Share

Bab 3 : Taruhan

Penulis: Sanjara
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-17 10:38:25

[Joshlyn Gunawan]

Sebut saja aku munafik.

Aku mengerti bagaimana perasaan Val saat melihat Vie dan Arven yang bertingkah mesra tanpa menyadari kehadiran kami. Namun bukannya menghibur Val dengan kata-kata positif seperti yang dilakukan Damian, aku malah memanggil Vie. Tindakan yang mungkin akan menghancurkan hati Val.

Bibirku melengkungkan senyuman saat Vie berjalan menghampiri kami. Angin berhembus dan menerbangkan helaian rambutnya. Mentari menyinarinya seperti lampu sorot. Tapi sorot mata Vie melewatiku dan terpaku pada Val. Cih.

Ya, aku punya rahasia yang kusimpan sendiri. Bahkan kedua sobatku tidak mengetahuinya. Awalnya, itu terjadi dua tahun lalu. Saat siswa kelas 10 harus datang lebih awal karena ada acara MOS. Saat itu aku sedang nongkrong di taman kompleks dan berniat melewatkan acara MOS, tapi tiba-tiba seseorang duduk di jok belakang motorku. Orang itu menepuk bahuku sambil berseru. "Bang, kalo lo gak bisa bawa gue ke SMA Gerbang dalam waktu sepuluh menit, leher lo gue patahin!"

Karena terkejut, aku pun buru-buru memakai helm dan menarik gas. Saat aku dan cewek diboncengan motorku sampai di sekolah. Aku refleks menarik tangannya agar kami bisa berlari menerobos pintu lobi yang hendak ditutup.

"Eh, sori. Gue gak tau kalo lo bukan tukang ojek!" kata cewek itu saat menyadari kesalahannya padaku. Ia bahkan sampai membungkuk-bungkuk. "Sori banget, ya. Makasih banget udah nolongin gue."

Aku ingin sekali mengumpat-umpat karena cewek itu sudah membuatku hampir jantungan. Aku ingin sekali memarahinya. Tapi melihat tampangnya yang seperti ketakutan dan ingin menangis membuatku menghela napas, tersenyum pasrah dan menjawab. "Gapapa. Lain kali liat-liat dulu."

"I-iya." sahutnya sambil mengangguk kaku.

Aku hanya memandanginya seperti orang bodoh. Cewek itu tampak bingung sejenak, tapi akhirnya menyungging­kan senyum yang memamerkan gigi taring kecilnya mencuat keluar dari mulut. Kurasakan senyumku semakin cerah melihat wajahnya yang manis.

Setelah itu, tanpa berkata lagi, dia pergi. Perasaan menyesal langsung meliputiku. Ya, Tuhan, aku bahkan tidak tahu namanya.

"Eh, eh!"

Cewek itu menoleh padaku.

Aku diam sejenak. Berdeham, aku memalingkan wajah sebelum bertanya. "Nama kamu siapa?" selama satu menit tidak ada jawaban. Astaga! Kenapa aku malah menggunakan kata aku-kamu?! Apakah itu terasa sangat kaku?!

"Kalo nanya, liat orangnya, dong." ucapnya, seketika membuatku menoleh.

Jantungku berdegup kencang saat mendapati cewek berambut panjang itu sudah berdiri di depanku dan mencondongkan tubuh hingga wajahnya sangat dekat dengan wajahku. Matanya yang berkilau membuatku terpaku. Aku tidak bisa bergerak. Satu-satunya yang kuharapkan adalah semoga wajahku tidak terlihat konyol.

Cewek itu berdiri tegak. Dan untuk kedua kalinya, ia tersenyum padaku. "Aku Vie. Salken ...?"

"J-Josh!" sial, aku jadi gugup. "Aku Josh."

"Josh." dia mengangguk. "Kapan-kapan aku traktir, deh."

