Share

170. Hentikan!

Penulis: VERARI
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Nora tampak menggandeng seorang pria ketika Jake berjalan mendekat ke arahnya. Wanita itu tersenyum sambil menggoda pria tersebut dengan tatap genit.

Jake kemudian duduk tak jauh dari tempat mereka, ingin tahu apakah ada pendukung Nora yang mungkin dapat membahayakan Laura. Tebakan Jake tak sepenuhnya salah.

Saat ini, Nora sedang mendekati seorang pengusaha paruh baya yang merupakan pesaing bisnis Asher Smith. Victor Carter, pria berusia empat puluh lima tahun dan juga pemilik perusahaan perhiasan terbesar kedua itu tampak membelai paha Nora dengan senyuman mesum menggoda.

“Tuan Victor, aku senang bisa bekerja di perusahaanmu. Kau tahu, ayahku sedang sakit-sakitan sekarang. Kakak tiriku dan suaminya yang memegang perusahaan. Tapi, mereka tidak membiarkanku kerja di sana, tak pernah juga memberiku apa-apa. Aku beruntung bisa bertemu dengan Anda,” ujar Nora dengan suara mendayu-dayu.

“Oh, kasihan sekali kau, Cantik. Apa kau membutuhkan uang untuk belanja? Aku bisa membelikanmu apa sa
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Gelora Hasrat sang Presdir   171. Undangan Musuh Bebuyutan

    “Baiklah … baiklah … aku akan melayanimu ….” Asher keluar lagi ke balkon, lalu mengungkung Laura yang masih duduk dengan posisi sama. Laura menempelkan ujung jari telunjuk di bibir Asher yang hendak menciumnya. “Lakukan yang tadi dulu, Sayang,” pinta Laura lirih. Telinga Asher berkedut. Suara Laura sangat menggoda dengan tatapan mata sayu. “Tentu saja.” Tak perlu diminta pun, Asher akan tetap melakukannya. Udara hangat menjelang akhir musim panas itu membelai tubuh polos mereka yang berselimutkan peluh. Laura dapat mengekspresikan diri tanpa khawatir mengganggu tidur para bayi. Dia pun tak khawatir lagi akan ada seseorang yang mendengar. Asher tak mungkin rela membiarkan orang lain melihat tubuh Laura tanpa busana.Dari kursi hingga berpindah ke dekat pagar balkon sebatas dada Laura, percintaan panas itu terus berlangsung tanpa jeda. Asher mendekap Laura yang berdiri di dekat pagar balkon dari belakang setelah menuntaskan gairahnya. “Aku ingin liburan di rumah kenangan, Sayang,”

  • Gelora Hasrat sang Presdir   172. Pesta Gelap

    “Ulang tahun siapa?” Asher baru saja memberikan undangan Victor pada Laura. Namun, Laura tak mengenali nama yang tertulis pada kertas undangan itu. “Kau tidak kenal Victor Carter? Dia juga memiliki perusahaan besar yang memproduksi perhiasan dan cukup dikenal.” Bagaimana Laura bisa tahu? Dia saja tidak pernah membeli perhiasan. Bahkan, Laura pun tak bisa mengenali Asher Smith tatkala mereka pertama berjumpa.“Nora selalu mengambil perhiasan yang ingin aku beli lebih dulu. Dan seseorang yang mengaku sebagai ayah kandungku selalu mengatakan padaku jika aku yang harus mengalah dan mencari model lain,” sindir Laura pada Simon yang duduk berseberangan kursi darinya. Setelah mengasuh Claus malam itu, Simon jadi sering mengunjungi cucunya. Claus selalu tenang ketika digedong olehnya. Namun, dia malah diingatkan oleh perlakuan tak adil yang pernah dilakukannya pada Laura. “Maaf, Lau …,” sesal Simon lirih. “Tapi, sebaiknya kau tidak perlu datang ke acara itu. Papa tidak bermaksud mengaturmu

