Kereta Aria sampai pada siang hari. Kereta itu berhenti di sebuah mansion mewah yang sangat luas. Terdapat satu orang yang berjaga di depan mansion tersebut. Orang itu bukalah pelayan, melainkan orang berbadan besar dan pakaian mewah ala bangsawan yang Aria kenali. Itu adalah Ghilmar. Aria dan Florithe disambut langsung oleh Ghilmar saat mereka berdua turun dari kereta yang dipinjamkan oleh Count Reginlad di Rumberg. "Aria! Selamat datang di kediamanku! Aku sudah menunggumu sejak lama." Ghilmar yang sudah menunggu kedatangan Aria sejak lama, tidak bisa menahan rasa ingin bertemu dengan Aria dan langsung mendekati mereka berdua.Tentunya sebagai orang yang mengetahui etika, Aria akan selalu memberikan salam hangat walau mereka berdua sudah saling kenal. "Selamat siang, Tuan Ghilmar. Aku juga sudah lama menantikan hal ini." Setelah saling menyapa dan juga berpelukan, Ghilmar lalu menanyakan keadaan Aria yang susah menempuh perjalanan jauh. "Bagaimana dengan perjalananmu?" Namun sep
"Daripada membicarakan hal yang berat, aku ingin memberitahumu bahwa Tuan Putri Sylvia sedang tidak berada di sini. Tuan Putri sedang berada di istana sekarang." Mencoba memperbaiki suasana, Ghilmar lalu mengucapkan topik lain untuk dibicarakan.Rasa sedikit kecewa hadir di dalam hati Aria karena tidak bisa langsung bertemu dengan Putri Sylvia. Walau dia mungkin sudah menebak bahwa itu bisa terjadi kapan saja mengingat Sylvia adalah seorang Putri. "Oh, itu sangat disayangkan. Aku ingin berbicara panjang lebar dengannya. Tapi sepertinya aku tidak punya pilihan lain." Ghilmar tertawa dengan keras mencoba tidak membuat Aria sedih. Lalu kemudian dia mengarahkan Aria dan Florithe ke sebuah ruangan yang cukup besar. "Aku tahu kau sedang kelelahan, tapi melemaskan tubuh dengan sebuah teh bukan hal yang buruk, bukan?" Ghilmar melirik ke salah satu pelayan yang dari awal Aria sampai selalu mengikuti Ghilmar di belakang. "Siapkan teh dan juga beberapa makanan manis untuk tamu berharga kita."
Meski diberi tekanan yang besar oleh badan dan aura Ghilmar, Florithe tidak merasakan tekanan yang dikeluarkan oleh Ghilmar.Dikala kesunyian itu, Ghilmar tiba-tiba tertawa kembali. "Hahaha! Itu sangat menarik. Aku belum pernah menemukan seperti kalian berdua Hahaha! Itu adalah pujian, tenang saja." Ghilmar mengambil cangkir tehnya dan meminumnya. "Kalian berdua saling percaya saat pertama kali bertemu. Aku sempat ragu kalian hannyalah rekan perjalanan biasa." "Hanya itu yang benar. Jika orang lain melihat aku dan Aria seperti itu tidak masalah. Seperti yang dikatakan Tuan Ghilmar, sangat jarang menemukan orang seperti kita. Jika itu bukanlah hal yang umum tentunya orang-orang akan membuat spekulasi yang di luar logika mereka." "Oh! Aku menyukai itu. itu adalah jawaban yang bagus." Jawaban dari Florithe yang lurus dan sangat mudah dipahami sangat membuat Ghilmar senang karena tidak memberikan jawaban yang memutar. Hal tersebut akan membuat lama pembicaraan. Kemudian, waktunya Ghilma
Sore hari, mansion Grand-duke Ghilmar. Sebuah kereta dengan perhiasan yang indah terparkir di depan mansion milik Ghilmar. Pelayan yang melihat kedatangan kereta itu langsung berlari dengan panik dan segera bergegas keluar untuk menyambut kedatangan seseorang yang berada di dalam kereta tersebut. Namun sebelum semuanya siap, penumpang yang menaiki kereta itu membuka pintu dan langsung turun dari dalam kereta yang dinaikinya, yang membuat para pelayan mau tidak mau bekerja lebih keras untuk segera menyiapkan segalanya. Karena yang datang adalah tuan putri kerajaan ini. Putri Sylvia Genevieve.Di antara banyaknya pelayan perempuan yang menyambut kedatangan Sylvia, ada sosok yang paling mencolok dari semuanya. Dia adalah kepala pelayan yang sudah membantu keluarga Ghilmar selama bertahun-tahun. Kepala pelayan itu adalah pria tua yang sama saat Aria pertama kali mengunjungi mansion keluarga Ghilmar di ibu kota."Selamat datang, Putri Sylvia. Kami di sini siap untuk melayani anda." Sam