Sejak itulah aku jatuh cinta pada Sevie. Dia sudah mengubah awal SMA-ku yang membosankan menjadi momen paling

in­dah dalam hidupku, dan seumur hidup aku akan selalu ber­terima kasih padanya.

Tetapi, selanjutnya sama sekali tidak berjalan lancar. Aku ber­usaha mencari cewek itu, tapi rupanya dia sangat sibuk meski dia ada di sebelah kelasku. Lebih parah lagi, dia rupanya lumayan be­ken. Setiap kali aku berhasil menemukannya, dia se­dang dikelilingi setidaknya satu cowok yang berusaha menarik perhatiannya.

Arghhh! Kenapa dia harus jadi cewek populer?! Kenapaaa …?!

Begitu banyak cowok tampan, keren, dan tajir yang ada di sekeliling Vie. Hal itu membuatku tidak berani mendekati­nya. Tiba-tiba saja aku sudah bertepuk sebelah tangan sela­ma tiga tahun.

Mengenaskan, bukan? Yah, tak apalah. Aku bu­kan cowok biasa yang bergantung pada kisah roman.

Tapi setiap melihat Vie—meski dari kejauhan—jantungku sera­sa mencelus. Rasanya nyeri menyukai cewek begitu

lama, semen­tara cewek itu mungkin bahkan tidak mengingat­mu lagi. Apalagi ketika salah satu sobat terdekatmu tiba-tiba ingin memacarinya.

Sekali lagi, aku benar-benar mengenaskan.

Seperti biasa, hari ini aku juga melihatnya. Meski ada di depanku, matanya tak sekalipun menatapku. Dengan begitu, sosoknya pun terasa jauh.

"Kenapa?" tanya Vie. Pertanyaanya lebih ditujukan kepada Val.

"Vie, gue minta maaf ...." suara Val menghilang di akhir kalimatnya. Rival Hadiputra, sobatku yang ingin memacari cinta pertamaku itu memang orang yang aneh. Ia tidak pedulian. Ekspresinya yang selalu terlihat malas dan suaranya yang seolah tidak berjiwa membuatku dan Damian memanggilnya dengan julukan 'Saudara Zombie'. Tapi belakangan ini Val mulai menunjukan emosinya tanpa ia sadari.

"Hah? Lo ngomong apa?" Vie bertanya dengan suara lebih keras. Ia menyampirkan rambut ke belakang telinga seolah rambutnyalah yang mengganggu pendengaran.

"Vie." kali ini suara Val lebih tegas. Val berdiri tegak sambil menatap mata Vie dalam. Ia menuding Vie dengan jari telunjuk. "Jadi pacar gue!"

Brak.

Tasku terjatuh ke tanah. Aku bisa merasakan seluruh parkiran hening dan setiap pasang mata menatap kami.

Rasanya aku bisa mendengar diriku berteriak sejadi-jadinya, tapi sayangnya hanya ada dalam pikiranku saja. Aku yakin saat ini Damian juga ingin membentur-benturkan kepalanya ke dinding lantaran kesal dengan tindakan bodoh Val.

Kulihat Vie melotot, sementara Val malah menarik seulas senyum smirk. Namun belum sempat salah satu dari mereka bicara, langkah Arven yang tenang memecah keheningan. "Lo siapa?" tanya Arven yang kini berdiri di antara Vie dan Val. Dengan songong ia menepis tangan Val yang masih menunding Vie.

Val beralih menatap Arven. "Gue orang yang disukai Vie. Lo siapa? Pacarnya Vie?"

"Gue Arven. Soal siapa gue itu gak penting." sahut Arven, ia melirik Vie yang sepertinya tak nyaman. Arven ikut tersenyum smirk. "Kayaknya Vie gak suka sama lo. Lo ngada-ngada, ya?"

"Vie cuma jaim, aslinya dia pasti udah jingkrak-jingkrak gue ajak pacaran." sumpah, aku ingin menjitak kepala Val.

