Bramono pagi-pagi sudah bangun, dia ingat hari ini dia ada janji dengan seseorang. Bramono menatap dirinya di cermin, lalu tersenyum."Apa aku sudah pantas di bilang ayah," ucapnya sambil melihat penampilannya.Setelah merasa rapih, Bramono keluar dari kamarnya, tanpa bicara atau sarapan bersama Ratna, Bramono langsung pergi.Sedangkan Ratna yang terlihat tidak perduli namun menatap pintu yang baru saja di tutup oleh Bramono dengan tatapan yang sedih."Sepertinya aku harus menjalankan rencana itu, sekarang!" Ucap Ratna.Ratna pun menyelesaikan sarapan paginya, karena tiba-tiba rasa laparnya menjadi hilang.Bramono melirik ke arah jam di tangannya, sepertinya dia tidak terlambat. Bramono berdiri di samping mobilnya, melihat beberapa anak telah datang bersama ayah mereka.Bramono pun langsung masuk ke dalam sekolah, Bramono akan menepati janjinya dengan Brama, untuk datang hari ini.Mala dan Markus pun datang bersama untuk mendampingi Brama di acara sekolah nya, Mala melihat Brama terli
"Maksud kamu apa?" Mereka bertatap lagi, belum Bramono menjawab pertanyaan Mala itu, seseorang menarik Mala dengan kuat, hingga lepas dari dekapannya.Markus tanpa bicara apapun langsung, menyeret Mala keluar dari ruangan itu.Mala menatap ke arah Bramono, Bramono malah tersenyum padanya. Markus pun langsung membawa Mala masuk ke dalam ruangannya."Kenapa kamu beri ijin dia masuk ke kantor!" Bentak Markus.Mala tidak menjawab pertanyaan Markus, pikiran Mala masih terfokus pada ucapan Bramono padanya."Dia, itu bajingan! Yang akan melakukan segala cara untuk bisa dekat denganmu!" Lanjut Markus lagi.Markus menggenggam tangan Mala, dia menatap Mala dengan sedih."Ku mohon, jangan sampai kamu balik dengannya, dia sekarang tahu kamu sukses dan juga cantik jadi dia ingin bersamamu lagi!" Ucap Markus.Mala melihat ke arah mata Markus, lalu mengangguk pelan. Mala memang berencana tidak akan mudah kembali pada Bramono, begitu saja."Bagus!" Ucap Markus sambil tersenyum."Dengar, aku melakuka
Mala menangis sendirian di dalam kamar semua perasaan yang selama ini dia pendam untuk Bramono baru saja dia ungkapkan, pada Markus.Mala berharap, Markus tidak lagi berharap banyak padanya, karena selama ini Mala merasa tertekan dengan perasaan Markus padanya.Mala merasa tidak bisa bergerak bebas melihat tatapan Markus padanya, tatapan penuh cinta yang Markus berikan padanya, membuat dadanya merasa sesak, hingga membuat Mala tidak bisa berkutik.Mala kemudian menangis lagi, kali ini bukan karena Markus, Tapi karena dia teringat Bramono yang tiba-tiba pergi, entah kemana.Kepergian Bramono kali ini sangat melukai hatinya, karena hal ini membuat Brama jadi bersedih.Apakah Bramono tidak pernah berpikir jika kepergian nya yang diam-diam ini, membuatnya merasa khawatir, apalagi melihat Brama menangis karenanya.Mala tak menyangka kedekatan Brama dan Bramono, yang singkat ini. Mampu membuat kesan tersendiri di hati Brama, mungkin hal ini di sebabkan oleh adanya ikatan darah di antara me
