"Raka, aku mohon, ini bukan permainan saling membakar atau membalas. Aku mohon, Raka, aku tahu kamu pasti mengerti keadaanku kan? Uhm?" Nisa mencoba berbicara meski dia tidak yakin apakah bisa merubah keputusan menggebu Raka saat ini."Buka semua, biarkan aku melihatnya juga. Tukar bajunya sekarang dihadapanku kalau kamu memang benar-benar pernah menganggap aku sebagai seseorang yang berarti," tantang Raka, dia masih belum mau mengalah dan menuntut Nisa untuk berganti baju di hadapannya.Raka ingin melihat apapun yang belum dia lihat. Dia menahan semua dan mencoba mengerti keadaan Nisa selama 5 tahun itu."Nggak gitu dong, Raka, kamu kan tahu, aku nggak mungkin melakukan itu," hampir saja suara Nisa tidak dapat terdengar, dia malu dan merasa bersalah dengan keadaannya saat ini."Kenapa? Kenapa hanya aku yang nggak boleh melihat juga menikmati nya? Kita ini pacaran kan, Nisa? Atau kamu hanya benar benar menjadikan aku sebagai pelarian dan kamu hanya merasa nggak enak saja dengan apa
Pintu dibuka Nisa perlahan. Sebelum membukanya, Nisa menoleh ke arah Raka dan dia menarik nafasnya sedikit panjang. Dia pasti bisa langsung membayangkan kemarahan Leon. Raka bisa tahu kalau gadis itu sedang mengalami masa yang sulit.Namun, dia hanya berharap ada bagian dari dirinya yang tetap ikut andil dalam setiap kesedihannya. Raka benar-benar tulus pada gadis itu dan ingin selalu berada disisinya.“Aznii, apa kamu tuli. Ini sudah lebih dari dua jam. Apa saja yang kamu lakukan, hah? Teleponku tidak kamu angkat dan aku disini sudah hampir satu jam menunggumu. Cepat keluar!” teriak Leon terdengar cukup keras saat pintu benar benar dibuka.Nisa membeku di depan pintu dan Raka menggenggam erat tangannya. Sedetik tidak ada yang bisa mereka perbuat ketika sang Leon berbicara, bahkan Raka sempat menatap tajam ke arahnya.“Kamu benar-benar mengabaikan panggilanku? Apa kamu benar-benar sedang menikmati waktumu, Aznii?” Sekali lagi Leon memaki. Leon semakin emosi karena Nisa mengabaikannya
Bruk! Meski lemparan Leon tidak cukup keras, namun itu membuat Nisa terkejut. Leon membanting pintu mobilnya dan segera menutup rapat pintunya.“Le-Leon, tunggu dulu. Jangan marah lagi. Kita sudah bicarakan ini, aku mau di rumahku dulu kan? Bukannya kamu mau mempertimbangkan itu?” Nisa mendesak, dia benar-benar tidak ingin kembali ke rumah Leon. Baginya itu terasa seperti dalam penjara.“Jangan harap. Kamu pikir, aku bodoh, huh, kamu hanya ingin bermain-main dengannya kan? Kamu ingin dua-duaan sama laki-laki culun itu kan?” amuk Leon, matanya memerah dan giginya menahan geram. Sepertinya kalau bukan Nisa yang di depannya sekarang, Leon akan menghajarnya habis-habisan.“Nggak seperti itu, Leon, aku mohon dengarkan aku. Aku bisakah, argh!” Nisa menjerit saat tubuhnya diangkat ke pangkuan Leon. Dia seperti serigala yang kelaparan dan siap memangsa Nisa.“Katakan, apa yang kamu lakukan? Dua jam lebih, hah?” Leon memegang kedua pipi Nisa dan menginterogasi. Tatapan benar-benar seperti seri
