Bertamu tengah malam, mau ngingep pula ...
“Maaf, Noah, kau harus pulang sekarang. Jika kau takut ada orang yang membuntutimu, aku akan menyuruh pengawal mengantarkan kau pulang,” tolak Laura tegas. Sejak kasus kamera pengawas itu, Laura jadi enggan beramah-tamah dengan Noah. Meski Asher belum mendapatkan bukti, Laura sangat yakin bahwa Noah yang meletakkan kamera pengawas itu.“Sekarang ceritakan saja apa yang terjadi padamu! Apa hubungan kondisimu dengan Asher dan Laura sampai kau datang ke sini lebih dulu, sedangkan aku yakin, Tuan Adam Smith pasti lebih dapat membantumu,” lanjut Jake. Suara Jake samar terdengar. Noah tak menduga jika Laura akan tega mengusirnya setelah datang tengah malam. Noah melihat ke arah Simon agar ayah Laura itu membantunya bisa menginap malam ini, tetapi Simon menghindari tatapan matanya. Kenapa semua orang jadi seperti memusuhi dirinya? Apakah karena masalah Vincent? Sehingga mereka ikut melampiaskan kesalahan padanya? Noah berpikir keras tentang perubahan keluarganya sendiri, terlebih Laura.
Nora tampak menggandeng seorang pria ketika Jake berjalan mendekat ke arahnya. Wanita itu tersenyum sambil menggoda pria tersebut dengan tatap genit.Jake kemudian duduk tak jauh dari tempat mereka, ingin tahu apakah ada pendukung Nora yang mungkin dapat membahayakan Laura. Tebakan Jake tak sepenuhnya salah. Saat ini, Nora sedang mendekati seorang pengusaha paruh baya yang merupakan pesaing bisnis Asher Smith. Victor Carter, pria berusia empat puluh lima tahun dan juga pemilik perusahaan perhiasan terbesar kedua itu tampak membelai paha Nora dengan senyuman mesum menggoda. “Tuan Victor, aku senang bisa bekerja di perusahaanmu. Kau tahu, ayahku sedang sakit-sakitan sekarang. Kakak tiriku dan suaminya yang memegang perusahaan. Tapi, mereka tidak membiarkanku kerja di sana, tak pernah juga memberiku apa-apa. Aku beruntung bisa bertemu dengan Anda,” ujar Nora dengan suara mendayu-dayu. “Oh, kasihan sekali kau, Cantik. Apa kau membutuhkan uang untuk belanja? Aku bisa membelikanmu apa sa
“Baiklah … baiklah … aku akan melayanimu ….” Asher keluar lagi ke balkon, lalu mengungkung Laura yang masih duduk dengan posisi sama. Laura menempelkan ujung jari telunjuk di bibir Asher yang hendak menciumnya. “Lakukan yang tadi dulu, Sayang,” pinta Laura lirih. Telinga Asher berkedut. Suara Laura sangat menggoda dengan tatapan mata sayu. “Tentu saja.” Tak perlu diminta pun, Asher akan tetap melakukannya. Udara hangat menjelang akhir musim panas itu membelai tubuh polos mereka yang berselimutkan peluh. Laura dapat mengekspresikan diri tanpa khawatir mengganggu tidur para bayi. Dia pun tak khawatir lagi akan ada seseorang yang mendengar. Asher tak mungkin rela membiarkan orang lain melihat tubuh Laura tanpa busana.Dari kursi hingga berpindah ke dekat pagar balkon sebatas dada Laura, percintaan panas itu terus berlangsung tanpa jeda. Asher mendekap Laura yang berdiri di dekat pagar balkon dari belakang setelah menuntaskan gairahnya. “Aku ingin liburan di rumah kenangan, Sayang,”
“Ulang tahun siapa?” Asher baru saja memberikan undangan Victor pada Laura. Namun, Laura tak mengenali nama yang tertulis pada kertas undangan itu. “Kau tidak kenal Victor Carter? Dia juga memiliki perusahaan besar yang memproduksi perhiasan dan cukup dikenal.” Bagaimana Laura bisa tahu? Dia saja tidak pernah membeli perhiasan. Bahkan, Laura pun tak bisa mengenali Asher Smith tatkala mereka pertama berjumpa.“Nora selalu mengambil perhiasan yang ingin aku beli lebih dulu. Dan seseorang yang mengaku sebagai ayah kandungku selalu mengatakan padaku jika aku yang harus mengalah dan mencari model lain,” sindir Laura pada Simon yang duduk berseberangan kursi darinya. Setelah mengasuh Claus malam itu, Simon jadi sering mengunjungi cucunya. Claus selalu tenang ketika digedong olehnya. Namun, dia malah diingatkan oleh perlakuan tak adil yang pernah dilakukannya pada Laura. “Maaf, Lau …,” sesal Simon lirih. “Tapi, sebaiknya kau tidak perlu datang ke acara itu. Papa tidak bermaksud mengaturmu
