"Elu? Elu ngapain di mari?" tanya Gilang dengan kaget.Ya, wanita yang tidak lain tidak bukan yang berada di hadapannya adalah Gina. Mantan kekasihnya yang beberapa kali bertemu dengan dirinya dan menghina dirinya.Wanita yang tega berselingkuh dari dirinya, wanita yang ternyata rela memberikan tubuhnya kepada pria lain. Padahal, Gilang sempat menyangka jika dirinya adalah pria yang begitu spesial untuk Gina.Namun, pada kenyataannya tidak seperti itu, Gina dengan mudahnya mendua dan mengatakan jika dia butuh harta bukan cinta dari Gilang.'Katanya dia kawin ama orang kaya, ngapa dia di mari?' batin Gilang bertanya-tanya.Gilang tidak akan pernah lupa dengan pesan yang dikirimkan oleh Gina ketika wanita itu hendak menikah dengan Jodi. Pesan penghinaan yang dirasa begitu menginjak-injak harga diri dari Gilang.Gilang memperhatikan penampilan dari Gina, dia memakai baju yang terlihat rapi dan juga bagus. Akan tetapi, dia sangat menyayangkan karena mantan kekasihnya itu kini berjualan es
Malam telah menjelang, Gita merasakan kakinya begitu pegal. Dia merebahkan tubuhnya dan mengganjal kakinya dengan bantal, Gerry yang melihat akan hal itu langsung menghampiri istrinya. Dia duduk tepat di samping istrinya, lalu dia elus kaki istrinya dan berkata."Sepertinya kamu begitu kelelahan, Beb. Mau aku pijitin, nggak?"Gerry menyingkap piyama tidur yang dipakai oleh Istrinya. Kemudian, dia mengecupi perut istrinya. Bangga sekali rasanya karena sebentar lagi dia akan menjadi seorang ayah."Boleh, Yang. Mau banget kalau dipijat, pake minyak anget dong mijitnya. Sekalian pijat punggungnya juga," ujar Gita seraya nyengir kuda.Gerry langsung mencebikkan bibirnya mendengar apa yang dikatakan oleh istrinya, padahal Gerry hanya menawarkan diri untuk memijat kaki istrinya saja. Namun, wanita itu malah meminta dirinya untuk memijat punggungnya"Aih! Ngelunjak!" keluh Gerry.Bukannya marah mendengar apa yang dikatakan oleh Gerry, Gi
Hari-hari berlalu dengan terasa begitu cepat, Gerry dalam setiap harinya selalu menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami dengan begitu baik.Gerry juga selalu menjadi calon ayah yang baik, apa pun yang diinginkan oleh Gita selalu dia turuti. Walaupun permintaan Gita sangat aneh-aneh, tetapi Gerry selalu berusaha untuk menuruti keinginan dari istrinya tersebut.Dia juga menjalankan kewajibannya sebagai seorang mahasiswa dengan baik, bahkan pria muda itu menjalankan kewajiban yang sebagai anak dari pemilik perusahaan dengan begitu baik.Perusahaan milik sang ayah berkembang dengan pesat karena bantuan dari kepintaran Gerry, setiap ide yang dilontarkan oleh pria muda itu selalu saja berhasil membuat perusahaan ayahnya lebih dipercaya lagi dan berkembang dengan pesat.Kini bahkan perusahaan itu sedang ada di dalam puncak kejayaan, tetapi Gerry belum berani untuk mengambil alih kepemimpinan perusahaan tersebut dari ayahnya.Walaupun Nawa
