"Patih apakah semua pasukan sudah siap?" Tanya Galih Panuraga yang sudah siap dengan jubah tempurnya dan pusaka kebanggaannya yang menjadi saksi pengembaraannya saat muda dulu.
"Semua prajurit sudah siap gusti, hanya tinggal menunggu perintah dari Gusti Prabu," jawab Patih Almatama.
Galih Panuraga mengangguk pelan, dia sudah sedikit lega karena Sri Pramudita dan putranya Banyu Aji sudah bergerak meninggalkan keraton menuju salah satu Perguruan Silat.
"Dengarkan aku, pemberontakan yang di lakukan Jaka Waruga adalah penghinaan nama besar Kerajaan Sungaisari. Mereka harus mendapatkan hukuman atas tindakan mereka ini, jika sudah berani datang ke Kotaraja, maka tidak ada tempat untuk mereka kembali, kecuali kematian... " Galih Panuraga orasi membakar semangat tempur prajuritnya.
Semangat prajurit menggelora mendengar orasi dari Galih Panuraga. Mereka jelas terbakar semangatnya, menyaksikan semangat raja mereka yang juga akan turun ke medan tempur. Atas nama kehormatan Kerajaan Sungaisari dan tanah leluhur mereka, kematian bukan sesuatu yang menakutkan bagi para prajurit itu. Lebih baik mati membelah kehormatan, dari pada diam di pijak penjajah.
"Kita hancurkan mereka, tunjukkan jika kita jauh lebih kuat... "
"Hancurkan mereka... "
Suara para prajurit itu menggema memenuhi alun-alun Keraton. Mereka seolah mendapatkan suntikan kekuatan dan tenaga, serta meningkatmya mentalitas mereka untuk turun ke medan perang.
Galih Panuraga langsung melompat ke depan, dia akan memompa langsung pasukan Keraton untuk bergerak menyambut pemberontakan yang di lakukan oleh Jaka Waruga bersama keloninya itu. Di dampingi oleh Patih Almatama dan beberapa orang pangling perang yang mereka miliki.
"Raka Galih, menyeranglah dan aku akan memberimu posisi yang pantas untukmu," Jaka Waruga yang baru tiba di depan Keraton itu berseru dengan lantang memberi penawaran kepada Galih Panuraga.
"Menyerah? Hanya pengecut yang menyerah, tetapi lebih pengecut lagi seseorang yang lupa balas budi malah menusuk dari belakang, paman. Kau tidak lebih dari sampah di mataku saat ini," Galih Panuraga menyering ke arah Jaka Waruga.
Jaka Waruga tersenyum pahit, kepala terasa panas bak air yang mendidih di atas tunggu yang panas. Menurutnya, Galih Panuraga tidak tahu terima kasih, dia sudah berbaik hati menawarkan posisi kepada Galih Panuraga dan mencegah pertumpahan darah.
"Jadi kau begitu menginginkan pertumpahan darah di antara kita," Jaka Waruga kembali berseru keras.
"Jaka Waruga!!! Jaga ucapanmu, tidak pantas kau berbicara seperti itu di depan Gusti Prabu," Patih Almatama membuka suara, setelah sejak awal memiliki bungkam, "Bukan Gusti Prabu Prabu yang menginginkan pertumpahan darah, tapi ambisi busukmu itu yang menyebabkan terjadi pertumpahan darah."
"Paman, sudah tidak ada lagi yang perlu kita diskusikan. Hanya perang yang akan menyelesaikan masalah di antara kita, aku tidak akan bisa memaafkan pemberontakan yang kau lakukan," ucap Galih Panuraga.
"Serang!!!"
"Serang!!!"
Bersamaan dengan itu pula, genderang perang di tabuh dan menggema memenuhi alun-alun keraton itu.
Semua prajurit langsung bergerak ke depan dengan senjata di tangannya masing-masing.
Suara dentingan besi beradu terdengar keras di seluruh penjuru alun-alun. Tidak lama setelah itu, jeritan kesakitan ikut menggema, bersama dengan itu satu orang tumbang dan menghembuskan nafas terakhirnya.
"Paman, aku masih tidak percaya kau melakukan pemberontakan setelah apa yang telah aku berikan kepadamu," ucap Galih Panuraga.
