Halo, teman-teman pembaca kesayangan Uncle Asher dan Verari ... kalian suka bonus bab tiap minggu atau update 3x sehari?
Suasana berbeda terjadi di sebuah kamar milik pasangan yang belum lama ini menikah. Pagi-pagi buta, Nora sudah marah-marah karena rencana bulan madunya dibatalkan suaminya secara sepihak. Dia sudah menanti-nanti hari ini, tetapi Noah malah sibuk menyelesaikan urusan penting perusahaan. “Kenapa kau tiba-tiba menunda bulan madu kita? Sudah cukup kau tidak pernah menyentuhku, kita tidak bisa terus seperti ini! Aku istrimu, Noah! Tolong … hargai perasaanku.” Sejak semalam Noah tak pulang, Nora sudah mempersiapkan pakaian-pakaian baru yang sengaja dibelinya untuk menarik perhatian Noah. Kain-kain dengan potongan mini, lingerie, bahkan dalaman dengan warna-warna menantang sudah tertata rapi di dalam kopernya. Namun, apa yang terjadi? “Justru karena kau istriku … kau seharusnya mengerti dengan kesibukanku. Banyak waktu untuk kita bulan madu nantinya. Tetapi, proyek baruku tidak dapat ditunda.” Proyek yang dikatakan Noah tersebut memang penting untuk perusahaan Myers, tetapi semua itu bisa
Pesan singkat dengan foto Nora dan Noah membuat Laura berang. Bukan karena dia cemburu, melainkan kata-kata Nora telah menghina suaminya. Siapa bilang Asher hanya pria tua yang hanya menginginkan tubuhnya saja? Asher sudah mengatakan seratus kali bahwa dia mencintai Laura! Saat Laura membaca ponsel itu, dia dan Asher masih duduk di kamar sambil melihat hujan. Karena gerimis senantiasa membasahi Pulau Hughes, mereka berdua terus berdiam diri di rumah, saling menghangatkan tubuh dan hati. Asher pun ikut membaca pesan dari Nora tersebut. “Wanita gila! Haruskah aku membuangnya ke negara lain agar kau tidak perlu lagi melihatnya?” “Tidak perlu, Sayang. Aku akan mengurus Nora sendiri. Kau tidak perlu membantuku.” Asher tersenyum senang. Setelah Laura tahu tentang perasaannya, wanita itu semakin berubah setiap harinya. Laura menjadi wanita yang penuh semangat dan tak terlihat ketakutan dari sorot matanya. “Baiklah. Aku percaya padamu. Kau bisa minta apa pun untuk membalas adik tiri yang
Nora senang bukan main, bukan hanya masakannya mendapat pujian dari Noah, setelah mereka masuk kamar, Noah juga menyuruhnya menyiapkan air hangat untuk mandi. Benar-benar tak seperti Noah sebelumnya. Apa yang membuat Noah tiba-tiba berubah? Apakah Noah sudah mulai mencintai dirinya? Entahlah … Nora tak mau ambil pusing mencari tahu perubahan Noah. Kali ini, Nora tak akan bersikap gegabah. Dia pun telah merencanakan kejutan bagi suaminya. Semua makanan yang telah disantap Noah telah diberi obat khusus untuk meningkatkan hasrat suaminya. Biarlah Noah yang mulai mendekatinya lebih dulu. Nora bertekad akan mendapatkan Noah malam ini juga. Dia lebih leluasa menjebak Noah karena tak ada Ariana yang selalu mengawasi dirinya. Dia pun tak mau lagi kalah oleh kemesraan yang ditunjukkan Laura dengan suaminya. Di lain sisi, Noah juga sudah tak mampu lagi menahan rasa ingin tahu tentang kehamilan Laura. Dia harus cepat-cepat mencari tahu kejadian malam itu melalui istrinya. Setelah mandi, Noa
