Hajar, Lau!
Debaran dalam dada Asher menggila ketika mendengarnya. Betapa senang hati Asher mendengar Laura ingin melindungi lelakinya, yaitu dirinya. “Baiklah. Tetapi, kau harus mengatakan padaku jika dia melakukan sesuatu yang berlebihan padamu. Aku tidak ingin kau terluka secara fisik maupun mental.” “Aku akan menyambutnya … kau bersantai saja bersama Matt dan Mia. Juga titip Emma … jangan sampai dia tergores sedikit pun,” pesan Laura. “Jangan jambak-jambakan,” pesan Asher sambil terkekeh pelan, lalu mengecup kening Laura. Pemandangan itu tertangkap oleh manik mata kecoklatan milik Celine. ‘Apa mereka sengaja bermesraan secara terang-terangan karena aku datang, demi membuatku cemburu?’ Celine masih mengira bahwa Asher hanya pura-pura membenci dirinya di depan Laura. Bukan tanpa sebab Celine berpikir seperti itu. Pulau Hughes merupakan tempat Asher dan Celine sering bertemu secara diam-diam dan untuk memperingati hari spesial mereka. Tentunya, Mia pun selalu menyertai mereka walau wanita it
“Lau! Laura!” seru Emma yang berhasil menyusul mereka. “Astaga, aku mencarimu ke mana-mana. Kau tiba-tiba menghilang. Untung saja ada yang melihatmu. Aku pikir kau-” Dia melirik Celine karena mengira mantan kekasih Asher akan berbuat sesuatu yang buruk kepada Laura. “Itu rumah yang dibelikan Asher, Em. Bagus ‘kan?” Laura sedikit membusungkan dada, membanggakan suaminya. “Wah!” Emma segera berlarian ke arah padang bunga. “Asher sangat gila! Dia selalu habis-habiskan menyenangkanmu, Lau. Aku jadi iri padamu!” seru Emma. Tentunya, dia sengaja mengatakan dengan keras agar terdengar Celine. Laura menyusul Emma sambil terus membicarakan Asher sehingga telinga dan hati Celine memanas. Apakah Laura sedang berbohong pada temannya? Asher tak mungkin melakukan semua yang dikatakan Laura. ‘Mungkin, tempat itu sudah seperti ini ketika aku kembali,’ batin Celine menenangkan diri. “Tempat ini tidak berubah sama sekali,” ujar Celine seolah sedang bergumam, namun bersuara cukup keras sehingga dapa
Laura melihat bayangan Asher yang semakin menjauh. Namun, dia gegas menyusul suaminya diam-diam. Bukan tak percaya pada Asher, Laura juga bertekad akan melindungi miliknya. Laura tak akan tinggal diam jika Asher sampai jatuh ke pelukan wanita lain. Di saat yang sama, Celine yang hendak masuk ke kapal segera dihentikan oleh panggilan Asher. “Tunggu sebentar! Aku ingin bicara denganmu!” Celine terkejut sekaligus senang mendengar suara Asher. Dia berbalik dan celingukan mencari Laura di dekat Asher, tetapi dia hanya melihat pria itu saja. Wanita itu menangis tersedu-sedu. Namun, kali ini bukan tangisan kesedihan, melainkan karena haru dan kelegaan. Asher benar-benar datang untuknya! Sang kekasih hati pasti masih mencintai dirinya!Celine berlari kecil menghampiri Asher dan akan memeluk pria itu. Akan tetapi, Asher langsung mendorong kepala Celine menggunakan jari telunjuknya. “Aku akan bicara denganmu. Tidak perlu menyentuhku.” Asher mengibaskan tangan yang baru saja digunakan untuk