“Ni–Nisa? Eh, Azni,” kata Aldo sedikit terbata. Dia benar-benar tidak menyangka akan bertemu Nisa di kediaman Leon.Raut wajah Nisa sedikit berubah saat melihat Aldo. Sedikit tersenyum dan memang terlihat berbeda saat bertemu dengan Aldo. Dan, Leon menyadari itu.“Elo?” tunjuk Leon dengan alis yang berkerut di keningnya.“Ups, sorry, Le, gue belum sempat cerita. Gue dan Nisa udah pernah ketemu,” jelas Aldo, dia tahu, saat ini bukan yang tepat untuk menjelaskan. Masalah itu, Aldo tidak mungkin gegabah.“Ketemu? Kapan? Dimana?” Leon sudah menaikan kembali nada suaranya, dia menatap Nisa dan Aldo secara bergantian.“Aku nggak sengaja ketemu Aldo beberapa hari lalu,” ungkap Nisa dengan nada biasa saja, seolah tidak ada yang dia sembunyikan. Yang membuat Leon tercengang adalah Nisa tidak melupakan Aldo.“Kamu bisa mengingat Aldo, Nisa?” Kini Leon dengan tatapan tidak percaya berkata, dia benar-benar kehabisan kata saat tahu Nisa mengingat Aldo.“Mana mungkin aku lupa, Aldo adalah cinta per
“Apa yang sakit, Azni? Apa yang sebenarnya terjadi padamu?” Aldo menyerobot lebih dulu sebelum Leon berbicara, mulutnya sudah gatal untuk berbicara.Nisa masih menatap Aldo, dia sendiri masih belum yakin untuk bercerita. Karena memang benar adanya dalam ingatan Nisa tidak ada Leon.“Lo jangan mancing gue lagi, Al, Lo tau kan, dari dulu Lo selalu aja jadi penghalang gue. Jauh sedikit, jangan pegang pegang,” Leon mengamuk, dia menepis jauh tangan Aldo yang akan memegang tangan Nisa.“Gue lagi nggak cari gara-gara sama elo, Leon, gue cuma mau bicara sama Azni. Kalo dia masih belum mau cerita sama elo, mungkin aja sama gue dia mau cerita,” Aldo mendengus, dia sebenarnya sedikit keki karena Leon menepis tangannya. Matanya membulat kesal.“Yaudah, kalo gitu jangan pegang pegang dan jauhan Lo!” Kata Leon, dia benar-benar tidak ingin kalau Nisa berdekatan beberapa centi dari Aldo.“Cih, Lo banyak bacot, Leon. Dari dulu cuma kebanyakan teori,” celetuk Aldo.“Huh, Lo nggak ingat, Leon, dulu kal
“Jadi apa yang harus aku dengarkan, Leon? Meski Aldo sudah bercerita, aku tetap saja nggak ingat apapun tentangmu,” Nisa mencoba berbicara dengan Leon, dia berharap laki-laki itu masih bisa mendengarkannya bicara.“Entahlah, tapi aku tetap saja cemburu. Kenapa kamu bisa dengan mudah mengingat apapun tentang Aldo? Katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi waktu itu? Aku ingat, terakhir kali kita bertemu saat pesta ulang tahun Natasya, 5 tahun lalu,” terang Leon.Leon sedang menggali ingatan Nisa soal kejadian 5 tahun lalu, dia yakin, itu terakhir kalinya mereka bertemu. Nisa terdiam sesaat dan mencoba mengingat kembali.“Saat itu … setelah dari pesta ulang tahun Natasya, aku hanya ingat, Aldo yang membawaku dan ketika aku ingin kembali ke rumah, aku mendapatkan kabar kalau papa dan adikku kecelakaan. Jadi, aku putuskan ke rumah sakit, tapi dalam perjalanan ke rumah sakit …,” Nisa sedang bercerita sambil mengingat kejadian 5 tahun lalu.“Argh, aku benar-benar nggak ingat lagi, yang ak
“Jangan gila!” Spontan Nisa makin kesal dan memukul dada Leon.“Hahahaha!” Nisa tergelak dan mendorong sedikit tubuhnya. “Argh, nggak tau ah!” Nisa keki dan membalikkan tubuhnya, dia benar-benar malu.“Jangan-jangan dulu aku yang sering minta duluan lagi. Aku yang nuduh dia mesum, padahal aku lagi,” batin Nisa, dia malu dan menutupi wajahnya dengan kedua tangan.Nisa merasakan kedua tangan Leon melingkar di pinggang dan menariknya, “Aku suka, apapun sikapmu. Seperti barusan pun aku tetap suka. Aku sudah lama sekali nggak melihat kamu marah, Az, aku rindu saat-saat itu. Cepatlah kembali seperti Azniku yang dulu, sayang,” Nisa mendengarkan. Dia sedikit terenyuh mendengar ucapan Leon.Anehnya, Nisa sama sekali tidak kesal mendengar ucapan itu atau berusaha menolak seperti sebelumnya. Nisa merasa memang pernah ada hubungan di antara mereka yang sudah Nisa lewatkan.“Kenapa? Kenapa hanya dia yang nggak aku ingat? Ada apa sebenarnya?” batin Nisa, lalu Nisa mengendurkan dekapan Leon, kali i
