“Baiklah … baiklah … aku akan melayanimu ….” Asher keluar lagi ke balkon, lalu mengungkung Laura yang masih duduk dengan posisi sama. Laura menempelkan ujung jari telunjuk di bibir Asher yang hendak menciumnya. “Lakukan yang tadi dulu, Sayang,” pinta Laura lirih. Telinga Asher berkedut. Suara Laura sangat menggoda dengan tatapan mata sayu. “Tentu saja.” Tak perlu diminta pun, Asher akan tetap melakukannya. Udara hangat menjelang akhir musim panas itu membelai tubuh polos mereka yang berselimutkan peluh. Laura dapat mengekspresikan diri tanpa khawatir mengganggu tidur para bayi. Dia pun tak khawatir lagi akan ada seseorang yang mendengar. Asher tak mungkin rela membiarkan orang lain melihat tubuh Laura tanpa busana.Dari kursi hingga berpindah ke dekat pagar balkon sebatas dada Laura, percintaan panas itu terus berlangsung tanpa jeda. Asher mendekap Laura yang berdiri di dekat pagar balkon dari belakang setelah menuntaskan gairahnya. “Aku ingin liburan di rumah kenangan, Sayang,”
“Ulang tahun siapa?” Asher baru saja memberikan undangan Victor pada Laura. Namun, Laura tak mengenali nama yang tertulis pada kertas undangan itu. “Kau tidak kenal Victor Carter? Dia juga memiliki perusahaan besar yang memproduksi perhiasan dan cukup dikenal.” Bagaimana Laura bisa tahu? Dia saja tidak pernah membeli perhiasan. Bahkan, Laura pun tak bisa mengenali Asher Smith tatkala mereka pertama berjumpa.“Nora selalu mengambil perhiasan yang ingin aku beli lebih dulu. Dan seseorang yang mengaku sebagai ayah kandungku selalu mengatakan padaku jika aku yang harus mengalah dan mencari model lain,” sindir Laura pada Simon yang duduk berseberangan kursi darinya. Setelah mengasuh Claus malam itu, Simon jadi sering mengunjungi cucunya. Claus selalu tenang ketika digedong olehnya. Namun, dia malah diingatkan oleh perlakuan tak adil yang pernah dilakukannya pada Laura. “Maaf, Lau …,” sesal Simon lirih. “Tapi, sebaiknya kau tidak perlu datang ke acara itu. Papa tidak bermaksud mengaturmu
Siapa yang menyangka jika Laura akan menghilang di tengah banyak orang? Tidak ada yang menduga jika lampu tiba-tiba dipadamkan.Asher pun tak bisa menyusupkan orang-orangnya di wilayah Victor Carter. Selama berada di tempat yang sama dengan Laura dan di keramaian, Asher pikir tak akan terjadi sesuatu yang buruk.“Tuan Asher, tenanglah. Nyonya Laura pasti masih ada di sini. Tidak akan terjadi sesuatu padanya. Saya bisa menjaminnya.” Abigail berusaha melepaskan tangan Asher dari suaminya dengan halus. Asher sedikit mengendurkan tangannya. Dia menatap orang-orang di sekeliling ruangan. Tak melihat adanya kejanggalan di setiap wajah para tamu undangan.Tetap saja, hanya Victor yang mencurigakan karena mengenal Nora.“Mari ke ruangan lain terlebih dulu. Lagi pula, ada CCTV di rumah ini, pengawal saya sedang mengecek saat mati lampu.” Asher menyentak kasar dada Victor. Kemudian mengikuti Abigail setelah wanita itu menenangkan para tamu untuk melanjutkan pesta. “Kau tidak perlu mengantarku
Langkah kaki Asher semakin lebar ketika hampir sampai di tempat terakhir Laura terlihat. Dia membuka pintu ruangan yang dimaksudkan untuk mencari istrinya. Namun, Laura tak ada di sana. “Sial … apa yang Nora lakukan pada istriku?” geram Asher. “Tuan, silakan kembali ke ruang pesta-” Asher mendorong pengawal Abigail tanpa mau mendengarkan sampai selesai. Dia kembali membuka setiap pintu ruangan satu persatu dengan gusar. Diikuti pengawal tadi yang tak berani menginterupsi aksi Asher. Dari kejauhan, terdengar suara para wanita sedang bercakap-cakap sambil tertawa. Abigail dan teman-temannya ada di sana. “Tuan Asher, kenapa Anda pergi lama sekali?” Asher menoleh pada orang yang mengajaknya bicara. Sedetik kemudian, kelopak matanya melebar. “Laura Smith!” Asher gegas menghampiri Laura. “Aku mencarimu ke mana-mana!” Asher langsung memeluk Laura sebentar. Dia mencengkeram lembut lengan Laura, memutar tubuhnya ke kanan-kiri. “Kau baik-baik saja?” Laura tersenyum dengan dada berdebar
