Beranda / CEO / Gelora Hasrat sang Presdir / 177. Potret Keluarga Kecil Bahagia

Share

177. Potret Keluarga Kecil Bahagia

Penulis: VERARI
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
“Rumah apa maksudmu?” Laura tak menemukan satu pun ingatan tentang rumah yang dimaksudkan ayahnya.

Mungkin karena waktu yang lama berlalu, atau karena Simon yang telah memberikan banyak kenangan pahit untuknya. Sehingga Laura tanpa sadar melupakan beberapa hal-hal kecil lainnya.

“Ya sudah kalau tidak ingat. Tidak terlalu penting.”

Laura mengerutkan kening. Dia tahu jika Simon berbohong padanya. Pasti ada sesuatu di rumah itu yang membuat Simon gelisah.

“Ada apa dengan rumah itu?! Jangan membuat orang lain bingung!”

Simon menghela napas dan memperluas kesabarannya setiap kali mendengar nada suara Laura yang masih jelas memusuhi dirinya. “Kau dulu tidak mau keluar dari rumah itu sampai menangis dan jatuh sakit. Letaknya ada di halaman belakang kita yang dekat dengan rumah tetangga.”

Laura mengais kenangan yang disebutkan Simon, tetapi dia tak ingat sama sekali. Apakah ada sesuatu yang spesial di sana hingga membuatnya menangis hingga jatuh sakit?

Apakah ada kenangan pahit bersama i
VERARI

Jangan bilang … Carlos takut kecoa?!

| 9
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Gelora Hasrat sang Presdir   178. Dipaksa Mengingat

    “Carlos!” Laura ingin masuk, tetapi takut ketika mendengar Carlos berteriak. Dia malah berjalan mundur dan siap-siap berlari jika terjadi sesuatu di dalam. “Tuan Asher! Anda mengagetkan saya! Kenapa tiba-tiba berdiri di depan saya?!” seru Carlos. Asher? Laura langsung lari masuk ke dalam. Lampu pun menyala sesaat kemudian. Carlos terlihat mengurut dada berulang-ulang dan Asher sedang berada di sudut ruangan, di dekat sakelar lampu. “Aku akan keluar, kau saja yang tidak melihatku.” Asher berdecak-decak melihat tingkah Carlos yang menurutnya berlebihan. Carlos tak dapat memprotes lagi jika Asher sudah menatap tajam dirinya. Dia segera pamit keluar setelah tahu bahwa tempat itu tidak berbahaya bagi Laura. “Bagaimana kau bisa masuk ke sini, Sayang? Tuan Martin, orang yang menjaga tempat ini baru saja memberiku kuncinya.” Laura memperlihatkan kunci itu.Asher mengangkat singkat kedua bahunya. “Pintunya tidak terkunci saat aku datang ke sini.” Laura ikut masuk di dalam. Dia melihat di

  • Gelora Hasrat sang Presdir   179. Mimpi Indah

    “Siapa itu, Sayang?” Laura gegas memakai pakaian, begitu pula dengan Asher. Setelah memastikan Laura berpakaian lengkap, Asher beranjak ke depan dan membuka pintu. Seorang pria berperawakan jangkung dan bertubuh atletis yang mengenakan hoodie gelap telah berdiri di sana. “Siapa kau? Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Asher dingin. Pria itu menurunkan tudung kepala yang menutupi rambut piringnya. “Aku Mark, pemilik rumah itu.” Mark menunjuk rumah sebelah, lalu kembali melihat ke dalam. Sementara Asher sengaja menghalangi pria itu melihat-lihat ke dalam.Namun, Mark telah melihat ada wanita di dalam walaupun tak jelas melihat wajahnya. Laura juga gegas pindah di tempat yang tak dapat terlihat dari arah pintu.Mark menatap Asher dengan salah satu alis terangkat. Sepertinya tahu apa yang baru saja terjadi di dalam sana. “Maaf, aku tidak bermaksud mengganggu kalian. Aku hanya ingin mencari gudang milikku. Kupikir ada di sini.” “Apa rumah ini terlihat mirip seperti gudang?” tanya Ash