  • Gelora Hasrat sang Presdir   173. Kado Kejutan

    Siapa yang menyangka jika Laura akan menghilang di tengah banyak orang? Tidak ada yang menduga jika lampu tiba-tiba dipadamkan.Asher pun tak bisa menyusupkan orang-orangnya di wilayah Victor Carter. Selama berada di tempat yang sama dengan Laura dan di keramaian, Asher pikir tak akan terjadi sesuatu yang buruk.“Tuan Asher, tenanglah. Nyonya Laura pasti masih ada di sini. Tidak akan terjadi sesuatu padanya. Saya bisa menjaminnya.” Abigail berusaha melepaskan tangan Asher dari suaminya dengan halus. Asher sedikit mengendurkan tangannya. Dia menatap orang-orang di sekeliling ruangan. Tak melihat adanya kejanggalan di setiap wajah para tamu undangan.Tetap saja, hanya Victor yang mencurigakan karena mengenal Nora.“Mari ke ruangan lain terlebih dulu. Lagi pula, ada CCTV di rumah ini, pengawal saya sedang mengecek saat mati lampu.” Asher menyentak kasar dada Victor. Kemudian mengikuti Abigail setelah wanita itu menenangkan para tamu untuk melanjutkan pesta. “Kau tidak perlu mengantarku

  • Gelora Hasrat sang Presdir   174. Kado Kejutan (2)

    Langkah kaki Asher semakin lebar ketika hampir sampai di tempat terakhir Laura terlihat. Dia membuka pintu ruangan yang dimaksudkan untuk mencari istrinya. Namun, Laura tak ada di sana. “Sial … apa yang Nora lakukan pada istriku?” geram Asher. “Tuan, silakan kembali ke ruang pesta-” Asher mendorong pengawal Abigail tanpa mau mendengarkan sampai selesai. Dia kembali membuka setiap pintu ruangan satu persatu dengan gusar. Diikuti pengawal tadi yang tak berani menginterupsi aksi Asher. Dari kejauhan, terdengar suara para wanita sedang bercakap-cakap sambil tertawa. Abigail dan teman-temannya ada di sana. “Tuan Asher, kenapa Anda pergi lama sekali?” Asher menoleh pada orang yang mengajaknya bicara. Sedetik kemudian, kelopak matanya melebar. “Laura Smith!” Asher gegas menghampiri Laura. “Aku mencarimu ke mana-mana!” Asher langsung memeluk Laura sebentar. Dia mencengkeram lembut lengan Laura, memutar tubuhnya ke kanan-kiri. “Kau baik-baik saja?” Laura tersenyum dengan dada berdebar

  • Gelora Hasrat sang Presdir   175. Semua Orang Memiliki Rahasia

    “Sudah sepuluh menit, Sayang … kita pulang sekarang,” panggil Asher tanpa beranjak dari tempatnya. Laura masih tercengang melihat Nora yang tiba-tiba memeluk Victor dari belakang. Dia hanya mendengar suara Asher, tetapi fokus melihat ke depan. Tanpa malu dilihat banyak orang, Nora menggesekkan tubuhnya pada Victor untuk memuaskan gairah yang meledak-ledak. “Tuan Victor, apa kau tidak menginginkanku?” tanya Nora dengan nada menggoda. Victor mendorong Nora tanpa belas kasihan hingga terjatuh di lantai. Salah satu wanita mengambil kain seadanya untuk menutupi tubuh Nora. Namun, Nora tetap maju untuk mendekati satu-satunya pria di dalam ruangan itu. Rasa panas di tubuh Nora memutuskan urat malunya. Yang dia inginkan hanyalah kepuasan.“Apa kau gila? Siapa kau berani menyentuhku? Pasti ada seseorang yang telah menjebakku!” bentak Victor sambil masih berusaha menjauhi Nora. Abigail menggeleng-geleng pelan dengan meneteskan air mata. “Cukup, Vic! Semua orang di sini adalah saksi perselin

