Nggak ada orang jahat ngaku jahat, orang gila pun mengaku dirinya waras. Tapi, beberapa orang waras ada yg berbuat gila dan jahat. Atau karena mereka nggak sadar punya gg jiwa? 🤔
Victor Carter, seorang pria yang tak lagi muda, beruntung memiliki seorang istri cantik dan kaya raya, juga selingkuhan muda yang memiliki perawakan kelas atas. Namun, semua itu sirna dalam sekejap ketika perselingkuhannya terbongkar. Belum lagi, dia harus menghadapi kenyataan bahwa si selingkuhan telah mengandung anaknya. Victor tak akan memiliki kesempatan rujuk dengan mantan istrinya lagi. Harapan Victor untuk kembali bersama Abigail pun lenyap begitu tahu ada pria lain yang telah mengisi hati wanita itu. Hidup Victor hancur karena kesalahannya sendiri. Namun, dia masih memiliki wanita yang dapat membuatnya senang. ‘Yah, tidak masalah dia mengandung anakku. Sebaiknya aku menikahinya saja.’ Begitulah awal Victor dan Nora menikah. Untuk menghindari kejaran para wartawan, Victor membelikan rumah untuk Nora yang jauh dari perkotaan. Dia jarang menengok Nora karena banyak pekerjaan yang harus diperbaiki setelah dia kehilangan beberapa aset yang sebelumnya merupakan milik Abigail.
Jauh sebelum Noah ataupun Simon tahu keberadaan Nora, Laura sudah lebih dulu mengetahuinya. Sejak pertemuan dengan Nora di rumah sakit, Laura segera memerintahkan Martin untuk mencari tahu tentangnya. Benar. Laura sengaja menyuruh Martin karena tak akan ada yang curiga dengannya. Martin hanyalah pekerja lepas yang mengurusi rumah-rumah di area pegunungan. Kebetulan lagi, dia pun ikut mengurus dua rumah Victor yang jaraknya tak begitu jauh dari rumah liburan Callista. Mulai hari itu, Laura berkomunikasi dengan Victor melalui Martin. Dia tak sepenuhnya percaya dengan Victor selagi Abigail menceritakan hal yang sebaliknya tentang Nora. Namun, setelah dicari tahu lebih jelas, rupanya gangguan kejiwaan Nora tak bisa diremehkan. Dengan memberikan sedikit investasi untuk Martin, yang sebenarnya ditunjukkan kepada Victor, Laura meminta pria itu untuk menjaga Nora supaya tidak pernah kabur darinya. Laura perlu memastikan jika Nora tak akan membahayakan keluarganya. Sayangnya, mereka justru
“Kenapa? Aku ingin supaya Papa bisa tahu keadaan Nora sekarang, Sayang. Aku tidak suka melihat Papa terus memikirkan tentang Nora tanpa sepengetahuanku,” bujuk Laura. Asher mencebik. “Jangan membantah!” “Ayolah, hanya makan malam saja kenapa tidak diizinkan?” rengek Laura sambil mengguncang badan Asher yang ada dalam pelukannya. “Tidak boleh! Kau sendiri yang bilang tidak memperbolehkan kami semua mengurus masalah Nora demi menjaga keamanan Claus dan Collin. Dan kau malah mengundang mereka? Batalkan saja niatmu!” tegas Asher. “Ya sudah, kita makan malam di tempat lain saja. Tidak perlu mengajak Claus dan Collin. Bagaimana kalau di sini? Kita bisa membuat meja dan kursi untuk makan malam di luar. Pasti akan menyenangkan sekali ….” Asher tak terlihat tertarik oleh usulan Laura. Apalagi, setelah mendengar bahwa Nora memiliki gangguan jiwa, Asher semakin menentang. Dalam keadaan waras pun, Nora tega menyakiti saudari tirinya, apalagi sekarang! “Nanti, setelah makan malam, kita bisa
