Kena penyakit campak si Gilda
“Apa?!” jerit Gilda. “Sayang, apa maksud ucapanmu barusan? Maaf, aku kurang paham.” Gilda tak mungkin memercayai ucapan dan raut muka yang ditunjukkan Shane barusan. Shane terlihat sinis dan jelas-jelas menolak permintaannya.Pasti dirinya hanya berhalusinasi, pikiran Gilda.“Bagus kalau kita tidak bisa bertemu lagi. Jalanilah hukumanmu dengan baik. Aku dengar, hukumanmu akan dikurangi jika kau menyerahkan diri.” Shane menjelaskan panjang lebar maksudnya. Gilda menggelengkan kepala tak percaya. Mulutnya terbuka lebar, seakan melihat pria di depannya seperti bukan seseorang yang dikenalnya. Kenapa Shane tiba-tiba berubah? Seharusnya tidak seperti itu!“Kau tega melihatku menderita di penjara?” Air mata mulai berlinang di pipi Gilda. Bukan hanya untuk mengambil simpati dan rasa bersalah Shane, dia menangis karena takut jika Shane benar-benar tak mau menggantikan dirinya masuk penjara. Shane merupakan satu-satunya orang yang dapat Gilda manfaatkan sekarang. Gilda berusaha keras meya
“Apa?! Bagaimana bisa orang itu tiba-tiba masuk rumah sakit?!” Asher sampai berdiri dan melepaskan tangan Laura sambil menyambar ponselnya. ‘Maaf, Tuan. Kami datang terlambat. Gilda sudah sampai di sana lebih dulu dan berusaha mencelakainya. Saya sudah mendapat bukti rekaman CCTV. Untuk sementara, kita gunakan kasus itu terlebih dahulu untuk menuntutnya.’ “Lakukan segala cara untuk membuat orang itu hidup walaupun hanya lima menit, agar kita bisa merekam ucapannya dan membongkar rahasianya dengan Gilda,” perintah Asher.Laura yang tadinya bersemangat, mendadak lesu. Gilda benar-benar melarikan diri seperti dugaannya. Cara Asher dan Callista tak akan pernah berhasil melawan ular berbisa seperti Gilda. Bahkan, ular pun tak akan mau disamakan dengannya.Sebelumnya, Laura sudah menebaknya. Wanita licik seperti Gilda pasti akan memiliki seribu cara untuk berkelit dari tanggung jawab atau hukum.“Jangan cemas, Sayang. Kita harus bersabar untuk menangkap penjahat besar sepertinya.” Asher m
“Jake, kau tidak bisa seenaknya main hakim sendiri di negara ini. Kau bisa membuat Oma Joanna kecewa dan khawatir.” Bicara keras dengan Jake tak akan mengubah keadaan. Asher tahu itu. Asher melakukan pendekatan lain, bicara sebagai teman Jake. Mungkin, Jake bisa sedikit melunakkan hatinya yang diselimuti dendam.“Kau diam saja keponakan. Aku tidak akan melakukan sesuatu tanpa pertimbangan matang.” “Lalu apa yang akan kau lakukan padanya? Membunuhnya? Kau tidak akan mendapat apa pun setelah melakukannya, kecuali hukuman.” “Kau tidak akan pernah tahu karena bukan kau yang kehilangan keluarga dekatmu. Jika kau yang berada di posisiku sekarang, aku yakin kau pasti akan menyiksa orang-orang itu lebih kejam dariku dan tanpa ampun.” Asher tak bisa membantah ucapan Jake. Dia memang hanya membayangkan dari posisi Laura. Namun, dia sendiri tak pernah mengalami kejadian serupa.Jake menghela napas singkat. Dia menepuk pundak Asher selagi berbalik masuk ke dalam rumah. Tampaknya, Jake tak ing
Dengan ekspresi yang ditunjukkan sang dokter, tak ada satu pun yang merasa tak khawatir. Bahkan, Joanna terlihat tak rela jika Simon meninggal sebelum membayar karma atas perbuatan buruknya selama bersama Callista. Apalagi Laura, anak kandung Simon. Kaki Laura sampai terasa lemas dan seakan kehilangan tempat berpijak. Apakah ayahnya sudah tiada? Dia segera menggenggam kenop pintu untuk mencegah dirinya terjatuh. “Maaf, kami tidak membawa alat yang lengkap. Kita harus segera membawa Tuan Simon Hartley ke rumah sakit, Tuan. Detak jantungnya sangat lemah. Kemungkinan besar, efek samping dari obat-obatan itu masih ada,” terang dokter. Laura merasakan dadanya berdesir. Beban di hatinya sedikit terangkat tatkala mendengar penjelasan dokter. Ketakutan melihat kematian Simon sirna begitu saja. Setidaknya, Simon belum mati. Laura dapat membenci Simon lebih lama lagi, begitu pikir Laura, tetapi tidak dengan kata hatinya.“Bisa dipindahkan dengan mobil?” tanya Asher. Tak bisa dipungkiri, As
