Jangan bilang … Carlos takut kecoa?!
“Carlos!” Laura ingin masuk, tetapi takut ketika mendengar Carlos berteriak. Dia malah berjalan mundur dan siap-siap berlari jika terjadi sesuatu di dalam. “Tuan Asher! Anda mengagetkan saya! Kenapa tiba-tiba berdiri di depan saya?!” seru Carlos. Asher? Laura langsung lari masuk ke dalam. Lampu pun menyala sesaat kemudian. Carlos terlihat mengurut dada berulang-ulang dan Asher sedang berada di sudut ruangan, di dekat sakelar lampu. “Aku akan keluar, kau saja yang tidak melihatku.” Asher berdecak-decak melihat tingkah Carlos yang menurutnya berlebihan. Carlos tak dapat memprotes lagi jika Asher sudah menatap tajam dirinya. Dia segera pamit keluar setelah tahu bahwa tempat itu tidak berbahaya bagi Laura. “Bagaimana kau bisa masuk ke sini, Sayang? Tuan Martin, orang yang menjaga tempat ini baru saja memberiku kuncinya.” Laura memperlihatkan kunci itu.Asher mengangkat singkat kedua bahunya. “Pintunya tidak terkunci saat aku datang ke sini.” Laura ikut masuk di dalam. Dia melihat di
“Siapa itu, Sayang?” Laura gegas memakai pakaian, begitu pula dengan Asher. Setelah memastikan Laura berpakaian lengkap, Asher beranjak ke depan dan membuka pintu. Seorang pria berperawakan jangkung dan bertubuh atletis yang mengenakan hoodie gelap telah berdiri di sana. “Siapa kau? Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Asher dingin. Pria itu menurunkan tudung kepala yang menutupi rambut piringnya. “Aku Mark, pemilik rumah itu.” Mark menunjuk rumah sebelah, lalu kembali melihat ke dalam. Sementara Asher sengaja menghalangi pria itu melihat-lihat ke dalam.Namun, Mark telah melihat ada wanita di dalam walaupun tak jelas melihat wajahnya. Laura juga gegas pindah di tempat yang tak dapat terlihat dari arah pintu.Mark menatap Asher dengan salah satu alis terangkat. Sepertinya tahu apa yang baru saja terjadi di dalam sana. “Maaf, aku tidak bermaksud mengganggu kalian. Aku hanya ingin mencari gudang milikku. Kupikir ada di sini.” “Apa rumah ini terlihat mirip seperti gudang?” tanya Ash
“Ya, namaku Laura. Astaga … aku lupa memperkenalkan diri. Bagaimana kau bisa mengenalku?” Laura tak ingat pernah mengenal pria bernama Mark itu. “Maaf, ingatan masa kecilku tidak begitu bagus … apa kita pernah bertemu sebelumnya?” Mark kembali tenang setelah memperlihatkan wajah terkejut yang begitu jelas. “Tidak … aku hanya pernah mendengar namamu saja. Dari kakakku … mungkin kau mengenalnya.” Rasa lega di hati Laura hanya sekejap saja. Apakah kakak Mark adalah remaja dalam ingatannya? Entahlah … yang penting, pria itu tak ada di sini sekarang. Asher bisa mencari gara-gara jika muncul pria yang dia yakini sebagai cinta pertama Laura.“Aku tidak begitu ingat masa-masa kecilku di sini.” Laura mengulang pernyataannya.“Kau mungkin bisa mengingatnya nanti. Kakakku akan datang dua hari lagi. Keluarga kami tinggal di negara lain dan selalu datang ke sini setiap kali berkunjung.” DEG! Jantung Laura seperti berhenti mendadak. Sedetik kemudian, dia merasakan dadanya berdebar hebat. Bagai
Mark sedang duduk di bangku samping rumah. Dia tampak sibuk mengetikkan sesuatu di ponsel, bahkan tak tahu ada dua makhluk lain di balik jendela yang jaraknya cukup jauh dengannya.Justru suara Asher dan Laura bicara keras yang membuatnya sadar. Dia tiba-tiba berpaling ke arah jendela saat melihat siluet bergerak di dalam. Meskipun jendela kaca itu terpantul sinar matahari sehingga mengaburkan penglihatan Mark, dia masih bisa sedikit melihat Asher berjalan tanpa busana ke arah jendela. Kening Mark berkerut, memastikan dia tak salah melihatnya.“Tidak mungkin!” Laura spontan menutup tubuh Asher bagian bawah yang tak memakai apa pun. “Aku tadi bahkan tidak lihat ada Mark di luar, Sayang.” Asher melepaskan tangan Laura dari miliknya. Dengan penuh percaya diri, pria itu berjalan ke arah jendela untuk menutup tirai rapat-rapat. Entah dia hanya ingin memamerkan miliknya yang perkasa atau untuk membuat Mark cemburu … hanya Asher yang tahu. Biarpun belum tentu Mark memiliki perasaan khusus
