Malangnya nasib Nora ....
Setahu Simon, Nora telah menikah dengan Victor. Dia sudah mengetahui tentang Shane yang bukan ayah kandung Nora, juga perbuatan Nora sehingga membuat keluarga Victor hancur. Laura pun sedikit bercerita jika Nora hidup di bawah kekangan Victor. Akan tetapi, mereka tak menyangka jika keadaan Nora lebih buruk dari dugaan. Meskipun setelah keluar dari rumah sakit jiwa Victor menyediakan pakaian bagus untuknya, Nora terlihat seperti mayat hidup dengan tubuh kurus kering dan seperti tak makan selama berhari-hari. “Nyonya, mari kembali ke tenda.” Pengawal memperingatkan Nora agar segera menjauh dari tiga orang yang berpapasan dengan mereka. Nora mengangguk, lalu mengikuti pengawal. Dia menunduk saat melewati rombongan Laura. Tak ada sapaan atau bahkan hanya sekedar melihat ke arah mantan keluarganya. Nora pun tak menjawab pertanyaan Simon sebelumnya. “Tunggu, Nora!” seru Simon menyusul Nora, lalu menghentikan langkahnya. Dia memegang erat pergelangan tangan Nora. Nora menggeleng-geleng
Victor terkejut melihat kaki Nora lebam dan mengeluarkan darah. “Sejak kapan kau terluka?” Nora sangat ketakutan saat Victor berjalan ke arahnya dengan kedua tangan terkepal. Yang membuatnya terkejut, Victor tiba-tiba berjongkok memunggungi dirinya. “Naik ke punggungku.” Nora tak bisa menolak perintahnya. ‘Kenapa Victor terlihat khawatir dan tiba-tiba baik padaku?’ “Ini semua gara-gara Asher Smith! Kalau aku tidak melihat mukanya yang menyebalkan itu, aku tidak mungkin marah!” Victor kembali memaki Asher sepanjang perjalanan. Sampai di kaki pegunungan, anak buah Victor sudah menyediakan mobil setelah diberi tahu bahwa kaki Nora sakit. Victor mendudukkan Nora perlahan. Dia pun menahan atap mobil dengan tangannya supaya kepala Nora tak terbentur. Nora sempat tertegun karena perubahan kecil Victor. Akan tetapi, dia tak merasa senang sama sekali. Pikirnya, Victor sedang menginginkan sesuatu darinya. Nora semakin bergidik ngeri selagi membayangkan apa yang akan Victor lakukan nanti s
“Iya, Laura. Papa tidak akan membantu Nora. Jangan marah-marah ....” Simon mendekat, kemudian memeluk Laura. “Papa tidak akan pernah membahayakan putri dan cucu-cucu Papa.” Asher mengamati interaksi ayah dan anak itu dengan tatapan yang sulit diartikan, seolah memiliki pemikiran sendiri yang tak dapat diungkapkan. “Papa dulu tega padaku sampai tidak pernah mencariku. Apa Papa pernah memikirkanku saat kau mengusirku? Aku mengalami masa-masa sulit karena perbuatan Asher dan Papa justru membenciku!” Laura sungguh merasa terluka hingga hampir menangis. Nora bahkan bukan keluarga Simon lagi. Hubungan mereka bisa terputus karena tak ada ikatan darah. Laura tak terima jika Simon lebih peduli kepada Nora dibanding keselamatannya dan si kembar. Sudah cukup Laura ditelantarkan selama bertahun-tahun karena kesalahpahaman Simon terhadap Callista. “Maafkan Papa. Papa tidak akan mengulangi kesalahan Papa lagi. Hanya kau putri Papa satu-satunya.” Bukan hanya Simon, Asher pun ikut merasa bersala