"Kau terlalu naif, Galih. Kau terlalu memberi kebebasan kepadaku dan Kadipaten Waruna Angin, sehingga aku dapat dengan mudah menyusun kekuatan untuk merebut kekuasaanmu," balas Jaka Waruga.
Galih Panuraga hanya tersenyum tipis, dia menyadari kesalahannya yang terlalu percaya kepada Jaka Waruga selama ini. Mengingat sosok ini adalah keluarganya sendiri.
"Ternyata memang, musuh itu tidak hanya datang dari luar, tetapi musuh yang datang dari dalam jauh lebih berbahaya,"
Bersama dengan itu pula, Galih Panuraga bergerak maju dengan pedang di genggaman tangannya yang sudah di alirkan tenaga dalam, sehingga membuat semburat cahaya biru langit.
Di waktu yang sama pula, Jaka Waruga bergerak maju menyongsong serangan dari Galih Panuraga.
Pertemuan dua pedang itu dengan cepat mencipta gelombang kejut yang besar, sehingga membuat banyak prajurit menjaga jarak karena tidak ingin terkena serangan salah sasaran.
Dua orang itu saling mengadu kecepatan ayunan pedangnya. Dentingan keras terdengar begitu nyaring saat dua bilah pedang itu saling berbenturan, percikan energi kekuatan terpancar di hasilkan dari pertemuan dua pusaka itu.
Dalam waktu singkat, dua manusia itu sudah bertukar lebih dari belasan serangan.
"Ternyata kekuatan inu yang membuatmu begitu yakin mampu memenangkan pertempuran ini, paman," ucap Galih Panuraga.
"Apa kau pikir aku hanya mengandalkan kekuatanku saja? Aku memiliki dua perguruan besar yang berpengaruh di tanah Java Dwipa ini, kekuatan dua ketua perguruan itu sudah sangat lebih dari cukup untuk membuat keraton ini rata dengan tanah... "
Galih Panuraga tersenyum getir, dia masih tidak percaya jika dua perguruan besar yang berdiri di bawah kekuasaan Kerajaan Sungaisari itu akan dengan tega berkhianat.
"Memang sudah pantas jika iblis berkerja sama dengan iblis. Sekalipun kalian memenangkan pertempuran ini, akan ada orang lain yang akan menuntut balas atas semua penghianatan kalian semua," Galih Panuraga berseru keras ke arah Jaka Waruga. Luapan emosi atas penghianatan yang di lakukan oleh Jaka Waruga tergambarkan jelas di wajahnya.
"Bersetan dengan iblis, aku akan melakukan apapun demi kejadian penguasa negeri ini, penguasa di seluruh Java Dwipa... "
Galih Panuraga tersenyum getir, dia merasa jika Jaka Waruga sudah tersesat terlalu jauh.
"Kau telah di sesatkan oleu ambisimu sendiri paman,"
Galih Panuraga menarik nafas panjang, sebelum bergerak maju kembali menyerang Jaka Waruga. Dengan sangat tangkas dan cekatan Galih Panuraga mengayunkan pedangnya menghujani Jaka Waruga dengan hujan serangan. Untuk beberapa saat, Galih Panuraga mendominasi pertarungan dan mendikte semua pergerakan dari Jaka Waruga.
Galih Panuraga berada di atas angin, karena memang dalam hal kekuatan Jaka Waruga jauh di bawahnya. Galih Panuraga sangat percaya diri mampu keluar sebagai pemenang dalam pertarungan kali ini. Jika bukan karena memperhitungkan dua perguruan besar yang berada di belakang Jaka Waruga, maka Galih Panuraga tidak akan memberikan perintah kepada permaisurinya untuk pergi mengungsi.
Jaka Waruga yang sadar akan posisinya, jelas tidak tinggal diam. Segala cara sudah di lama oleh Jaka Waruga untuk keluar dari tekanan. Namun, semua gerakannya seolah terkunci oleh Galih Panuraga.
"Gandrik!!! Ternyata kemampuannya tidak menurun sedikitpun, sekalipun selama ini dia di sibukkan dengan urusan keraton," umpat Jaka Waruga yang tidak menyangka jika Galih Panuraga semakin kuat. Padahal dia menebak jika kemampuan Galih Panuraga sudah menurun karena tidak pernah berlatih lagi.