Hujan turun begitu deras, Aldo dengan kecepatan penuh mengemudikan mobilnya. Dia sepertinya sudah tidak peduli dengan macetnya lalu lintas. Yang Aldo inginkan adalah segera sampai di rumah sakit.Hatinya tidak tenang terbayang wajah Sofia. Dia meyakinkan hatinya, istrinya baik-baik Aldo langsung berlarian di koridor rumah sakit. Sudah tidak ada lagi yang dia pikirkan kecuali Sofia. Dia hampir menabrak beberapa perawat atau kereta dorong yang membawa pasien saking panik dengan kondisi istrinya.Aldo terhenti sesaat ketika dia melihat sosok jadi berambut ikal sedang memeluk seorang wanita di depan kamar IGD. Dia harus bisa mengatur nafasnya agar tidak terlihat cemas di hadapannya ada. Bagi putrinya, Nata, Aldo merupakan sosok yang selalu dibanggakan.“Ayaahhh!” Nata berteriak dan berlari ke hadapan Aldo ketika dia sudah benar-benar bisa menstabilkan kondisinya.“Ayah, bu–bunda, ayah, ayaahh, huhuhu!” Nata bukan hanya berteriak, gadis kecil itu menangis sesenggukan di pelukan sang ayah.
“Sudah nggak usah banyak tanya kalau kamu mau apa yang kamu inginkan tadi berlanjut. Kalau kamu terus bertanya, lebih baik nggak sekalian!” Skakmat Leon dibuatnya mendengar perkataan dari Nisa.“Nggak bisa gitu dong, sayang. Ini kan dia yang ngajakin aku ribut,” suara Leon kini melemah dan menurunkan kedua tangannya. Sikap berubah dari keras dan lembut ketika mendengar ancaman Nisa.Leon tidak terima kalau permintaan lamaran dia ditangguhkan akibat ulah Aldo. Aldo memicingkan matanya pada Nisa, “Ada apa ini? Apa yang kalian rencanakan? Az, kita sudah sepakat malam ya,” Aldo tidak terima dan membuat kebimbangan diantara mereka lagi.Nisa mengabaikan dan segera berbalik. Dia melihat kantong baju yang sudah disiapkan oleh Leon saat dia mandi tadi.“Balik badan kalian!” Nisa memberikan perintah, kali ini setelah ingatan dia kembali, dia tidak mau jadi boneka diantara dua laki-laki itu.Nisa sudah yakin mencintai Leon dan siap memilih Leon, tapi jika harus dihadapkan dengan kejadian sepert
“Selamat pagi,” suara lembut dan kecupan di kening membangunkan Nisa yang masih asik dengan tidurnya.Gadis itu membuka matanya dan melihat Leon tersenyum padanya, “Aku mau meresmikan hubungan kita, maukah kamu menikah denganku?” Mata Nisa mengkrejap tidak percaya. Leon tidak ingin membuang waktu lagi, dia ingin segera menjadikan Nisa istrinya.“Jangan bercanda, Leon, ini bukan hal kecil dan nggak main-main,” Nisa bangun dan menutupi tubuhnya dengan selimut.“Aku selalu serius dengan hubungan kita, sejak kita bertemu pun sama. Harusnya ini aku lakukan 5 tahun lalu. Aku ingin menikah denganmu sejak dulu. Kalau nggak ada kejadian itu dan aku kehilangan kamu, mungkin sejak 5 tahun lalu kamu sudah menyandang nama Faraniza Aznii Pratama,” jawab Leon tanpa ragu sambil mengusap pipi Nisa.“Kamu gila, aku masih kuliah tingkat akhir 5 tahun lalu dan nggak mungkin juga aku mau sama anak bocah kayak kamu,” cibir Nisa, di memajukan bibirnya sedikit.“Hahahaha, bocah, tapi kamu suka sama aku kan?