“Bukan urusan kita. Kalau salah menuduh orang, kita yang akan mendapatkan masalah,” ujar Noah dengan rahang menegang. Noah menggandeng Alice memutar lewat jalan lain. Mereka bisa terlihat jika lewat dari sisi kanan atau depan rumah. “Kalian tidak jadi jalan-jalan ke puncak?” Ariana sedang berbaring di sofa bersama Aleah yang berada di dalam keranjang bayi sebelahnya. “Paman Asher tidak mengizinkan kami ke sana,” keluh Noah, “aku agak lelah. Bisakah Mama menjaga Aleah dulu?” “Dengan senang hati.” Ariana meringis senang. “Kalau perlu, kalian buat anak lagi saja. Mama yang akan jadi mamanya Aleah.” “Melahirkan itu sakit, Mama. Nanti Noah tidak mau menemaniku lagi.” Noah biasanya ikut bercanda dengan kedua wanita yang dicintainya itu. Namun, dia langsung masuk ke kamar tanpa menanggapi. Alice tahu jika Noah masih memikirkan apa yang baru saja mereka saksikan. Terlepas dari kegilaannya terhadap Laura dulu, Noah mudah sekali merasa iba atau terpengaruh oleh orang lain. Alice lantas m
“Tuan Victor! Apa Anda tidak waras!?” pekik Noah. Walau dalam kondisi terdesak pun, dia masih berusaha bicara sopan dengan tidak mengatakan gila. Victor mengayunkan tongkat golf ke arah Noah. Namun, Noah berkelit ke kanan dan kiri hingga keduanya terengah-engah. “Tuan Victor! Hentikan! Dasar gila!” teriak Ariana selagi melepaskan sandal rumah dari kakinya. Victor hanya melihat ke arah Ariana sekilas. Tak peduli dan terus menyerang Noah. Ariana melesat ke belakang Victor dan mulai memukulnya dengan sandal. “Hentikan! Jangan lukai anakku!” “Mama! Jangan ikut campur!” sergah Noah. Noah hilang konsentrasi saat berkelit dari serangan Victor karena melihat ayunan tangan Victor hampir mengenai ibunya. Alhasil, satu pukulan tongkat golf mendarat tepat di bahunya. “Argh!!” Noah segera menangkap tangan Victor ketika hendak memukulnya lagi. “Lepaskan! Kau lelaki brengsek! Kau mengikuti kami dan ingin mencuri istriku, bukan!?” Para bawahan Victor tak berani mencegah tuannya. Mereka hanya
Berkat kebaikan Laura, Noah, Alice, Ariana, dan Aleah menginap di rumahnya. Asher mengatakan jika pemilik rumah ingin menggunakan rumah tersebut secara mendadak. Tak ingin melihat bayi Noah ke sana kemari dalam waktu yang singkat, Laura akhirnya memaksa mereka tinggal di rumahnya untuk sementara waktu, sekaligus menghabiskan waktu liburan mereka. Asher pun tak begitu mempermasalahkan keberadaan Noah di sekitar Laura lagi. Dia sangat tahu karakter keponakannya. Noah benar-benar sudah berubah dan hanya memedulikan keluarga kecilnya. Dia pun juga tahu jika Noah justru tampak tak nyaman ketika makan bersama mereka. Noah sesekali melirik Alice, seolah ingin memastikan jika sang istri tak cemburu kepada Laura. “Istrimu tidak akan menghilang lagi, kenapa kau terlihat khawatir seperti itu?” tegur Asher. “Noah kenapa, Paman?” Alice tak tahu menahu ketika dirinya terus dipandangi sang suami. Dia sibuk makan dan sesekali bermain dengan bayinya yang berada di kereta bayi sebelahnya. “Aku tid
Victor Carter, seorang pria yang tak lagi muda, beruntung memiliki seorang istri cantik dan kaya raya, juga selingkuhan muda yang memiliki perawakan kelas atas. Namun, semua itu sirna dalam sekejap ketika perselingkuhannya terbongkar. Belum lagi, dia harus menghadapi kenyataan bahwa si selingkuhan telah mengandung anaknya. Victor tak akan memiliki kesempatan rujuk dengan mantan istrinya lagi. Harapan Victor untuk kembali bersama Abigail pun lenyap begitu tahu ada pria lain yang telah mengisi hati wanita itu. Hidup Victor hancur karena kesalahannya sendiri. Namun, dia masih memiliki wanita yang dapat membuatnya senang. ‘Yah, tidak masalah dia mengandung anakku. Sebaiknya aku menikahinya saja.’ Begitulah awal Victor dan Nora menikah. Untuk menghindari kejaran para wartawan, Victor membelikan rumah untuk Nora yang jauh dari perkotaan. Dia jarang menengok Nora karena banyak pekerjaan yang harus diperbaiki setelah dia kehilangan beberapa aset yang sebelumnya merupakan milik Abigail.