Satu yang menjadi kesalahan utama dari Jaka Waruga, yaitu terlalu meremehkan Galih Panuraga. Padahal selama di Keraton, Galih Panuraga masih rutin melatih ilmu silatnya, sehingga terus mengalami peningkatan setiap saat. Hal ini di lakukan oleh Galih Panuraga untuk berjaga-jaga jika ada serangan seperti yang terjadi saat ini.
ka Waruga harus menelan dalam-dalam ludahnya karena terlalu meremehkan Galih Panuraga. "Apa paman pikir selama ini aku tidak pernah lagi melatih kemampuanku? Kau salah paman, aku sudah memperhitungkan jika suatu hari nanti akan terjadi pemberontakan, tapi aku tidak pernah menduga jika pemberontakan itu di lakukan oleh orang yang sudah ku tolong dan ku berikan posisi Adipati," ucap Galih Panuraga."Haha kau terlalu mudah memberikan kepercayaan kepada orang lain, Galih. Tanpa kau sadari jika orang lain itu tidak akan puas dengan posisi yang telah kau berikan, bagiku menjadi Raja Kerajaan Sungaisari adalah puncak impianku selama ini," balas Jaka Waruga.Galih Panuraga menggeleng pelan, sebenarnya Galih masih memiliki belas kasih kepada Jaka Waruga, jika dia berhasil memenangkan pertempuran ini, Galih Parunurga hanya ingin memasukkan Jaka Waruga ke penjara tahanan bawah tanah, tetapi setelah melihat ambisi besarnya, membuat Galih Panuraga berubah pikiran."Maaf paman, aku tidak bisa memb
4. Pemberontakan Jaka Waruga IVDua kilatan cahaya saling beradu dan menciptakan gelombang kekuatan yang sangat besar.Kilatan biru dan hitam pekat itu membuat kondisi alun-alun Semaki porak-porandakan. Dua kekuatan itu juga merenggut banyak nyawa akibat salah sasaran."Kau sangat tangguh rupanya, Mahapatih," Junggo tanpa sungkan sekali lagi memberikan pujiannya."Kau terlalu memuji, aku hanya mengikuti permainanmu," balas Patih Almatama.Junggo tertawa kecil, sebelum kembali membangun serangan dengan luapan energi yang sangat besar dari pedangnya.Bukannya takut, tatapi Patih Almatama malah bergerak ke depan menyongsong serangan yang di lakukan oleh Junggo.Gelegar!!!Gelagar!!!Gelegar!!!Benturan dua kekuatan besar itu membuat banyak kerusakan demi kerusakan dinding beton alun-alun.Baik Patih Almatama ataupun Junggo sama-sama terlempar jauh ke belakang dan merasakan sesak di bagian dadanya. Namun, Ninggalkan menderita luka yang lebih parah sampai membuatku memuntahkan isi perutnya
Gelegar!!!Galih Panuraga terpental jauh ke belakang, hingga tubuhnya menghantam bagian beton dinding Keraton."Uhukkk ... " Galih Panuraga terbatuk keras. Dia merasakan sesak di bagian dadanya itu."Apakah kau baik-baik saja, Jaka?" Tanya seorang laki-laki berusia payah."Terima kasih, Tetua. Jika tidak ada dirimu aku tidak apakah masih bernyawa," balas Jaka Waruga."Hemm, kau berhutang satu nyawa denganku. Suatu hari aku akan menagih gantinya,"Jaka Waruga hanya tersenyum tipis, jika saja dia memiliki kekuatan yang besar, maka sudah ingin sekali Jaka Waruga ingin melenyapkannya.'Suatu hari, aku akan menghabisimu!!!' batin Jaka Waruga."Saryoni, ternyata Perguruan Cakra Dewa benar-benar sudah menghianatiku. Ternyata apa yang sudah ku berikan tidak cukup untuk membuat kalian menegakkan keadilan, nama Cakra Dewa terlalu berambisi sampai tanpa sadar sudah tersesat terlalu jauh. Kalian rela berkerja sama dengan aliran sesat... " Galih Panuraga tersenyum tipis, tidak terlihat rasa ketak