“Leon, nggak bisakah kita hanya tidur dan nggak melakukan hal ini,” Nisa bernegosiasi, namun sebagian bajunya sudah dibuka sampai perut oleh Leon hingga dua aset miliknya terpampang nyata di mata Leon.“No–no.” Leon pasti menolak, apalagi hasrat liarnya sudah meronta-ronta sejak tadi, “pakai saja dulu, aku mau melihatnya,” Leon benar-benar menurunkan baju Nisa hingga ke lantai dan tersisa bagian yang tertutup di dua benda kenyal dan bagian bawah miliknya.“Buka semua dan pakailah. Cepat, aku sudah nggak tahan,” mulutnya berbicara, tangan Leon ingin menarik kain yang menutupi kedua benda kenyal miliknya yang tersisa.“Aku bisa sendiri,” Nisa menghindari dan segera berbalik. Malu-malu dia melepaskan sisa kain tadi. Nisa merasa tidak nyaman, tapi dorongan Leon seperti tidak bisa ditolaknya. Ada bagian dari Nisa yang seolah menginginkan hal itu.“Padahal aku nggak menginginkan, tapi kenapa jantungku ikutan berdebar. Apa dia benar-benar orang yang sangat aku cintai dulu,” kembali berargume
Nisa mengingat, dia tidak bisa berenang. Saat dua teman Natasya yang ikut andil mendorong dia ke kolam memang tidak tahu apapun. Namun, yang tahu kisah Nisa memiliki riwayat penyakit adalah Aldo. Dibalik semua, sebelum Aldo meninggalkan Nisa, Aldo sempat iseng pada Nisa.Aldo memang tidak tahu kalau Nisa tidak bisa berenang dan memiliki riwayat penyakit dalam. Aldo awalnya ngerjain Nisa dengan menceburkan dia ke kolam, tapi setelah itu Nisa langsung dilarikan ke rumah sakit. Aldo yang merasa bersalah dan saat mengetahui perbedaan cara hidup Nisa akhirnya meninggalkan Nisa tanpa penjelasan.Saat itu Aldo ingin menjelaskan semua dan meminta maaf pada Nisa. Aldo juga ingin memperbaiki keadaan, tapi Nisa sudah jadian dengan Leon. Aldo lebih duluan terjun ke dalam kolam saat peristiwa itu, Leon tidak menyadari kejanggalan itu. Tapi, setelah itu Nisa tiba-tiba menghilang dari kehidupan mereka.Leon yang menjadikan dirinya keras hati, dingin dan tidak ingin disentuh wanita. Namun, selalu men
Kepala Nisa sedikit pusing mendengar ucapan Aldo. Dia menceritakan masa lalu mereka, tapi dalam bayangan Nisa adalah samar. Dia masih mencoba merapikan kepingan ingatan dia yang hilang.“Ah!” “Apa yang sakit, Az?” Aldo segera mendekat ketika Nisa tadi sempat mendorong tubuhnya. Aldo melihat Nisa memegangi kepala.“Jangan sentuh,” Nisa mengarahkan tangan, memberikan isyarat agar laki-laki itu tidak mendekat.“Az, ayolah jangan marah. Aku melakukan ini karena aku nggak pernah bisa melupakan kamu. Aku hanya sayang kamu, Az,” Aldo sedang memberi pembelaan diri. Dia juga tetap khawatir saat melihat Nisa seperti itu.“Hentikan omong kosong kamu, Al. Kamu benar-benar keterlaluan dan tidak bertanggung jawab. Bisa-bisanya kamu mempermainkan perasaan seseorang sampai bertahun-tahun,” Nisa berkata sambil memegangi kepala. Dia benar-benar menolak Aldo mendekat.“Setidaknya aku sudah mencoba, Az, aku nggak menjadi laki-laki bodoh seperti Leon. Dia itu benar-benar bodoh,” maki Aldo menjadi seorang