  • Gelora Hasrat sang Presdir   180. Suami Pecemburu

    “Ya, namaku Laura. Astaga … aku lupa memperkenalkan diri. Bagaimana kau bisa mengenalku?” Laura tak ingat pernah mengenal pria bernama Mark itu. “Maaf, ingatan masa kecilku tidak begitu bagus … apa kita pernah bertemu sebelumnya?” Mark kembali tenang setelah memperlihatkan wajah terkejut yang begitu jelas. “Tidak … aku hanya pernah mendengar namamu saja. Dari kakakku … mungkin kau mengenalnya.” Rasa lega di hati Laura hanya sekejap saja. Apakah kakak Mark adalah remaja dalam ingatannya? Entahlah … yang penting, pria itu tak ada di sini sekarang. Asher bisa mencari gara-gara jika muncul pria yang dia yakini sebagai cinta pertama Laura.“Aku tidak begitu ingat masa-masa kecilku di sini.” Laura mengulang pernyataannya.“Kau mungkin bisa mengingatnya nanti. Kakakku akan datang dua hari lagi. Keluarga kami tinggal di negara lain dan selalu datang ke sini setiap kali berkunjung.” DEG! Jantung Laura seperti berhenti mendadak. Sedetik kemudian, dia merasakan dadanya berdebar hebat. Bagai

  • Gelora Hasrat sang Presdir   181. Kekhawatiran Pria Tua

    Mark sedang duduk di bangku samping rumah. Dia tampak sibuk mengetikkan sesuatu di ponsel, bahkan tak tahu ada dua makhluk lain di balik jendela yang jaraknya cukup jauh dengannya.Justru suara Asher dan Laura bicara keras yang membuatnya sadar. Dia tiba-tiba berpaling ke arah jendela saat melihat siluet bergerak di dalam. Meskipun jendela kaca itu terpantul sinar matahari sehingga mengaburkan penglihatan Mark, dia masih bisa sedikit melihat Asher berjalan tanpa busana ke arah jendela. Kening Mark berkerut, memastikan dia tak salah melihatnya.“Tidak mungkin!” Laura spontan menutup tubuh Asher bagian bawah yang tak memakai apa pun. “Aku tadi bahkan tidak lihat ada Mark di luar, Sayang.” Asher melepaskan tangan Laura dari miliknya. Dengan penuh percaya diri, pria itu berjalan ke arah jendela untuk menutup tirai rapat-rapat. Entah dia hanya ingin memamerkan miliknya yang perkasa atau untuk membuat Mark cemburu … hanya Asher yang tahu. Biarpun belum tentu Mark memiliki perasaan khusus

  • Gelora Hasrat sang Presdir   182. Merawat Diri

    Pagi-pagi buta, Laura melihat Asher tidur dengan ponsel di wajahnya. Dia mengambil ponsel itu dan meletakkan di nakas. Tak sempat melihat apa yang membuat Asher betah semalaman mengamati layar ponsel. Laura harus segera menyusui Claus dan Collin, lalu memandikan mereka di ruang sebelah bersama Hanna. “Tuan Asher belum bangun, Nyonya? Apa kita akan jalan-jalan berdua saja? Sekarang sudah ada Alaina dan Alanis yang bisa membantu saya membuat sarapan.” Hanna berharap Asher tak usah ikut dengan mereka. Rasanya tak nyaman mengikuti orang yang gemar bermesraan.“Asher sedang lelah sepertinya. Biasanya dia bangun lebih dulu, tapi sekarang masih tidur nyenyak. Mari kita jalan-jalan sebentar setelah ini.” Dengan dikawal dua pengawal. Laura dan Hanna mendorong kereta bayi yang terpisah. Biasanya Laura menggunakan satu kereta bayi besar untuk bayi kembar, tetapi Claus dan Collin sudah bisa bertengkar kecil, yang berakhir dengan salah satu dari mereka menangis. Dari arah yang berlawanan, tam