"Lo songong banget, ya? Lo pikir lo seganteng itu?" Arven maju beberapa langkah hingga berdiri tepat di depan Val. Mereka saling menatap dengan jarak wajah yang hanya tersisa lima centimeter.

"Lo ada masalah? Bukannya lo bilang, lo itu gak penting?"

Arven diam, ekspresinya masih sama, menantang. Tapi kemudian ia memundurkan tubuhnya dan mengubah senyum menjadi mencemooh. "Gini aja, gue tantang lo!" Serunya disusul sorakan para siswa. "Kalo lo menang, lo bebas pacarin Vie, tapi kalo lo kalah, jangan muncul lagi di depan Vie."

"Wey-wey, guy's, tenang dulu." Vie menyela, tapi sayangnya tak ada yang memedulikannya.

"Oke! Tapi hari minggu!" alih-alih Val, justru Damian yang menyahut.

"HEH!" Vie dan Val berseru bersamaan. Tapi sekali lagi, tak ada yang menggubris kami.

"Oke, minggu siang." jawab Arven.

"Jangan siang, man." kataku akhirnya. "Siang itu waktunya hibernasi."

"Oke. Minggu jam tiga sore."

"Eh-eh, jangan jam tiga sore!" sahut Damian, "Belum dandan. Belum solat Ashar."

"Halah, yaudah-yaudah! Minggu jam lima sore di taman kompleks Bougenville!"

"Oke, deal."

"Dan gue minta, lo jangan ganggu Vie." tambah Arven sambil menusuk dada Val dengan telunjuknya.

"Oke, deal."

"Bayarin cicilan laptop gue."

"Oke, deal."

Val menampar mulut Damian pelan. "Kok lo main oke-oke aja, sih?"

Damian menoleh. "Lo mau digebukin di sini?"

"Oke, deal." jawab Val.

"Gue tunggu kalian lima hari dari sekarang." kata Arven lagi sambil menatap kami dengan bengis. "Kita bakal balapan skateboard."

💌

"Mampus, gak, tuh?" kata Damian, entah untuk yang ke berapa kali. Cowok bertubuh tinggi besar yang memiliki darah campuran Amerika itu mengusap dahinya frustasi. Padahal yang mendapat masalah adalah Val, dan itu semua karena Damian mengiyakan taruhan Arven. Karena hal-hal seperti itu sering terjadi, aku dan Val selalu menjuluki Damian dengan panggilan 'Bule Bego'. "Arven Deon, kelas 12 IPS 5. Dia terkenal jago banget main skateboard. Muali dari aksi sederhana, sampe berbahaya bisa dia lakuin pake papan skate. Dan lagi, ya, Val. Laju mainnya cepet!"

"Bodo amat. Lagian gue masih punya waktu lima hari buat belajar nge-skate." Val hanya mengangkat bahu sambil mengaduk es cappuchino-nya. Usai cekcok dengan Arven dan para netizen +62, kami langsung pergi ke kantin sekolah karena tiba-tiba saja energi kami terkuras habis. "Lagian ini salah siapa, coba? Kenapa coba lo nge-iyain aja apa kata si Arpret itu?" lanjut Val.

"Arpret?"

"Singkatan dari Arven Kampret."

"Skateboard itu termasuk olahraga ekstrim." selaku pada akhirnya, sambil mencopot kacamataku dan mengelapnya, aku lanjut berkata dengan santai. "Udah, Val. Mending lo nyerah aja. Cari aja cewek lain yang lebih cakep, lebih tajir, lebih montok--"

"Diem." sial, Val memotong ucapanku yang elegan. Val meliriku sekilas. "Kalo ini satu-satunya jalan buat dapetin Vie, gue bakal maju. Lagian yang penting coba dulu aja kali."

Benar, seharusnya aku seperti itu juga. Melakukan apapun untuk mengejarnya. Mengatakan pada Vie bahwa aku menyukainya. Aku memang pecundang. Dan dengan tidak tahu dirinya, aku merasa tak terima saat Val ingin mencuri perhatiannya.