“Vic, aku tidak yakin mereka akan senang melihatku.” Nora saat ini sedang berdandan cantik di depan meja rias. Victor tersenyum sambil melingkarkan kalung indah di leher Nora. “Siapa yang tidak akan senang melihat istri cantikku?” Mata Nora berbinar-binar melihat liontin berlian berbentuk hati kecil yang menggantung di lehernya. Dia mengusap lembut tangan Victor yang bersandar di bahunya. “Kau dapat uang dari mana bisa membeli ini? Cantik sekali ... aku suka ....” “Walaupun aku sudah tidak sekaya Asher Smith, aku masih bisa membelikanmu perhiasan. Kau ini ada-ada saja. Menyewa banyak pengawal untukmu saja aku masih mampu.” Victor membusungkan dada dengan bangga. Nora berbalik memeluk Victor. “Terima kasih!” Salah satu yang dulu membuat Victor berselingkuh adalah sikap Nora yang selalu menghargai pemberiannya. Meski Nora sempat berubah, Nora selalu terlihat bahagia setiap kali menerima hadiah apa pun darinya. Tak seperti Abigail yang memiliki segalanya. Perhiasan yang bernilai ra
Melihat gelagat Nora yang mulai gelisah, Victor menggenggam tangannya dengan kedua tangan. Berharap jika Nora akan jauh lebih tenang. “Nora, lihat depanmu ... sepertinya, Laura masih ingat makanan kesukaanmu,” bisik Victor. Nora mengalihkan pandangan pada makanan yang dikatakan Victor. Kali ini, Victor benar saat menebak makanan favorit Nora. “Laura pasti sengaja menyiapkan makanan ini untukmu.” Victor bicara di dekat telinga Nora. “Aku tiba-tiba jadi lapar.” Apakah Laura benar-benar sengaja menyiapkan itu semua untuknya? Mendadak, rasa marah Nora menguap. Berganti dengan haru yang menyelimuti kalbu. Matanya berembun karena masih ada orang yang mengingat makanan kesukaannya. Dan orang tersebut justru wanita yang dibencinya. Nora mulai mengingat pesan Victor supaya dirinya melupakan dendam dan amarah kepada orang-orang yang pernah menyakiti hatinya, juga membuatnya iri. Ternyata, Victor memang benar. Semua orang di sekelilingnya tampak bahagia karena tak memiliki pikiran jahat s
Sayup-sayup terdengar suara tangisan bayi yang tertangkap indra pendengaran Nora. Dia mendadak teringat oleh bayi yang pernah ada di rahimnya. Tangisan bayi itu membuat dirinya begitu sedih. Rasa sesal menjalar dalam dada. Nora mengira jika pikirannya sedang tak waras karena berkumpul dengan orang-orang ini. Sehingga dia berhalusinasi mendengarkan suara bayi. Akan tetapi, suara itu kian terdengar nyata. “Aku ingin ke toilet,” ujar Nora kepada Laura dan Ariana yang sedang berbincang. “Mau diantar?” Laura berbaik hati menawarkan. “Tidak usah. Aku sekalian mengajak Victor pulang, Kak- Nyonya Laura.” Nora ke kamar mandi untuk mencuci wajah. Dia tak peduli dengan riasannya dan hanya ingin menyegarkan diri. Namun, setelah keluar dari kamar mandi, suara bayi itu kembali terdengar. Nora pun mengikuti arah datangnya suara. ‘Oh, ternyata Alice dan bayinya ....’ Nora lega karena dia tidak gila karena mendengar suara bayi yang tak nyata. Dia lalu menjemput Victor yang sedang bicara dengan
Victor berulang kali membujuk Nora makan, tetapi wanita itu tetap meringkuk di dalam selimut. “Sayang, mandi dulu sekarang kalau tidak mau makan, “ bujuk Victor. Hanya dengan mandi, Nora mau beranjak dari kasur. Nora selalu ingin tampil mengesankan setiap kali bertempur di ranjang dengan suaminya. Sebab, dia ingin segera memiliki anaknya sendiri. Bayi yang kata Victor akan mencintai, percaya, dan mau menjaga dirinya. “Angkat aku, Vic, badanku lemas,” pinta Nora seraya menjulurkan kedua tangan. Victor segera menyambut dan mengangkat badan Nora. “Bagaimana tidak lemas? Kau seharian ini belum makan apa-apa.” Dia lalu menggendong Nora ke kamar mandi. Nora dan Victor berendam di air hangat sambil menggosok tubuh satu sama lain. Victor ingin mengatakan maksudnya mengenai kunjungan ke penjara. Akan tetapi, dia khawatir justru membuat Nora mengamuk, sebab Nora tak mau membicarakan masalah Gilda. Victor tak begitu tahu detail masalah Nora dan Gilda. Yang dia ketahui hanya tentang Gilda yan