“Maaf Az, aku jadi merepotkan kamu,” Aldo duduk lesu di ruang tamunya.“Nggak apa-apa, Al, aku juga hanya bisa bantu seperti ini,” Nisa menatap lekat wajah Aldo. Dia terlihat lesu dan benar-benar tidak bersemangat.“Nata sudah pulas kan?” Aldo balik menatap Nisa.“Iya, tadi aku sempat temani sebentar di kamar. Pas aku yakin dia sudah benar-benar pulas aku baru keluar,” Nisa tidak pernah menyangka kalau Nata akan benar-benar bersikap seperti tadi.Nisa bukan seseorang yang gampang dekat dengan anak kecil, tapi sikap Nata sangat berbeda. Apalagi Nisa menganggap kalau Nata anak dari Aldo.“Apa yang sebenarnya terjadi dengan Sofia, Aldo?” Nisa yakin kalau istri mantan pacarnya itu baik-baik saja, dia tidak terlihat seperti orang sakit.“Aku nggak tahu apa yang disembunyikan oleh istriku, Az, tapi aku pun baru tahu hari ini kalau selama setahun belakangan ini kondisi istriku sudah dalam tahap mengkhawatirkan. Aku sebagai suami bahkan nggak pernah merasakan keganjilan itu. Sofia benar-benar
Nisa juga tidak bisa membendung perasaan sedihnya. Meski dia baru satu kali bertemu dengan Sofia, perasaannya tetap mengatakan kalau Sofia adalah istri yang baik. Namun, dia tidak menyangka akan mendapatkan kabar duka seperti ini.“Tante huhuhu tanteee huhuhu … Nata sekarang sendiri huhuhu,” Nisa hampir saja kehilangan kata, dia hanya bisa mengusap punggung kecil Nata yang sedang menangis. Bahkan untuk merayu anak kecil yang sedang merajuk bukanlah keahliannya.Dia pun pernah merasakan hal yang sama. Ketika kehilangan ayah juga adiknya, tapi dia sendiri tidak bisa berbuat apa-apa karena kondisinya saat itu pun terbaring di rumah sakit tanpa bisa melakukan apapun. Tiap hari hanya meratapi kesedihan sebelum dia kembali bangkit berkat bantuan dan dorongan Raka disisinya saat itu.“Yang sabar, Nata sayang, Tante Nisa ada disini ya sayang, jangan menangis lagi ya sayang …” Nisa mencoba menenangkan hati gadis kecil itu, meski dia masih belum tahu apakah itu ada efeknya atau tidak.“Sabar b
“Aku serius, Leon. Aku yakin ada hal buruk yang terjadi,” kata Nisa lagi dan kali ini dia menghempaskan pelukan Leon di pinggangnya.Nisa bangkit dan ingin pergi,”Memangnya kamu mengenal Sofia?”“Iya, aku kenal, meski baru satu kali bertemu dengannya,” Nisa berkacak pinggang dihadapan Leon. Dia benar-benar kesal karena Leon bersikap dingin pada masalah Aldo. Sepertinya cuek saja.“Tenanglah, Azni, si bodoh itu belum menghubungi, aku yakin nggak akan ada hal buruk seperti yang kamu bayangkan. Lebih baik sekarang nikmati saja waktu kita,” Leon mencoba mengikuti Nisa dan menarik tangannya untuk kembali bersikap santai seperti tadi.“Telepon Aldo, Leon, aku mohon, aku nggak akan tenang kalau begini terus,” Azni mengulangi keinginannya.“Huh, kenapa kalau urusan dengan Aldo kamu begitu bersemangat. Kamu seolah ingin meninggalkan aku pergi dengan alasan seperti itu. Kenapa hanya Aldo saja yang kamu ingat?” Leon masih terbakar aroma cemburu.Bagaimanapun Leon merasa apa yang terjadi dengan N
Hujan turun begitu deras, Aldo dengan kecepatan penuh mengemudikan mobilnya. Dia sepertinya sudah tidak peduli dengan macetnya lalu lintas. Yang Aldo inginkan adalah segera sampai di rumah sakit.Hatinya tidak tenang terbayang wajah Sofia. Dia meyakinkan hatinya, istrinya baik-baik Aldo langsung berlarian di koridor rumah sakit. Sudah tidak ada lagi yang dia pikirkan kecuali Sofia. Dia hampir menabrak beberapa perawat atau kereta dorong yang membawa pasien saking panik dengan kondisi istrinya.Aldo terhenti sesaat ketika dia melihat sosok jadi berambut ikal sedang memeluk seorang wanita di depan kamar IGD. Dia harus bisa mengatur nafasnya agar tidak terlihat cemas di hadapannya ada. Bagi putrinya, Nata, Aldo merupakan sosok yang selalu dibanggakan.“Ayaahhh!” Nata berteriak dan berlari ke hadapan Aldo ketika dia sudah benar-benar bisa menstabilkan kondisinya.“Ayah, bu–bunda, ayah, ayaahh, huhuhu!” Nata bukan hanya berteriak, gadis kecil itu menangis sesenggukan di pelukan sang ayah.