  • Gelora Hasrat sang Presdir   183. Pemandangan Indah

    Apa pun kata orang, bagi Laura, Asher merupakan suami sempurna. Tak peduli dengan penampilan atau pakaian yang dikenakan Asher, pria itu selalu tampak hebat di matanya. Namun, saat ini Asher lebih memperhatikan penampilan dari biasanya. Laura harus menunggu Asher memasukkan semua produk yang digunakan untuk melindunginya dari penuaan. “Apa kita akan menginap satu minggu?” Laura fokus melihat macam-macam barang yang dimasukkan Asher ke dalam ransel. Banyak barang serupa yang sebenarnya tak perlu dibawa. Asher tetap sibuk mengemasi barang bawaan dan tak sadar oleh sindiran halus istrinya.“Bukankah kau bilang hanya ingin jalan-jalan sampai malam ini saja? Kita tidak bisa meninggalkan Claus dan Collin terlalu lama. Kenapa kau bawa banyak barang yang tidak perlu?” sambung Laura. “Aku tahu. Kau jangan terlalu khawatir. Aku akan mengawasi Claus dan Collin setiap jam sekali dari tempat kita nanti. Lagipula, mereka anak laki-laki dan sudah sepatutnya berani.” “Tapi … mereka masih bayi ….”

  • Gelora Hasrat sang Presdir   184. Rumah Pohon

    “Pertama, kau mengatakan kalau pemuda itu indah. Apa kau tidak puas memiliki suami sepertiku?” tanya Asher dengan nada menyesakkan dada Laura. Wajah Asher sungguh menyiratkan terluka. Sementara Laura tak mengerti kenapa Asher bisa berpikir sejauh itu padanya. “Maksudmu apa? Aku tidak pernah mengatakan Mark indah … kapan aku bilang seperti itu?!” Nada suara Laura meninggi dan bergetar.Mata yang berkaca-kaca haru oleh kejutan indah itu hilang. Berganti rasa sedih karena tak dipercaya dan dituduh suaminya sendiri. Asher boleh cemburu, tetapi tuduhan Asher sudah sangat keterlaluan. Laura tak terima disangka sebagai wanita yang mudah jatuh cinta, sedangkan dia selalu merasa beruntung memiliki suami Asher Smith. “Apa yang kau katakan waktu di depan rumah tadi? Kau bilang, tubuh orang itu indah, bukan?” Laura mengais ingatan beberapa saat lalu. Wajahnya mengernyit karena bingung dengan maksud Asher. Dia tak melihat keberadaan Mark karena terlalu fokus melihat rumah. “Astaga … kenapa ka

  • Gelora Hasrat sang Presdir   185. Jatuh

    Darah di wajah Laura seakan tersedot keluar hingga membuat wanita itu memucat dengan cepat. Detak jantungnya berirama kencang dan tak beraturan tatkala melihat Asher panik dan buru-buru berdiri sambil menggendongnya. “Hampir saja!” seru Asher dengan senyuman lebar. “Kau pikir ini lucu?!” bentak Laura dengan suara bergetar karena ketakutan.Laura sangat takut jika suara patahan kayu itu berasal dari rumah pohon. Ternyata kursi rotan yang mereka duduki tak kuat menampung bobot tubuh mereka berdua hingga hampir patah. “Wajah ketakutanmu memang lucu.” Asher tersenyum kecil.“Aku pikir, kita benar-benar akan jatuh!” “Ugh!” Asher mengerang tertahan. Laura memukul-mukul dada pria yang sedang menggendongnya ke arah ranjang. Gigitan marah sampai membuat pundak Asher memerah dan tercetak bekas gigitan. “Bukankah kau sudah jatuh sejak dulu?” Asher menjeda ucapannya beberapa detik. “Jatuh cinta padaku ….” Laura ternganga tak percaya mendengar kata-kata Asher yang membuatnya semakin merindin

