Siang itu mungkin saja merupakan siang menyebalkan dan sial bagi Carlen karena dia dipaksa Gian untuk mencuci semua baju orang di rumahnya. Semuanya, termasuk dalaman juga. Gian mengawasi seperti mandor di dekat Carlen mencuci tanpa bisa diinterupsi Melinda sama sekali. “Mama, daripada Mama gelisah melihat keadaan anak kesayangan Mama, lebih baik masak untuk makan malam saja, sana!” Gian menggunakan dagunya untuk menunjuk ke arah dapur saat kedua tangannya dilipat di depan dada dan besandar santai di ambang pintu ruang cuci. Melinda hendak mengatakan sesuatu namun urung dan menutup kembali mulutnya. Sepertinya dia memang sudah tidak bisa melakukan apapun terhadap Gian yang memiliki kekuatan aneh dan di luar nalarnya. “Cuci yang bersih, Len, jangan sampai luntur, apalagi sobek. Terutama bajunya mama, dia paling marah kalau ada apa-apa dengan bajunya.” Gian bertutur sembari Carlen terus menggosokkan sikat dan sesekali harus mengucek dengan tangan usai disikat untuk dibilas. Carlen t
Cheryl masuk ke dalam rumah dan mendapati bunyi sikat digosokkan bertubi-tubi seperti bukan digerakkan oleh 1 orang saja. Karena penasaran, dia melangkah ke ruangan belakang dan mendapati Gian ada di ambang pintu ruang cuci.Gadis itu bertanya-tanya, tumben sekali kakak pecundangnya itu berdiri layaknya mandor. Lalu yang membunyikan sikat ….Ketika Cheryl melongok ke dalam ruang cuci, di sana ada Carlen dan Zohan yang berjuang menyikat pakaian di bawah tatapan mata Gian.Si bungsu melongo, tak bisa menyembunyikan terkejutnya melihat apa yang terpampang di depan mata. Bagaimana bisa situasi kini malah terbalik. Dia menatap Gian yang bertingkah laksana mandor.Zohan melihat kedatangan Cheryl dan berkata, “Cher! Dia sudah datang! Gian, Cher juga harus ikut mencuci!” Dia tak mau hanya tersiksa sendirian, semua harus ikut!Gian menggeleng dan menjawab, “Cher tak perlu mencuci.”“Kenapa?” Kali ini Carlen mendongak dengan mata penuh keluhan.“Karena Cher tidak pernah jahat padaku.” Jawaban G
Ketika Gian masuk ke kamarnya, dia menceritakan pada Elang mengenai apa yang dia lakukan tadi di meja makan. “Aku berhasil membungkam mereka, Elang! Ha ha ha! Aku senang sekali melihat wajah putus asa mereka! Ha ha ha!”Si tikus putih tersenyum lebar mendengarnya. Dia menyahut, “Nah, seperti itulah seharusnya muridku! Tegas dan berani! Inilah yang disebut lelaki! Pertahankan itu! Jangan biarkan dirimu diremehkan, jangan biarkan orang menindasmu!”Gian menaruh makanan kucing ke dalam wadah karena itu kesukaan Elang. “Aku tadi membelikan cat food kering yang paling bagus kualitasnya, khusus untuk Elang.”“Ha ha! Bagus! Aku suka murid yang paham apa kesukaanku!” Elang melompat ke meja dan mulai menguasai wadah pakan dari keramik berisi makanan kucing. Bunyi “krauk krauk” terdengar pelan dan menggemaskan bagi Gian.“Besok adalah hari terakhir di sekolah sebelum libur.” Gian menatap langit-langit sembari merebahkan tubuh. “Akan ada banyak lomba olah raga. Aku tak sabar!”***Seperti kata G
Rendi sebagai wakil kelasnya di saat lomba basket ini, menatap Gian yang mengajukan diri. Dia bertanya, “Memangnya kamu bisa main basket?”Gian mengangguk. Meski tidak menguasai gerakan-gerakan sulit ala pemain NBA, tapi dia paham gerakan dasar di permainan basket.Alicia ikut bicara, “Kenapa tidak dicoba saja, Ren? Apa salahnya membiarkan Gian bermain beberapa menit. Kalau menurutmu jelek, kamu bisa ganti dia.”Memikirkan ucapan Alicia, Rendi akhirnya setuju dan berseru sambil memberi kode ke wasit menggunakan tangannya, “Time out! Time out!”Kemudian, semua pemain kembali ke kubu masing-masing. Rendi segera berkata, “Viko, kamu digantikan Gian, yah!”“Kenapa?” Viko seperti kurang rela.“Kamu sudah terlihat sangat kelelahan. Biarkan Gian menggantikan kamu sebentar. Kalau kamu sudah pulih, kamu bisa masuk lagi.” Rendi berdiplomasi pada Viko.“Ya sudah!” Viko menyerah sambil berkata, “Tapi awas saja kalau dia ternyata bermain jelek!”Gian meringis dan mulai masuk ke lapangan setelah me
