Baru tau, Lau?
“Sudah sepuluh menit, Sayang … kita pulang sekarang,” panggil Asher tanpa beranjak dari tempatnya. Laura masih tercengang melihat Nora yang tiba-tiba memeluk Victor dari belakang. Dia hanya mendengar suara Asher, tetapi fokus melihat ke depan. Tanpa malu dilihat banyak orang, Nora menggesekkan tubuhnya pada Victor untuk memuaskan gairah yang meledak-ledak. “Tuan Victor, apa kau tidak menginginkanku?” tanya Nora dengan nada menggoda. Victor mendorong Nora tanpa belas kasihan hingga terjatuh di lantai. Salah satu wanita mengambil kain seadanya untuk menutupi tubuh Nora. Namun, Nora tetap maju untuk mendekati satu-satunya pria di dalam ruangan itu. Rasa panas di tubuh Nora memutuskan urat malunya. Yang dia inginkan hanyalah kepuasan.“Apa kau gila? Siapa kau berani menyentuhku? Pasti ada seseorang yang telah menjebakku!” bentak Victor sambil masih berusaha menjauhi Nora. Abigail menggeleng-geleng pelan dengan meneteskan air mata. “Cukup, Vic! Semua orang di sini adalah saksi perselin
“Oh, lucu sekali Claus dan Collin. Matanya begitu indah seperti mama mereka,” puji Abigail. Seminggu telah berlalu setelah kejadian di pesta ulang tahun Abigail. Dia datang mengunjungi Laura begitu menyelesaikan proses perceraian dengan Victor. “Mereka lucu mirip sekali dengan papanya.” Laura mengulum senyum. Dia selalu senang mendengar setiap pujian yang dilontarkan pada bayi kembarnya. “Ah … i-iya … Asher Smith sangat lucu.” Abigail tersenyum canggung. Setiap ada kesempatan, Laura selalu bilang jika Asher lucu dan menggemaskan. Tak ada satu pun wanita yang menganggap Asher Smith lucu, kecuali Laura. Asher memang pria tampan, matang, dan berkarisma. Sayangnya, tak banyak orang yang pernah melihatnya tertawa atau bertingkah menggemaskan selain istrinya.“Bagaimana kabar wanita itu?” Laura merujuk pada Nora. Sejak kejadian di pesta, Laura tak mendengar apa pun lagi tentang Nora. Wanita itu menghilang bak ditelan bumi. Bahkan, Nora tak pernah memberi kabar pada sang ayah tiri.“Kau
“Rumah apa maksudmu?” Laura tak menemukan satu pun ingatan tentang rumah yang dimaksudkan ayahnya. Mungkin karena waktu yang lama berlalu, atau karena Simon yang telah memberikan banyak kenangan pahit untuknya. Sehingga Laura tanpa sadar melupakan beberapa hal-hal kecil lainnya.“Ya sudah kalau tidak ingat. Tidak terlalu penting.” Laura mengerutkan kening. Dia tahu jika Simon berbohong padanya. Pasti ada sesuatu di rumah itu yang membuat Simon gelisah. “Ada apa dengan rumah itu?! Jangan membuat orang lain bingung!” Simon menghela napas dan memperluas kesabarannya setiap kali mendengar nada suara Laura yang masih jelas memusuhi dirinya. “Kau dulu tidak mau keluar dari rumah itu sampai menangis dan jatuh sakit. Letaknya ada di halaman belakang kita yang dekat dengan rumah tetangga.” Laura mengais kenangan yang disebutkan Simon, tetapi dia tak ingat sama sekali. Apakah ada sesuatu yang spesial di sana hingga membuatnya menangis hingga jatuh sakit? Apakah ada kenangan pahit bersama i
“Carlos!” Laura ingin masuk, tetapi takut ketika mendengar Carlos berteriak. Dia malah berjalan mundur dan siap-siap berlari jika terjadi sesuatu di dalam. “Tuan Asher! Anda mengagetkan saya! Kenapa tiba-tiba berdiri di depan saya?!” seru Carlos. Asher? Laura langsung lari masuk ke dalam. Lampu pun menyala sesaat kemudian. Carlos terlihat mengurut dada berulang-ulang dan Asher sedang berada di sudut ruangan, di dekat sakelar lampu. “Aku akan keluar, kau saja yang tidak melihatku.” Asher berdecak-decak melihat tingkah Carlos yang menurutnya berlebihan. Carlos tak dapat memprotes lagi jika Asher sudah menatap tajam dirinya. Dia segera pamit keluar setelah tahu bahwa tempat itu tidak berbahaya bagi Laura. “Bagaimana kau bisa masuk ke sini, Sayang? Tuan Martin, orang yang menjaga tempat ini baru saja memberiku kuncinya.” Laura memperlihatkan kunci itu.Asher mengangkat singkat kedua bahunya. “Pintunya tidak terkunci saat aku datang ke sini.” Laura ikut masuk di dalam. Dia melihat di
