Selamat Natal ... bagi teman-teman yang merayakan 🎄☃️
Telinga Jake berkedut-kedut mendengar suara menggoda gadis di hadapannya. ‘Carla mau melakukan itu sekarang?’ Seperti pria yang hendak pergi ke medan perang, semangat Jake meluap-luap. Pria mana yang akan menolak tawaran menggiurkan itu? Jake langsung mendekati Carla. Dia menarik pergelangan tangan Carla hingga bangun, lalu membimbingnya ke kamar gadis itu. ‘Tunggu … Dave bisa pulang sewaktu-waktu,’ batin Jake. Masa bodoh! Ketika sampai di kamar itu, Jake langsung mengunci pintu. Carla tersentak dan menunduk. Jake berbalik dan langsung mengusap rambut Carla, menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Kemudian melepaskan kancing kemejanya sendiri. Mata Carla bergerak naik-turun dari dada Jake ke wajahnya berulang-ulang. “Kenapa kau melepas baju?” “Bagaimana kita bisa melakukan itu kalau masih memakai pakaian?” Jake menggoda Carla dengan bibirnya yang mengambang di depan wajah gadis itu. Suaranya rendah dan sedikit berbisik, membuat wajah Carla semakin merah padam. Akan tetapi,
“Oh, kalian semua berkumpul di sini. Wah, Emma sudah pulang rupanya.” Ariana mengambil barangnya yang terjatuh. “Nyonya Ariana ...,” sapa Emma canggung. “Kau membuatku kaget.” Ariana seolah tak mendengar kata-kata Jake barusan. “Kau banyak sekali berubah.” Emma tersenyum kikuk. “Ya, di sana cuacanya lumayan panas.” Mereka terdiam, tak tahu harus bicara apa lagi. Semua orang tahu jika Ariana sering mengamati Jake Wilson dan menduga bahwa dia menyukai pria itu. “Aku membelikan baju untuk Claus dan Collin. Aku akan menaruhnya di kamar mereka.” Ariana sekalian pamit pulang. “Terima kasih, Oma Joanna, sudah mengantarku belanja.” Joanna terlihat seperti orang yang telah berbuat dosa besar pada Ariana. Dia menepuk lembut punggung Ariana sambil mengangguk dengan senyuman. Asher mengikuti kakaknya menuju kamar si kembar. “Kau mendengar ucapan Jake?” tanya Asher, di saat mereka sampai di kamar. “Ya,” jawab Ariana sambil mengeluarkan barang belanjaan dan menatanya di meja. “Apa ini cukup
“Oma, Carla punya dua adik yang masih sekolah. Sejak orang tuanya meninggal, Carla jadi tulang punggung keluarga. Dia sangat dewasa, dan aku yakin dia bisa menjadi istri yang baik untuk Paman Jake.” Laura terpaksa ikut campur karena Paman dan omanya terlihat diliputi amarah. “Dia juga sangat bertanggung jawab pada pekerjaannya. Bayangkan saja, Oma, banyak sekali perempuan di luar sana dengan usia matang, tetapi masih sering bertingkah kekanakan,” lanjutnya. Asher Smith menatap Laura kecewa. “Diam saja kau, Sayang,” geram Asher tertahan. “Laura benar. Apa Mama lebih suka aku menikah dengan sembarang wanita, yang bisa saja hanya ingin mengincar hartaku?” Jake senang keponakannya sangat pengertian. Joanna tetap tak setuju dengan rencana itu. Masih ada perempuan usia matang yang lebih cocok dengan Jake, contohnya Ariana. “Aku tahu, Mama ingin aku menikah dengan Kak Ariana, bukan?” Jake sengaja memanggil Ariana dengan sebutan itu agar Joanna ingat jika Ariana tak lagi muda, juga merupa
Simon lekas membopong Joanna menuju kamarnya. Berteriak kepada pelayan untuk memanggilkan dokter segera. “Apa yang terjadi? Kenapa Mama tiba-tiba pingsan? Apa karena kata-kataku?” Simon sibuk menghubungi Jake yang tak kunjung mengangkat telepon. Sementara itu, kesadaran Joanna telah kembali. Dia dapat melihat keresahan Simon lebih jelas sekarang, bukan hanya sekedar sandiwara. Simon mondar-mandir di dekat ranjang dengan ponsel melekat di telinga. “Ke mana kau Jake?” gumam Simon. Joanna mungkin baru paham alasan Callista bisa tergila-gila kepada pria itu. Simon sebenarnya sangat pengertian dan hangat kepada keluarga, jika bukan karena pengaruh orang-orang yang memfitnah Callista. Sayangnya, kematian Callista masih belum dapat diterima sepenuhnya sehingga dia tak bisa membuka hati atau sekedar bersikap baik kepada Simon. Saat ini pun, Joanna masih memejamkan mata, tak mau mendengar kekhawatiran Simon, yang mungkin dapat melunakkan hatinya, dan akan membuatnya lupa pada penderitaan C
