Kecurigaan Gian semakin tebal ketika dia terus saja mendengar teman-temannya terus membandingkan dia dengan Carlen dan si sulung hanya tersenyum menanggapi mereka, sementara Melinda sedang di dalam kelas dengan wali murid lainnya.“Ya ampun! Kamu kakaknya Gian?” jerit Imelda seperti tidak ingin percaya.“Ini tidak bohong, kan? Coba sini Kakak aku cubit!” Evita yang genit langsung mencubit lengan Carlen, tapi tidak keras-keras tentunya.“Auw! Ha ha, kenapa aku malah dicubit?” Carlen berlagak memekik kecil menanggapi Evita. “Kan kamu yang butuh diyakinkan.”Evita hanya terkekeh nakal dan siswi lainnya merasa iri karena itu.“Kakak namanya siapa?” tanya Devi.“Carlen. Atau panggil saja Len.” Carlen memberikan jawaban disertai senyuman simpatik yang sanggup melelehkan hati para siswi yang merubunginya di depan kelas.Sonia segera menyahut, “Aku panggil Sayang saja, yah!”Segera saja Sonia mendapatkan sorakan “huu” dari teman-temannya yang merubungi Carlen.Guru yang sedang berbicara denga
Alicia dan Gian bertanya-tanya dalam hati masing-masing, untuk apa Carlen menghampiri mereka di halaman belakang. Terlebih Gian, dia memasang wajah muram dan tatapan tajam untuk memberikan peringatan pada kakaknya.“Halo.” Suara Carlen mengalun baik dengan wajah penuh senyum simpatik ketika dia melihat Alicia. “Teman dekatnya adik aku, ya?” Dia sambil menunjuk ke Gian.Karena hanya pertanyaan wajar, Alicia mengangguk sebagai respon awal dan menjawab, “Iya.”Pandangan Carlen masih tertuju ke Alicia saja tanpa ingin melirik adiknya, dan dia menjulurkan tangan ke gadis itu, “Perkenalkan, namaku Carlen, atau kamu bisa panggil aku Len. Rasanya tidak afdal kalau tidak mengenal teman baik adikku.”Karena itu tujuan Carlen dan Alicia hal demikian masuk akal, maka dia menyambut uluran tangan Carlen dan menjabatnya dengan pantas selama beberapa detik, itupun Alicia yang menarik terlebih dahulu tangannya.Carlen hendak mengatakan sesuatu ketika Gian mendahului dengan berkata, “Cia, kamu duluan,
Bangku beton yang sangat berat untuk diangkat beberapa orang itu dengan mudah diangkat menggunakan satu tangan saja oleh Gian, bagaimana Carlen tidak merasa ciut nyalinya?“A—ampun, Gian! Ampun!” Kedua tangan Gian lekas diangkat untuk menutupi kepalanya, khawatir adiknya akan menghantamkan beton itu ke dia.Brak!Gian mengembalikan bangku beton tersebut ke tempat semula dan ada sedikit retakan muncul di betonnya tapi Gian tidak ambil peduli. “Ingat baik-baik ucapanku, Len. Jangan cari gara-gara denganku, patuhi aku kalau tak ingin tubuhmu gosong dan bau sangit!”Setelahnya, Gian meninggalkan Carlen di halaman belakang.Jantung Carlen berdebar kencang sampai dia limbung dan segera duduk di bangku beton tadi, menenangkan dirinya. Kini dia sudah sangat yakin bahwa adiknya memang sudah bukan adiknya yang dulu. Gian sudah berubah.Yang lebih mengerikan, adiknya memiliki kekuatan di luar nalar manusia! Dia sangat yakin adiknya memang mempunyai kekuatan yang bisa menyetrum pihak lain.Ternya