Melihat kekesalan yang luar biasa dari wajah istrinya, Gerry berusaha untuk tersenyum. Lalu, pria muda itu menggenggam tangan istrinya dan menunduk untuk mengecup bibir Gita.Dia sadar kalau dirinya terlalu terburu-buru, karena istrinya pastinya masih ingin mendapatkan perhatian dari dirinya. Namun, dia malah terlihat tidak sabar untuk melihat babynya.''Maaf, Sayang. Aku penasaran, mau lihat baby kita." Gerry mengecup kening Gita, sedangkan Gita mulai mengejan untuk mengeluarkan plasenta baby yang masih tertinggal.Saat plasenta baby berhasil dikeluarkan, Gerry langsung tersenyum senang. Gerry menatap wajah Gita dan dia berkata."Plasenta babynya gede banget, Yang. Kalau kata orang tua dulu, itu artinya rezeky anak kita akan melimpah," ucap Gerry seraya tersenyum bahagia.Gita sempat kaget mendengar apa yang dikatakan oleh Gerry, karena ternyata Gerry yang lahir di zaman modern malah percaya akan hal itu. Namun, Gita tetap berharap jika
Jelita merasa malu mendengar apa yang dikatakan oleh Gilang, dia berpikir jika pria itu tidak melihat dirinya yang memperhatikan pria itu. Namun, ternyata Gilang malah tau apa yang dia lakukan."Apaan sih, gue cuma liatin aja." Jelita terlihat salah tingkah, kedua tangannya dia remat secara bergantian.Melihat akan hal itu, Gilang langsung terkekeh. Baru kali ini dia melihat Jelita yang salah tingkah seperti itu, wajah Jelita terlihat begitu menggemaskan di matanya."Ehm! Je, gue mau ngomong sama elu. Tapi janji ya, nggak bakal ketawaim gue." Gilang berbicara dengan hati yang berdebar, bahkan dia tidak menolehkan wajahnya ke arah Jelita.Sudah sangat lama dia merasakan debaran jantung yang sangat kuat ketika berada di dekat Jelita, hanya saja Gilang tidak berani mengungkapkan rasa cintanya kepada wanita itu.Namun, kali ini Gilang ingin mengungkapkan rasa cintanya. Mau diterima atau tidak urusan belakangan, yang terpenting Gilang sudah me
Jelita tidak meneruskan ucapannya, dia malah tersenyum malu-malu lalu mencondongkan tubuhnya dan berbisik tepat di telinga Gilang."Aku juga suka sama kamu, sejak--"Belum juga Jelita menyelesaikan ucapannya, tetapi Gilang sudah terlebih dahulu menjauhkan wajahnya dari Jelita dan menatap wajah wanita itu dengan lekat.Pria muda itu merasa tidak percaya jika Jelita mengatakan bahwa wanita itu menyukai dirinya, rasanya terdengar sebuah lelucon yang tidak lucu di telinga Gilang.Kata-kata itu terdengar seperti kata lucu yang dipaksakan yang keluaran dari bibir seorang pelawak, sayangnya lawakannya itu terlalu garing dan membuat Gilang tidak bisa tertawa."Kamu beneran suka aku? Maksud aku, cinta aku nggak bertepuk sebelah tangan, kan?" tanya Gilang masih menatap Jelita dengan penuh harap.Jelita memalingkan wajahnya karena malu, dia seolah kesusahan untuk mengatakan iya. Apalagi ketika dia menatap mata Gilang, rasanya dia sangat mal
Setelah mendapatkan perawatan selama 3 hari, akhirnya Gita dan juga baby Jo diizinkan untuk pulang. Gerry menuntun Gita untuk masuk ke dalam mobil, sedangkan Gendis memangku baby Jo dengan penuh kasih sayang.Gita dan Gerry sampai menggeleng-gelengkan kepalanya, karena Gendis sangat menguasai baby Jo, adiknya sendiri yang dia perlakuan seperti anak kandungnya."Masuklah, Sayang." Gerry membukakan pintu mobil untuk istrinya."Terima kasih," ucap Gita seraya duduk di samping kemudi dan memasang sabuk pengamannya.Setelah memastikan istrinya duduk dengan baik dan nyaman, Gerry langsung menutup pintu tersebut. Setelah itu Gerry hendak masuk ke dalam mobil, tetapi hal itu dia urungkan karena Gendis tiba-tiba saja memanggilnya."Dad! Tolong bukakan pintunya, tidak bisakah kamu melihat jika aku sangat repot menggendong baby Jo?"Gendis berbicara seraya menggerutu, wanita itu seperti berbicara dengan suaminya saja. Bukan seperti berbicar