  • Gelora Hasrat sang Presdir   176. Kerja Sama Rahasia

    “Oh, lucu sekali Claus dan Collin. Matanya begitu indah seperti mama mereka,” puji Abigail. Seminggu telah berlalu setelah kejadian di pesta ulang tahun Abigail. Dia datang mengunjungi Laura begitu menyelesaikan proses perceraian dengan Victor. “Mereka lucu mirip sekali dengan papanya.” Laura mengulum senyum. Dia selalu senang mendengar setiap pujian yang dilontarkan pada bayi kembarnya. “Ah … i-iya … Asher Smith sangat lucu.” Abigail tersenyum canggung. Setiap ada kesempatan, Laura selalu bilang jika Asher lucu dan menggemaskan. Tak ada satu pun wanita yang menganggap Asher Smith lucu, kecuali Laura. Asher memang pria tampan, matang, dan berkarisma. Sayangnya, tak banyak orang yang pernah melihatnya tertawa atau bertingkah menggemaskan selain istrinya.“Bagaimana kabar wanita itu?” Laura merujuk pada Nora. Sejak kejadian di pesta, Laura tak mendengar apa pun lagi tentang Nora. Wanita itu menghilang bak ditelan bumi. Bahkan, Nora tak pernah memberi kabar pada sang ayah tiri.“Kau

  • Gelora Hasrat sang Presdir   177. Potret Keluarga Kecil Bahagia

    “Rumah apa maksudmu?” Laura tak menemukan satu pun ingatan tentang rumah yang dimaksudkan ayahnya. Mungkin karena waktu yang lama berlalu, atau karena Simon yang telah memberikan banyak kenangan pahit untuknya. Sehingga Laura tanpa sadar melupakan beberapa hal-hal kecil lainnya.“Ya sudah kalau tidak ingat. Tidak terlalu penting.” Laura mengerutkan kening. Dia tahu jika Simon berbohong padanya. Pasti ada sesuatu di rumah itu yang membuat Simon gelisah. “Ada apa dengan rumah itu?! Jangan membuat orang lain bingung!” Simon menghela napas dan memperluas kesabarannya setiap kali mendengar nada suara Laura yang masih jelas memusuhi dirinya. “Kau dulu tidak mau keluar dari rumah itu sampai menangis dan jatuh sakit. Letaknya ada di halaman belakang kita yang dekat dengan rumah tetangga.” Laura mengais kenangan yang disebutkan Simon, tetapi dia tak ingat sama sekali. Apakah ada sesuatu yang spesial di sana hingga membuatnya menangis hingga jatuh sakit? Apakah ada kenangan pahit bersama i

  • Gelora Hasrat sang Presdir   178. Dipaksa Mengingat

    “Carlos!” Laura ingin masuk, tetapi takut ketika mendengar Carlos berteriak. Dia malah berjalan mundur dan siap-siap berlari jika terjadi sesuatu di dalam. “Tuan Asher! Anda mengagetkan saya! Kenapa tiba-tiba berdiri di depan saya?!” seru Carlos. Asher? Laura langsung lari masuk ke dalam. Lampu pun menyala sesaat kemudian. Carlos terlihat mengurut dada berulang-ulang dan Asher sedang berada di sudut ruangan, di dekat sakelar lampu. “Aku akan keluar, kau saja yang tidak melihatku.” Asher berdecak-decak melihat tingkah Carlos yang menurutnya berlebihan. Carlos tak dapat memprotes lagi jika Asher sudah menatap tajam dirinya. Dia segera pamit keluar setelah tahu bahwa tempat itu tidak berbahaya bagi Laura. “Bagaimana kau bisa masuk ke sini, Sayang? Tuan Martin, orang yang menjaga tempat ini baru saja memberiku kuncinya.” Laura memperlihatkan kunci itu.Asher mengangkat singkat kedua bahunya. “Pintunya tidak terkunci saat aku datang ke sini.” Laura ikut masuk di dalam. Dia melihat di