Sebelum Simon pulang bersama Noah dan keluarga lain, Laura menyiapkan sarapan istimewa bersama. Asher tetap bersikeras supaya bisa tinggal berdua saja dengannya. Laura tak bisa mencegah keinginan sang suami mengusir halus keluarga mereka satu persatu. “Sayang sekali kita harus pulang sekarang. Aku masih ingin liburan di sini. Udaranya sangat menyegarkan dan jauh dari kebisingan kendaraan,” keluh Ariana. “Mama bisa tinggal di sini kalau mau. Aku perlu bekerja, tidak seperti Paman Asher yang tidur saja menghasilkan banyak uang. Kondisi perusahaan juga sedang tidak baik,” balas Noah santai sambil menyuap makanan. Sebelum Asher membuka mulut untuk memprotes, Ariana lebih dulu berkata, “Untuk apa melihat Asher dan Laura bermesraan setiap hari? Itu sangat menyebalkan.” Ariana mengguncang singkat badannya, seolah-olah sedang merinding luar biasa. Kemarin, dia sempat melihat ke arah jendela. Meski hanya Asher yang bertelanjang dada yang terlihat, dia tahu apa yang dilakukan adiknya. Apal
Laura Smith berjalan keluar dari gedung perusahaan Hartley. Pekerjaannya telah usai saat menjelang jam makan siang.Sudah satu tahun Laura kembali bekerja. Laura tak perlu mengawasi Lana selama seharian penuh lagi.Lana saat ini sudah berusia hampir lima tahun, sedangkan Claus dan Collin pun sudah sekolah. Si kembar cukup bisa diandalkan menjaga adiknya meski terkadang membuatnya menangis. “Di mana Asher?” gumam Laura menanti Asher keluar dari mobil.Di tepi jalan, mobil mewah telah menanti Laura. Biasanya, Asher selalu menunggu Laura di depan pintu masuk kantor. Namun, dia tak melihat tanda keberadaan sang suami di mana-mana.“Kenapa malah anak-anak yang datang ke sini?” Laura gegas menghampiri mereka.Dua anak lelaki tampan dan berwajah serupa membuka pintu di kedua sisi mobil bagian belakang. Claus membantu adik perempuannya yang memakai gaun putih turun dari mobil. Si kembar kemudian menggandeng Lana di kanan dan kiri secara protektif. Seakan-akan tak ingin ada satu pun orang men
Laura sudah menduga sejak awal saat dirinya melahirkan bayi perempuan. Asher pasti akan menjadi papa yang banyak membatasi pergerakan putri mereka. Dengan Rachel pun, Asher seperti ayah kandung yang selalu menegur setiap kali ada kesempatan. Laura takut membayangkan masa depan putrinya tidak akan bisa bebas, atau sulit mencari kebahagiaan yang diinginkannya karena tekanan dari Asher.Namun, kata-kata Asher yang menyatakan bahwa putri mereka tak akan berteman dengan siapa pun, Laura kali ini menyetujuinya. Setidaknya, untuk situasi sekarang.“Putri kami bahkan masih belum bisa melihat dengan jelas. Sebaiknya, kita membicarakan masalah teman bermainnya kalau dia sudah agak dewasa,” kata Laura kepada para nyonya besar yang hadir di pesta.Bukan hanya Asher yang diserang oleh tamu-tamu mereka, Laura pun demikian. Berbeda dari si kembar, jika putra mereka menjadi bagian dari Smith Group, besar kemungkinan dia bisa menduduki posisi tinggi tanpa bersusah payah, dan hanya karena menjadi suami