Segala persiapan sudah dilakukan, Gilang sudah membeli cincin tunangan dan juga membeli beberapa barang untuk seserahan. Tentu saja semua barang yang dibeli oleh Gilang dipilih oleh Jelita.Karena memang sengaja Gilang membawa serta Jelita ketika dia membeli semuanya, karena dia takut jika Jelita tidak akan menyukai pilihannya.Malam ini Gilang terlihat tampan dan juga rapi, dia memakai kemeja berwarna navy dipadupadankan dengan celana bahan panjang berwarna hitam.Sore tadi Gilang bahkan sudah memotong rambutnya, pria itu benar-benar terlihat tampan sekali."Udeh siap belum, Lang?" tanya Pak Norman seraya membukakan pintu kamar putranya.Gilang langsung menolehkan wajahnya ke arah bapaknya, lalu dia tersenyum seraya menganggukkan kepalanya.Tentu saja dia sudah sangat siap untuk melamar Jelita, walaupun jantungnya berdebar dengan begitu cepat dan merasakan ada ketakutan di dalam hatinya, tetapi dia merasa tidak boleh kehilangan Jelita.Maka dari itu dia akan berusaha untuk menjadikan
Gendis kini sudah kembali bekerja, matanya terlihat begitu serius menatap layar laptopnya. Tangannya terlihat begitu lihai dalam mengetikkan sesuatu, tetapi pikirannya melayang entah ke mana.Otaknya berkelana memikirkan tentang pernikahannya bersama dengan Noah, jika dia benar-benar menikah dengan pria itu, akankah dia bahagia dengan pernikahannya, pikirnya."Aku harus berobat, karena ternyata rasa takut itu masih ada." Mata Gendis terlihat berkaca-kaca, tidak lama kemudian dia kembali mengerjakan tugasnya.Gendis pikir jika dirinya harus pergi ke psikiater, dia harus melakukan terapi. Jika dia terus seperti itu, rasanya kasihan terhadap Noah. Dia juga merasa kasihan terhadap dirinya sendiri, karena disadari atau tidak akan menyakiti dirinya dan juga orang lain.Jika Gendis sedang fokus bekerja, berbeda dengan Noah yang terlihat begitu fokus dengan lamunannya. Dia masih teringat akan Gendis yang terlihat ketakutan saat dia menggenggam kedua tangannya."Aku harus ke rumahnya nanti mal
Gendis menatap wajah Noah dengan raut kebingungan, dia juga harus menemukan pria yang mau menikahi dirinya dalam satu bulan jika tidak mau dijodohkan.Namun, rasanya jika dia langsung menikah dengan Noah, dia takut akan menyesal karena tidak mengenal pria itu.Akan tetapi, jika dia menolak ajakan dari Noah, dia takut nantinya malah akan dinikahkan dengan pria yang kata Gerry sangat jelek itu.Padahal, Gerry sengaja mengatakan jika pria yang dijodohkan dengan Gendis memiliki paras yang jelek, karena Gerry ingin putri sambungnya itu mencari jodohnya sendiri.Dia ingin agar Gendis menemukan pria yang dia sukai, bukan pria yang dijodohkan oleh Gita untuk putri sambungnya tersebut. Dia takut jika Gendis akan menyesal nantinya.Melihat Gendis yang hanya diam saja Noah menjadi ketakutan, dia takut jika Gendis akan menolak ajakannya untuk menikah.Noah memiliki alasan yang kuat memilih Gendis untuk menjadi istrinya, karena Gendis seorang janda dan memiliki seorang putra. Jika dia belum siap u