“Siapa itu, Sayang?” Laura gegas memakai pakaian, begitu pula dengan Asher. Setelah memastikan Laura berpakaian lengkap, Asher beranjak ke depan dan membuka pintu. Seorang pria berperawakan jangkung dan bertubuh atletis yang mengenakan hoodie gelap telah berdiri di sana. “Siapa kau? Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Asher dingin. Pria itu menurunkan tudung kepala yang menutupi rambut piringnya. “Aku Mark, pemilik rumah itu.” Mark menunjuk rumah sebelah, lalu kembali melihat ke dalam. Sementara Asher sengaja menghalangi pria itu melihat-lihat ke dalam.Namun, Mark telah melihat ada wanita di dalam walaupun tak jelas melihat wajahnya. Laura juga gegas pindah di tempat yang tak dapat terlihat dari arah pintu.Mark menatap Asher dengan salah satu alis terangkat. Sepertinya tahu apa yang baru saja terjadi di dalam sana. “Maaf, aku tidak bermaksud mengganggu kalian. Aku hanya ingin mencari gudang milikku. Kupikir ada di sini.” “Apa rumah ini terlihat mirip seperti gudang?” tanya Ash
“Ya, namaku Laura. Astaga … aku lupa memperkenalkan diri. Bagaimana kau bisa mengenalku?” Laura tak ingat pernah mengenal pria bernama Mark itu. “Maaf, ingatan masa kecilku tidak begitu bagus … apa kita pernah bertemu sebelumnya?” Mark kembali tenang setelah memperlihatkan wajah terkejut yang begitu jelas. “Tidak … aku hanya pernah mendengar namamu saja. Dari kakakku … mungkin kau mengenalnya.” Rasa lega di hati Laura hanya sekejap saja. Apakah kakak Mark adalah remaja dalam ingatannya? Entahlah … yang penting, pria itu tak ada di sini sekarang. Asher bisa mencari gara-gara jika muncul pria yang dia yakini sebagai cinta pertama Laura.“Aku tidak begitu ingat masa-masa kecilku di sini.” Laura mengulang pernyataannya.“Kau mungkin bisa mengingatnya nanti. Kakakku akan datang dua hari lagi. Keluarga kami tinggal di negara lain dan selalu datang ke sini setiap kali berkunjung.” DEG! Jantung Laura seperti berhenti mendadak. Sedetik kemudian, dia merasakan dadanya berdebar hebat. Bagai
Mark sedang duduk di bangku samping rumah. Dia tampak sibuk mengetikkan sesuatu di ponsel, bahkan tak tahu ada dua makhluk lain di balik jendela yang jaraknya cukup jauh dengannya.Justru suara Asher dan Laura bicara keras yang membuatnya sadar. Dia tiba-tiba berpaling ke arah jendela saat melihat siluet bergerak di dalam. Meskipun jendela kaca itu terpantul sinar matahari sehingga mengaburkan penglihatan Mark, dia masih bisa sedikit melihat Asher berjalan tanpa busana ke arah jendela. Kening Mark berkerut, memastikan dia tak salah melihatnya.“Tidak mungkin!” Laura spontan menutup tubuh Asher bagian bawah yang tak memakai apa pun. “Aku tadi bahkan tidak lihat ada Mark di luar, Sayang.” Asher melepaskan tangan Laura dari miliknya. Dengan penuh percaya diri, pria itu berjalan ke arah jendela untuk menutup tirai rapat-rapat. Entah dia hanya ingin memamerkan miliknya yang perkasa atau untuk membuat Mark cemburu … hanya Asher yang tahu. Biarpun belum tentu Mark memiliki perasaan khusus
Pagi-pagi buta, Laura melihat Asher tidur dengan ponsel di wajahnya. Dia mengambil ponsel itu dan meletakkan di nakas. Tak sempat melihat apa yang membuat Asher betah semalaman mengamati layar ponsel. Laura harus segera menyusui Claus dan Collin, lalu memandikan mereka di ruang sebelah bersama Hanna. “Tuan Asher belum bangun, Nyonya? Apa kita akan jalan-jalan berdua saja? Sekarang sudah ada Alaina dan Alanis yang bisa membantu saya membuat sarapan.” Hanna berharap Asher tak usah ikut dengan mereka. Rasanya tak nyaman mengikuti orang yang gemar bermesraan.“Asher sedang lelah sepertinya. Biasanya dia bangun lebih dulu, tapi sekarang masih tidur nyenyak. Mari kita jalan-jalan sebentar setelah ini.” Dengan dikawal dua pengawal. Laura dan Hanna mendorong kereta bayi yang terpisah. Biasanya Laura menggunakan satu kereta bayi besar untuk bayi kembar, tetapi Claus dan Collin sudah bisa bertengkar kecil, yang berakhir dengan salah satu dari mereka menangis. Dari arah yang berlawanan, tam