“Tidak … aku ingin mendengar kau memaafkanku terlebih dulu. Lalu aku akan pergi dari sini,” tegas Noah. Noah tak ingin bersikap pengecut dengan pergi meninggalkan Alice begitu saja setelah menodainya. Setidaknya, dia tak ingin dihinggapi rasa bersalah dan ingin mendengar Alice memaafkan perbuatannya. “Apa kau pikir perbuatanmu dapat dimaafkan begitu saja?” Alice masih sesenggukan biarpun air matanya telah mengering. “Kenapa kau mendatangiku dan tidak pulang menemui istrimu?” “Alice … aku sungguh menyesal … aku baru saja mengetahui fakta bahwa istriku ternyata wanita jahat yang merusak hidupku. Dialah yang memberiku obat perangsang itu. Dan aku tidak sudi menyentuhnya.” “Dan kau malah menyentuhku yang bukan siapa-siapamu?” geram Alice tak mau menerima alasan Noah. Walaupun dia sedikit terkejut karena rumah tangga Noah tak sebaik yang dipikirnya. “Bagaimana kalau aku sampai hamil?” Noah tersentak oleh pertanyaan Alice. Dia tak sadar menumpahkan benihnya di rahim gadis itu karena bar
Permintaan Noah tersebut segera disampaikan kepada Asher. Pria yang sedang mengelus-elus perut Laura yang sedikit menonjol, terganggu oleh dering dari ponselnya “Ada telepon.” Laura mendorong kepala Asher yang justru semakin menempel di perutnya. “Aku sedang bulan madu. Tidak ada yang bisa menggangguku.” Bunyi ponsel kembali terdengar. Laura kesal karena Asher tetap tak mau menerima panggilan itu. “Cepat angkat teleponmu ... aku tidak akan mengizinkanmu mengunjungi bayi kita kalau ponselmu terus berbunyi karena kau mengabaikannya terus-menerus.” Asher menegakkan badan setelah diancam Laura. Dengan malas, dia mengambil ponsel di nakas. Nama Theo tertera di layar depan. Sesaat kemudian, panggilan terputus sebelum dia menjawabnya. Namun, Theo memanggilnya lagi. “Ada apa?” tanya Asher dengan nada kesal. Laura tak suka melihat Asher bicara dingin dan angkuh seperti itu. Tangannya bergerak membelai titik-titik sensitif suaminya untuk membuatnya tenang. “Ough … Sayang … jangan nakal.
“Tentu saja tidak.” Asher mencoba meraih kepala Laura untuk diusap seperti biasa, tetapi Laura mengelak dan bergeser ke samping. “Kau tidak mau disentuh?” “Kau sudah meragukanku. Apa yang kau katakan kemarin saat kita berurusan dengan Celine? Kau bilang, kita hanya akan hidup sambil memikirkan masa depan. Noah adalah bagian dari masa laluku dan dia sudah tidak lagi berhubungan denganku, kecuali hanya keponakan iparku. Aku tidak mungkin kembali dengannya walaupun dia menggodaku.” Asher menggertakkan gigi karena gugup. Dia seakan-akan sedang menjilat ludahnya sendiri karena dia yang mengatakan tak ingin membahas masa lalu, namun dia sendiri khawatir dengan pria dari masa lalu istrinya. Tapi, bukankah Laura juga curang? Laura seenaknya sendiri mengorek masa lalu Asher. Tetapi, giliran sedang membahas masa lalunya sendiri, Laura langsung berkata jika Noah sudah tak berhubungan lagi dengannya.“Bukan begitu … kau hanya salah paham. Kau tidak mendengar semua percakapan ku, bukan?” Asher b
“Sayang sekali, Noah, wanita yang kau cintai sekarang sudah menjadi bibi iparmu. Mulai sekarang, cintailah Laura sebagai bibimu, bukan sebagai wanita yang dulu kau kenal.” Noah mengepalkan tangan tanda menahan kemarahan yang luar biasa. Dia tahu, tak mungkin bisa melawan Asher sekarang. Noah tak boleh gegabah dan harus bersabar menerima apa pun yang dikatakan pamannya. “Aku akan mencobanya.” “Bagus.” Asher mengangguk biarpun dia bisa melihat ketidaktulusan dari raut wajah Noah. “Aku dengar, kau ingin bercerai dengan istrimu?” “Kakek yang memberi tahu Paman? Aku belum tahu pasti, tetapi aku benar-benar sedang memikirkannya. Tidak akan ada bagusnya jika aku harus tetap mempertahankan pernikahan yang hanya dilandasi dengan paksaan. Aku ingin menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya.” Noah berniat menyindir Asher yang menurutnya telah memaksa Laura menikah. Akan tetapi, Asher segera membalik ucapannya. “Kau seharusnya memikirkan itu lebih cepat, Noah. Kenapa kau baru sadar ketika semu