Bab terbaru

  • Gelora Hasrat sang Presdir   441. Kehangatan Keluarga Smith

    Laura Smith berjalan keluar dari gedung perusahaan Hartley. Pekerjaannya telah usai saat menjelang jam makan siang.Sudah satu tahun Laura kembali bekerja. Laura tak perlu mengawasi Lana selama seharian penuh lagi.Lana saat ini sudah berusia hampir lima tahun, sedangkan Claus dan Collin pun sudah sekolah. Si kembar cukup bisa diandalkan menjaga adiknya meski terkadang membuatnya menangis. “Di mana Asher?” gumam Laura menanti Asher keluar dari mobil.Di tepi jalan, mobil mewah telah menanti Laura. Biasanya, Asher selalu menunggu Laura di depan pintu masuk kantor. Namun, dia tak melihat tanda keberadaan sang suami di mana-mana.“Kenapa malah anak-anak yang datang ke sini?” Laura gegas menghampiri mereka.Dua anak lelaki tampan dan berwajah serupa membuka pintu di kedua sisi mobil bagian belakang. Claus membantu adik perempuannya yang memakai gaun putih turun dari mobil. Si kembar kemudian menggandeng Lana di kanan dan kiri secara protektif. Seakan-akan tak ingin ada satu pun orang men

  • Gelora Hasrat sang Presdir   440. Hanya Asher

    Laura sudah menduga sejak awal saat dirinya melahirkan bayi perempuan. Asher pasti akan menjadi papa yang banyak membatasi pergerakan putri mereka. Dengan Rachel pun, Asher seperti ayah kandung yang selalu menegur setiap kali ada kesempatan. Laura takut membayangkan masa depan putrinya tidak akan bisa bebas, atau sulit mencari kebahagiaan yang diinginkannya karena tekanan dari Asher.Namun, kata-kata Asher yang menyatakan bahwa putri mereka tak akan berteman dengan siapa pun, Laura kali ini menyetujuinya. Setidaknya, untuk situasi sekarang.“Putri kami bahkan masih belum bisa melihat dengan jelas. Sebaiknya, kita membicarakan masalah teman bermainnya kalau dia sudah agak dewasa,” kata Laura kepada para nyonya besar yang hadir di pesta.Bukan hanya Asher yang diserang oleh tamu-tamu mereka, Laura pun demikian. Berbeda dari si kembar, jika putra mereka menjadi bagian dari Smith Group, besar kemungkinan dia bisa menduduki posisi tinggi tanpa bersusah payah, dan hanya karena menjadi suami

  • Gelora Hasrat sang Presdir   439. Hanya Milik Asher

    Lana Smith, putri pertama Asher dan Laura ditidurkan di tengah-tengah ranjang di kamar yang kini telah diubah sepenuhnya menjadi bernuansa merah muda. Asher, Claus, dan Collin tidur tengkurap mengelilinginya dan tak jenuh memandang bayi itu layaknya harta karun yang tak ternilai harganya.“Bibirnya bergerak-gerak, Papa,” bisik Collin.“Aduh … aku baru saja berkedip! Aku tidak melihatnya,” sesal Claus bermuram durja.“Nanti pasti bergerak lagi. Jangan terlalu keras bicara, Claus,” tegur Asher lirih.Claus cemberut dan hampir menyentuh pipi adik bayinya. Namun, Asher lekas mencegah dengan decapan dan menunjukkan tatapan tajam padanya.“Aku ingin menggendong adikku, Papa,” pinta Claus memelas.“Tidak boleh. Lana masih berusia dua hari lebih empat jam. Kau bisa menjatuhkan Lana.”Sejak diperbolehkan melihat bayi itu, mereka bertiga senantiasa mengamatinya dengan posisi sama. Asher mencatat setiap gerakan kecil Lana, sedangkan Claus dan Collin akan memberi tahu ketika dirinya sedang melakuk