Mendengar ucapan Markus barusan Mala merasa jantungnya langsung copot.Bukan seperti ini maunya, dia mau Markus sadar jika dengan peristiwa ini, mereka tidak cocok menjadi pasangan."Aku akan memberikan cincin yang lebih bagus dari yang hilang," lanjut Markus."Tidak! Tidak usah!" Ucap Mala dengan nada agak tinggi.Dia menatap Markus tajam, Markus seperti orang lain saat ini."Kenapa kamu lakukan ini?" Tanya Mala dengan sedikit marah."Melakukan apa?" Tanya Markus seperti tidak mengerti maksud dari pertanyaan Mala padanya."Bukankah aku sudah menolak kamu!" Ucap Mala.Markus terdiam mendengar itu, dia menatap Mala sekali lagi."Aku tahu saat itu kamu sedang marah, akibat Bramono pergi," jawab Markus."Tidak! kamu salah! aku saat itu benar-benar mengungkapkan perasaan ku padamu, bahwa aku selama ini hanya mencintai Bramono!" Jelas Mala dengan kesal."tapi dia bukan lelaki yang tepat untukmu!" balas Markus."Aku akan membantu kamu melupakannya!" ucap Markus tetap ngotot."Tidak! Kamu t
Bramono begitu keluar dari kantor Mala, dia mengemudikan mobilnya menuju kantornya, untuk menemui Ratna.Seperti biasa, dia di sana memasang wajah super dinginnya. Tanpa mengetuk pintu Bramono masuk ke dalam ruangan Ratna, hingga membuat Ratna terkejut.Ratna menatap tajam Bramono, Ratna ingat seminggu yang lalu, dia begitu marah, saat tahu kamar Bramono telah kosong, Bramono sudah pergi entah kemana tanpa meninggalkan pesan apapun padanya.Ratna sekarang benar-benar yakin dengan perasaan nya, yang merasa jika dia memang tidak berarti apapun buat Bramono, setelah berusaha beberapa tahun ini. Bahkan dengan ikhlas dia membantu usaha Bramono yang kala itu akan bangkrut.Namun tetap saja, Bramono tidak menghargai usahanya itu, dirinya tidak berarti apapun di mata Bramono.Selama tinggal bersama Bramono, Mala menyadari hati "Aku datang hanya ingin mengatakan, aku akan datang besok di rapat besar perusahaan ini," ucap Bramono."Baguslah! Aku harap kamu jangan telat!" Balas Ratna."Tentu sa
Keesokan harinya di perusahaan Bramonos'grup begitu banyak tamu yang hadir, semua karyawan terlihat sibuk, menyambut para tamu penting dalam perusahaan mereka. Sekitar jam sembilan pagi tepat, sebuah ruang telah terisi penuh, oleh para tamu yang datang.Kali ini bukan sebuah pesta yang akan di adakan namun sebuah rapat penting para pemegang saham utama di Bramonos'grup. Ratna dan Bramono berdampingan masuk ke dalam ruangan tersebut lalu duduk di tempat yang telah di atur khusus untuk mereka.Seorang MC pun membuka acara tersebut, untuk segera di mulai. Lalu mereka mulai saling menyapa dan memperkenalkan diri satu sama lain.Sampai akhirnya bagian terpenting dari acara itu, yaitu pengumuman para pemegang saham, seperti yang di ketahui Bramonos'grup menerapkan sistem pihak yang akan mempunyai kewenangan untuk memimpin perusahaan nanti, ada di tangan si pemilik saham terbesar. Awalnya Bramono memang pemilik 50 persen saham di perusahaan ini, karena beberapa tahun kemarin Bramono terl
Ratna menatap Bramono sekali lagi, dalam hatinya masih menyangkal dengan kenyataan ini, sejak kapan Bramono menikah, apalagi menikahi Mala, wanita jelek yang pernah dia sewa, untuk tidur bersama Bramono.Ratna kini menatap Mala, wanita yang entah dari mana asalnya itu.Bagaimana bisa Bramono menikahi nya, apa karena dia hamil? Batin Mala, melihat seorang anak laki-laki yang memang sangat mirip dengan BramonoRatna tidak pernah berpikir Mala akan hamil karena Bramono, karena peristiwa malam itu."Bodoh! Seharusnya aku memikirkan hal ini!" Batin Ratna membodohi perbuatan dulu."Aku masih tidak percaya dengan pernikahan kalian!" Teriak Ratna."Aku tidak butuh rasa percaya dari mu, kami yang menikah tidak ada sangkut pautnya denganmu!" "Jadi selama ini, kabar yang mengatakan anda menikah dengan nyonya Ratna, tidak benar?" Tanya seorang wartawan.Bramono menatap Ratna, yang terlihat pucat mendapat pertanyaan ini, membuat Bramono tersenyum kecil di sudut bibirnya."Rasakan wanita licik, ka