Setelah kejadian malam itu, Nora selalu membujuk Noah untuk mengulang lagi malam pertama mereka. Dia masih berpikir jika Noah sudah melakukan hubungan suami-istri dengannya. Akan tetapi, Noah justru semakin menjauh. Nora merasa jika Noah tak puas dengan pelayanannya sehingga Noah enggan melakukan lagi dengannya. Dia sampai mengunjungi beberapa tempat untuk belajar cara memuaskan suami. Sayangnya, Noah mungkin sudah terlanjur kecewa dan enggan menyentuhnya. Sang suami hanya bersikap baik padanya ketika berada di depan orang-orang. Setelah mereka kembali ke apartemen, Noah kembali lagi mendiamkan Nora sepanjang waktu. Dan sekarang, selagi mereka menginap di kediaman Smith, Nora ingin memperbaiki hubungannya dengan Noah. Namun, apa yang didengarnya sekarang? ‘Noah masih mencintai Laura? Jadi … bukan karena dia tidak suka dengan pelayananku?’ Nora mengepalkan kedua tangan penuh amarah. “Lau, kita masih punya kesempatan untuk memperbaiki ini semua. Aku tahu, kau juga mencintaiku. Kita
Laura Smith berjalan keluar dari gedung perusahaan Hartley. Pekerjaannya telah usai saat menjelang jam makan siang.Sudah satu tahun Laura kembali bekerja. Laura tak perlu mengawasi Lana selama seharian penuh lagi.Lana saat ini sudah berusia hampir lima tahun, sedangkan Claus dan Collin pun sudah sekolah. Si kembar cukup bisa diandalkan menjaga adiknya meski terkadang membuatnya menangis. “Di mana Asher?” gumam Laura menanti Asher keluar dari mobil.Di tepi jalan, mobil mewah telah menanti Laura. Biasanya, Asher selalu menunggu Laura di depan pintu masuk kantor. Namun, dia tak melihat tanda keberadaan sang suami di mana-mana.“Kenapa malah anak-anak yang datang ke sini?” Laura gegas menghampiri mereka.Dua anak lelaki tampan dan berwajah serupa membuka pintu di kedua sisi mobil bagian belakang. Claus membantu adik perempuannya yang memakai gaun putih turun dari mobil. Si kembar kemudian menggandeng Lana di kanan dan kiri secara protektif. Seakan-akan tak ingin ada satu pun orang men
Laura sudah menduga sejak awal saat dirinya melahirkan bayi perempuan. Asher pasti akan menjadi papa yang banyak membatasi pergerakan putri mereka. Dengan Rachel pun, Asher seperti ayah kandung yang selalu menegur setiap kali ada kesempatan. Laura takut membayangkan masa depan putrinya tidak akan bisa bebas, atau sulit mencari kebahagiaan yang diinginkannya karena tekanan dari Asher.Namun, kata-kata Asher yang menyatakan bahwa putri mereka tak akan berteman dengan siapa pun, Laura kali ini menyetujuinya. Setidaknya, untuk situasi sekarang.“Putri kami bahkan masih belum bisa melihat dengan jelas. Sebaiknya, kita membicarakan masalah teman bermainnya kalau dia sudah agak dewasa,” kata Laura kepada para nyonya besar yang hadir di pesta.Bukan hanya Asher yang diserang oleh tamu-tamu mereka, Laura pun demikian. Berbeda dari si kembar, jika putra mereka menjadi bagian dari Smith Group, besar kemungkinan dia bisa menduduki posisi tinggi tanpa bersusah payah, dan hanya karena menjadi suami