  • Gelora Hasrat sang Presdir   438. Harapan Laura dan Asher

    Waktu berlalu dengan cepat. Perut Laura kini telah membesar dan hampir melahirkan.Asher dan Laura sepakat untuk tidak mencari tahu jenis kelamin bayi mereka karena pertentangan pendapat. Namun, dokter tetap memberi tahu bahwa bayi di dalam rahim Laura kali ini hanya ada satu.Asher meyakini bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan, sedangkan Laura yakin bahwa anaknya lelaki. Sementara itu, orang-orang di sekeliling mereka pun memperdebatkan hal yang serupa dan tak ada yang menebak sama. Karena itu, kamar untuk bayi mereka juga dipersiapkan setengah untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki.“Sayaaaang!” seru Asher dari koridor.Laura yang saat ini berada di kamar Claus dan Collin bersusah payah bangun untuk menyambut Asher yang baru saja pulang dari kerja. Simon gegas membantu Laura berdiri dan menuntunnya ke depan pintu.Rupanya, Asher masih jauh dari kamar itu dan hanya suaranya yang terlalu keras memanggil dirinya. Melihat sang istri kesulitan menegakkan badan, Asher gegas

  • Gelora Hasrat sang Presdir   437. Tawa Lepas

    “Hanna, apakah aku-”Hanna berjalan melewati Simon dan tak ingin mendengar penjelasan apa pun sekarang. Dia masih kecewa karena ternyata hanya dirinya yang menganggap Simon sebagai keluarga.Simon mengusap wajah dengan kasar, lalu berbalik menyusul Hanna. “Aku harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.”Hanna sudah hampir masuk ke mobil sambil bercakap-cakap dengan Laura. Melihat cara bicara Laura yang sambil melihat dirinya, Simon takut jika Hanna mengadukannya.Simon tak berani mendekat. Kemudian masuk ke pintu mobil di arah yang berlawanan dari mereka.Dalam perjalanan ke tempat wisata lain, Hanna sekali pun tak melihat Simon. Saat mengurus Claus dan Collin yang duduk di antara mereka dan harus menghadap Simon, Hanna selalu menunduk atau melihat ke arah lain.Hanna benar-benar mengacuhkan Simon sampai hari berikutnya. Dia selalu berkumpul dengan orang lain dan enggan duduk hanya berdua dengan Simon ketika mengasuh Claus dan Collin.Simon tak tahan lagi! Hari ketiga liburan merek

  • Gelora Hasrat sang Presdir   436. Spesial Simon

    Di atas pantai pasir putih yang indah, Simon sedang tertelap dan ditemani wanita yang merupakan pelayan setia putri semata wayangnya. Hanna menggeser payung besar yang menghalau sinar matahari agar tubuh Simon tak kepanasan.“Tuan Simon sedang mimpi apa? Kenapa bibirnya bergerak-gerak begitu?” gumam Hanna selagi memperhatikan wajah Simon.Simon berdecap-decap sambil tersenyum, kemudian bergumam dalam tidurnya, “Kita akan menikah ….”Hanna terkekeh geli. “Kau sudah menikah dua kali, Tuan. Saat ini, kau pasti sedang memimpikan Nyonya Callista.”“Menikah … Hanna ….” Simon kembali bergumam-gumam, membuat pemilik nama itu terkesiap.Gumaman Simon setelahnya semakin jelas. Wajah Hanna menegang ketika bibir Simon mengucap namanya berulang kali.Hanna segera berlari meninggalkan Simon sambil menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, seakan-akan tak tahan untuk meneriakkan sesuatu. ‘Apa yang baru saja aku dengar?’ batin Hanna.Selama ini, Simon selalu menganggap Hanna sebagai putrinya. Setid