Bab terbaru

  • Gelora Hasrat sang Presdir   441. Kehangatan Keluarga Smith

    Laura Smith berjalan keluar dari gedung perusahaan Hartley. Pekerjaannya telah usai saat menjelang jam makan siang.Sudah satu tahun Laura kembali bekerja. Laura tak perlu mengawasi Lana selama seharian penuh lagi.Lana saat ini sudah berusia hampir lima tahun, sedangkan Claus dan Collin pun sudah sekolah. Si kembar cukup bisa diandalkan menjaga adiknya meski terkadang membuatnya menangis. “Di mana Asher?” gumam Laura menanti Asher keluar dari mobil.Di tepi jalan, mobil mewah telah menanti Laura. Biasanya, Asher selalu menunggu Laura di depan pintu masuk kantor. Namun, dia tak melihat tanda keberadaan sang suami di mana-mana.“Kenapa malah anak-anak yang datang ke sini?” Laura gegas menghampiri mereka.Dua anak lelaki tampan dan berwajah serupa membuka pintu di kedua sisi mobil bagian belakang. Claus membantu adik perempuannya yang memakai gaun putih turun dari mobil. Si kembar kemudian menggandeng Lana di kanan dan kiri secara protektif. Seakan-akan tak ingin ada satu pun orang men

  • Gelora Hasrat sang Presdir   440. Hanya Asher

    Laura sudah menduga sejak awal saat dirinya melahirkan bayi perempuan. Asher pasti akan menjadi papa yang banyak membatasi pergerakan putri mereka. Dengan Rachel pun, Asher seperti ayah kandung yang selalu menegur setiap kali ada kesempatan. Laura takut membayangkan masa depan putrinya tidak akan bisa bebas, atau sulit mencari kebahagiaan yang diinginkannya karena tekanan dari Asher.Namun, kata-kata Asher yang menyatakan bahwa putri mereka tak akan berteman dengan siapa pun, Laura kali ini menyetujuinya. Setidaknya, untuk situasi sekarang.“Putri kami bahkan masih belum bisa melihat dengan jelas. Sebaiknya, kita membicarakan masalah teman bermainnya kalau dia sudah agak dewasa,” kata Laura kepada para nyonya besar yang hadir di pesta.Bukan hanya Asher yang diserang oleh tamu-tamu mereka, Laura pun demikian. Berbeda dari si kembar, jika putra mereka menjadi bagian dari Smith Group, besar kemungkinan dia bisa menduduki posisi tinggi tanpa bersusah payah, dan hanya karena menjadi suami

  • Gelora Hasrat sang Presdir   439. Hanya Milik Asher

    Lana Smith, putri pertama Asher dan Laura ditidurkan di tengah-tengah ranjang di kamar yang kini telah diubah sepenuhnya menjadi bernuansa merah muda. Asher, Claus, dan Collin tidur tengkurap mengelilinginya dan tak jenuh memandang bayi itu layaknya harta karun yang tak ternilai harganya.“Bibirnya bergerak-gerak, Papa,” bisik Collin.“Aduh … aku baru saja berkedip! Aku tidak melihatnya,” sesal Claus bermuram durja.“Nanti pasti bergerak lagi. Jangan terlalu keras bicara, Claus,” tegur Asher lirih.Claus cemberut dan hampir menyentuh pipi adik bayinya. Namun, Asher lekas mencegah dengan decapan dan menunjukkan tatapan tajam padanya.“Aku ingin menggendong adikku, Papa,” pinta Claus memelas.“Tidak boleh. Lana masih berusia dua hari lebih empat jam. Kau bisa menjatuhkan Lana.”Sejak diperbolehkan melihat bayi itu, mereka bertiga senantiasa mengamatinya dengan posisi sama. Asher mencatat setiap gerakan kecil Lana, sedangkan Claus dan Collin akan memberi tahu ketika dirinya sedang melakuk