Tepat bersamaan dengan Galih Panuraga yang menghembuskan nafas terakhirnya, Saryoni juga terlena jauh ke belakang.Saryoni sedikit lebih baik dari Galih Panuraga, dia masih bernafas, sekalipun mengalami luka yang parah.Saryoni dengan cepat mengambil posisi duduk bersila berusaha meredam luka dalamnya.Sleshhh!!!"Akhh... "Namun betapa terkejutnya Saryoni saat bilah pedang menusuk punggung belakangnya."Jaka Waruga, apa yang kau lakukan?""Maafkan aku, Saryoni. Kau terlalu berbahaya Saryoni, kau harus di lenyapkan agar tidak menjadi halangan dan batu sandungan untukku di masa depan," ucap Jaka Waruga.Saryoni bak tersambar petir dan tersedak ludahnya sendiri. Jaka Waruga menghianatinya setelah semua bantuan yang telah di berikannya dan pula Perguruan Cakra Dewa."Kau akan menyesal, Jaka. Perguruan Cakra Dewa tidak akan tinggal diam dengan kematianku ini," tegas Saryoni, bersama dengan itu pula mulutnya mengeluarkan darah kehitaman."Itu tidak akan terjadi, karena tidak akan ada yang
Hutan yang menjadi wilayah pertarungan antara Senopati Arya dan Segoro dengan cepat menjadi medan pertarungan untuk menciptakan banyak kerusakan.Dalam waktu singkat, banyak pepohonan mulai tumbang akibat dari serangan salah sasaran dari dua orang tersebut.Hanya dalam hitungan menit, Senopati Arya dan Segoro sudah bertukar belasan serangan yang dahsyat. Kecepatan ke-duanya dalam membangun serangan menunjukkan jika keduanya sudah malang melintang di dunia persilatan dalam waktu yang lama.Senopati Arya dengan aliran pedang lembut mampu memberikan perlawanan sengit dengan Segoro yang lebih pada aliran pedang lentur. Meskipun ke-dua aliran ini di katakan sama, tetapi keduanya saling bertolak belakang satu sama lain.Tring!!!Tring!!!Dua pedang itu bertemu dan menghasilkan dentingan suara yang memekakkan telinga. Tidak ada yang mendominasi serangan dalam rentan waktu yang lama, lebih tepatnya mereka saling bergantian mendominasi pertarungan.Senopati Arya yang memilih konsentrasi tingka
8. Banyu Aji10 tahun sudah berlalu pasca pemberontakan yang di lakukan oleh Jaka Waruga dan kelompoknya. Seorang anak manusia berdiri di tengah tanah lapang sedang memainkan pedang kayu sejak pagi tadi.Anak itu berusia 10 tahun, memiliki fisik yang berisi dan rambut yang panjang. Anak itu bernama Banyu Aji, putra dari mendiang Galih Panuraga yang telah tewas dalam pemberontakan yang di lakukan oleh Jaka Waruga."Banyu, kemarilah," seorang laki-laki paruh baya berambut putih memanggil anak itu.Banyu Aji langsung menghentikan kegiatannya dan berlari ke arah laki-laki paruh baya itu."Iya, kek? Ada apa?" Tanya Banyu Aji.Laki-laki paruh baya itu bernama Whira Bumi, Ketua Perguruan Tirta Kencana. Dia adalah orang yang merawat sosok Banyu Aji sejak bayi setelah di titipkan oleh Sri Pramudita.Whira Bumi ingat betul kala itu ketika waktu menjelang malam, satu kereta kencana datang ke perguruannya."Arya, siapa yang kau bawa?" Tanya Whira Bumi.Senopati Arya melompat dari atas kereta kuda
9. Mewarisi Bakat Yang Hebat Whira Bumi mengelus pucuk rambut Banyu Aji. Selama lima tahun terakhir Banyu Aji terus berlatih di bawah bimbingan langsung Whira Bumi.Selama itu pula Banyu Aji terus menunjukkan perkembangan yang pesat. Bahkan, di usia yang baru mencapainya 10 tahun, Banyu Aji sudah menikah fisik yang berisi layaknya anak usia 15 tahun."Kakek, kenapa kau memanggilku tadi?" Tanya Banyu Aji."Kakek hanya ingin kau istirahat, sudah sejak pagi tadi kau berlatih, apa kau tidak merasa letih?" Whira Bumi balik bertanya.Banyu Aji menggelengkan kepalanya dengan cepat, "Aku tidak merasa letih, aku harus cepat menjadi kuat, agar kakek mau mengajarkanku ilmu yang kakek miliki,"Whira Bumi tersenyum, dia merasa tidak salah mengangkat Banyu Aji menjadi murid dan cucunya. Membesarkan seorang pewaris dari Kerajaan Sungaisari yang saat ini sedang di duduki oleh orang yang serakah adalah sebuah kebanggaan bagi Whira Bumi."Tapi tetap saja kau harus menjaga kesehatanmu itu," ucap Whira