Lana Smith, putri pertama Asher dan Laura ditidurkan di tengah-tengah ranjang di kamar yang kini telah diubah sepenuhnya menjadi bernuansa merah muda. Asher, Claus, dan Collin tidur tengkurap mengelilinginya dan tak jenuh memandang bayi itu layaknya harta karun yang tak ternilai harganya.“Bibirnya bergerak-gerak, Papa,” bisik Collin.“Aduh … aku baru saja berkedip! Aku tidak melihatnya,” sesal Claus bermuram durja.“Nanti pasti bergerak lagi. Jangan terlalu keras bicara, Claus,” tegur Asher lirih.Claus cemberut dan hampir menyentuh pipi adik bayinya. Namun, Asher lekas mencegah dengan decapan dan menunjukkan tatapan tajam padanya.“Aku ingin menggendong adikku, Papa,” pinta Claus memelas.“Tidak boleh. Lana masih berusia dua hari lebih empat jam. Kau bisa menjatuhkan Lana.”Sejak diperbolehkan melihat bayi itu, mereka bertiga senantiasa mengamatinya dengan posisi sama. Asher mencatat setiap gerakan kecil Lana, sedangkan Claus dan Collin akan memberi tahu ketika dirinya sedang melakuk
Waktu berlalu dengan cepat. Perut Laura kini telah membesar dan hampir melahirkan.Asher dan Laura sepakat untuk tidak mencari tahu jenis kelamin bayi mereka karena pertentangan pendapat. Namun, dokter tetap memberi tahu bahwa bayi di dalam rahim Laura kali ini hanya ada satu.Asher meyakini bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan, sedangkan Laura yakin bahwa anaknya lelaki. Sementara itu, orang-orang di sekeliling mereka pun memperdebatkan hal yang serupa dan tak ada yang menebak sama. Karena itu, kamar untuk bayi mereka juga dipersiapkan setengah untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki.“Sayaaaang!” seru Asher dari koridor.Laura yang saat ini berada di kamar Claus dan Collin bersusah payah bangun untuk menyambut Asher yang baru saja pulang dari kerja. Simon gegas membantu Laura berdiri dan menuntunnya ke depan pintu.Rupanya, Asher masih jauh dari kamar itu dan hanya suaranya yang terlalu keras memanggil dirinya. Melihat sang istri kesulitan menegakkan badan, Asher gegas
“Hanna, apakah aku-”Hanna berjalan melewati Simon dan tak ingin mendengar penjelasan apa pun sekarang. Dia masih kecewa karena ternyata hanya dirinya yang menganggap Simon sebagai keluarga.Simon mengusap wajah dengan kasar, lalu berbalik menyusul Hanna. “Aku harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.”Hanna sudah hampir masuk ke mobil sambil bercakap-cakap dengan Laura. Melihat cara bicara Laura yang sambil melihat dirinya, Simon takut jika Hanna mengadukannya.Simon tak berani mendekat. Kemudian masuk ke pintu mobil di arah yang berlawanan dari mereka.Dalam perjalanan ke tempat wisata lain, Hanna sekali pun tak melihat Simon. Saat mengurus Claus dan Collin yang duduk di antara mereka dan harus menghadap Simon, Hanna selalu menunduk atau melihat ke arah lain.Hanna benar-benar mengacuhkan Simon sampai hari berikutnya. Dia selalu berkumpul dengan orang lain dan enggan duduk hanya berdua dengan Simon ketika mengasuh Claus dan Collin.Simon tak tahan lagi! Hari ketiga liburan merek
Di atas pantai pasir putih yang indah, Simon sedang tertelap dan ditemani wanita yang merupakan pelayan setia putri semata wayangnya. Hanna menggeser payung besar yang menghalau sinar matahari agar tubuh Simon tak kepanasan.“Tuan Simon sedang mimpi apa? Kenapa bibirnya bergerak-gerak begitu?” gumam Hanna selagi memperhatikan wajah Simon.Simon berdecap-decap sambil tersenyum, kemudian bergumam dalam tidurnya, “Kita akan menikah ….”Hanna terkekeh geli. “Kau sudah menikah dua kali, Tuan. Saat ini, kau pasti sedang memimpikan Nyonya Callista.”“Menikah … Hanna ….” Simon kembali bergumam-gumam, membuat pemilik nama itu terkesiap.Gumaman Simon setelahnya semakin jelas. Wajah Hanna menegang ketika bibir Simon mengucap namanya berulang kali.Hanna segera berlari meninggalkan Simon sambil menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, seakan-akan tak tahan untuk meneriakkan sesuatu. ‘Apa yang baru saja aku dengar?’ batin Hanna.Selama ini, Simon selalu menganggap Hanna sebagai putrinya. Setid