“Tanyakan apa pun, asalkan bukan tentang masa lalu lagi.” Laura menyuruh Asher duduk di sebelahnya. Air semakin tinggi dan membasahi mereka. Asher ingin segera menyergap Laura, tetapi dia ingin mendengar pertanyaan Laura lebih dulu. Akan tetapi, Laura justru duduk di pangkuannya. Laura menggerakkan pinggul dan menggoda kejantanan suaminya. “Ugh … kenapa kau tiba-tiba seperti ini?” Asher memejamkan mata selagi menikmati perbuatan Laura. Dia pura-pura terkejut, padahal sudah mengharapkan sejak tadi. Laura mencium Asher tanpa menjawab. Dia terus-terusan menggoda hingga Asher tak tahan ingin segera menyatukan tubuh mereka. “Cepat masukkan, Sayang,” pinta Asher dengan suara rendah. Bukan menuruti kemauannya, Laura justru menghentikan gerakan. Asher menggoyangkan pinggulnya, tetapi Laura bergeming. Sesaat kemudian, Laura tiba-tiba keluar dari bak mandi sambil menyambar handuk untuk menutupi badannya.“Apa yang kau lakukan?” Asher sontak berdiri. Laura memandangi suaminya dari atas kep
“Apa kau tidak bisa melihatku?!” bentak Laura. Dia merasa sedih melihat cinta Asher yang begitu besar padanya sampai tak memikirkan dirinya sendiri. Asher melihat tubuh dan pakaian Laura yang tak basah sedikit pun. Hanya kaki Laura saja yang terkena cipratan air hujan dari pinggiran payung. Laura lantas merebut handuk dari tangan Asher yang terdiam dan tak bergerak sedikit pun. Asher sendiri heran, kenapa bisa sangat panik hingga tak melihat dirinya sendiri yang basah kuyup?“Kau sendiri kebasahan seperti ini, tetapi malah mengkhawatirkanku.” Laura mengeringkan rambut Asher yang basah seraya menyeka air matanya. “A-aku tidak mengkhawatirkan kau! Apa kau tidak ingat? Bayi kita ada di perutmu!” sanggah Asher yang tak ingin dianggap gila karena melupakan segalanya demi Laura. ‘Teruslah mengelak … aku sudah tahu perasaanmu,’ batin Laura. “Ya, ya … kau hanya mengkhawatirkan bayi kita.” Laura membeo ucapan Asher. “Tapi, kau juga tidak boleh sampai mengabaikan dirimu sendiri seperti ini!
“Maaf.” Suara Laura sangat lirih hingga menyerupai bisikan. Laura jadi merasa bersalah karena Asher tampak sangat marah padanya. Dia mengakui bahwa dirinya telah keterlaluan karena mencampuri masa lalu Asher terlalu banyak. Pun sampai mendengarkan masalah pribadi antara Asher dan Celine secara diam-diam. Di samping itu, Laura menjadi ragu oleh kata-kata Asher kepada Celine tentang dirinya. Jika Asher memang mencintainya, pria itu tak akan mungkin marah-marah padanya. Bukan pernyataan cinta dari Asher yang Laura dapatkan. Tetapi, Asher yang justru mendiamkan Laura. Hingga hujan reda, malam pun menyapa, Asher tetap tidur di ranjang tanpa mengucap sepatah kata pun. Meskipun Laura tahu, Asher tak benar-benar sedang tidur. “Apa kau akan terus marah dan mendiamkan aku? Maafkan aku …,” sesal Laura. “Aku lapar dan kita belum makan malam ….” Asher menghela napas panjang, kemudian bangun dan berjalan mengambil ponselnya. Tak berselang lama, beberapa bawahan Asher mengetuk pintu rumah merek
“Aku mencintaimu, Laura Smith.” Asher mengulang pernyataannya. Gemuruh di dada Asher lebih kencang daripada sambaran petir di luar rumah bulan madu. Asher benar-benar gugup setengah mati setelah mengucapkannya. Asher tanpa sadar mengorek ingatannya tentang hubungannya bersama Celine. Bagaimana dia dulu menyatakan cinta pada Celine? Sialnya, Asher tak menemukan ingatan tentang kejadian itu! Dia baru sadar, selama berhubungan dengan Celine, tak sekali pun Asher mengatakan kata-kata cinta padanya. Asher hanya memberi perhatian kepada Celine karena wanita itu merupakan kekasihnya. Dan setiap kali Celine menyatakan cinta, Asher hanya menjawab, ‘aku juga.’ Pria itu frustrasi karena tak bisa memulai hal-hal asing yang tak pernah dilakukannya. Banyak wanita menyatakan cinta padanya, tetapi dia belum pernah mengatakan sekali pun pada wanita. Agaknya, Asher selalu ingin mendengar Laura mengungkap isi hatinya terlebih dulu karena dia tak tahu cara mengutarakan perasaannya. Hal-hal rumit yan