Lana Smith, putri pertama Asher dan Laura ditidurkan di tengah-tengah ranjang di kamar yang kini telah diubah sepenuhnya menjadi bernuansa merah muda. Asher, Claus, dan Collin tidur tengkurap mengelilinginya dan tak jenuh memandang bayi itu layaknya harta karun yang tak ternilai harganya.“Bibirnya bergerak-gerak, Papa,” bisik Collin.“Aduh … aku baru saja berkedip! Aku tidak melihatnya,” sesal Claus bermuram durja.“Nanti pasti bergerak lagi. Jangan terlalu keras bicara, Claus,” tegur Asher lirih.Claus cemberut dan hampir menyentuh pipi adik bayinya. Namun, Asher lekas mencegah dengan decapan dan menunjukkan tatapan tajam padanya.“Aku ingin menggendong adikku, Papa,” pinta Claus memelas.“Tidak boleh. Lana masih berusia dua hari lebih empat jam. Kau bisa menjatuhkan Lana.”Sejak diperbolehkan melihat bayi itu, mereka bertiga senantiasa mengamatinya dengan posisi sama. Asher mencatat setiap gerakan kecil Lana, sedangkan Claus dan Collin akan memberi tahu ketika dirinya sedang melakuk
Waktu berlalu dengan cepat. Perut Laura kini telah membesar dan hampir melahirkan.Asher dan Laura sepakat untuk tidak mencari tahu jenis kelamin bayi mereka karena pertentangan pendapat. Namun, dokter tetap memberi tahu bahwa bayi di dalam rahim Laura kali ini hanya ada satu.Asher meyakini bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan, sedangkan Laura yakin bahwa anaknya lelaki. Sementara itu, orang-orang di sekeliling mereka pun memperdebatkan hal yang serupa dan tak ada yang menebak sama. Karena itu, kamar untuk bayi mereka juga dipersiapkan setengah untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki.“Sayaaaang!” seru Asher dari koridor.Laura yang saat ini berada di kamar Claus dan Collin bersusah payah bangun untuk menyambut Asher yang baru saja pulang dari kerja. Simon gegas membantu Laura berdiri dan menuntunnya ke depan pintu.Rupanya, Asher masih jauh dari kamar itu dan hanya suaranya yang terlalu keras memanggil dirinya. Melihat sang istri kesulitan menegakkan badan, Asher gegas
“Hanna, apakah aku-”Hanna berjalan melewati Simon dan tak ingin mendengar penjelasan apa pun sekarang. Dia masih kecewa karena ternyata hanya dirinya yang menganggap Simon sebagai keluarga.Simon mengusap wajah dengan kasar, lalu berbalik menyusul Hanna. “Aku harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.”Hanna sudah hampir masuk ke mobil sambil bercakap-cakap dengan Laura. Melihat cara bicara Laura yang sambil melihat dirinya, Simon takut jika Hanna mengadukannya.Simon tak berani mendekat. Kemudian masuk ke pintu mobil di arah yang berlawanan dari mereka.Dalam perjalanan ke tempat wisata lain, Hanna sekali pun tak melihat Simon. Saat mengurus Claus dan Collin yang duduk di antara mereka dan harus menghadap Simon, Hanna selalu menunduk atau melihat ke arah lain.Hanna benar-benar mengacuhkan Simon sampai hari berikutnya. Dia selalu berkumpul dengan orang lain dan enggan duduk hanya berdua dengan Simon ketika mengasuh Claus dan Collin.Simon tak tahan lagi! Hari ketiga liburan merek
Di atas pantai pasir putih yang indah, Simon sedang tertelap dan ditemani wanita yang merupakan pelayan setia putri semata wayangnya. Hanna menggeser payung besar yang menghalau sinar matahari agar tubuh Simon tak kepanasan.“Tuan Simon sedang mimpi apa? Kenapa bibirnya bergerak-gerak begitu?” gumam Hanna selagi memperhatikan wajah Simon.Simon berdecap-decap sambil tersenyum, kemudian bergumam dalam tidurnya, “Kita akan menikah ….”Hanna terkekeh geli. “Kau sudah menikah dua kali, Tuan. Saat ini, kau pasti sedang memimpikan Nyonya Callista.”“Menikah … Hanna ….” Simon kembali bergumam-gumam, membuat pemilik nama itu terkesiap.Gumaman Simon setelahnya semakin jelas. Wajah Hanna menegang ketika bibir Simon mengucap namanya berulang kali.Hanna segera berlari meninggalkan Simon sambil menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, seakan-akan tak tahan untuk meneriakkan sesuatu. ‘Apa yang baru saja aku dengar?’ batin Hanna.Selama ini, Simon selalu menganggap Hanna sebagai putrinya. Setid