Makan malam semalam menjadi peristiwa memalukan bagi Rachel. Dia tak sadar, Alan ternyata membuat lukisan cinta di sekujur tubuhnya. Hingga dirinya enggan keluar dari kamar. Sayangnya, hari ini Rachel harus menjadi pemandu untuk para tamu istimewa yang datang dari luar negeri. Dia sudah berjanji akan mengajak Laura dan Emma jalan-jalan di tempat-tempat indah di sana. “Rachel, kau tidak perlu ikut dengan kami. Sepertinya, suamimu masih mengantuk ….” Laura menyenggol lengan Rachel dari belakang sambil terkekeh pelan dan melirik ke arah Alan yang menguap lebar. “Kak Alan pasti begadang semalaman.” Emma ikut menggoda kakak iparnya. Wajah Rachel merah padam mendengar para wanita itu menggodanya. “Sebentar lagi kita sampai di pantai. Kalian pasti akan menyukainya.” Rachel buru-buru mengalihkan pembicaraan. Awalnya, Emma masih ingin menggoda Rachel. Namun, setelah melihat pemandangan indah di depannya, dia urung melakukannya. Emma segera menghampiri suami dan putrinya dan mereka berpisah
Melihat peluh di wajah Alan dan tercium bau familier dari tubuhnya, Rangga menjadi sangat sedih. Alan ternyata telah mendapatkan sang putri kesayangan. Rangga tak bisa menatap Alan, bukan karena membencinya, tetapi hatinya terasa aneh. Anak yang dulu selalu melompat ke sana kemari itu, kini telah sepenuhnya menjadi wanita dewasa dan dimiliki pria itu. “Aku akan memanggil Rachel dulu, Ayah. Kami akan segera menyusul!” seru Alan pada Rangga yang tak berbalik atau menjawab dirinya. “Kau seharusnya melakukan itu nanti malam …. Namanya juga malam pertama. Sekarang masih terbilang sore. Aneh kalau disebut sore pertama, bukan?” celetuk Nevan, lalu tertawa pelan. Alan memutar bola mata. “Kami tinggal mengulangi lagi nanti. Lalu, apa yang membawamu kemari?” Tawa Nevan menghilang. Dia sebenarnya hanya ingin mengajak Hillary makan makan bersama keluarga besarnya meski Asher dan Laura juga diundang sebagai tamu kehormatan. Tetapi, dia ingin sedikit menggoda Hillary dengan menuntunnya ke area
Alan dan Rachel sangat antusias dan bahagia menjelang pernikahan mereka. Namun, setelah menjadi pasangan resmi, mereka justru berjauhan di dalam kamar hotel.“Kau tidak jadi mandi?” tanya Alan dengan mata yang tertuju ke arah lain.Alan beberapa kali mengibaskan kerah kemeja seperti orang kepanasan meski ruangan terasa sejuk. Sementara Rachel duduk sambil menekan-nekan asal layar ponselnya. “Sebentar lagi,” balas Rachel datar dan berusaha tenang.Sejak acara pernikahan usai, Rachel ingin segera mandi. Namun, setelah sampai di kamar, dia justru sangat gugup berhadapan dengan sang suami selama hampir setengah jam.Tak tahan lagi, Rachel meletakkan ponsel dan menuju kamar mandi. Alan melirik-lirik sambil bersenandung tak jelas seraya menatap luar jendela.Dia melihat pintu kamar mandi dari pantulan kaca jendela. Rachel menutup pintu setelah melihat dirinya.Alan akhirnya bisa duduk di sofa sambil menghela napas panjang.“Malam pertama kami … akan seperti apa?” gumam Alan sambil membayang