Siang itu mungkin saja merupakan siang menyebalkan dan sial bagi Carlen karena dia dipaksa Gian untuk mencuci semua baju orang di rumahnya. Semuanya, termasuk dalaman juga. Gian mengawasi seperti mandor di dekat Carlen mencuci tanpa bisa diinterupsi Melinda sama sekali. “Mama, daripada Mama gelisah melihat keadaan anak kesayangan Mama, lebih baik masak untuk makan malam saja, sana!” Gian menggunakan dagunya untuk menunjuk ke arah dapur saat kedua tangannya dilipat di depan dada dan besandar santai di ambang pintu ruang cuci. Melinda hendak mengatakan sesuatu namun urung dan menutup kembali mulutnya. Sepertinya dia memang sudah tidak bisa melakukan apapun terhadap Gian yang memiliki kekuatan aneh dan di luar nalarnya. “Cuci yang bersih, Len, jangan sampai luntur, apalagi sobek. Terutama bajunya mama, dia paling marah kalau ada apa-apa dengan bajunya.” Gian bertutur sembari Carlen terus menggosokkan sikat dan sesekali harus mengucek dengan tangan usai disikat untuk dibilas. Carlen t
Cheryl masuk ke dalam rumah dan mendapati bunyi sikat digosokkan bertubi-tubi seperti bukan digerakkan oleh 1 orang saja. Karena penasaran, dia melangkah ke ruangan belakang dan mendapati Gian ada di ambang pintu ruang cuci.Gadis itu bertanya-tanya, tumben sekali kakak pecundangnya itu berdiri layaknya mandor. Lalu yang membunyikan sikat ….Ketika Cheryl melongok ke dalam ruang cuci, di sana ada Carlen dan Zohan yang berjuang menyikat pakaian di bawah tatapan mata Gian.Si bungsu melongo, tak bisa menyembunyikan terkejutnya melihat apa yang terpampang di depan mata. Bagaimana bisa situasi kini malah terbalik. Dia menatap Gian yang bertingkah laksana mandor.Zohan melihat kedatangan Cheryl dan berkata, “Cher! Dia sudah datang! Gian, Cher juga harus ikut mencuci!” Dia tak mau hanya tersiksa sendirian, semua harus ikut!Gian menggeleng dan menjawab, “Cher tak perlu mencuci.”“Kenapa?” Kali ini Carlen mendongak dengan mata penuh keluhan.“Karena Cher tidak pernah jahat padaku.” Jawaban G
Ketika Gian masuk ke kamarnya, dia menceritakan pada Elang mengenai apa yang dia lakukan tadi di meja makan. “Aku berhasil membungkam mereka, Elang! Ha ha ha! Aku senang sekali melihat wajah putus asa mereka! Ha ha ha!”Si tikus putih tersenyum lebar mendengarnya. Dia menyahut, “Nah, seperti itulah seharusnya muridku! Tegas dan berani! Inilah yang disebut lelaki! Pertahankan itu! Jangan biarkan dirimu diremehkan, jangan biarkan orang menindasmu!”Gian menaruh makanan kucing ke dalam wadah karena itu kesukaan Elang. “Aku tadi membelikan cat food kering yang paling bagus kualitasnya, khusus untuk Elang.”“Ha ha! Bagus! Aku suka murid yang paham apa kesukaanku!” Elang melompat ke meja dan mulai menguasai wadah pakan dari keramik berisi makanan kucing. Bunyi “krauk krauk” terdengar pelan dan menggemaskan bagi Gian.“Besok adalah hari terakhir di sekolah sebelum libur.” Gian menatap langit-langit sembari merebahkan tubuh. “Akan ada banyak lomba olah raga. Aku tak sabar!”***Seperti kata G
Rendi sebagai wakil kelasnya di saat lomba basket ini, menatap Gian yang mengajukan diri. Dia bertanya, “Memangnya kamu bisa main basket?”Gian mengangguk. Meski tidak menguasai gerakan-gerakan sulit ala pemain NBA, tapi dia paham gerakan dasar di permainan basket.Alicia ikut bicara, “Kenapa tidak dicoba saja, Ren? Apa salahnya membiarkan Gian bermain beberapa menit. Kalau menurutmu jelek, kamu bisa ganti dia.”Memikirkan ucapan Alicia, Rendi akhirnya setuju dan berseru sambil memberi kode ke wasit menggunakan tangannya, “Time out! Time out!”Kemudian, semua pemain kembali ke kubu masing-masing. Rendi segera berkata, “Viko, kamu digantikan Gian, yah!”“Kenapa?” Viko seperti kurang rela.“Kamu sudah terlihat sangat kelelahan. Biarkan Gian menggantikan kamu sebentar. Kalau kamu sudah pulih, kamu bisa masuk lagi.” Rendi berdiplomasi pada Viko.“Ya sudah!” Viko menyerah sambil berkata, “Tapi awas saja kalau dia ternyata bermain jelek!”Gian meringis dan mulai masuk ke lapangan setelah me