Jauh sebelum Noah ataupun Simon tahu keberadaan Nora, Laura sudah lebih dulu mengetahuinya. Sejak pertemuan dengan Nora di rumah sakit, Laura segera memerintahkan Martin untuk mencari tahu tentangnya. Benar. Laura sengaja menyuruh Martin karena tak akan ada yang curiga dengannya. Martin hanyalah pekerja lepas yang mengurusi rumah-rumah di area pegunungan. Kebetulan lagi, dia pun ikut mengurus dua rumah Victor yang jaraknya tak begitu jauh dari rumah liburan Callista. Mulai hari itu, Laura berkomunikasi dengan Victor melalui Martin. Dia tak sepenuhnya percaya dengan Victor selagi Abigail menceritakan hal yang sebaliknya tentang Nora. Namun, setelah dicari tahu lebih jelas, rupanya gangguan kejiwaan Nora tak bisa diremehkan. Dengan memberikan sedikit investasi untuk Martin, yang sebenarnya ditunjukkan kepada Victor, Laura meminta pria itu untuk menjaga Nora supaya tidak pernah kabur darinya. Laura perlu memastikan jika Nora tak akan membahayakan keluarganya. Sayangnya, mereka justru
Laura Smith berjalan keluar dari gedung perusahaan Hartley. Pekerjaannya telah usai saat menjelang jam makan siang.Sudah satu tahun Laura kembali bekerja. Laura tak perlu mengawasi Lana selama seharian penuh lagi.Lana saat ini sudah berusia hampir lima tahun, sedangkan Claus dan Collin pun sudah sekolah. Si kembar cukup bisa diandalkan menjaga adiknya meski terkadang membuatnya menangis. “Di mana Asher?” gumam Laura menanti Asher keluar dari mobil.Di tepi jalan, mobil mewah telah menanti Laura. Biasanya, Asher selalu menunggu Laura di depan pintu masuk kantor. Namun, dia tak melihat tanda keberadaan sang suami di mana-mana.“Kenapa malah anak-anak yang datang ke sini?” Laura gegas menghampiri mereka.Dua anak lelaki tampan dan berwajah serupa membuka pintu di kedua sisi mobil bagian belakang. Claus membantu adik perempuannya yang memakai gaun putih turun dari mobil. Si kembar kemudian menggandeng Lana di kanan dan kiri secara protektif. Seakan-akan tak ingin ada satu pun orang men
Laura sudah menduga sejak awal saat dirinya melahirkan bayi perempuan. Asher pasti akan menjadi papa yang banyak membatasi pergerakan putri mereka. Dengan Rachel pun, Asher seperti ayah kandung yang selalu menegur setiap kali ada kesempatan. Laura takut membayangkan masa depan putrinya tidak akan bisa bebas, atau sulit mencari kebahagiaan yang diinginkannya karena tekanan dari Asher.Namun, kata-kata Asher yang menyatakan bahwa putri mereka tak akan berteman dengan siapa pun, Laura kali ini menyetujuinya. Setidaknya, untuk situasi sekarang.“Putri kami bahkan masih belum bisa melihat dengan jelas. Sebaiknya, kita membicarakan masalah teman bermainnya kalau dia sudah agak dewasa,” kata Laura kepada para nyonya besar yang hadir di pesta.Bukan hanya Asher yang diserang oleh tamu-tamu mereka, Laura pun demikian. Berbeda dari si kembar, jika putra mereka menjadi bagian dari Smith Group, besar kemungkinan dia bisa menduduki posisi tinggi tanpa bersusah payah, dan hanya karena menjadi suami