10. Pewaris Pedang Naga IblisPertarungan yang melibatkan Ki Ranang Rupo dan Sayuri Geni itu benar-benar hebat. Bukan hanya menggunakan jurus-jurus tingkat tinggi, tetapi juga dengan Ajian yang meledak-ledak dan hanya beberapa pendekar saja yang memilikinya dan mampu menggunakannya.Beberapa pendekar yang memperhatikan pertarungan dua pendekar sepuh itu sudah kehilangan nyawa dengan mengenaskan."Mau sampai kapan kita terus bertarung, Sayuri? Apa kau ingin lembah ini hancur dan menjadi cekungan raksasa?" Tanya Ki Ranang Rupo.Sayuri Geni tersenyum tipis, dia yang bertindak sebagai seorang Biksu memang paling menghindari pertarungan yang akan mencipta kerusakan dan kehancuran, tetapi kali ini posisinya sedikit berbeda. Jika Pedang Naga Iblis itu jatuh ke tangan yang salah, maka dunia akan dalam kehancuran.Sayuri Geni tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama, yaitu memilih bersikap netral sama seperti saat terjadi peperangan antara Galih Panuraga dan Jaka Waruga yang akhirnya di mena
81. Janayo Yang Tangguh Jurenggo menarik nafas panjang, dia jelas paling menyadari jika pertarungan dengan Janayo akan berjalan alot. Tidak ada jaminan untuk dirinya akan memenangkan pertarungan kali ini.Di tambah lagi, Jurenggo tidak mengetahui sekuat apa kemampuan yang di miliki Janayo saat ini."Sial, aku tidak memiliki gambaran seberapa kuat kemampuan yang di miliki oleh Janayo saat ini," umpat Jurenggo.Janayo tersenyum tipis, dia yang sudah lama menghilang dari dunia persilatan jelas akan membuat lawan tidak mengetahui batasan kekuatan yang di milikinya. Hal ini jelas menjadi suatu keuntungan untuknya di dalam pertarungan hidup mati seperti saat ini.Janayo mengalirkan tenaga dalam ke pedangnya, dalam satu tarikan nafas dia sudah berpindah tempat dan melesatkan serangan pembuka kepala Jurenggo.Jurenggo dengan cekatan menyilangkan pedangnya menangkis setiap serangan yang di buat oleh Janayo. Kecepatan hujan serangan yang di buat oleh Janayo masih mampu untuk di imbangi dan di
80. Jurenggo Vs Yudha Wardhana Banyu Aji langsung bergerak cepat menuju gerbang masuk desa Suba. Dia melompat ke bangunan paling tinggi, berusaha untuk melihat apa yang sebenernya terjadi, sehingga perseteruan antar para pendekar berhenti seketika.Banyu Aji dengan cepat dapat menyimpulkan jika perseteruan itu terhenti karena kedatangan sekelompok pendekar yang menggunakan jubah yang sama."Jubah itu milik Tengkorak Iblis, jadi mereka benar-benar ingin menghapus Harimau Putih dengan menggerakkan para pendekar yang mereka miliki sebanyak ini," gumam Banyu Aji.Banyu Aji memilih untuk menjadi penonton, dia tidak ingin terlibat terlalu dalam pada konflik yang sedang terjadi di bawah sana, tentu karena dia tidak tahu apa yang menjadi penyebab terjadinya pertempuran besar itu.***Yudha Wardhana tersenyum tipis, dia tidak ingin meladeni basa-basi Jurenggo lebih jauh, Yudha Wardhana mengalirkan tenaga dalam ke pedangnya, sebelum berpindah tempat ke hadapan Jurenggo.Tebasan dan tusukan ped