“Sudah sepuluh menit, Sayang … kita pulang sekarang,” panggil Asher tanpa beranjak dari tempatnya. Laura masih tercengang melihat Nora yang tiba-tiba memeluk Victor dari belakang. Dia hanya mendengar suara Asher, tetapi fokus melihat ke depan. Tanpa malu dilihat banyak orang, Nora menggesekkan tubuhnya pada Victor untuk memuaskan gairah yang meledak-ledak. “Tuan Victor, apa kau tidak menginginkanku?” tanya Nora dengan nada menggoda. Victor mendorong Nora tanpa belas kasihan hingga terjatuh di lantai. Salah satu wanita mengambil kain seadanya untuk menutupi tubuh Nora. Namun, Nora tetap maju untuk mendekati satu-satunya pria di dalam ruangan itu. Rasa panas di tubuh Nora memutuskan urat malunya. Yang dia inginkan hanyalah kepuasan.“Apa kau gila? Siapa kau berani menyentuhku? Pasti ada seseorang yang telah menjebakku!” bentak Victor sambil masih berusaha menjauhi Nora. Abigail menggeleng-geleng pelan dengan meneteskan air mata. “Cukup, Vic! Semua orang di sini adalah saksi perselin
“Oh, lucu sekali Claus dan Collin. Matanya begitu indah seperti mama mereka,” puji Abigail. Seminggu telah berlalu setelah kejadian di pesta ulang tahun Abigail. Dia datang mengunjungi Laura begitu menyelesaikan proses perceraian dengan Victor. “Mereka lucu mirip sekali dengan papanya.” Laura mengulum senyum. Dia selalu senang mendengar setiap pujian yang dilontarkan pada bayi kembarnya. “Ah … i-iya … Asher Smith sangat lucu.” Abigail tersenyum canggung. Setiap ada kesempatan, Laura selalu bilang jika Asher lucu dan menggemaskan. Tak ada satu pun wanita yang menganggap Asher Smith lucu, kecuali Laura. Asher memang pria tampan, matang, dan berkarisma. Sayangnya, tak banyak orang yang pernah melihatnya tertawa atau bertingkah menggemaskan selain istrinya.“Bagaimana kabar wanita itu?” Laura merujuk pada Nora. Sejak kejadian di pesta, Laura tak mendengar apa pun lagi tentang Nora. Wanita itu menghilang bak ditelan bumi. Bahkan, Nora tak pernah memberi kabar pada sang ayah tiri.“Kau
“Rumah apa maksudmu?” Laura tak menemukan satu pun ingatan tentang rumah yang dimaksudkan ayahnya. Mungkin karena waktu yang lama berlalu, atau karena Simon yang telah memberikan banyak kenangan pahit untuknya. Sehingga Laura tanpa sadar melupakan beberapa hal-hal kecil lainnya.“Ya sudah kalau tidak ingat. Tidak terlalu penting.” Laura mengerutkan kening. Dia tahu jika Simon berbohong padanya. Pasti ada sesuatu di rumah itu yang membuat Simon gelisah. “Ada apa dengan rumah itu?! Jangan membuat orang lain bingung!” Simon menghela napas dan memperluas kesabarannya setiap kali mendengar nada suara Laura yang masih jelas memusuhi dirinya. “Kau dulu tidak mau keluar dari rumah itu sampai menangis dan jatuh sakit. Letaknya ada di halaman belakang kita yang dekat dengan rumah tetangga.” Laura mengais kenangan yang disebutkan Simon, tetapi dia tak ingat sama sekali. Apakah ada sesuatu yang spesial di sana hingga membuatnya menangis hingga jatuh sakit? Apakah ada kenangan pahit bersama i
“Carlos!” Laura ingin masuk, tetapi takut ketika mendengar Carlos berteriak. Dia malah berjalan mundur dan siap-siap berlari jika terjadi sesuatu di dalam. “Tuan Asher! Anda mengagetkan saya! Kenapa tiba-tiba berdiri di depan saya?!” seru Carlos. Asher? Laura langsung lari masuk ke dalam. Lampu pun menyala sesaat kemudian. Carlos terlihat mengurut dada berulang-ulang dan Asher sedang berada di sudut ruangan, di dekat sakelar lampu. “Aku akan keluar, kau saja yang tidak melihatku.” Asher berdecak-decak melihat tingkah Carlos yang menurutnya berlebihan. Carlos tak dapat memprotes lagi jika Asher sudah menatap tajam dirinya. Dia segera pamit keluar setelah tahu bahwa tempat itu tidak berbahaya bagi Laura. “Bagaimana kau bisa masuk ke sini, Sayang? Tuan Martin, orang yang menjaga tempat ini baru saja memberiku kuncinya.” Laura memperlihatkan kunci itu.Asher mengangkat singkat kedua bahunya. “Pintunya tidak terkunci saat aku datang ke sini.” Laura ikut masuk di dalam. Dia melihat di