Lana Smith, putri pertama Asher dan Laura ditidurkan di tengah-tengah ranjang di kamar yang kini telah diubah sepenuhnya menjadi bernuansa merah muda. Asher, Claus, dan Collin tidur tengkurap mengelilinginya dan tak jenuh memandang bayi itu layaknya harta karun yang tak ternilai harganya.“Bibirnya bergerak-gerak, Papa,” bisik Collin.“Aduh … aku baru saja berkedip! Aku tidak melihatnya,” sesal Claus bermuram durja.“Nanti pasti bergerak lagi. Jangan terlalu keras bicara, Claus,” tegur Asher lirih.Claus cemberut dan hampir menyentuh pipi adik bayinya. Namun, Asher lekas mencegah dengan decapan dan menunjukkan tatapan tajam padanya.“Aku ingin menggendong adikku, Papa,” pinta Claus memelas.“Tidak boleh. Lana masih berusia dua hari lebih empat jam. Kau bisa menjatuhkan Lana.”Sejak diperbolehkan melihat bayi itu, mereka bertiga senantiasa mengamatinya dengan posisi sama. Asher mencatat setiap gerakan kecil Lana, sedangkan Claus dan Collin akan memberi tahu ketika dirinya sedang melakuk
Waktu berlalu dengan cepat. Perut Laura kini telah membesar dan hampir melahirkan.Asher dan Laura sepakat untuk tidak mencari tahu jenis kelamin bayi mereka karena pertentangan pendapat. Namun, dokter tetap memberi tahu bahwa bayi di dalam rahim Laura kali ini hanya ada satu.Asher meyakini bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan, sedangkan Laura yakin bahwa anaknya lelaki. Sementara itu, orang-orang di sekeliling mereka pun memperdebatkan hal yang serupa dan tak ada yang menebak sama. Karena itu, kamar untuk bayi mereka juga dipersiapkan setengah untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki.“Sayaaaang!” seru Asher dari koridor.Laura yang saat ini berada di kamar Claus dan Collin bersusah payah bangun untuk menyambut Asher yang baru saja pulang dari kerja. Simon gegas membantu Laura berdiri dan menuntunnya ke depan pintu.Rupanya, Asher masih jauh dari kamar itu dan hanya suaranya yang terlalu keras memanggil dirinya. Melihat sang istri kesulitan menegakkan badan, Asher gegas
“Hanna, apakah aku-”Hanna berjalan melewati Simon dan tak ingin mendengar penjelasan apa pun sekarang. Dia masih kecewa karena ternyata hanya dirinya yang menganggap Simon sebagai keluarga.Simon mengusap wajah dengan kasar, lalu berbalik menyusul Hanna. “Aku harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.”Hanna sudah hampir masuk ke mobil sambil bercakap-cakap dengan Laura. Melihat cara bicara Laura yang sambil melihat dirinya, Simon takut jika Hanna mengadukannya.Simon tak berani mendekat. Kemudian masuk ke pintu mobil di arah yang berlawanan dari mereka.Dalam perjalanan ke tempat wisata lain, Hanna sekali pun tak melihat Simon. Saat mengurus Claus dan Collin yang duduk di antara mereka dan harus menghadap Simon, Hanna selalu menunduk atau melihat ke arah lain.Hanna benar-benar mengacuhkan Simon sampai hari berikutnya. Dia selalu berkumpul dengan orang lain dan enggan duduk hanya berdua dengan Simon ketika mengasuh Claus dan Collin.Simon tak tahan lagi! Hari ketiga liburan merek
Di atas pantai pasir putih yang indah, Simon sedang tertelap dan ditemani wanita yang merupakan pelayan setia putri semata wayangnya. Hanna menggeser payung besar yang menghalau sinar matahari agar tubuh Simon tak kepanasan.“Tuan Simon sedang mimpi apa? Kenapa bibirnya bergerak-gerak begitu?” gumam Hanna selagi memperhatikan wajah Simon.Simon berdecap-decap sambil tersenyum, kemudian bergumam dalam tidurnya, “Kita akan menikah ….”Hanna terkekeh geli. “Kau sudah menikah dua kali, Tuan. Saat ini, kau pasti sedang memimpikan Nyonya Callista.”“Menikah … Hanna ….” Simon kembali bergumam-gumam, membuat pemilik nama itu terkesiap.Gumaman Simon setelahnya semakin jelas. Wajah Hanna menegang ketika bibir Simon mengucap namanya berulang kali.Hanna segera berlari meninggalkan Simon sambil menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, seakan-akan tak tahan untuk meneriakkan sesuatu. ‘Apa yang baru saja aku dengar?’ batin Hanna.Selama ini, Simon selalu menganggap Hanna sebagai putrinya. Setid