Suasana berbeda terjadi di sebuah kamar milik pasangan yang belum lama ini menikah. Pagi-pagi buta, Nora sudah marah-marah karena rencana bulan madunya dibatalkan suaminya secara sepihak. Dia sudah menanti-nanti hari ini, tetapi Noah malah sibuk menyelesaikan urusan penting perusahaan. “Kenapa kau tiba-tiba menunda bulan madu kita? Sudah cukup kau tidak pernah menyentuhku, kita tidak bisa terus seperti ini! Aku istrimu, Noah! Tolong … hargai perasaanku.” Sejak semalam Noah tak pulang, Nora sudah mempersiapkan pakaian-pakaian baru yang sengaja dibelinya untuk menarik perhatian Noah. Kain-kain dengan potongan mini, lingerie, bahkan dalaman dengan warna-warna menantang sudah tertata rapi di dalam kopernya. Namun, apa yang terjadi? “Justru karena kau istriku … kau seharusnya mengerti dengan kesibukanku. Banyak waktu untuk kita bulan madu nantinya. Tetapi, proyek baruku tidak dapat ditunda.” Proyek yang dikatakan Noah tersebut memang penting untuk perusahaan Myers, tetapi semua itu bisa
Laura Smith berjalan keluar dari gedung perusahaan Hartley. Pekerjaannya telah usai saat menjelang jam makan siang.Sudah satu tahun Laura kembali bekerja. Laura tak perlu mengawasi Lana selama seharian penuh lagi.Lana saat ini sudah berusia hampir lima tahun, sedangkan Claus dan Collin pun sudah sekolah. Si kembar cukup bisa diandalkan menjaga adiknya meski terkadang membuatnya menangis. “Di mana Asher?” gumam Laura menanti Asher keluar dari mobil.Di tepi jalan, mobil mewah telah menanti Laura. Biasanya, Asher selalu menunggu Laura di depan pintu masuk kantor. Namun, dia tak melihat tanda keberadaan sang suami di mana-mana.“Kenapa malah anak-anak yang datang ke sini?” Laura gegas menghampiri mereka.Dua anak lelaki tampan dan berwajah serupa membuka pintu di kedua sisi mobil bagian belakang. Claus membantu adik perempuannya yang memakai gaun putih turun dari mobil. Si kembar kemudian menggandeng Lana di kanan dan kiri secara protektif. Seakan-akan tak ingin ada satu pun orang men
Laura sudah menduga sejak awal saat dirinya melahirkan bayi perempuan. Asher pasti akan menjadi papa yang banyak membatasi pergerakan putri mereka. Dengan Rachel pun, Asher seperti ayah kandung yang selalu menegur setiap kali ada kesempatan. Laura takut membayangkan masa depan putrinya tidak akan bisa bebas, atau sulit mencari kebahagiaan yang diinginkannya karena tekanan dari Asher.Namun, kata-kata Asher yang menyatakan bahwa putri mereka tak akan berteman dengan siapa pun, Laura kali ini menyetujuinya. Setidaknya, untuk situasi sekarang.“Putri kami bahkan masih belum bisa melihat dengan jelas. Sebaiknya, kita membicarakan masalah teman bermainnya kalau dia sudah agak dewasa,” kata Laura kepada para nyonya besar yang hadir di pesta.Bukan hanya Asher yang diserang oleh tamu-tamu mereka, Laura pun demikian. Berbeda dari si kembar, jika putra mereka menjadi bagian dari Smith Group, besar kemungkinan dia bisa menduduki posisi tinggi tanpa bersusah payah, dan hanya karena menjadi suami