Jake Wilson, pria yang mengenakan setelan mahal dan sepatu kulit mengilat, saat ini sedang duduk di sudut pasar. Dia menanti Carla selesai bekerja dengan sabar. Beberapa orang menatap Jake keheranan. Bukan hanya penampilan yang menarik perhatian, Jake sejak tadi senyum-senyum sendirian. Dari kejauhan, Carla tampak begitu indah di tengah-tengah daging yang menggantung di tokonya. Terkadang, Jake mengernyit sebal ketika melihat beberapa pria menggoda kekasihnya. “Kurang ajar!” geram Jake. “Tuan, bisakah kau pergi dari depan tokoku? Kau menakuti semua orang yang mau membeli di sini!” usir pria si pemilik kursi yang diduduki Jake. Jake mengambil beberapa lembar uang dari dompetnya. Dia bahkan tak menghitung jumlahnya, lalu memberikan kepada pemilik toko itu. Tatapannya hanya fokus pada sang gadis yang telah mengisi hatinya. “Jangan berisik selama aku duduk di sini!” kecam Jake. Pemilik toko itu langsung merebut uang dari tangan Jake dengan wajah berseri-seri. “Silakan duduk di sini
Beberapa jam sebelum Alan pergi ke toko daging Paulo, Hillary tiba-tiba datang menemui Alan di kantor. Menimbulkan keributan karena dia meminta langsung pada atasan Alan supaya bisa membawa pria itu pergi saat jam kerja. “Enak sekali kau mau putus sekarang! Tugasmu sebagai calon tunanganku masih banyak, Alan Ruiz!” sergah Hillary sambil berkacak pinggang. Sudah minggu lalu Alan memutuskan pertunangan dengan Hillary. Karena wanita itu sedang sibuk dan banyak pergi ke luar kota, Alan hanya menyampaikan kepada orang tua Hillary. Tak ada yang memedulikan hubungan mereka, di mana orang tua kedua pasangan itu tahu jika pertunangan mereka hanya sebagian dari rencana Asher untuk mendapatkan Laura. “Terserah kau. Aku sudah bilang kepada orang tuamu. Mau kau suka atau tidak, hubungan kita sudah berakhir. Lagi pula, ada wanita yang ingin aku dekati.” Alan sedikit pun tak mau melihat Hillary. Wanita itu dua kali memporak-porandakan hubungannya dengan wanita. Alan sebenarnya ingin memutuskan h
Carla membicarakan masa depan bersama Jake dengan santai karena berpikir bahwa mereka hanya sedang berangan-angan. Namun, betapa terkejut dirinya ketika Jake membelokkan pembicaraan mereka secara drastis, dengan lamaran yang mengejutkan. Jake mencium bibir Carla yang sedikit terbuka. Betapa lucunya wajah terkejut Carla sekarang di mata Jake. Dia memang sengaja bicara santai agar suasana tak tegang dan terkesan formal. Namun, Carla ternyata tetap sangat kaget dan gugup. “Apa kau berubah pikiran dan tidak mau menikah denganku?” Jake mencium singkat bibir Carla sekali lagi untuk membangunkan gadis itu dari keterkejutan. “K-kau ... bagaimana bisa kau lincah sekali mengubah topik pembicaraan?” Jake tersenyum ringan sambil menggosok hidungnya. “Lalu apa jawabanmu?” Wajah Carla bersemu merah selagi menyodorkan telapak tangan yang mengarah ke bawah. “Pakaikan.” Dia berpaling muka begitu mengatakannya. Jake menyelipkan cincin di jari manis Carla secara perlahan. “Kau juga perlu memakaik
Jake Wilson kini terang-terangan mengantarkan Carla ke tempat kerja. Pria penjaga toko yang dijumpainya kemarin, melambaikan tangan ke arahnya dengan ceria. “Kau mengenal orang itu?” “Oh, aku pernah bertemu dengannya saat menunggumu pulang kerja kemarin.” Jake tak berniat menyembunyikan perbuatannya. Lagi pula, dia memang mencintai Carla dan ingin selalu melihatnya. Tak perlu malu ataupun tak mau mengakui bahwa dirinyalah yang mengejar cinta Carla. Jake Wilson bukanlah Asher Smith. “Kau menungguku? Kenapa tidak langsung menemuiku saja?” Carla berlagak tak tahu. Dalam hati, dia sangat senang karena Jake pria jujur dan berterus terang. “Aku tidak mau mengganggumu bekerja.” Jake mengusap lembut rambut Carla tatkala mereka sampai di depan toko daging. “Telepon aku kalau sudah pulang. Nanti malam, kita akan menemui mamaku untuk membicarakan pernikahan kita.” DEG! Carla terkejut bukan main. Kenapa secepat ini Jake mengajaknya bicara dengan Joanna? Dia perlu menata hati dan bersiap un