Makan malam semalam menjadi peristiwa memalukan bagi Rachel. Dia tak sadar, Alan ternyata membuat lukisan cinta di sekujur tubuhnya. Hingga dirinya enggan keluar dari kamar. Sayangnya, hari ini Rachel harus menjadi pemandu untuk para tamu istimewa yang datang dari luar negeri. Dia sudah berjanji akan mengajak Laura dan Emma jalan-jalan di tempat-tempat indah di sana. “Rachel, kau tidak perlu ikut dengan kami. Sepertinya, suamimu masih mengantuk ….” Laura menyenggol lengan Rachel dari belakang sambil terkekeh pelan dan melirik ke arah Alan yang menguap lebar. “Kak Alan pasti begadang semalaman.” Emma ikut menggoda kakak iparnya. Wajah Rachel merah padam mendengar para wanita itu menggodanya. “Sebentar lagi kita sampai di pantai. Kalian pasti akan menyukainya.” Rachel buru-buru mengalihkan pembicaraan. Awalnya, Emma masih ingin menggoda Rachel. Namun, setelah melihat pemandangan indah di depannya, dia urung melakukannya. Emma segera menghampiri suami dan putrinya dan mereka berpisah
Melihat peluh di wajah Alan dan tercium bau familier dari tubuhnya, Rangga menjadi sangat sedih. Alan ternyata telah mendapatkan sang putri kesayangan. Rangga tak bisa menatap Alan, bukan karena membencinya, tetapi hatinya terasa aneh. Anak yang dulu selalu melompat ke sana kemari itu, kini telah sepenuhnya menjadi wanita dewasa dan dimiliki pria itu. “Aku akan memanggil Rachel dulu, Ayah. Kami akan segera menyusul!” seru Alan pada Rangga yang tak berbalik atau menjawab dirinya. “Kau seharusnya melakukan itu nanti malam …. Namanya juga malam pertama. Sekarang masih terbilang sore. Aneh kalau disebut sore pertama, bukan?” celetuk Nevan, lalu tertawa pelan. Alan memutar bola mata. “Kami tinggal mengulangi lagi nanti. Lalu, apa yang membawamu kemari?” Tawa Nevan menghilang. Dia sebenarnya hanya ingin mengajak Hillary makan makan bersama keluarga besarnya meski Asher dan Laura juga diundang sebagai tamu kehormatan. Tetapi, dia ingin sedikit menggoda Hillary dengan menuntunnya ke area
Alan dan Rachel sangat antusias dan bahagia menjelang pernikahan mereka. Namun, setelah menjadi pasangan resmi, mereka justru berjauhan di dalam kamar hotel.“Kau tidak jadi mandi?” tanya Alan dengan mata yang tertuju ke arah lain.Alan beberapa kali mengibaskan kerah kemeja seperti orang kepanasan meski ruangan terasa sejuk. Sementara Rachel duduk sambil menekan-nekan asal layar ponselnya. “Sebentar lagi,” balas Rachel datar dan berusaha tenang.Sejak acara pernikahan usai, Rachel ingin segera mandi. Namun, setelah sampai di kamar, dia justru sangat gugup berhadapan dengan sang suami selama hampir setengah jam.Tak tahan lagi, Rachel meletakkan ponsel dan menuju kamar mandi. Alan melirik-lirik sambil bersenandung tak jelas seraya menatap luar jendela.Dia melihat pintu kamar mandi dari pantulan kaca jendela. Rachel menutup pintu setelah melihat dirinya.Alan akhirnya bisa duduk di sofa sambil menghela napas panjang.“Malam pertama kami … akan seperti apa?” gumam Alan sambil membayang