Makan malam semalam menjadi peristiwa memalukan bagi Rachel. Dia tak sadar, Alan ternyata membuat lukisan cinta di sekujur tubuhnya. Hingga dirinya enggan keluar dari kamar. Sayangnya, hari ini Rachel harus menjadi pemandu untuk para tamu istimewa yang datang dari luar negeri. Dia sudah berjanji akan mengajak Laura dan Emma jalan-jalan di tempat-tempat indah di sana. “Rachel, kau tidak perlu ikut dengan kami. Sepertinya, suamimu masih mengantuk ….” Laura menyenggol lengan Rachel dari belakang sambil terkekeh pelan dan melirik ke arah Alan yang menguap lebar. “Kak Alan pasti begadang semalaman.” Emma ikut menggoda kakak iparnya. Wajah Rachel merah padam mendengar para wanita itu menggodanya. “Sebentar lagi kita sampai di pantai. Kalian pasti akan menyukainya.” Rachel buru-buru mengalihkan pembicaraan. Awalnya, Emma masih ingin menggoda Rachel. Namun, setelah melihat pemandangan indah di depannya, dia urung melakukannya. Emma segera menghampiri suami dan putrinya dan mereka berpisah
Melihat peluh di wajah Alan dan tercium bau familier dari tubuhnya, Rangga menjadi sangat sedih. Alan ternyata telah mendapatkan sang putri kesayangan. Rangga tak bisa menatap Alan, bukan karena membencinya, tetapi hatinya terasa aneh. Anak yang dulu selalu melompat ke sana kemari itu, kini telah sepenuhnya menjadi wanita dewasa dan dimiliki pria itu. “Aku akan memanggil Rachel dulu, Ayah. Kami akan segera menyusul!” seru Alan pada Rangga yang tak berbalik atau menjawab dirinya. “Kau seharusnya melakukan itu nanti malam …. Namanya juga malam pertama. Sekarang masih terbilang sore. Aneh kalau disebut sore pertama, bukan?” celetuk Nevan, lalu tertawa pelan. Alan memutar bola mata. “Kami tinggal mengulangi lagi nanti. Lalu, apa yang membawamu kemari?” Tawa Nevan menghilang. Dia sebenarnya hanya ingin mengajak Hillary makan makan bersama keluarga besarnya meski Asher dan Laura juga diundang sebagai tamu kehormatan. Tetapi, dia ingin sedikit menggoda Hillary dengan menuntunnya ke area
Alan dan Rachel sangat antusias dan bahagia menjelang pernikahan mereka. Namun, setelah menjadi pasangan resmi, mereka justru berjauhan di dalam kamar hotel.“Kau tidak jadi mandi?” tanya Alan dengan mata yang tertuju ke arah lain.Alan beberapa kali mengibaskan kerah kemeja seperti orang kepanasan meski ruangan terasa sejuk. Sementara Rachel duduk sambil menekan-nekan asal layar ponselnya. “Sebentar lagi,” balas Rachel datar dan berusaha tenang.Sejak acara pernikahan usai, Rachel ingin segera mandi. Namun, setelah sampai di kamar, dia justru sangat gugup berhadapan dengan sang suami selama hampir setengah jam.Tak tahan lagi, Rachel meletakkan ponsel dan menuju kamar mandi. Alan melirik-lirik sambil bersenandung tak jelas seraya menatap luar jendela.Dia melihat pintu kamar mandi dari pantulan kaca jendela. Rachel menutup pintu setelah melihat dirinya.Alan akhirnya bisa duduk di sofa sambil menghela napas panjang.“Malam pertama kami … akan seperti apa?” gumam Alan sambil membayang