Siapa yang menyangka jika Laura akan menghilang di tengah banyak orang? Tidak ada yang menduga jika lampu tiba-tiba dipadamkan.Asher pun tak bisa menyusupkan orang-orangnya di wilayah Victor Carter. Selama berada di tempat yang sama dengan Laura dan di keramaian, Asher pikir tak akan terjadi sesuatu yang buruk.“Tuan Asher, tenanglah. Nyonya Laura pasti masih ada di sini. Tidak akan terjadi sesuatu padanya. Saya bisa menjaminnya.” Abigail berusaha melepaskan tangan Asher dari suaminya dengan halus. Asher sedikit mengendurkan tangannya. Dia menatap orang-orang di sekeliling ruangan. Tak melihat adanya kejanggalan di setiap wajah para tamu undangan.Tetap saja, hanya Victor yang mencurigakan karena mengenal Nora.“Mari ke ruangan lain terlebih dulu. Lagi pula, ada CCTV di rumah ini, pengawal saya sedang mengecek saat mati lampu.” Asher menyentak kasar dada Victor. Kemudian mengikuti Abigail setelah wanita itu menenangkan para tamu untuk melanjutkan pesta. “Kau tidak perlu mengantarku
Langkah kaki Asher semakin lebar ketika hampir sampai di tempat terakhir Laura terlihat. Dia membuka pintu ruangan yang dimaksudkan untuk mencari istrinya. Namun, Laura tak ada di sana. “Sial … apa yang Nora lakukan pada istriku?” geram Asher. “Tuan, silakan kembali ke ruang pesta-” Asher mendorong pengawal Abigail tanpa mau mendengarkan sampai selesai. Dia kembali membuka setiap pintu ruangan satu persatu dengan gusar. Diikuti pengawal tadi yang tak berani menginterupsi aksi Asher. Dari kejauhan, terdengar suara para wanita sedang bercakap-cakap sambil tertawa. Abigail dan teman-temannya ada di sana. “Tuan Asher, kenapa Anda pergi lama sekali?” Asher menoleh pada orang yang mengajaknya bicara. Sedetik kemudian, kelopak matanya melebar. “Laura Smith!” Asher gegas menghampiri Laura. “Aku mencarimu ke mana-mana!” Asher langsung memeluk Laura sebentar. Dia mencengkeram lembut lengan Laura, memutar tubuhnya ke kanan-kiri. “Kau baik-baik saja?” Laura tersenyum dengan dada berdebar
“Sudah sepuluh menit, Sayang … kita pulang sekarang,” panggil Asher tanpa beranjak dari tempatnya. Laura masih tercengang melihat Nora yang tiba-tiba memeluk Victor dari belakang. Dia hanya mendengar suara Asher, tetapi fokus melihat ke depan. Tanpa malu dilihat banyak orang, Nora menggesekkan tubuhnya pada Victor untuk memuaskan gairah yang meledak-ledak. “Tuan Victor, apa kau tidak menginginkanku?” tanya Nora dengan nada menggoda. Victor mendorong Nora tanpa belas kasihan hingga terjatuh di lantai. Salah satu wanita mengambil kain seadanya untuk menutupi tubuh Nora. Namun, Nora tetap maju untuk mendekati satu-satunya pria di dalam ruangan itu. Rasa panas di tubuh Nora memutuskan urat malunya. Yang dia inginkan hanyalah kepuasan.“Apa kau gila? Siapa kau berani menyentuhku? Pasti ada seseorang yang telah menjebakku!” bentak Victor sambil masih berusaha menjauhi Nora. Abigail menggeleng-geleng pelan dengan meneteskan air mata. “Cukup, Vic! Semua orang di sini adalah saksi perselin
“Oh, lucu sekali Claus dan Collin. Matanya begitu indah seperti mama mereka,” puji Abigail. Seminggu telah berlalu setelah kejadian di pesta ulang tahun Abigail. Dia datang mengunjungi Laura begitu menyelesaikan proses perceraian dengan Victor. “Mereka lucu mirip sekali dengan papanya.” Laura mengulum senyum. Dia selalu senang mendengar setiap pujian yang dilontarkan pada bayi kembarnya. “Ah … i-iya … Asher Smith sangat lucu.” Abigail tersenyum canggung. Setiap ada kesempatan, Laura selalu bilang jika Asher lucu dan menggemaskan. Tak ada satu pun wanita yang menganggap Asher Smith lucu, kecuali Laura. Asher memang pria tampan, matang, dan berkarisma. Sayangnya, tak banyak orang yang pernah melihatnya tertawa atau bertingkah menggemaskan selain istrinya.“Bagaimana kabar wanita itu?” Laura merujuk pada Nora. Sejak kejadian di pesta, Laura tak mendengar apa pun lagi tentang Nora. Wanita itu menghilang bak ditelan bumi. Bahkan, Nora tak pernah memberi kabar pada sang ayah tiri.“Kau