Apakah sesuatu tetap bisa dirampas meskipun pada awalnya kau tidak memilikinya?

Bab terkait

  • Give Me A Heart   Bab 4 : Menghillang

    [Rival Hadiputra]"Pertama, pastiin kaki lo tetep nyentuh tanah. Kaki satunya lagi di atas papan, lebih tepatnya di atas truck, bagian depan papan." di taman kompleks, Arven menjelaskan tata cara bermain skateboard padaku. Aku hanya mengamatinya dengan setengah hati. Aku masih sebal dengan kejadian beberapa jam yang lalu.Saat istirahat siang itu, seperti biasa aku memesan nasi padang pada Ibu Kantin dan duduk di sudut menghadap Damian yang duduk di seberang meja bundar. Josh entah ada di mana, sejak bel baru saja berbunyi ia sudah ngacir seperti orang yang kebelet buang air."Gue harus gimana, nih?" kataku, entah untuk yang ke berapa kali.Damian yang sedang sibuk menggerogoti ayam bakarnya mendelik menatapku. Sepertinya dia risi. Tapi ini karena dianya juga, sih! Ak

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-17
  • Give Me A Heart   Bab 5 : Sial

    [Sevie Andina]Mungkin, 'Sial' adalah nama tengahku. Sevie 'Sial' Andina. Cocok 'kan? Baiklah-baiklah. Akan kujelaskan alasan mengapa aku sudah mengumpat-umpat di sabtu siang yang cerah ini.Semuanya dimulai di hari senin yang paling kubenci. Belum habis masalahku saat Arven tiba-tiba mengajak Val untuk duel skate, aku tiba-tiba dihadang oleh Pak Ahmad saat aku dalam perjalanan menuju kantin.Aku tahu jika guru memanggil pasti ada maunya. Entah itu beliin makanan, mengambil buku, atau ngasih tugas untuk kelas lain. Lah, yang itu aku tidak mau, bisa-bisa aku disuruh menjelaskan tugasnya di depan kelas lain. Malu!"Kamu gak sibuk 'kan?" tanya Pak Ahmad halus."Eum, sebenernya ...." ucapanku lebih dulu terpotong.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-17
  • Give Me A Heart   Bab 7 : Tiga Hati yang Patah

    [Joshlyn Gunawan]Aku melongo memandangi sosok Vie yang menjauh dengan terbirit-birit. Otakku masih perlu waktu untuk mencerna suasana. Beberapa detik berlalu, aku masih tak paham dengan situasinya. Kemudian aku menoleh, memandang Val tak habis pikir. "Dia kenapa?"Val diam sesaat, kemudian berdeham. "Oh, tadi gue sengaja pasang muka zombie.""Lo bego, goblok, apa tolol, sih?" sahutku, tak bermaksud ketus, tapi entah kenapa sekarang aku jadi sensi pada Val. Padahal sebelumnya, aku sedang enak-enak berduaan dengan Vie sampai akhirnya dia datang dan menghancurkan suasana."Kok lo jadi sewot, sih?" kata Val, jelas terlihat heran."Gue bukannya sewot," Aku menyanggah. "Tapi ... ah, yaudahlah!" karena tak tahu harus berkata apa, aku menyibukkan diri dengan kertas-kertas di meja dan bersiap ngacir dari ruang guru sebelum Val berhasil me

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-03
  • Give Me A Heart   Bab 8 : Permohonan

    [Sevie Andina]Sepertinya hidupku memang tertimpa sial. Bagaimana tidak? Baru kemarin aku jingkrak-jingkrak di kamar karena berhasil jadian dengan Val. Apalagi dia mengucapkan kata-kata yang benar-benar manis yang membuatku terharu. Yep. Walau sudah berkali-kali kutolak, Val ternyata sangat keras kepala dan tetap ingin pacaran denganku. Meskipun dia mengetahui hidupku yang menyedihkan, dia tetap memacariku. Bahkan saat Val mengantarkanku pulang, ia tanpa sungkan mampir ke rumah kontrakanku yang sangat sempit. Dia juga melihat keadaan ibuku dan meminta izin pada beliau untuk memacariku! Gila! Dia benar-benar gentleman!Tapi hari ini ... astaga!Hari ini seharusnya aku bisa pulang cepat, karena biasanya pelanggan yang datang ke kafe tempatku bekerja ha