Bramono mengantar Mala dan Brama sampai ke rumah, setelah itu, Bramono langsung pamit pulang, tanpa berkata apa-apa lagi.Mala masih terus menatap kepergian Bramono dengan wajah sedih, hingga akhirnya Bramono menghilang dari balik pintu.Bramono yang berjalan cepat ke arah mobilnya, langsung menyalakan mesin mobilnya, dan segera pergi dari tempat itu.Keesokan harinya, Mala terkejut saat melihat Bramono sudah ada di dalam rumahnya lagi. Mala mengerutkan keningnya, memandang Bramono dengan bingung.Bramono tersenyum lalu menarik Mala masuk dalam pelukannya, melihat raut kebingungan di wajah Mala."Aku rindu padamu, makanya aku pagi-pagi sudah ke rumah ini," ucap Bramono.Mala menengadahkan kepalanya, merasa tidak percaya dengan apa yang di katakan Bramono.Bramono tersenyum, melihat ekspresi tidak percaya di wajah Mala."Itu benar, aku tidak bohong! Semalam aku tidak bisa tidur membayangkan ciuman kita kemarin, rasanya ingin kulakukan lagi," bisik Bramono."Jangan bercanda terus, katak
Bramono menatap tidak percaya pada Markus, Markus mengedipkan matanya, melihat keterkejutan Bramono itu.Mendapat kedipan mata dari Markus, Bramono malah makin terkejut, bagaimana bisa Markus yang terkenal dingin, mengedipkan matanya bahkan senyum-senyum seperti sekarang."Dia berubah!" Batin Bramono."Apa kamu ingin menjadi, seperti aku dulu?" Tanya Bramono."Tentu tidak! Aku tidak akan melakukan hal bodoh itu, aku dan kamu berbeda, aku tidak akan pernah membuat seorang wanita dendam padaku,""Bahkan aku tidak mau membuat senjataku marah, hingga tidak bisa berdiri," lanjut Markus.Bramono menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sambil tersenyum malu."Semoga apapun usaha kamu, kamu segera mendapatkan hasilnya," ucap Bramono kemudian."Terimakasih! Aku titip Mala dan Brama jaga mereka, jangan buat mereka terluka, karena jika itu terjadi, bisa aku pastikan kamu akan menyesal!" Ancam Markus dengan wajah dinginnya."Siap-siaplah kehilangan segalanya, jika sampai itu benar-benar terjadi!" L
"Aku tadi," Bramono mencoba membuka mulutnya, untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya pada Mala, namun dengan cepat Mala memotongnya."Seharusnya kamu, tadi cepat masuk ke sini, begitu Markus keluar dari ruangan ini!" Omel Mala."Aku berharap melihat kamu di balik pintu itu, mengintip aku dan Markus dalam ruangan ini!" Omel Mala lagi."Tapi ternyata kamu bahkan, tidak langsung masuk menemui ku, ketika Markus keluar!" Lanjut Mala.Bramono menatap Mala yang terlihat sedih mengatakan semua itu, padanya.Bramono bahkan kini melihat kedua mata Mala sudah berkaca-kaca."Tidak seperti itu! Saat melihat kamu berada dalam satu ruangan bersama Markus! Sebenarnya aku juga ingin ikut masuk! Tapi, aku takut kamu marah!" Ucap Bramono."Aku berpikir mungkin memang kalian berdua, butuh untuk bicara," lanjut Bramono."Aku juga gelisah, saat kalian berdua di dalam ruangan ini, begitu lama!""Apalagi saat melihat Markus keluar dengan wajah marah dan kesal,""Lalu kenapa kamu tidak langsung masuk,