  • Gelora Hasrat sang Presdir   435. Persembahan Istimewa

    Makan malam semalam menjadi peristiwa memalukan bagi Rachel. Dia tak sadar, Alan ternyata membuat lukisan cinta di sekujur tubuhnya. Hingga dirinya enggan keluar dari kamar. Sayangnya, hari ini Rachel harus menjadi pemandu untuk para tamu istimewa yang datang dari luar negeri. Dia sudah berjanji akan mengajak Laura dan Emma jalan-jalan di tempat-tempat indah di sana. “Rachel, kau tidak perlu ikut dengan kami. Sepertinya, suamimu masih mengantuk ….” Laura menyenggol lengan Rachel dari belakang sambil terkekeh pelan dan melirik ke arah Alan yang menguap lebar. “Kak Alan pasti begadang semalaman.” Emma ikut menggoda kakak iparnya. Wajah Rachel merah padam mendengar para wanita itu menggodanya. “Sebentar lagi kita sampai di pantai. Kalian pasti akan menyukainya.” Rachel buru-buru mengalihkan pembicaraan. Awalnya, Emma masih ingin menggoda Rachel. Namun, setelah melihat pemandangan indah di depannya, dia urung melakukannya. Emma segera menghampiri suami dan putrinya dan mereka berpisah

  • Gelora Hasrat sang Presdir   434. Tanda Cinta

    Melihat peluh di wajah Alan dan tercium bau familier dari tubuhnya, Rangga menjadi sangat sedih. Alan ternyata telah mendapatkan sang putri kesayangan. Rangga tak bisa menatap Alan, bukan karena membencinya, tetapi hatinya terasa aneh. Anak yang dulu selalu melompat ke sana kemari itu, kini telah sepenuhnya menjadi wanita dewasa dan dimiliki pria itu. “Aku akan memanggil Rachel dulu, Ayah. Kami akan segera menyusul!” seru Alan pada Rangga yang tak berbalik atau menjawab dirinya. “Kau seharusnya melakukan itu nanti malam …. Namanya juga malam pertama. Sekarang masih terbilang sore. Aneh kalau disebut sore pertama, bukan?” celetuk Nevan, lalu tertawa pelan. Alan memutar bola mata. “Kami tinggal mengulangi lagi nanti. Lalu, apa yang membawamu kemari?” Tawa Nevan menghilang. Dia sebenarnya hanya ingin mengajak Hillary makan makan bersama keluarga besarnya meski Asher dan Laura juga diundang sebagai tamu kehormatan. Tetapi, dia ingin sedikit menggoda Hillary dengan menuntunnya ke area

  • Gelora Hasrat sang Presdir   433. Gara-Gara Terkejut

    Alan dan Rachel sangat antusias dan bahagia menjelang pernikahan mereka. Namun, setelah menjadi pasangan resmi, mereka justru berjauhan di dalam kamar hotel.“Kau tidak jadi mandi?” tanya Alan dengan mata yang tertuju ke arah lain.Alan beberapa kali mengibaskan kerah kemeja seperti orang kepanasan meski ruangan terasa sejuk. Sementara Rachel duduk sambil menekan-nekan asal layar ponselnya. “Sebentar lagi,” balas Rachel datar dan berusaha tenang.Sejak acara pernikahan usai, Rachel ingin segera mandi. Namun, setelah sampai di kamar, dia justru sangat gugup berhadapan dengan sang suami selama hampir setengah jam.Tak tahan lagi, Rachel meletakkan ponsel dan menuju kamar mandi. Alan melirik-lirik sambil bersenandung tak jelas seraya menatap luar jendela.Dia melihat pintu kamar mandi dari pantulan kaca jendela. Rachel menutup pintu setelah melihat dirinya.Alan akhirnya bisa duduk di sofa sambil menghela napas panjang.“Malam pertama kami … akan seperti apa?” gumam Alan sambil membayang

DMCA.com Protection Status