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-03
  • Give Me A Heart   Prolog

    Mainan yang dulu kita gunakan untuk memohon pada bintang, kini hanya tergeletak di sudut kamar.Aku yakin, baik kamu maupun aku, kita sudah memohon lebih dari seratus.Suatu saat, ayo kita ubah permohonan itu menjadi satu permohonan saja.Aku hanya ingin bersamamu sebentar lagi. Hanya sebentar.Karena semakin lama aku menyimpan momen ini, semakin sedih yang kurasakan saat perpisahan itu tiba.***Ada beberapa hal yang tak bisa Sevie lupakan. Salah satunya adalah hari itu, pagi yang cerah di hari senin."Ma, aku berangkat!" seru Vie yang sudah duduk di atas jok sepeda."Hati-hati, Vie!" sang Mama menyahut dari dalam rumah."Iya!" setelahnya, Sevie langsung mengayuh pedal sepeda dengan kencang seraya melaju cepat di trotoar menuju sekolah.Mentari pagi bersinar terang di antara

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-17
  • Give Me A Heart   Bab 1 : Gagal Move On

    [Sevie Andina]"Vie! Sumpah, ya! Gue jadian sama Damian!" Frey menjerit-jerit kegirangan di kantin yang sepi itu. Ia memeluk ponsel dengan kaki bergoyang-goyang. Sementara yang diajak bicara masih sibuk mengisi perutnya. "Pacaran sama Rega ... mimpi apa gue semalem ...? Kyaa!"Aku menelan makanan yang ada di mulutku seraya menatap datar Frey yang sudah duduk. "Kapan jadiannya? Lo jampi-jampi, ya?""Hush! Enak aja!" sahut Frey tak terima, ia mengibaskan rambut panjangnya ke belakang. "Ini tuh yang namanya the power of pesona Freya!" lanjutnya angkuh."Nyeh, paling dia ngelindur kemarin." Aku menyahut asal, lalu kembali memakan burger dengan lahap. Biasalah, aku perlu mengisi energi sebelum berkutat dengan nama-nama latin di kelas. Lagipula aku sudah bosan dengan Frey y

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-17
  • Give Me A Heart   Bab 2 : Suka!

    [Rival Hadiputra]"Aku akan melindungimu, Elizabeth.""Kumohon jangan sakiti siapapun lagi, Meliodas!"Suara televisi memenuhi kamarku. Televisi LED itu menampilkan film anime di mana karakter utamanya sedang sekarat karena melindungi sang pacar. Aku hampir tak berkedip memandangi layar, padahal pikiranku sedang melayang-layang. Tak fokus pada filmnya.Suara dehaman Damian menyadarkan lamunanku, tapi tidak sekeras itu untuk membuatku menoleh. "Val? Lo kenapa, sih? Habis ketemuan sama Vie tiga hari lalu, lo jadi aneh gini." ucapnya. Entah dia khawatir atau hanya penasaran."Bukannya gue emang aneh, ya?" sahutku kalem. Sobatku itu langsung terdiam, dengan begitu aku tak perlu repot-repot menjelaskan padanya tent