Markus menatap Mala, dengan tajam, dia ingat bagaimana Mala mempermalukan dirinya di pesta ulang tahunnya.Pesta ulang tahun, yang seharusnya menjadi hari yang paling bahagia, berubah menjadi hari yang buruk karena penolakan yang di lakukan Mala pada lamarannya, didepan orang banyak.Bahkan, Mala menambah drama penolakan nya, dengan aksi membuang cincin nya, tanpa rasa bersalah.Flash back on.Markus menjemput Mala dan Brama ke bandara siang itu."Aku akan mengajak kalian jalan-jalan dulu sekarang, apa kalian mau?" Tanya Markus pada Mala dan Brama."Mau!" Jawab Brama dengan semangat.Mendengar hal itu, Markus tersenyum bahagia. Siang itu Mala dan Brama benar-benar di manjakan oleh Markus.Mereka berjalan-jalan mengitari sebuah taman yang sangat indah di tengah kota. Hingga tanpa terasa siang pun sudah berubah menjadi malam.Saat malam datang, Markus tidak membawa Mala dan Brama pulang ke rumah, tapi mengajak Mala dan Brama masuk ke sebuah restoran, untuk makan.Tanpa di ketahui oleh M
Pulang menjenguk Ratna, Mala dan Bramono langsung pulang, mereka pun kini sedang berbaring berdua di atas tempat tidur, sambil menatap langit-langit kamar.Setelah puas menatap langit-langit kamar, Bramono mengubah posisi tidurnya menghadap ke arah Mala.Menatap wajah cantik Mala, merupakan hal yang senang dia lakukan akhir-akhir ini.Mala makin di lihat makin cantik, dia memang untung besar mendapatkan Mala.Bahkan dia sering merasa tidak percaya diri berjalan bersama Mala, kecantikan Mala membuat semua hampir menoleh kearah, Bramono takut suatu ketika Mala menghilang darinya."Kenapa?" Tanya Mala, melihat Bramono menatapnya sambil melamun."Kenapa, apanya?" Tanya Bramono balik."Apa yang sedang kamu, pikirkan?""Aku sedang memikirkan bagaimana seandainya kamu pergi dariku, pasti aku akan mati!" Jawab Bramono."Kenapa bisa begitu?" "Tanpa kamu apalah arti diriku!" "Gombal!" ucap Mala sambil tersenyum."Itu benar, aku sekarang sangat tergantung padamu!""Kalau begitu buatlah, aku be
Ciuman yang sangat panjang dan lama, hingga membuat kedua merasakan sesuatu dorongan yang kuat dalam hati mereka untuk berbuat lebih dari itu.Mendorong Bramono untuk membawa Mala, ke atas tempat tidur dengan lembut, dan mulai merangkak di atas tubuh Mala."Tok, tok, tok!" Tiba-tiba suara pintu di ketuk dari luar, membuat gerakan Bramono terhenti.Bramono dan Mala saling pandang."Siapa?" Tanya Bramono."Ini aku ayah, aku ingin tidur bersama ayah!" Jawab Brama.Bramono kembali menatap Mala, Mala tersenyum. Bramono mau tidak mau segera turun untuk membukakan pintu untuk Brama."Kamu mau tidur sama ayah?" "Iya,""Baiklah!" Jawab Bramono. Bramono langsung menggendong Brama lalu masuk ke dalam kamar nya Brama."Baiklah, malam ini kita akan tidur berdua di kamar ini," ucap Bramono.Brama tersenyum senang mendengar itu, dia pun langsung tidur sambil memeluk Bramono erat, seakan-akan tidak akan dia lepaskan lagi.Bramono jadi senyum sendiri, menyadari hal yang tidak jadi dia lakukan bersam
Bramono menatap Mala yang muntah mengenai seluruh tubuhnya, Mala menutup mulutnya, menahan rasa mual yang kembali menyerangnya.Mala tanpa ragu mendorong tubuh Bramono, lalu turun dari tempat tidur, dan kelur dari kamar menuju kamar mandi.Sedangkan Bramono menatap tubuhnya, yang penuh dengan muntah."Oh, Tuhan!" Ucap Bramono, dia pun langsung berlari ke arah kamar mandi menyusul Mala.Mala menatap sedih ke arah Bramono."Maaf!" Lirih Mala "Sudahlah, mungkin bayinya belum mau di tengok," ucap Bramono sedih.***Bramono dengan berat hati harus meninggalkan Mala dan Brama di kampung, hari ini. Bramono harus kembali, ke Jakarta karena Bramonos'grup membutuhkannya.Sampai di Jakarta, Bramono benar-benar langsung pergi menuju kantor, hari itu juga.Dia mencoba berbuat sesuatu yang dia bisa dia lakukan untuk menyelamatkan Bramonos'grup dari kebangkrutan.Siang dan Malam, Bramono berkutat hanya di seputar pekerjaan, tidak ada waktu untuk memikirkan hal lain.Hingga tanpa terasa, waktu pu