"Tidak apa-apa, sekarang katakan apa yang anda inginkan!" ujar Gendis setelah duduk di salah satu kursi yang ada di sana.Gendis duduk tepat di hadapan Noah, dia menatap pria itu dengan tatapan penuh selidik. Dia menebak jika pria itu pasti akan membicarakan hal yang penting. Namun, dia merasa bukan menyangkut masalah pekerjaan."Kita pesan makanan dulu, nanti aku akan bicara setelah kita makan.'' Noah tersenyum canggung ke arah Gendis.Ini pertama kalinya dia mengajak wanita yang tidak dia kenal untuk makan bersama, membicarakan masalah penting yang dirasa sangat mendadak."Hem!" jawab Gendis yang memang sudah merasa lapar.Pada akhirnya mereka pun memesan makanan yang diinginkan, setelah makanan datang, mereka melaksanakan makan siang tanpa ada yang berbicara. Suasana di antara keduanya begitu canggung.Setelah acara makan siang selesai, Noah berdehem beberapa kali. Lalu, dia menatap Gendis dengan begitu lekat."Sebenarnya kedatanganku untuk meminta tolong," ujar Noah memulai pembic
Tadi malam Gendis terlihat begitu bersemangat sekali, dia berniat ingin mencari pria baik yang akan dia jadikan sebagai seorang suami.Tidak apa tidak ada rasa cinta di saat pertama dia menikah dengan pria tersebut, karena Gendis yakin jika rasa cinta itu akan tumbuh seiring berjalannya waktu.Namun, hari ini dia terlihat begitu kebingungan. Selama 2 tahun lebih ini dia hanya serius dalam bekerja, Ia sama sekali tidak pernah pergi untuk berkumpul bersama dengan teman-teman kampusnya.Bahkan, setelah Jelita menikah dengan Gilang, dia jarang pergi bersama dengan sahabatnya itu. Jelita lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan Gilang, dia paham karena pasti Jelita sedang berusaha untuk menjadi istri yang baik untuk suaminya.Apalagi setelah Jelita memiliki seorang putri, Jelita benar-benar tidak pernah keluar sama sekali dari rumahnya. Selain memang putri cantiknya belum berusia empat puluh hari, Jelita kini lebih betah lagi tinggal di dalam rumahnya.Terkadang Gendis merasa iri, ka
Jika biasanya pagi-pagi Gendis akan untuk bersiap bekerja, pagi ini dia bangun untuk pergi mengajak Jo bermain di taman.Gendis bahkan membawa susu, roti isi, minuman dan juga beberapa camilan. Gendis persis seperti seorang ibu yang mengajak anaknya untuk jalan-jalan, atau piknik."Mom aku dan Jo pergi dulu, ya?" pamit Gendis.Gendis memakai sepeda menuju taman, Jo didudukan di depan dengan bangku khusus balita yang sudah dimodifikasi. Sedangkan untuk bekal dia simpan di dalam keranjang yang ada di belakang sepeda."Hati-hati!" pekik Gita ketika melihat putrinya yang sudah mulai mengayuh sepeda.Jo terlihat begitu riang, dia berpegangan pada setang sepeda dengan senyum mengembang di bibirnya. Jo selalu suka ketika Gendis mengajak dirinya pergi ke manapun."Topinya dipake, Sayang. Biar ganteng," ujar Gendis seraya membenarkan topi yang hampir dilepas oleh Jo."Hem!" jawab Jo dengan wajah ditekuk.Gendis hanya tertawa melihat wajah lucu dari adiknya tersebut, lalu dia mengayuh sepedanya
Waktu berjalan dengan begitu cepat, tanpa terasa kini sudah pukul 4 sore. Itu artinya para karyawan yang bekerja sudah bersiap untuk pulang ke kediaman masing-masing.Begitupun dengan Gerry, Gerry yang kini membantu sang ayah mengurus perusahaan baru saja selesai mengerjakan tugasnya. Gerry ditugaskan untuk mengurus perusahaan bersama dengan Gilang, sesekali Nawaf akan datang untuk membantu jika pekerjaan sedang banyak.Jafar yang dulu ditugaskan untuk membantu di perusahaan tersebut dipindahkan ke perusahaan cabang, karena perusahaan milik Nawaf tersebut semakin berkembang dan kini memiliki beberapa cabang di luar kota."Gerry, kasih gue kerjaan. Gue males balik ke rumah," pinta Gilang kepada Gerry yang hendak pulang ke kediaman Wijaya.Gerry merasa aneh dengan permintaan dari sahabatnya tersebut, karena biasanya ketika jam kerja habis mereka akan bersemangat untuk pulang.Namun, berbeda dengan Gilang. Pria itu malah terlihat menekuk wajahnya ketika jam kerja habis, dia seakan begitu