Lana Smith, putri pertama Asher dan Laura ditidurkan di tengah-tengah ranjang di kamar yang kini telah diubah sepenuhnya menjadi bernuansa merah muda. Asher, Claus, dan Collin tidur tengkurap mengelilinginya dan tak jenuh memandang bayi itu layaknya harta karun yang tak ternilai harganya.“Bibirnya bergerak-gerak, Papa,” bisik Collin.“Aduh … aku baru saja berkedip! Aku tidak melihatnya,” sesal Claus bermuram durja.“Nanti pasti bergerak lagi. Jangan terlalu keras bicara, Claus,” tegur Asher lirih.Claus cemberut dan hampir menyentuh pipi adik bayinya. Namun, Asher lekas mencegah dengan decapan dan menunjukkan tatapan tajam padanya.“Aku ingin menggendong adikku, Papa,” pinta Claus memelas.“Tidak boleh. Lana masih berusia dua hari lebih empat jam. Kau bisa menjatuhkan Lana.”Sejak diperbolehkan melihat bayi itu, mereka bertiga senantiasa mengamatinya dengan posisi sama. Asher mencatat setiap gerakan kecil Lana, sedangkan Claus dan Collin akan memberi tahu ketika dirinya sedang melakuk
Waktu berlalu dengan cepat. Perut Laura kini telah membesar dan hampir melahirkan.Asher dan Laura sepakat untuk tidak mencari tahu jenis kelamin bayi mereka karena pertentangan pendapat. Namun, dokter tetap memberi tahu bahwa bayi di dalam rahim Laura kali ini hanya ada satu.Asher meyakini bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan, sedangkan Laura yakin bahwa anaknya lelaki. Sementara itu, orang-orang di sekeliling mereka pun memperdebatkan hal yang serupa dan tak ada yang menebak sama. Karena itu, kamar untuk bayi mereka juga dipersiapkan setengah untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki.“Sayaaaang!” seru Asher dari koridor.Laura yang saat ini berada di kamar Claus dan Collin bersusah payah bangun untuk menyambut Asher yang baru saja pulang dari kerja. Simon gegas membantu Laura berdiri dan menuntunnya ke depan pintu.Rupanya, Asher masih jauh dari kamar itu dan hanya suaranya yang terlalu keras memanggil dirinya. Melihat sang istri kesulitan menegakkan badan, Asher gegas
“Hanna, apakah aku-”Hanna berjalan melewati Simon dan tak ingin mendengar penjelasan apa pun sekarang. Dia masih kecewa karena ternyata hanya dirinya yang menganggap Simon sebagai keluarga.Simon mengusap wajah dengan kasar, lalu berbalik menyusul Hanna. “Aku harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.”Hanna sudah hampir masuk ke mobil sambil bercakap-cakap dengan Laura. Melihat cara bicara Laura yang sambil melihat dirinya, Simon takut jika Hanna mengadukannya.Simon tak berani mendekat. Kemudian masuk ke pintu mobil di arah yang berlawanan dari mereka.Dalam perjalanan ke tempat wisata lain, Hanna sekali pun tak melihat Simon. Saat mengurus Claus dan Collin yang duduk di antara mereka dan harus menghadap Simon, Hanna selalu menunduk atau melihat ke arah lain.Hanna benar-benar mengacuhkan Simon sampai hari berikutnya. Dia selalu berkumpul dengan orang lain dan enggan duduk hanya berdua dengan Simon ketika mengasuh Claus dan Collin.Simon tak tahan lagi! Hari ketiga liburan merek
Di atas pantai pasir putih yang indah, Simon sedang tertelap dan ditemani wanita yang merupakan pelayan setia putri semata wayangnya. Hanna menggeser payung besar yang menghalau sinar matahari agar tubuh Simon tak kepanasan.“Tuan Simon sedang mimpi apa? Kenapa bibirnya bergerak-gerak begitu?” gumam Hanna selagi memperhatikan wajah Simon.Simon berdecap-decap sambil tersenyum, kemudian bergumam dalam tidurnya, “Kita akan menikah ….”Hanna terkekeh geli. “Kau sudah menikah dua kali, Tuan. Saat ini, kau pasti sedang memimpikan Nyonya Callista.”“Menikah … Hanna ….” Simon kembali bergumam-gumam, membuat pemilik nama itu terkesiap.Gumaman Simon setelahnya semakin jelas. Wajah Hanna menegang ketika bibir Simon mengucap namanya berulang kali.Hanna segera berlari meninggalkan Simon sambil menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, seakan-akan tak tahan untuk meneriakkan sesuatu. ‘Apa yang baru saja aku dengar?’ batin Hanna.Selama ini, Simon selalu menganggap Hanna sebagai putrinya. Setid
