Ngomong sama sapa kau, Sher? 🤨👈
Di kelab malam, Jake menenggak minuman bersama Rick Gilmore, sahabat sekaligus sekretarisnya yang baru saja datang. Suasana hatinya sedikit tenang ketika bisa mengobrol dan berdiskusi dengan Rick. “Sudahlah, Jake. Aku pikir, keponakan iparmu benar. Biarkan mereka mendekam di penjara dan membayar semua kejahatan mereka dengan cara yang benar. Kau tidak perlu jadi penjahat hanya untuk menangkap penjahat.” Jake kembali menuangkan minuman di gelasnya, lalu meminumnya dengan sekali tegukan. “Aku tidak bisa puas hanya dengan itu, Rick, kau tahu semuanya sejak dulu.” Rick terus mengoceh seperti kata-kata Asher dan Joanna. Jake memutar bola mata bosan mendengar perkataan itu. Mendadak, manik mata birunya menangkap sosok familiar yang sedang duduk di depan meja bar. Bibirnya menyeringai licik. Rick pun segera melihat arah pandang sahabatnya. “Siapa itu? Kekasihmu?” “Nora Hartley. Bagus sekali dia sering bergaul di tempat seperti ini. Dia yang sudah menjebak keponakanku dulu.” Rick membuk
Wajah Simon menegang tatkala melihat seringai licik Jake. “Apa yang kau lakukan pada Nora, Jake?” “Entahlah …,” balas Jake sambil berlalu pergi. Simon segera menyusul Jake susah payah dengan kursi roda. Dia terus bertanya hal yang sama, tetapi Jake tetap tak mau membalas. Laura yang sejak tadi mengamati mereka pun gegas kembali ke tempat si kembar. “Aku melihat Paman Jake tadi. Ada masalah apa?” Hanna menunduk takut dan merasa bersalah. “Maaf, Nyonya. Saya menyerahkan Claus dan Collin dalam gendongan Tuan Simon sebentar. Tapi, bukan Tuan Simon yang memintanya. Saya sendiri yang melakukannya.” Laura sudah tahu tentang perbuatan Hanna dan dia tidak berniat menyalahkan Hanna. Sebab, Laura sendiri yang sengaja pergi agar Simon dapat melihat kedua cucunya. “Bukan itu pertanyaanku, Hanna. Apa yang dilakukannya dengan Paman Jake? Mereka sepertinya bertengkar tadi.” Hanna lantas menceritakan pembicaraan Jake dan Simon yang didengarnya. Laura terkesiap oleh kata ‘cucu baru’ itu. “Nora h
Asher sesekali memejamkan mata ketika sedang rapat di kantor. Sudah berangkat terlambat, pada pekerjaan pun dia tak menunjukkan banyak minat. Dia mengangguk-angguk tanpa membuka mata setiap kali ada orang yang menyebut namanya. Seolah mendengarkan orang-orang bicara, tetapi dia sungguh lelah dan ingin berbaring hingga tak fokus memperhatikan keadaan sekitar. “Dua jam lagi ada pertemuan dengan klien, Tuan.” Theo tak lupa mengingatkan Asher. “Hem,” balas Asher sekedarnya. Asher gegas kembali ke ruang pribadinya. Dia berbaring meringkuk di ranjang sambil menghela napas panjang dan menutup tubuhnya dengan selimut sampai pinggang.Keseharian Asher setelah memiliki bayi kembar sangat melelahkan biarpun dia tak pernah sekali pun mengeluh. Setiap malam, Asher bercinta dengan Laura hingga tengah malam. Dia pun perlu mengurus si kembar yang sering terbangun lewat tengah malam. Laura terkadang tak mendengar tangisan bayinya jika sudah terlanjur lelap.Asher tak tega membangunkan istrinya. Ka
Jake yang sedang bersantai sambil melihat-lihat makanan di internet, mendengar keributan di luar dari pelayan yang baru saja mengantarkan kopi untuknya. Mendengar kedatangan pria itu, Jake buru-buru melempar ponsel, lalu keluar untuk menemuinya. “Paman Jake, aku ingin bertemu dengan Paman Asher sekarang. Ada masalah penting yang harus aku bicarakan dengannya.” Jake mengamati Noah dari kepala hingga ujung kaki. Wajah Noah babak belur. Kemejanya pun sedikit terkoyak. Celana bagian bawahnya kotor.“Kau kecelakaan?” “Tidak, Paman. Biarkan aku masuk. Ini menyangkut Paman Asher dan Laura. Lagi pula, kenapa mereka tidak mau membiarkanku masuk?” Para pengawal di rumah itu tahu bahwa Noah merupakan salah satu dari beberapa orang yang tidak boleh menapakkan kaki meski hanya melewati gerbang. Kecuali, Asher telah mengizinkan. Namun, Asher masih tidur dan tak ada yang bisa menghubunginya. Tak ada satu pun dari para pengawal yang berani melanggar aturan Asher Smith.“Biarkan dia masuk,” perint
“Maaf, Noah, kau harus pulang sekarang. Jika kau takut ada orang yang membuntutimu, aku akan menyuruh pengawal mengantarkan kau pulang,” tolak Laura tegas. Sejak kasus kamera pengawas itu, Laura jadi enggan beramah-tamah dengan Noah. Meski Asher belum mendapatkan bukti, Laura sangat yakin bahwa Noah yang meletakkan kamera pengawas itu.“Sekarang ceritakan saja apa yang terjadi padamu! Apa hubungan kondisimu dengan Asher dan Laura sampai kau datang ke sini lebih dulu, sedangkan aku yakin, Tuan Adam Smith pasti lebih dapat membantumu,” lanjut Jake. Suara Jake samar terdengar. Noah tak menduga jika Laura akan tega mengusirnya setelah datang tengah malam. Noah melihat ke arah Simon agar ayah Laura itu membantunya bisa menginap malam ini, tetapi Simon menghindari tatapan matanya. Kenapa semua orang jadi seperti memusuhi dirinya? Apakah karena masalah Vincent? Sehingga mereka ikut melampiaskan kesalahan padanya? Noah berpikir keras tentang perubahan keluarganya sendiri, terlebih Laura.
