika mendengar ancaman Nisa.Leon tidak terima kalau permintaan lamaran dia ditangguhkan akibat ulah Aldo. Aldo memicingkan matanya pada Nisa, “Ada apa ini? Apa yang kalian rencanakan? Az, kita sudah sepakat malam ya,” Aldo tidak terima dan membuat kebimbangan diantara mereka lagi.Nisa mengabaikan dan segera berbalik. Dia melihat kantong baju yang sudah disiapkan oleh Leon saat dia mandi tadi.“Balik badan kalian!” Nisa memberikan perintah, kali ini setelah ingatan dia kembali, dia tidak mau jadi boneka diantara dua laki-laki itu.Nisa sudah yakin mencintai Leon dan siap memilih Leon, tapi jika harus dihadapkan dengan kejadian sepert
“Selamat pagi,” suara lembut dan kecupan di kening membangunkan Nisa yang masih asik dengan tidurnya.Gadis itu membuka matanya dan melihat Leon tersenyum padanya, “Aku mau meresmikan hubungan kita, maukah kamu menikah denganku?” Mata Nisa mengkrejap tidak percaya. Leon tidak ingin membuang waktu lagi, dia ingin segera menjadikan Nisa istrinya.“Jangan bercanda, Leon, ini bukan hal kecil dan nggak main-main,” Nisa bangun dan menutupi tubuhnya dengan selimut.“Aku selalu serius dengan hubungan kita, sejak kita bertemu pun sama. Harusnya ini aku lakukan 5 tahun lalu. Aku ingin menikah denganmu sejak dulu. Kalau nggak ada kejadian itu dan aku kehilangan kamu, mungkin sejak 5 tahun lalu kamu sudah menyandang nama Faraniza Aznii Pratama,” jawab Leon tanpa ragu sambil mengusap pipi Nisa.“Kamu gila, aku masih kuliah tingkat akhir 5 tahun lalu dan nggak mungkin juga aku mau sama anak bocah kayak kamu,” cibir Nisa, di memajukan bibirnya sedikit.“Hahahaha, bocah, tapi kamu suka sama aku kan?
“Leon, nggak bisakah kita hanya tidur dan nggak melakukan hal ini,” Nisa bernegosiasi, namun sebagian bajunya sudah dibuka sampai perut oleh Leon hingga dua aset miliknya terpampang nyata di mata Leon.“No–no.” Leon pasti menolak, apalagi hasrat liarnya sudah meronta-ronta sejak tadi, “pakai saja dulu, aku mau melihatnya,” Leon benar-benar menurunkan baju Nisa hingga ke lantai dan tersisa bagian yang tertutup di dua benda kenyal dan bagian bawah miliknya.“Buka semua dan pakailah. Cepat, aku sudah nggak tahan,” mulutnya berbicara, tangan Leon ingin menarik kain yang menutupi kedua benda kenyal miliknya yang tersisa.“Aku bisa sendiri,” Nisa menghindari dan segera berbalik. Malu-malu dia melepaskan sisa kain tadi. Nisa merasa tidak nyaman, tapi dorongan Leon seperti tidak bisa ditolaknya. Ada bagian dari Nisa yang seolah menginginkan hal itu.“Padahal aku nggak menginginkan, tapi kenapa jantungku ikutan berdebar. Apa dia benar-benar orang yang sangat aku cintai dulu,” kembali berargume
Nisa mengingat, dia tidak bisa berenang. Saat dua teman Natasya yang ikut andil mendorong dia ke kolam memang tidak tahu apapun. Namun, yang tahu kisah Nisa memiliki riwayat penyakit adalah Aldo. Dibalik semua, sebelum Aldo meninggalkan Nisa, Aldo sempat iseng pada Nisa.Aldo memang tidak tahu kalau Nisa tidak bisa berenang dan memiliki riwayat penyakit dalam. Aldo awalnya ngerjain Nisa dengan menceburkan dia ke kolam, tapi setelah itu Nisa langsung dilarikan ke rumah sakit. Aldo yang merasa bersalah dan saat mengetahui perbedaan cara hidup Nisa akhirnya meninggalkan Nisa tanpa penjelasan.Saat itu Aldo ingin menjelaskan semua dan meminta maaf pada Nisa. Aldo juga ingin memperbaiki keadaan, tapi Nisa sudah jadian dengan Leon. Aldo lebih duluan terjun ke dalam kolam saat peristiwa itu, Leon tidak menyadari kejanggalan itu. Tapi, setelah itu Nisa tiba-tiba menghilang dari kehidupan mereka.Leon yang menjadikan dirinya keras hati, dingin dan tidak ingin disentuh wanita. Namun, selalu men
Kepala Nisa sedikit pusing mendengar ucapan Aldo. Dia menceritakan masa lalu mereka, tapi dalam bayangan Nisa adalah samar. Dia masih mencoba merapikan kepingan ingatan dia yang hilang.“Ah!” “Apa yang sakit, Az?” Aldo segera mendekat ketika Nisa tadi sempat mendorong tubuhnya. Aldo melihat Nisa memegangi kepala.“Jangan sentuh,” Nisa mengarahkan tangan, memberikan isyarat agar laki-laki itu tidak mendekat.“Az, ayolah jangan marah. Aku melakukan ini karena aku nggak pernah bisa melupakan kamu. Aku hanya sayang kamu, Az,” Aldo sedang memberi pembelaan diri. Dia juga tetap khawatir saat melihat Nisa seperti itu.“Hentikan omong kosong kamu, Al. Kamu benar-benar keterlaluan dan tidak bertanggung jawab. Bisa-bisanya kamu mempermainkan perasaan seseorang sampai bertahun-tahun,” Nisa berkata sambil memegangi kepala. Dia benar-benar menolak Aldo mendekat.“Setidaknya aku sudah mencoba, Az, aku nggak menjadi laki-laki bodoh seperti Leon. Dia itu benar-benar bodoh,” maki Aldo menjadi seorang