  • Gelora Hasrat sang Presdir   438. Harapan Laura dan Asher

    Waktu berlalu dengan cepat. Perut Laura kini telah membesar dan hampir melahirkan.Asher dan Laura sepakat untuk tidak mencari tahu jenis kelamin bayi mereka karena pertentangan pendapat. Namun, dokter tetap memberi tahu bahwa bayi di dalam rahim Laura kali ini hanya ada satu.Asher meyakini bahwa bayinya berjenis kelamin perempuan, sedangkan Laura yakin bahwa anaknya lelaki. Sementara itu, orang-orang di sekeliling mereka pun memperdebatkan hal yang serupa dan tak ada yang menebak sama. Karena itu, kamar untuk bayi mereka juga dipersiapkan setengah untuk perempuan, setengah lagi untuk laki-laki.“Sayaaaang!” seru Asher dari koridor.Laura yang saat ini berada di kamar Claus dan Collin bersusah payah bangun untuk menyambut Asher yang baru saja pulang dari kerja. Simon gegas membantu Laura berdiri dan menuntunnya ke depan pintu.Rupanya, Asher masih jauh dari kamar itu dan hanya suaranya yang terlalu keras memanggil dirinya. Melihat sang istri kesulitan menegakkan badan, Asher gegas

  • Gelora Hasrat sang Presdir   437. Tawa Lepas

    “Hanna, apakah aku-”Hanna berjalan melewati Simon dan tak ingin mendengar penjelasan apa pun sekarang. Dia masih kecewa karena ternyata hanya dirinya yang menganggap Simon sebagai keluarga.Simon mengusap wajah dengan kasar, lalu berbalik menyusul Hanna. “Aku harus segera menjelaskan kesalahpahaman ini.”Hanna sudah hampir masuk ke mobil sambil bercakap-cakap dengan Laura. Melihat cara bicara Laura yang sambil melihat dirinya, Simon takut jika Hanna mengadukannya.Simon tak berani mendekat. Kemudian masuk ke pintu mobil di arah yang berlawanan dari mereka.Dalam perjalanan ke tempat wisata lain, Hanna sekali pun tak melihat Simon. Saat mengurus Claus dan Collin yang duduk di antara mereka dan harus menghadap Simon, Hanna selalu menunduk atau melihat ke arah lain.Hanna benar-benar mengacuhkan Simon sampai hari berikutnya. Dia selalu berkumpul dengan orang lain dan enggan duduk hanya berdua dengan Simon ketika mengasuh Claus dan Collin.Simon tak tahan lagi! Hari ketiga liburan merek

  • Gelora Hasrat sang Presdir   436. Spesial Simon

    Di atas pantai pasir putih yang indah, Simon sedang tertelap dan ditemani wanita yang merupakan pelayan setia putri semata wayangnya. Hanna menggeser payung besar yang menghalau sinar matahari agar tubuh Simon tak kepanasan.“Tuan Simon sedang mimpi apa? Kenapa bibirnya bergerak-gerak begitu?” gumam Hanna selagi memperhatikan wajah Simon.Simon berdecap-decap sambil tersenyum, kemudian bergumam dalam tidurnya, “Kita akan menikah ….”Hanna terkekeh geli. “Kau sudah menikah dua kali, Tuan. Saat ini, kau pasti sedang memimpikan Nyonya Callista.”“Menikah … Hanna ….” Simon kembali bergumam-gumam, membuat pemilik nama itu terkesiap.Gumaman Simon setelahnya semakin jelas. Wajah Hanna menegang ketika bibir Simon mengucap namanya berulang kali.Hanna segera berlari meninggalkan Simon sambil menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, seakan-akan tak tahan untuk meneriakkan sesuatu. ‘Apa yang baru saja aku dengar?’ batin Hanna.Selama ini, Simon selalu menganggap Hanna sebagai putrinya. Setid