Mendengar Gian hendak mendukung tim voli kelas, tentu saja anak-anak 2 IPA 2 bersorak gembira. Mereka sudah melihat sendiri seperti apa kemampuan Gian pada basket, dan kini mereka ingin mengetahui bagaimana Gian berlaga di pertandingan voli.Remaja-remaja itu seakan lupa seperti apa mereka meremehkan Gian pada dulunya. Mereka hanya ingin kelasnya menang dan terlihat keren serta membanggakan.Maka, Gian dan yang lainnya beralih ke lapangan belakang dan di sana memang sudah disiapkan area untuk pertandingan voli antara kelas Gian dengan kelas Sean.Anak-anak kelas 3 masih diperkenankan ikut acara ini untuk bersenang-senang terakhir kalinya sebelum mereka berpisah dari sekolah tersebut. Maka dari itu, mereka pasti akan mengerahkan seluruh kemampuan pada pertandingan antar kelas ini, terutama tidak mau kalah oleh adik kelas.Sean menatap Gian yang memasuki lapangan. Ada rasa kecut di hatinya jika mengingat bagaimana perlakuan Gian terakhir kali padanya. Masih terbayang rasa sakit tersetru
Gian sudah memegang bola, berdiri di belakang garis lapangan, bersiap melakukan servis. Semua orang menantikannya. Libero hebat ini akan seperti apa ketika memukul bola saat servis?Setelah mendengar peluit dari wasit, Gian mundur beberapa langkah ke belakang sampai penonton heran. Seberapa jauh Gian ingin memulai servisnya?Kemudian, Gian setengah berlari sembari membawa bola dan tepat sebelum menyentuh garis belakang, dia melompat cukup tinggi sembari melambungkan bola dan kemudian ….Dhuakk!Bola melesat seperti kilat dan langsung saja mendarat di bidang kosong area lawan.“Masuk!” sorak penonton beramai-ramai.Sean dan timnya melongo. Kenapa sepertinya bola tidak terlihat dan tiba-tiba saja sudah berada di area mereka? Apakah bolanya memang dipukul manusia atau dewa? Kenapa begitu cepat?Dengan cepat, tim Sean dihabisi Gian hanya dari servis saja. Satu set selesai dengan kemenangan gemilang tim Gian.Penonton kelas 2 bersorak gembira. Meski mereka tidak satu kelas dengan Gian, tap
Carlen dan Zohan saling melirik satu sama lain, kemudian, dengan secepat kilat, keduanya bangkit dan menghampiri Gian sambil menggenggam pisau di tangan masing-masing.Tang!Klang!“Arrghh!” Melinda menjerit kaget. Sedangkan Cheryl juga terkejut tapi tidak terlalu memperlihatkannya.Kedua pisau sudah dihujamkan ke kepala dan dada Gian, tapi ternyata bilah pisau malah menjadi bengkok.Gian menoleh ke kedua kakaknya dan mereka menatap Gian seperti mendapati seorang monster.“Gi—Gian … kok kamu …..” Carlen kehilangan kata-kata.Gian bangkit berdiri. Carlen dan Zohan ketakutan setengah mati sampai mereka jatuh ke lantai dengan raut ketakutan.“A—ampun, Gian. Ampun!” Zohan segera saja menggerakkan pantatnya untuk diseret ke belakang menjauh dari Gian. Lututnya sudah lemas tak bisa diajak berlari.Tidak berbeda dengan Carlen yang juga merasa kakinya seperti membeku, mengira ini juga merupakan kekuatan Gian. “Gian, maafkan aku, maafkan aku! Gian, aku sungguh menyesal!” Dia menyeret pantatnya
Pandangan mata Gian tertuju pada pisau yang tergeletak di lantai, yang tadi digunakan kakaknya untuk menghabisi dia. Pisau itu sudah bengkok bilahnya dan terlihat menyedihkan.Oleh Gian, benda tajam itu diambil sehingga Melinda semakin gigih merentangkan kedua lengannya untuk melindungi kedua putranya dari Gian.Pisau itu kini sudah berada di tangan Gian. Bagaikan sedang memegang kertas, bilah tajam itu dibengkokkan ke posisi semula sehingga lurus kembali.Carlen dan Zohan makin ketakutan dan mereka sibuk meminta ampun pada Gian. Carlen bahkan tak berani menatap Gian dan kedua tangannya terus menghalangi di depan mukanya, khawatir Gian melakukan sesuatu pada wajah berharganya.Gian bangkit berdiri lagi dan berhadapan dengan sang ibu. Tinggi Gian 172 cm sehingga dia lebih menjulang dibandingkan ibunya yang hanya 165 cm.Mata Gian menatap ke bawah dengan tajam kepada Melinda, mengakibatkan aura dominasi tersendiri pada wanita 45 tahun itu. Tanpa mengatakan apapun, tangan kuat Gian mence