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-17

Bab terbaru

  • Give Me A Heart   Bab 8 : Permohonan

    [Sevie Andina]Sepertinya hidupku memang tertimpa sial. Bagaimana tidak? Baru kemarin aku jingkrak-jingkrak di kamar karena berhasil jadian dengan Val. Apalagi dia mengucapkan kata-kata yang benar-benar manis yang membuatku terharu. Yep. Walau sudah berkali-kali kutolak, Val ternyata sangat keras kepala dan tetap ingin pacaran denganku. Meskipun dia mengetahui hidupku yang menyedihkan, dia tetap memacariku. Bahkan saat Val mengantarkanku pulang, ia tanpa sungkan mampir ke rumah kontrakanku yang sangat sempit. Dia juga melihat keadaan ibuku dan meminta izin pada beliau untuk memacariku! Gila! Dia benar-benar gentleman!Tapi hari ini ... astaga!Hari ini seharusnya aku bisa pulang cepat, karena biasanya pelanggan yang datang ke kafe tempatku bekerja ha

  • Give Me A Heart   Bab 7 : Tiga Hati yang Patah

    [Joshlyn Gunawan]Aku melongo memandangi sosok Vie yang menjauh dengan terbirit-birit. Otakku masih perlu waktu untuk mencerna suasana. Beberapa detik berlalu, aku masih tak paham dengan situasinya. Kemudian aku menoleh, memandang Val tak habis pikir. "Dia kenapa?"Val diam sesaat, kemudian berdeham. "Oh, tadi gue sengaja pasang muka zombie.""Lo bego, goblok, apa tolol, sih?" sahutku, tak bermaksud ketus, tapi entah kenapa sekarang aku jadi sensi pada Val. Padahal sebelumnya, aku sedang enak-enak berduaan dengan Vie sampai akhirnya dia datang dan menghancurkan suasana."Kok lo jadi sewot, sih?" kata Val, jelas terlihat heran."Gue bukannya sewot," Aku menyanggah. "Tapi ... ah, yaudahlah!" karena tak tahu harus berkata apa, aku menyibukkan diri dengan kertas-kertas di meja dan bersiap ngacir dari ruang guru sebelum Val berhasil me

  • Give Me A Heart   Bab 5 : Sial

    [Sevie Andina]Mungkin, 'Sial' adalah nama tengahku. Sevie 'Sial' Andina. Cocok 'kan? Baiklah-baiklah. Akan kujelaskan alasan mengapa aku sudah mengumpat-umpat di sabtu siang yang cerah ini.Semuanya dimulai di hari senin yang paling kubenci. Belum habis masalahku saat Arven tiba-tiba mengajak Val untuk duel skate, aku tiba-tiba dihadang oleh Pak Ahmad saat aku dalam perjalanan menuju kantin.Aku tahu jika guru memanggil pasti ada maunya. Entah itu beliin makanan, mengambil buku, atau ngasih tugas untuk kelas lain. Lah, yang itu aku tidak mau, bisa-bisa aku disuruh menjelaskan tugasnya di depan kelas lain. Malu!"Kamu gak sibuk 'kan?" tanya Pak Ahmad halus."Eum, sebenernya ...." ucapanku lebih dulu terpotong.

  • Give Me A Heart   Bab 4 : Menghillang

    [Rival Hadiputra]"Pertama, pastiin kaki lo tetep nyentuh tanah. Kaki satunya lagi di atas papan, lebih tepatnya di atas truck, bagian depan papan." di taman kompleks, Arven menjelaskan tata cara bermain skateboard padaku. Aku hanya mengamatinya dengan setengah hati. Aku masih sebal dengan kejadian beberapa jam yang lalu.Saat istirahat siang itu, seperti biasa aku memesan nasi padang pada Ibu Kantin dan duduk di sudut menghadap Damian yang duduk di seberang meja bundar. Josh entah ada di mana, sejak bel baru saja berbunyi ia sudah ngacir seperti orang yang kebelet buang air."Gue harus gimana, nih?" kataku, entah untuk yang ke berapa kali.Damian yang sedang sibuk menggerogoti ayam bakarnya mendelik menatapku. Sepertinya dia risi. Tapi ini karena dianya juga, sih! Ak