Mendengar Gian hendak mendukung tim voli kelas, tentu saja anak-anak 2 IPA 2 bersorak gembira. Mereka sudah melihat sendiri seperti apa kemampuan Gian pada basket, dan kini mereka ingin mengetahui bagaimana Gian berlaga di pertandingan voli.Remaja-remaja itu seakan lupa seperti apa mereka meremehkan Gian pada dulunya. Mereka hanya ingin kelasnya menang dan terlihat keren serta membanggakan.Maka, Gian dan yang lainnya beralih ke lapangan belakang dan di sana memang sudah disiapkan area untuk pertandingan voli antara kelas Gian dengan kelas Sean.Anak-anak kelas 3 masih diperkenankan ikut acara ini untuk bersenang-senang terakhir kalinya sebelum mereka berpisah dari sekolah tersebut. Maka dari itu, mereka pasti akan mengerahkan seluruh kemampuan pada pertandingan antar kelas ini, terutama tidak mau kalah oleh adik kelas.Sean menatap Gian yang memasuki lapangan. Ada rasa kecut di hatinya jika mengingat bagaimana perlakuan Gian terakhir kali padanya. Masih terbayang rasa sakit tersetru
“Ya, misimu sudah selesai. Kau bisa melanjutkan hidupmu seperti dulu atau seperti apapun yang kau inginkan.” Gumpalan itu menyahut Gian. Meski menyenangkan mengetahui bahwa dia sudah menyelesaikan misi, tapi ada keengganan di hatinya. Wajah gembira Gian berganti ke muram dan bertanya, “Apakah aku boleh tetap memiliki kekuatan ini dan meneruskan misi? Aku … jujur saja aku mulai menyukai menolong orang.” Dia sedikit malu saat mengatakannya dan menggaruk belakang kepalanya. Si gumpalan terdiam sesaat, tapi kemudian ada suara lain muncul dan itu barulah suara Dewa Milhesh. Mungkin ucapan Gian segera diteruskan ke sang dewa oleh gumpalan tadi. “Kau ingin tetap melakukan misi kemanusiaan?” tanya Dewa Milhesh ingin memastikan dari Gian sendiri. “Benar, Tuan Dewa.” Gian mengangguk dan meneruskan, “Saya sudah terbiasa melakukan misi ini dan rasanya sedih jika harus menyudahinya. Kalau Tuan Dewa berkenan, bolehkah saya meneruskan misi?” “Hm, ya sudah, kau bisa lanjutkan misimu sampai kau pu
Gian sedang memberikan terapi penting pada seorang bapak untuk mencegah si bapak menderita penyumbatan darah di saluran yang ada pada jantungnya, tapi ternyata ada copet yang sedang dikejar seseorang yang mungkin saja korbannya.Haruskah Gian menghentikan terapi untuk menolong korban copet? Ternyata tidak perlu.Dengan santai, Gian cukup menjulurkan kakinya ke belakang saat dia sedang memberikan terapi di dada si bapak, dan copet yang berlari tadi tersandung dan terjungkal akibat itu sehingga dia bisa diringkus dengan cepat.Sepertinya Gian mulai menyukai misinya yang menyenangkan karena bisa membuat seseorang tersenyum bahagia usai ditolong. Apalagi, misi ini juga tidak memerlukan banyak tantangan. Mudah untuknya.Benarkah akan selalu mudah?***"Jangan kamu kira kamu yang paling hebat hanya karena kamu kuat!" Seorang lelaki menatap penuh dengki ke Gian saat mereka saling berhadapan di sebuah kebun kosong di sebuah desa. "Aku tidak merasa yang paling hebat. Aku hanya meminta kamu be