“Maaf Az, aku jadi merepotkan kamu,” Aldo duduk lesu di ruang tamunya.“Nggak apa-apa, Al, aku juga hanya bisa bantu seperti ini,” Nisa menatap lekat wajah Aldo. Dia terlihat lesu dan benar-benar tidak bersemangat.“Nata sudah pulas kan?” Aldo balik menatap Nisa.“Iya, tadi aku sempat temani sebentar di kamar. Pas aku yakin dia sudah benar-benar pulas aku baru keluar,” Nisa tidak pernah menyangka kalau Nata akan benar-benar bersikap seperti tadi.Nisa bukan seseorang yang gampang dekat dengan anak kecil, tapi sikap Nata sangat berbeda. Apalagi Nisa menganggap kalau Nata anak dari Aldo.“Apa yang sebenarnya terjadi dengan Sofia, Aldo?” Nisa yakin kalau istri mantan pacarnya itu baik-baik saja, dia tidak terlihat seperti orang sakit.“Aku nggak tahu apa yang disembunyikan oleh istriku, Az, tapi aku pun baru tahu hari ini kalau selama setahun belakangan ini kondisi istriku sudah dalam tahap mengkhawatirkan. Aku sebagai suami bahkan nggak pernah merasakan keganjilan itu. Sofia benar-benar
Nisa juga tidak bisa membendung perasaan sedihnya. Meski dia baru satu kali bertemu dengan Sofia, perasaannya tetap mengatakan kalau Sofia adalah istri yang baik. Namun, dia tidak menyangka akan mendapatkan kabar duka seperti ini.“Tante huhuhu tanteee huhuhu … Nata sekarang sendiri huhuhu,” Nisa hampir saja kehilangan kata, dia hanya bisa mengusap punggung kecil Nata yang sedang menangis. Bahkan untuk merayu anak kecil yang sedang merajuk bukanlah keahliannya.Dia pun pernah merasakan hal yang sama. Ketika kehilangan ayah juga adiknya, tapi dia sendiri tidak bisa berbuat apa-apa karena kondisinya saat itu pun terbaring di rumah sakit tanpa bisa melakukan apapun. Tiap hari hanya meratapi kesedihan sebelum dia kembali bangkit berkat bantuan dan dorongan Raka disisinya saat itu.“Yang sabar, Nata sayang, Tante Nisa ada disini ya sayang, jangan menangis lagi ya sayang …” Nisa mencoba menenangkan hati gadis kecil itu, meski dia masih belum tahu apakah itu ada efeknya atau tidak.“Sabar b
“Aku serius, Leon. Aku yakin ada hal buruk yang terjadi,” kata Nisa lagi dan kali ini dia menghempaskan pelukan Leon di pinggangnya.Nisa bangkit dan ingin pergi,”Memangnya kamu mengenal Sofia?”“Iya, aku kenal, meski baru satu kali bertemu dengannya,” Nisa berkacak pinggang dihadapan Leon. Dia benar-benar kesal karena Leon bersikap dingin pada masalah Aldo. Sepertinya cuek saja.“Tenanglah, Azni, si bodoh itu belum menghubungi, aku yakin nggak akan ada hal buruk seperti yang kamu bayangkan. Lebih baik sekarang nikmati saja waktu kita,” Leon mencoba mengikuti Nisa dan menarik tangannya untuk kembali bersikap santai seperti tadi.“Telepon Aldo, Leon, aku mohon, aku nggak akan tenang kalau begini terus,” Azni mengulangi keinginannya.“Huh, kenapa kalau urusan dengan Aldo kamu begitu bersemangat. Kamu seolah ingin meninggalkan aku pergi dengan alasan seperti itu. Kenapa hanya Aldo saja yang kamu ingat?” Leon masih terbakar aroma cemburu.Bagaimanapun Leon merasa apa yang terjadi dengan N
Hujan turun begitu deras, Aldo dengan kecepatan penuh mengemudikan mobilnya. Dia sepertinya sudah tidak peduli dengan macetnya lalu lintas. Yang Aldo inginkan adalah segera sampai di rumah sakit.Hatinya tidak tenang terbayang wajah Sofia. Dia meyakinkan hatinya, istrinya baik-baik Aldo langsung berlarian di koridor rumah sakit. Sudah tidak ada lagi yang dia pikirkan kecuali Sofia. Dia hampir menabrak beberapa perawat atau kereta dorong yang membawa pasien saking panik dengan kondisi istrinya.Aldo terhenti sesaat ketika dia melihat sosok jadi berambut ikal sedang memeluk seorang wanita di depan kamar IGD. Dia harus bisa mengatur nafasnya agar tidak terlihat cemas di hadapannya ada. Bagi putrinya, Nata, Aldo merupakan sosok yang selalu dibanggakan.“Ayaahhh!” Nata berteriak dan berlari ke hadapan Aldo ketika dia sudah benar-benar bisa menstabilkan kondisinya.“Ayah, bu–bunda, ayah, ayaahh, huhuhu!” Nata bukan hanya berteriak, gadis kecil itu menangis sesenggukan di pelukan sang ayah.