  • Gelora Hasrat sang Presdir   435. Persembahan Istimewa

    Makan malam semalam menjadi peristiwa memalukan bagi Rachel. Dia tak sadar, Alan ternyata membuat lukisan cinta di sekujur tubuhnya. Hingga dirinya enggan keluar dari kamar. Sayangnya, hari ini Rachel harus menjadi pemandu untuk para tamu istimewa yang datang dari luar negeri. Dia sudah berjanji akan mengajak Laura dan Emma jalan-jalan di tempat-tempat indah di sana. “Rachel, kau tidak perlu ikut dengan kami. Sepertinya, suamimu masih mengantuk ….” Laura menyenggol lengan Rachel dari belakang sambil terkekeh pelan dan melirik ke arah Alan yang menguap lebar. “Kak Alan pasti begadang semalaman.” Emma ikut menggoda kakak iparnya. Wajah Rachel merah padam mendengar para wanita itu menggodanya. “Sebentar lagi kita sampai di pantai. Kalian pasti akan menyukainya.” Rachel buru-buru mengalihkan pembicaraan. Awalnya, Emma masih ingin menggoda Rachel. Namun, setelah melihat pemandangan indah di depannya, dia urung melakukannya. Emma segera menghampiri suami dan putrinya dan mereka berpisah

  • Gelora Hasrat sang Presdir   434. Tanda Cinta

    Melihat peluh di wajah Alan dan tercium bau familier dari tubuhnya, Rangga menjadi sangat sedih. Alan ternyata telah mendapatkan sang putri kesayangan. Rangga tak bisa menatap Alan, bukan karena membencinya, tetapi hatinya terasa aneh. Anak yang dulu selalu melompat ke sana kemari itu, kini telah sepenuhnya menjadi wanita dewasa dan dimiliki pria itu. “Aku akan memanggil Rachel dulu, Ayah. Kami akan segera menyusul!” seru Alan pada Rangga yang tak berbalik atau menjawab dirinya. “Kau seharusnya melakukan itu nanti malam …. Namanya juga malam pertama. Sekarang masih terbilang sore. Aneh kalau disebut sore pertama, bukan?” celetuk Nevan, lalu tertawa pelan. Alan memutar bola mata. “Kami tinggal mengulangi lagi nanti. Lalu, apa yang membawamu kemari?” Tawa Nevan menghilang. Dia sebenarnya hanya ingin mengajak Hillary makan makan bersama keluarga besarnya meski Asher dan Laura juga diundang sebagai tamu kehormatan. Tetapi, dia ingin sedikit menggoda Hillary dengan menuntunnya ke area

  • Gelora Hasrat sang Presdir   433. Gara-Gara Terkejut

    Alan dan Rachel sangat antusias dan bahagia menjelang pernikahan mereka. Namun, setelah menjadi pasangan resmi, mereka justru berjauhan di dalam kamar hotel.“Kau tidak jadi mandi?” tanya Alan dengan mata yang tertuju ke arah lain.Alan beberapa kali mengibaskan kerah kemeja seperti orang kepanasan meski ruangan terasa sejuk. Sementara Rachel duduk sambil menekan-nekan asal layar ponselnya. “Sebentar lagi,” balas Rachel datar dan berusaha tenang.Sejak acara pernikahan usai, Rachel ingin segera mandi. Namun, setelah sampai di kamar, dia justru sangat gugup berhadapan dengan sang suami selama hampir setengah jam.Tak tahan lagi, Rachel meletakkan ponsel dan menuju kamar mandi. Alan melirik-lirik sambil bersenandung tak jelas seraya menatap luar jendela.Dia melihat pintu kamar mandi dari pantulan kaca jendela. Rachel menutup pintu setelah melihat dirinya.Alan akhirnya bisa duduk di sofa sambil menghela napas panjang.“Malam pertama kami … akan seperti apa?” gumam Alan sambil membayang

DMCA.com Protection Status