  • Give Me A Heart   Bab 3 : Taruhan

    [Joshlyn Gunawan]Sebut saja aku munafik.Aku mengerti bagaimana perasaan Val saat melihat Vie dan Arven yang bertingkah mesra tanpa menyadari kehadiran kami. Namun bukannya menghibur Val dengan kata-kata positif seperti yang dilakukan Damian, aku malah memanggil Vie. Tindakan yang mungkin akan menghancurkan hati Val.Bibirku melengkungkan senyuman saat Vie berjalan menghampiri kami. Angin berhembus dan menerbangkan helaian rambutnya. Mentari menyinarinya seperti lampu sorot. Tapi sorot mata Vie melewatiku dan terpaku pada Val. Cih.Ya, aku punya rahasia yang kusimpan sendiri. Bahkan kedua sobatku tidak mengetahuinya. Awalnya, itu terjadi dua tahun lalu. Saat siswa kelas 10 harus datang lebih awal karena ada acara MOS. Saat itu aku sedang nongkrong di

  • Give Me A Heart   Bab 2 : Suka!

    [Rival Hadiputra]"Aku akan melindungimu, Elizabeth.""Kumohon jangan sakiti siapapun lagi, Meliodas!"Suara televisi memenuhi kamarku. Televisi LED itu menampilkan film anime di mana karakter utamanya sedang sekarat karena melindungi sang pacar. Aku hampir tak berkedip memandangi layar, padahal pikiranku sedang melayang-layang. Tak fokus pada filmnya.Suara dehaman Damian menyadarkan lamunanku, tapi tidak sekeras itu untuk membuatku menoleh. "Val? Lo kenapa, sih? Habis ketemuan sama Vie tiga hari lalu, lo jadi aneh gini." ucapnya. Entah dia khawatir atau hanya penasaran."Bukannya gue emang aneh, ya?" sahutku kalem. Sobatku itu langsung terdiam, dengan begitu aku tak perlu repot-repot menjelaskan padanya tent

  • Give Me A Heart   Bab 1 : Gagal Move On

    [Sevie Andina]"Vie! Sumpah, ya! Gue jadian sama Damian!" Frey menjerit-jerit kegirangan di kantin yang sepi itu. Ia memeluk ponsel dengan kaki bergoyang-goyang. Sementara yang diajak bicara masih sibuk mengisi perutnya. "Pacaran sama Rega ... mimpi apa gue semalem ...? Kyaa!"Aku menelan makanan yang ada di mulutku seraya menatap datar Frey yang sudah duduk. "Kapan jadiannya? Lo jampi-jampi, ya?""Hush! Enak aja!" sahut Frey tak terima, ia mengibaskan rambut panjangnya ke belakang. "Ini tuh yang namanya the power of pesona Freya!" lanjutnya angkuh."Nyeh, paling dia ngelindur kemarin." Aku menyahut asal, lalu kembali memakan burger dengan lahap. Biasalah, aku perlu mengisi energi sebelum berkutat dengan nama-nama latin di kelas. Lagipula aku sudah bosan dengan Frey y

  • Give Me A Heart   Prolog

    Mainan yang dulu kita gunakan untuk memohon pada bintang, kini hanya tergeletak di sudut kamar.Aku yakin, baik kamu maupun aku, kita sudah memohon lebih dari seratus.Suatu saat, ayo kita ubah permohonan itu menjadi satu permohonan saja.Aku hanya ingin bersamamu sebentar lagi. Hanya sebentar.Karena semakin lama aku menyimpan momen ini, semakin sedih yang kurasakan saat perpisahan itu tiba.***Ada beberapa hal yang tak bisa Sevie lupakan. Salah satunya adalah hari itu, pagi yang cerah di hari senin."Ma, aku berangkat!" seru Vie yang sudah duduk di atas jok sepeda."Hati-hati, Vie!" sang Mama menyahut dari dalam rumah."Iya!" setelahnya, Sevie langsung mengayuh pedal sepeda dengan kencang seraya melaju cepat di trotoar menuju sekolah.Mentari pagi bersinar terang di antara

DMCA.com Protection Status