Ini masih jam 9 malam, belum terlalu larut malam sehingga masih ada banyak orang di jalanan.Ketika Gian baru saja menyembuhkan ibu pemilik warung kecil penjual pecel dan gado-gado, mendadak saja dikejutkan dengan teriakan orang-orang di dekatnya.Ketika Gian menatap apa yang menjadi biang keributan, ternyata ada mobil yang berjalan zig-zag tidak terkendali dengan kecepatan yang cukup tinggi. Meskipun jalanan sudah cukup sepi, namun masih ada banyak pejalan kaki di sana.Mobil itu tiba-tiba saja sudah berpindah ke daerah jalur sepeda dan hendak menyeruduk beberapa pesepeda yang sedang berada di sana.Gian lekas bergerak cepat dan menghilang dari hadapan ibu tadi dan dia sudah ada di depan mobil tadi dan memegangi bumper depan mobil sehingga kuda besi itu pun bisa berhenti secara paksa.Ketika mobil sudah berhasil dihentikan, orang-orang segera saja mengerumuninya dan terlihat pengendaranya ternyata sedang teler karena itu terlihat jelas dari tingkah lakunya.Oleh karena itu, orang-ora
Gian berjalan kaki keluar rumah, dan bahkan dia tidak menggunakan kendaraan apapun untuk perjalanan misinya. Ini memang yang diperintahkan Dewa Milhesh kepadanya sebagai salah satu hukuman.Karena fisik kuat melebihi manusia biasa, Gian tidak mengalami kesulitan ketika dia harus berjalan berkilo-kilometer jauhnya tanpa berhenti.Di tas ransel yang dia bawa hanya ada 3 stel baju dan dalaman. Kostum ajaib dari perusahaan Rusia sudah dihancurkan oleh Dewa Milhesh kala itu di puncak gunung.Saat ini, Gian benar-benar mirip bocah petualang biasa. Hanya saja, dia terlihat berbeda karena penampilan menawannya.***Bruakk!Seorang lelaki terpental hingga menabrak tumpukan peti kayu di belakangnya ketika Gian meninjunya meski hanya mengeluarkan sekian persen kecil dari kekuatannya.“Bukankah sudah aku bilang agar kamu bersikap lebih pantas pada yang tua? Bisa-bisanya kamu merampas uang bapak ini!” tegur Gian pada orang yang baru saja dia tinju.Setelahnya, dia mengambil kembali segepok uang Rp
Gian benar-benar tidak bisa berkata-kata untuk beberapa saat ketika mendengar Alicia yang terdengar cemas dan bertanya pada dia.Meski Gian memiliki sekelumit dugaan bahwa orang yang memiliki perasaan kuat padanya hanyalah Alicia, tapi dia tetap saja terkejut mendapati bahwa itu adalah nyata.Padahal, Dewa Milhesh membuka segel penghapusan memori dimulai tadi malam, tapi ternyata Alicia sudah mencari dia sejak siang.Bergegas, Gian meraih ponselnya dan dia lupa bahwa dia sempat mengatur silent pada ponsel itu. Tentu saja, ada banyak panggilan tak terjawab dan chat yang semuanya adalah dari Alicia.“Cia … em, maaf … aku minta maaf, ponselnya aku silent, he he ….” Gian tersenyum canggung.“Oh, aku pikir kamu kenapa. Aku lega bukan main waktu kamu masuk ke kelas. Kau tahu, kau sudah tidak masuk berminggu-minggu, membuatku cemas saja.” Alicia seperti sedang mengomeli Gian, tapi remaja pria itu justru tersenyum senang.Ya, memang dari dulu hanya Alicia yang memiliki kepedulian lebih terhad
Memang informasi yang didapat Gian dari gumpalan gaib itu bukan suara melainkan pemahaman-pemahaman yang ingin dia ketahui.Gian diam dan mencerna apa yang masuk ke otaknya dari gumpalan kabut petir emas.Akhirnya dia paham, bahwa saat ini, semua anggota keluarganya hanya mengingat Gian di rentang waktu saat dia belum memiliki kekuatan super.Meski begitu, wajah Gian saat ini sudah sesuai dengan wajah terakhir dia, yaitu pemuda tampan yang membawa aura bule menawan padanya.Keluarga dan semua orang tidak akan ada yang ingat mengenai Gian memiliki kekuatan ajaib di luar nalar manusia. Oleh karena itu, Dewa Milhesh tidak memperbolehkan dia menunjukkan kekuatan itu jika bukan untuk kebajikan dalam misi kemanusiaan atau Gian bisa mendapatkan hukuman keras dari sang dewa.Karenanya, Gian pada malam harinya ketika pergi ke ruang makan untuk bersantap bersama ibu dan saudara-saudaranya, masih akan ada sikap usil dari Carlen dan Zohan.Namun, mereka sedikit terkejut dengan perubahan wajah Gia