Nora tampak menggandeng seorang pria ketika Jake berjalan mendekat ke arahnya. Wanita itu tersenyum sambil menggoda pria tersebut dengan tatap genit.Jake kemudian duduk tak jauh dari tempat mereka, ingin tahu apakah ada pendukung Nora yang mungkin dapat membahayakan Laura. Tebakan Jake tak sepenuhnya salah. Saat ini, Nora sedang mendekati seorang pengusaha paruh baya yang merupakan pesaing bisnis Asher Smith. Victor Carter, pria berusia empat puluh lima tahun dan juga pemilik perusahaan perhiasan terbesar kedua itu tampak membelai paha Nora dengan senyuman mesum menggoda. “Tuan Victor, aku senang bisa bekerja di perusahaanmu. Kau tahu, ayahku sedang sakit-sakitan sekarang. Kakak tiriku dan suaminya yang memegang perusahaan. Tapi, mereka tidak membiarkanku kerja di sana, tak pernah juga memberiku apa-apa. Aku beruntung bisa bertemu dengan Anda,” ujar Nora dengan suara mendayu-dayu. “Oh, kasihan sekali kau, Cantik. Apa kau membutuhkan uang untuk belanja? Aku bisa membelikanmu apa sa
“Baiklah … baiklah … aku akan melayanimu ….” Asher keluar lagi ke balkon, lalu mengungkung Laura yang masih duduk dengan posisi sama. Laura menempelkan ujung jari telunjuk di bibir Asher yang hendak menciumnya. “Lakukan yang tadi dulu, Sayang,” pinta Laura lirih. Telinga Asher berkedut. Suara Laura sangat menggoda dengan tatapan mata sayu. “Tentu saja.” Tak perlu diminta pun, Asher akan tetap melakukannya. Udara hangat menjelang akhir musim panas itu membelai tubuh polos mereka yang berselimutkan peluh. Laura dapat mengekspresikan diri tanpa khawatir mengganggu tidur para bayi. Dia pun tak khawatir lagi akan ada seseorang yang mendengar. Asher tak mungkin rela membiarkan orang lain melihat tubuh Laura tanpa busana.Dari kursi hingga berpindah ke dekat pagar balkon sebatas dada Laura, percintaan panas itu terus berlangsung tanpa jeda. Asher mendekap Laura yang berdiri di dekat pagar balkon dari belakang setelah menuntaskan gairahnya. “Aku ingin liburan di rumah kenangan, Sayang,”
“Ulang tahun siapa?” Asher baru saja memberikan undangan Victor pada Laura. Namun, Laura tak mengenali nama yang tertulis pada kertas undangan itu. “Kau tidak kenal Victor Carter? Dia juga memiliki perusahaan besar yang memproduksi perhiasan dan cukup dikenal.” Bagaimana Laura bisa tahu? Dia saja tidak pernah membeli perhiasan. Bahkan, Laura pun tak bisa mengenali Asher Smith tatkala mereka pertama berjumpa.“Nora selalu mengambil perhiasan yang ingin aku beli lebih dulu. Dan seseorang yang mengaku sebagai ayah kandungku selalu mengatakan padaku jika aku yang harus mengalah dan mencari model lain,” sindir Laura pada Simon yang duduk berseberangan kursi darinya. Setelah mengasuh Claus malam itu, Simon jadi sering mengunjungi cucunya. Claus selalu tenang ketika digedong olehnya. Namun, dia malah diingatkan oleh perlakuan tak adil yang pernah dilakukannya pada Laura. “Maaf, Lau …,” sesal Simon lirih. “Tapi, sebaiknya kau tidak perlu datang ke acara itu. Papa tidak bermaksud mengaturmu