Ghilmar sendiri sebagai kepala keluarga sedang berada di istana untuk bekerja. Dia sudah mengatakan bahwa kerajaan akhir-akhir ini semakin keadaannya membuat ia sibuk sehingga waktu luang miliknya terpotong dan tugasnya sebagai Grand-duke cukup berat. Kedekatan hubungan Aria dengan keluarga Grand-duke Ghilmar juga dengan Putri terlihat di acara makan malam tersebut. Di meja makan yang besar itu, mereka berbicara banyak hal. Namun topik yang paling disukai oleh Putri Sylvia adalah tentang 'cerita fantasi' dunia Aria dulu tinggal. "Dunia tanpa sihir tetapi manusia tetap menjadi makhluk yang dominan di atas tanah. Aku sangat menyukai itu! Mereka menciptakan segala sesuatunya tanpa sihir, bukankah itu sangat hebat? Aku tidak bisa membayangkan bagaimana bisa mereka membuat hal yang mematikan tanpa bantuan sihir." Putri Sylvia yang sangat tertarik dengan semua cerita dunia yang Aria ceritakan, merasa sangat bersemangat dengan topik yang sedang diangkat sebagai dunia fantasi oleh Aria."K
Saat membuka matanya secara perlahan, dengan samar Putri Sylvia melihat seseorang sedang berdiri dibalik tiang-tiang besi yang terpajang berjajar di depan matanya menggunakan pakaian berwarna putih.Ia juga lalu menyadari ada seseorang lagi di sebelah orang yang pertama ia lihat menggunakan pakaian hitam. Sosok itu sedang duduk dengan santai sambil membaca sebuah buku yang dipegangnya. Putri Sylvia mengenal sosok itu. "Aria?" Sylvia masih merasakan ada sedikit pusing di kepalanya. Namun ia tetap mencoba memanggil nama orang yang ia lihat itu walau dengan nada yang ringkih.Ketika namanya dipanggil, Aria langsung mengabaikan buku yang ia baca dan menjawab panggilan Putri Sylvia. "Oh, Tuan Putri. Kau sudah bangun?" "Ini ... Ada di mana?" tanya Putri Sylvia yang suaranya sangat lemas dan rapuh. Kesadarannya masih belum sepenuhnya pulih, dan pengelihatan yang masih berkunang-kunang. Kepalanya juga masih merasa sedikit sakit sehingga meski dapat mendengar Aria menjawab panggilannya, Putr
"Oh, sudah mulai ingin berbicara? Benar! Aku bertemu dengan rujid. Namanya sangat cocok dengan kepribadiannya aku pikir." "Apa hubunganmu dengan Rujid?" Mengabaikan jawaban Aria, air mata yang keluar dari mata Putri Sylvia tiba-tiba berhenti tanpa ada yang keluar lagi. Ekspresinya menjadi lebih serius saat ini dan tidak menunjukkan kesedihan yang sebelumnya terlihat jelas di wajahnya."Tidak ada. Aku dan Florithe hanya kebetulan bertemu dengannya dan kau tahu bagaimana pasukan itu dimusnahkan, bukan? Kau pastinya kesal dengan orang itu bukan? Maaf saja, ya aku telah menjadi kakak yang buruk." Aria menjelaskannya secara detail sambil mengejek putri yang ada di depan matanya.Tiba-tiba ekspresi marah langsung muncul di wajah tuan putri. Emosi di dalam dirinya seketika meluap keluar dengan intensitas tinggi."SIALAN! SIALAN! SIALAN! KAU! JADI KAU! JADI KAULAH ORANGNYA SELAMA INI ARIA!" Putri Sylvia berteriak sambil mencoba menerjang ke arah Aria. Namun semua tindakan yang dilakukannya s
Kaisar Katherina melepas sedikit kewaspadaannya. Tangannya tak lagi mencengkeram dengan erat pisau yang diarahkannya ke pada Aria. Wajahnya yang serius juga sudah mengendur, tetapi tatapannya masih tertuju kepada Aria dengan sangat tajam. “Dari ceritamu dan membawa seorang putri kerajaan lain ke sini, apa yang kau inginkan?” Masih merasa tidak percaya dengan tindakan Aria, Katherina bertanya kembali.Aria dengan tenang meminum teh sambil menyilangkan kakinya. Sedangkan Putri Sylvia masih tersenyum manis dengan cadar yang masih terbuka. Jelas itu adalah kemenangan Aria yang dibagikan olehnya kepada kekaisaran dengan mendatangkan kartu As, yaitu putri kerajaan dan ratu dari Brimmid. “Tenang dan dengarkan. Karena ini adalah kesempatan yang baik, aku tidak ingin mengacaukan hubungan yang ingin aku bangun selama tiga bulan lamanya.” Situasi saat seperti ini seharusnya sudah sering terjadi dalam negosiasi. Tetapi tingkat keterkejutannya berbeda. Dengan cerita yang dibawakan oleh Aria t