Setelah Dewa Milhesh menunjukkan raut tegasnya yang mengakibatkan penampilannya makin menyeramkan karena kulit kemerahan dia, sang dewata pun mengendur dan menghela napas. “Haahh … manusia tetaplah manusia.”Mendengar suara Dewa Milhesh mendadak lebih lembut, beban di benak Gian menguap secara perlahan dan dia menjadi lebih tenang.“Kau harus bersyukur bahwa aku bukan orang kejam dan seenaknya meski kekuatanku besar. Nak, kau harus meneladani diriku ini, kau paham?!” Sang dewa melotot meski tidak menyebarkan aura mengerikan seperti sebelumnya.Gian tergagap menjawab, “Ba—baik, Tuan Dewa! Tentu! Tentu saya paham! Saya pasti meneladani Anda!” Memangnya apa lagi yang bisa dia ucapkan selain itu agar sang dewata tidak murka?“Hm, baiklah. Aku akan mengabulkan keinginanmu. Jadikan ini pengingat untuk dirimu agar setelah ini, jangan bertindak berlebihan dan merugikan orang baik di luar sana! Kau paham?” tegas Dewa Milhesh sambil menatap tajam ke Gian.“Paham, Tuan Dewa!” Gian mengangguk teg
Hukuman. Dia akan dihukum. Gian berdebar merenungkan kata itu. Apalagi, ini hukuman dari entitas tinggi seperti dewa, akan separah apa hukuman yang diberikan?Melihat Gian yang mulai pias karena ketakutan, Dewa Milhesh menghela napas dan berkata, “Aku ini bukan orang kejam.” Lagi dan lagi, sang dewata mengulang kalimat itu agar tak ada orang yang salah persepsi padanya hanya karena penampilan bengis dan menakutkannya.Tak juga mendapatkan sahutan dari Gian, maka Dewa Milhesh berkata lagi, “Hukuman untukmu adalah … aku cabut semua kekuatan yang ada di tubuhmu, semua yang diberikan mantan muridku.”Gian membelalakkan matanya lebar-lebar. Kekuatan supernya hendak dicabut? Bukankah itu artinya dia menjadi manusia pecundang lagi? Dia akan kembali ke kehidupan lamanya yang menyedihkan, bahkan mungkin kali ini akan lebih menyedihkan karena semua orang pasti mengutuk dan menginginkan dia membusuk di penjara.Karena memikirkan kemungkinan terburuk itu, Gian menundukkan kepala. Sepertinya sudah
Diperalat?Kepala Gian bagai dihantam godam raksasa meski itu hanya sebuah ucapan dari Dewa Milhesh.Saat Gian sedang sibuk memproses ucapan sang dewata, sosok besar di langit itu melanjutkan bicara, “Kamu harus tahu, bahwa sebenarnya tikus putih yang selalu bersamamu itu aslinya adalah siluman tikus iblis, dan rekannya yang memberimu kekuatan listrik itu merupakan jin yang berubah menjadi siluman kucing iblis. Mereka sudah pernah beberapa kali membuat huru-hara di dunia manusia sejak jaman dulu.”Gian terdiam mendengarkan penuturan sang dewata dengan seksama, tidak berani mengeluarkan kalimat meski satu kata pun. Dia harus mengetahui dengan jelas semua hal mengenai Elang dan kekuatan di dirinya.“Kucing putih itu dulunya adalah jin yang menjadi muridku. Awalnya dia baik dan patuh padaku. Namun, sejak berteman dengan siluman tikus, perangainya berubah dan kerap membangkang, hingga aku mengusir dia dari kahyangan.“Selain itu, yang membuatku marah, jin muridku itu mencuri salah satu ra