79. Tengkorak Iblis Vs Dunia Persilatan Yudha Wardhana dengan cepat dapat melihat kedatangan kelompok Tengkorak Iblis. Dia tersenyum tipis, sejauh ini rencana mereka berjalan dengan baik. Kedatangan pendekat Tengkorak Iblis sesuai dengan perkiraan, tepat ketika suasana desa Suba sedang sangat kacau.Bersama dengan itu pula, Yudha Wardhana memberikan kode kepada rekannya untuk segera memberitahu anggota yang lain, guna melakukan rencana selajutnya. Yaitu, menyebarkan kepada dunia persilatan jika Tengkorak Iblis menggerakkan banyak pendekar untuk menjarah semua hasil lelang yang di adakan Perguruan Harimau Putih."Gusma, jika semua rencanamu berjalan lancar, maka bersiaplah Tengkorak Iblis akan mengalami masalah besar dan dunia persilatan akan melihat Harimau Putih sebagai perguruan besar," gumam Yudha Wardhana.Sementara itu, di desa Suba pertarungan sudah benar-benar pecah. Jurenggo yang baru tiba di buat naik pitam saat salah satu anggotanya membawa berita jika Gelato yang menjadi u
78. Pertempuran di Desa Suba IV"Mundurlah sedikit, tapi jangan terlalu jauh. Karena akan ada bahaya lain yang mengincar dirimu nanti," ucap Banyu Aji sambil bersiap dengan kuda-kuda tarungnya Banyu Aji menarik pedangnya, bergegas menangkis setiap serangan yang di lakukan oleh Lapan. Banyu Aji bukan hanya bertahan, dia juga berbalik menyerang Lapan, bahkan dalam waktu singkat Banyu Aji mendominasi serangan.Lapan tentu tidak terlalu terkejut, mengingat latar belakang Banyu Aji yang merupakan pendekar Perguruan Tirta Kencana tidak mungkin memiliki kemampuan rendahan.Lapan sejak awal pertarungan di mulai langsung menggunakan kemampuan terbaiknya dan berusaha mengakhiri pertarungan dengan singkat. Namun tampaknya hal itu sulit terjadi, karena Banyu Aji bukanlah lawan yang mudah."Kau membuatku kagum, tidak banyak pendekar muda yang memiliki kemampuan seperti dirimu. Tapi sayang, aku harus menghabisimu hari ini... " Kata Lapan.Banyu Aji tertawa dengan pelan, dia tidak ingin terlalu lam
77. Pertempuran Di Desa Suba IIITubuh Rana Jelina berkeringat dingin dan bergetar dengan hebat. Perkataan dari Lapan terngiang-ngiang di kepalanya. Dia jelas tidak pernah rela jika harus mati, akan tetapi lebih tidak rela lagi harus menyerahkan kehormatannya kepada lelaki jelek seperti Lapan.Rana Jelina menarik pedangnya, sekalipun tangannya gemetar dengan hebatnya."Haha, kau ingin memberikan perlawanan? Percuma saja, karena semua itu akan sia-sia... " Ejek Lapan dengan menjilati bibirnya bersiap menerkam Rana Jelina. Di kepalanya jelas sudah tergambar apa yang akan di lewati bersama Rana Jelina.Tubuh Rana Jelina semakin berkeringat dingin. Rasa takut jelas menyelimuti tubuhnya dan hatinya. Tidak pernah terbayangkan jika dia akan mengalami nasib sesial ini, jika saja dia tahu akan berada di posisi seperti saat ini, mungkin dia tidak akan berpikir untuk datang ke desa Suba atau mungkin pula dia akan meminta beberapa orang tetua yang memiliki kekuatan tinggi untuk menjadi pengawalny
76. Pertempuran di Desa Suba IIIRana Jelina yang baru saja keluar dari penginapan tentu merasa sangat terkejut dengan kejadian di desa Suba. Sungguh dia tidak pernah menduga jika sedang terjadi kericuhan hampir di seluruh desa ini."Tetua, apa yang sedang terjadi di desa ini? Di mana para pendekar Harimau Putih? Kenapa tidak ada yang berusaha melerai pertarungan ini?" Tanya Rana Jelina dengan cemas.Tetua itu sama halnya seperti Rana Jelina. Dia pun merasa cukup terkejut melihat situasi di desa Suba. Bahkan dia menemukan beberapa prajuritnya sedang meregang nyawa dengan mengenaskan. Kondisi desa Suba sudah tidak ubahnya seperti area pertempuran. Bangun-bangunan rumah penduduk sudah jebol dan beberapa pula sudah ambruk. "Pendekar Perguruan Cakra Dewa, sepertinya kalian memiliki barang-barang berharga," kata salah seorang dari pendekar yang menggunakan jubah berwarna hitam itu bercorak kepala gagak itu."Lapan, Tetua tertinggi Perguruan Gagak Hitam. Apa maksud perkataanmu itu!!!" Cer