Gendis benar-benar tidak menyangka Noah akan langsung menyetujui pengajuan program kerjasama yang ditawarkan oleh dirinya, karena banyak orang berkata jika Noah adalah orang yang sangat sulit untuk diajak kerjasama.Namun, nyatanya Noah tidak mengajak Gendis untuk membicarakan apa pun. Pria berusia dua puluh delapan tahun itu bahkan dengan mudahnya langsung meminta bolpoin dan menandatangani berkas kerjasama mereka.Ah! Rasanya Gendis benar-benar sangat bersyukur, selepas kepergian Noah, Gendis bahkan langsung berlari menuju ruangannya dan memeluk Jo dengan erat.Tidak lupa Gendis memberikan kecupan di pipi gembil Jo, lalu dia mencubit gemes kedua pipi adiknya tersebut.Jo sempat menghindari cubitan dari kakaknya tersebut, sayangnya tangan Gendis lebih cepat. Namun, Jo hanya mengusap-usap pipinya yang memerah tanpa marah. Karena hal itu memang sudah terbiasa Gendis lakukan."Jo! Kak Gendis sangat senang sekali, projects besar ini akhirnya bisa Kak Gendis dapatkan. Kak Gendis keren, ti
Dua tahun kemudian."Jo! Kak Gendis mau kerja dulu, jangan nakal." Gendis mengecup pipi gembil adik tampannya.Dia merasa jika adiknya itu benar-benar menggemaskan, Gendis bahkan benar-benar lengket dengan adik tampannya itu. Ke manapun Gendis pergi, jika tidak sibuk dia akan mengajak adiknya tersebut.Jika orang yang pertama melihat kebersamaan mereka, tentu mereka akan menyangka jika Jo adalah anak dari Gendis.Jo langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat, adik laki-laki Gendis yang berusia 2 tahun itu seakan tidak mau berpisah dari kakaknya tersebut.Jo bahkan dalam setiap malamnya tidur bersama dengan Gendis, mereka begitu lengket dan tidak terpisahkan. Gita sampai kebingungan dibuatnya.Jika saja usianya masih muda, rasanya Gita ingin hamil kembali dan memiliki anak. Namun, rasanya semua itu tidak mungkin. Karena dokter berkata jika usia Gita sudah sangat matang."No! Jo mau ikut," jawab Jo seraya memeluk kaki Gendis.Gendis langsung terkekeh dibuatnya, karena setiap kali Gen
Gilang merasa sangat beruntung karena dia begitu diterima di keluarga Jelita, bahkan dengan mudahnya Neezar menentukan tanggal pernikahan setelah Jelita menerima lamarannya.Awalnya Neezar akan mengadakan acara pernikahan Gilang dan juga Jelita secara besar-besaran, karena memang Jelita adalah anak satu-satunya yang mereka miliki.Namun, Gilang dan juga Jelita sepakat untuk mengadakan acara pernikahan secara sederhana saja. Karena mereka merasa kurang nyaman jika harus melaksanakan acara pernikahan yang mewah dan juga megah.Keduanya sepakat untuk memulai rumah tangga dari kesederhanaan, tidak perlu pernikahan yang mewah. Namun, yang penting prosesi pernikahan yang dilaksanakan berjalan dengan penuh khidmat.Satu bulan kemudian Gilang dan juga Jelita melaksanakan acara pernikahan, pernikahan itu dilaksanakan di kediaman Jelita sendiri.Kedua keluarga sepakat hanya mengundang kerabat dekat dan juga para sahabat, tidak ada ribuan tamu undangan. Hanya keluarga inti dan para sahabat saja.