“Lalu bagaimana kondisinya sekarang?”Dokter itu menghela napas. “Semoga malam ini Tuan Simon dapat melewati masa kritisnya. Kandungan obat itu sangat pekat, artinya bukan hanya satu atau dua obat yang ditelannya.”Asher tahu makna tersirat dari ucapan dokter itu. Jika Simon tak berhasil bertahan, kemungkinan besar mereka akan kehilangan Simon.Dia pernah melihat kakeknya meninggal. Ayah dari Adam itu juga komat-kamit seperti Simon, menyebutkan semua keluarga terkasihnya sebelum beristirahat untuk selamanya.“Jika Anda punya waktu, saya minta kerja samanya untuk menyelidiki tentang obat tersebut pada pihak berwajib, Tuan Smith. Kandungannya sangat berbahaya. Jika dikonsumsi terus-menerus dapat mengakibatkan cacat otak atau kematian.”Seperti Callista ....“Baiklah. Sekarang sudah larut malam. Anda bisa menghubungi saya besok. Saya juga ingin menemukan pengedar obat terlarang itu.”Di luar ruangan dokter Adam sudah menunggu Asher. Mereka berdua mendiskusikan masalah tersebut dengan sang
“Apa maksudmu?” Tak hanya Asher, Laura yang menguping pembicaraan mereka pun ikut terkejut. “Kau pasti mengira hanya Laura yang mengatakan tentang hasil lab obat itu, bukan?” Mata Laura melebar. Hampir saja dia melompat dari tempat persembunyian untuk menutup mulut Jake. Jake sudah berjanji padanya untuk merahasiakan itu semua dari Asher. Bisa-biasanya Jake mengatakan rahasia mereka tanpa rasa bersalah sedikit pun! Laura takut setengah mati jika Asher akan kecewa padanya. Mereka sudah sepakat untuk merahasiakan obat itu dari semua orang.“Aku selalu tahu apa yang istriku lakukan.” Asher yang tahu Laura sedang mendengar percakapan itu, sebisa mungkin tak akan membuat Laura merasa bersalah karena telah mengkhianati kepercayaannya. Saat ini, Asher tak ingin membuat Laura tertekan karena egonya. Dia ingin fokus memperbaiki hubungan Laura dan Simon.Lagi pula, selama Laura tidak selingkuh atau merayu pria lain, Asher tak mempermasalahkan. Terkadang, dia juga menyembunyikan sesuatu dari
"Aku … apa yang terjadi?" Laura terkejut sekaligus bingung. Apakah Asher menipunya saat mengatakan kondisi Simon? Namun, Laura dapat melihat bahwa Simon tak sedang bersandiwara. Mungkin, Simon benar-benar terbangun karena mendengar suaranya. Entah benar atau tidaknya keajaiban itu, Laura menghela napas lega. Dia tak terlambat untuk bicara dengan ayahnya. “Baiklah jika kau tidak mau memaafkan Papa, setidaknya kau masih mau menganggap Papa. Tidak apa-apa, Laura. Papa sangat senang kau mau datang ke sini.” Laura menggelengkan kepala sambil menghapus air mata di pipinya.“Aku … aku butuh waktu. Tidak semudah itu melupakan semua yang telah kau lakukan padaku.” Simon mengangguk lemah. Air mata masih mengalir deras di pipi Simon. Laura mengambilkan tisu, lalu menyekanya dengan lembut. Di luar kamar itu, Theo melihat dokter yang menangani Simon mendekat dari kejauhan. Dia langsung berbisik kepada Asher untuk membantunya mengambil semua alat-alat medis yang Theo pinjam dari salah satu pe
Suasana jadi menegangkan di antara mereka. Asher senang jika sekarang Laura lebih berani menyuarakan isi hatinya. Namun, Asher tetap tak suka Laura membantah atau bersikap menantangnya. Laura seakan tak menghargai dirinya. “Aku sudah menceritakan tentang masa laluku. Tapi, kau sekarang tidak mau menceritakan tentang masa lalumu? Seperti itu kau bilang adil?” Asher bertanya dengan suara penuh penekanan. Laura tahu Asher tersinggung. Tetapi, dia tak akan mundur. Tak ada gunanya memberi tahu Asher tentang sosok pemuda itu. “Adil sekali,” balas Laura seraya menatap manik mata hitam itu secara intens. “Kau-” ucapan Asher terhenti oleh suara dari ponselnya. Melihat Theo menghubungi dirinya, Asher gegas menerima panggilan. “Ada apa?” Bahkan, nada bicara Asher belum kembali normal ketika bicara dengan Theo. ‘Maaf, Tuan, apa saya mengganggu Anda?’ “Katakan saja keperluanmu menelepon malam-malam!” ‘Lokasi wanita itu sudah ditemukan. Tuan Jake sedang menuju ke sana, Tuan. Saya membutuhka