Pagi-pagi buta, Laura melihat Asher tidur dengan ponsel di wajahnya. Dia mengambil ponsel itu dan meletakkan di nakas. Tak sempat melihat apa yang membuat Asher betah semalaman mengamati layar ponsel. Laura harus segera menyusui Claus dan Collin, lalu memandikan mereka di ruang sebelah bersama Hanna. “Tuan Asher belum bangun, Nyonya? Apa kita akan jalan-jalan berdua saja? Sekarang sudah ada Alaina dan Alanis yang bisa membantu saya membuat sarapan.” Hanna berharap Asher tak usah ikut dengan mereka. Rasanya tak nyaman mengikuti orang yang gemar bermesraan.“Asher sedang lelah sepertinya. Biasanya dia bangun lebih dulu, tapi sekarang masih tidur nyenyak. Mari kita jalan-jalan sebentar setelah ini.” Dengan dikawal dua pengawal. Laura dan Hanna mendorong kereta bayi yang terpisah. Biasanya Laura menggunakan satu kereta bayi besar untuk bayi kembar, tetapi Claus dan Collin sudah bisa bertengkar kecil, yang berakhir dengan salah satu dari mereka menangis. Dari arah yang berlawanan, tam
Apa pun kata orang, bagi Laura, Asher merupakan suami sempurna. Tak peduli dengan penampilan atau pakaian yang dikenakan Asher, pria itu selalu tampak hebat di matanya. Namun, saat ini Asher lebih memperhatikan penampilan dari biasanya. Laura harus menunggu Asher memasukkan semua produk yang digunakan untuk melindunginya dari penuaan. “Apa kita akan menginap satu minggu?” Laura fokus melihat macam-macam barang yang dimasukkan Asher ke dalam ransel. Banyak barang serupa yang sebenarnya tak perlu dibawa. Asher tetap sibuk mengemasi barang bawaan dan tak sadar oleh sindiran halus istrinya.“Bukankah kau bilang hanya ingin jalan-jalan sampai malam ini saja? Kita tidak bisa meninggalkan Claus dan Collin terlalu lama. Kenapa kau bawa banyak barang yang tidak perlu?” sambung Laura. “Aku tahu. Kau jangan terlalu khawatir. Aku akan mengawasi Claus dan Collin setiap jam sekali dari tempat kita nanti. Lagipula, mereka anak laki-laki dan sudah sepatutnya berani.” “Tapi … mereka masih bayi ….”
“Pertama, kau mengatakan kalau pemuda itu indah. Apa kau tidak puas memiliki suami sepertiku?” tanya Asher dengan nada menyesakkan dada Laura. Wajah Asher sungguh menyiratkan terluka. Sementara Laura tak mengerti kenapa Asher bisa berpikir sejauh itu padanya. “Maksudmu apa? Aku tidak pernah mengatakan Mark indah … kapan aku bilang seperti itu?!” Nada suara Laura meninggi dan bergetar.Mata yang berkaca-kaca haru oleh kejutan indah itu hilang. Berganti rasa sedih karena tak dipercaya dan dituduh suaminya sendiri. Asher boleh cemburu, tetapi tuduhan Asher sudah sangat keterlaluan. Laura tak terima disangka sebagai wanita yang mudah jatuh cinta, sedangkan dia selalu merasa beruntung memiliki suami Asher Smith. “Apa yang kau katakan waktu di depan rumah tadi? Kau bilang, tubuh orang itu indah, bukan?” Laura mengais ingatan beberapa saat lalu. Wajahnya mengernyit karena bingung dengan maksud Asher. Dia tak melihat keberadaan Mark karena terlalu fokus melihat rumah. “Astaga … kenapa ka
Darah di wajah Laura seakan tersedot keluar hingga membuat wanita itu memucat dengan cepat. Detak jantungnya berirama kencang dan tak beraturan tatkala melihat Asher panik dan buru-buru berdiri sambil menggendongnya. “Hampir saja!” seru Asher dengan senyuman lebar. “Kau pikir ini lucu?!” bentak Laura dengan suara bergetar karena ketakutan.Laura sangat takut jika suara patahan kayu itu berasal dari rumah pohon. Ternyata kursi rotan yang mereka duduki tak kuat menampung bobot tubuh mereka berdua hingga hampir patah. “Wajah ketakutanmu memang lucu.” Asher tersenyum kecil.“Aku pikir, kita benar-benar akan jatuh!” “Ugh!” Asher mengerang tertahan. Laura memukul-mukul dada pria yang sedang menggendongnya ke arah ranjang. Gigitan marah sampai membuat pundak Asher memerah dan tercetak bekas gigitan. “Bukankah kau sudah jatuh sejak dulu?” Asher menjeda ucapannya beberapa detik. “Jatuh cinta padaku ….” Laura ternganga tak percaya mendengar kata-kata Asher yang membuatnya semakin merindin