Makan malam semalam menjadi peristiwa memalukan bagi Rachel. Dia tak sadar, Alan ternyata membuat lukisan cinta di sekujur tubuhnya. Hingga dirinya enggan keluar dari kamar. Sayangnya, hari ini Rachel harus menjadi pemandu untuk para tamu istimewa yang datang dari luar negeri. Dia sudah berjanji akan mengajak Laura dan Emma jalan-jalan di tempat-tempat indah di sana. “Rachel, kau tidak perlu ikut dengan kami. Sepertinya, suamimu masih mengantuk ….” Laura menyenggol lengan Rachel dari belakang sambil terkekeh pelan dan melirik ke arah Alan yang menguap lebar. “Kak Alan pasti begadang semalaman.” Emma ikut menggoda kakak iparnya. Wajah Rachel merah padam mendengar para wanita itu menggodanya. “Sebentar lagi kita sampai di pantai. Kalian pasti akan menyukainya.” Rachel buru-buru mengalihkan pembicaraan. Awalnya, Emma masih ingin menggoda Rachel. Namun, setelah melihat pemandangan indah di depannya, dia urung melakukannya. Emma segera menghampiri suami dan putrinya dan mereka berpisah
Melihat peluh di wajah Alan dan tercium bau familier dari tubuhnya, Rangga menjadi sangat sedih. Alan ternyata telah mendapatkan sang putri kesayangan. Rangga tak bisa menatap Alan, bukan karena membencinya, tetapi hatinya terasa aneh. Anak yang dulu selalu melompat ke sana kemari itu, kini telah sepenuhnya menjadi wanita dewasa dan dimiliki pria itu. “Aku akan memanggil Rachel dulu, Ayah. Kami akan segera menyusul!” seru Alan pada Rangga yang tak berbalik atau menjawab dirinya. “Kau seharusnya melakukan itu nanti malam …. Namanya juga malam pertama. Sekarang masih terbilang sore. Aneh kalau disebut sore pertama, bukan?” celetuk Nevan, lalu tertawa pelan. Alan memutar bola mata. “Kami tinggal mengulangi lagi nanti. Lalu, apa yang membawamu kemari?” Tawa Nevan menghilang. Dia sebenarnya hanya ingin mengajak Hillary makan makan bersama keluarga besarnya meski Asher dan Laura juga diundang sebagai tamu kehormatan. Tetapi, dia ingin sedikit menggoda Hillary dengan menuntunnya ke area
Alan dan Rachel sangat antusias dan bahagia menjelang pernikahan mereka. Namun, setelah menjadi pasangan resmi, mereka justru berjauhan di dalam kamar hotel.“Kau tidak jadi mandi?” tanya Alan dengan mata yang tertuju ke arah lain.Alan beberapa kali mengibaskan kerah kemeja seperti orang kepanasan meski ruangan terasa sejuk. Sementara Rachel duduk sambil menekan-nekan asal layar ponselnya. “Sebentar lagi,” balas Rachel datar dan berusaha tenang.Sejak acara pernikahan usai, Rachel ingin segera mandi. Namun, setelah sampai di kamar, dia justru sangat gugup berhadapan dengan sang suami selama hampir setengah jam.Tak tahan lagi, Rachel meletakkan ponsel dan menuju kamar mandi. Alan melirik-lirik sambil bersenandung tak jelas seraya menatap luar jendela.Dia melihat pintu kamar mandi dari pantulan kaca jendela. Rachel menutup pintu setelah melihat dirinya.Alan akhirnya bisa duduk di sofa sambil menghela napas panjang.“Malam pertama kami … akan seperti apa?” gumam Alan sambil membayang