75.Pertempuran Di Desa Suba IISuasana di seluruh penjuru desa benar-benar kacau. Bau anyir darah dengan cepat memenuhi di seluruh penjuru desa. Hampir di setiap tempat terdengar bunyi dua pedang beradu dan teriakan atau jeritan kesakitan dan kematian yang menyayat hati.Desa Suba yang sebelumnya sangat nyaman, sekarang tidak ubahnya lautan mayat manusia yang terus-menerus melakukan pertarungan, sampai mereka mendapatkan apa yang menjadi incarannya itu."Jurang Neraka akan selalu mengingat apa yang sudah kau lakukan Prayogo. Perguruan Bukit Bintang akan merasakan akibat dari kesombonganmu ini," kata Jenata yang murka, karena setengah murid yang di bawahnya meregang nyawa. Yups, mereka semua tewas dalam pertarungan dengan kelompok Prayogo. Satu yang menjadi kesalahan dari Jenata, dia terlalu percaya diri dengan pasukan yang di bawahnya dan nama besar Jurang Neraka sudah lebih dari cukup untuk membungkam banyak lawannya."Aku tidak terlalu peduli, Jenata. Apa kau pikir Jurang Neraka aka
74. Pertempuran Di Desa Suba "Gusma, jika rencana yang kau susun ini berhasil maka Perguruan Tengkorak Iblis akan mendapatkan banyak tamu penting yang mengetuk perguruan mereka setelah ini bukan?" Kata Jaya Wardhana bernada tanya kepada pemuda itu."Benar, Ketua. Para pendekar Tengkorak Iblis sangat terkenal serakah dan arogan, mereka yang berada di bawah lindungan keraton jelas merasa tinggi. Sampai lupa jika keraton bukan ancaman bagi perguruan-perguruan besar persilatan ini," jawab Gusma, tanpa melepas senyum di wajahnya.Gusma Wardhana adalah salah seorang tetua termuda yang di miliki oleh Perguruan Harimau Putih. Namanya mungkin tidak seterkenal Yudha Wardhana di dunia persilatan, karena memang kemampuan utamanya bukan terletak pada ilmu kanuragan dan silatnya, akan tetapi pada kemampuannya dalam meramu siasat, taktik dan strategi untuk menaklukkan lawannya, tanpa harus menguras stamina dan tenaga dalam yang besar.Berkembangnya Perguruan Harimau Putih tentu berkat andil dari Gu
73. Rencana Perguruan Harimau Putih Banyu Aji yang masih berada di desa suba tentu melihat pertarungan antara Ki Ciung Alam dengan Gelato.Dari percakapan keduanya, Banyu Aji dapat menarik kesimpulannya jika Ki Ciung Alam dan Perguruan Pedang Tunggal menaruh rasa benci kepada pemerintahan keraton saat ini. Akan tetapi, dia tentu tidak ingin terlalu cepat menarik kesimpulan karena jika melakukan kesalahan fatal maka semua rencana yang di susunnya akan menjadi sia-sia."Perguruan Pedang Tunggal, sepertinya aku harus berkunjung ke sana. Barulah bisa ku putuskan apakah mereka bisa menjadi sekutu atau tidak nantinya," guman Banyu Aji.Banyu Aji turut menyaksikan pertarungan antara Gelato dan Ki Ciung Alam, dalam beberapa kali pertukaran jurus saja Banyu Aji sudah dapat menebak jika Ki Ciung Alam menang dalam segala hal, akan tetapi lebih kepada menahan diri agar tidak terlalu menarik perhatian para pendekar lainnya.Benar saja, pertarungan di antara mereka di menangkan dengan mudah oleh K