"Tolong!" Ucap Ratna lagi.Rima mengacak-acak rambutnya dengan kesal, bagaimana ini? Bagaimana dia menolong Ratna, jika dia sendiri, dia tidak akan kuat mengangkat Ratna ke atas."Tolong!" Teriak Rima akhirnya, karena tidak tahu harus berbuat apa."Tolong!" Teriak Rima lagi.Para polisi yang belum jauh pergi, seketika menghentikan langkahnya, mereka berbalik ke arah suara Rima yang berteriak minta tolong."Ada apa ini?" Tanya para polisi itu.Ratna bukannya langsung menjawab, dia malah terpaku melihat para polisi tadi yang datang."Maaf ada apa ini?" Tanya polisi yang lainnya.Rima tanpa menjawab, mengangkat tangannya lalu menunjuk ke arah lubang di mana Ratna berada."Dia di sana!" Ucap Rima akhirnya.Para polisi pun segera berlari ke arah yang di tunjuk Rima, mereka tersenyum melihat siapa yang ada di sana."Tolonglah aku!" Ucap Ratna, yang sudah merasa tidak kuat lagi menahan berat tubuhnya sendiri.Para polisi itu langsung bergerak, dan akhirnya mereka bisa mengangkat Ratna ke ata
Mendengar suara itu, Mala pun langsung berbalik badan, untuk melihat siapa pria itu. Mata Mala langsung membesar saat melihat siapa pria itu."Markus!" Ucap Mala.Para warga pun langsung mengalihkan perhatiannya pada Markus, yang berjalan ke arah mereka."Kalian semua pasti mengenal saya bukan? Saya bukan hanya akan meratakan kampung ini dengan tanah, tapi juga mengusir kalian dari kampung ini," ucap Markus.Para warga kembali terdiam, mereka saling pandang satu sama lain."Dengar! Yang kalian usir sekarang, adalah pemilik asli semua tanah yang kalian tempati!" Teriak Markus lagi.Rima dan para warga saling pandang mendengar hal itu. Lalu menatap ke arah Markus lagi."Kalian pasti tahu keluarga Kusuma, dan Mala adalah cicit mereka!" Jelas Markus lagi."Jadi menurut kalian, yang seharusnya pergi dari desa ini, dia apa kalian?" Tanya Markus dengan marah.Markus tadi terkejut saat melihat Mala ada di kampung ini, apalagi melihat Mala yang sedang di usir para warga. Kampung ini adalah
Mala menatap apa yang baru saja dia keluarkan dari dalam perutnya, kenapa bisa seperti ini, kemarin dia merasa baik-baik saja."Kenapa aku tiba-tiba, seperti ini?" Tanya Mala dalam hatinya."Kamu kenapa?" Tanya Bu Minah yang terbangun mendengar Mala muntah-muntah barusan."Entahlah, aku tiba-tiba mual-mual!" Jawab Mala.Bu Minah menatap Mala sesaat, dia jadi ingat saat pertama kali Mala pulang ke rumah ini, Mala pun mengalami hal yang sama."Apa kamu hamil lagi?" Tanya Bu Minah.Mala terkejut mendengar pertanyaan itu, Mala menatap Bu Minah, lalu mengerutkan keningnya."Aku sudah telat dua Minggu Bu!" Jawab Mala."Apa mungkin aku hamil lagi?" Tanya Mala."Apakah ini anak Bramono lagi?" Tanya Bu Minah lagi."Tentu saja, dia suamiku! Ternyata kami tidak bercerai, dia membatalkan proses perceraian kami," jelas Mala.Bu Minah menghela nafas lega, mendengar hal itu."Apa kamu belum berhasil menghubunginya?" Tanya Bu Minah lagi."Handphone ku hilang, aku bingung harus menelepon Bramono bagai