Share

Bab 123

Penulis: Reya Tunggadewi
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-28 20:50:05

Arjuna membuang napasnya kasar. Sudah berkali-kali ia berusaha menghubungi Reni, tetapi tak ada satupun panggilannya yang dijawab. Arjuna sudah mengiriminya pesan siang tadi, agar Reni menghubunginya setelah pulang magang. Ternyata nihil.

Akhirnya, Arjuna mencari kontak seseorang di ponselnya dan segera memulai sambungan.

"Halo, Bro? Tumben nih telpon. Ada apa?" seru Aldo lebih dulu setelah mengangkat panggilan.

"Mahasiswa kalo magang di tempat lo pulangnya jam berapa?"

"Jam lima biasanya udah pulang. Kenapa?"

"Oke. Cuma nanya doang. Thanks ya!"

Arjuna langsung memutuskan sambungan tanpa menunggu jawaban dari Aldo terlebih dahulu.

'Berarti sekarang Reni udah pulang? Tetapi kenapa dia nggak angkat telponku? Kemana dia?' batin Arjuna berkecamuk. Ia sempat ingin menelepon ke rumah Reni, tetapi ia merasa hal itu bukanlah hal yang baik. Nanti kalau orang rumah malah khawatir pada Reni bagaimana? Atau mengira hubungan mereka sedang bermasalah? Bisa-bisa, mere
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 124

    Setelah magang hari ini selesai, Reni dipanggil masuk ke ruangan Aldo. Sepertinya pemilik galeri itu ingin menemui anak emasnya setelah sekian lama tidak bertemu. "Halo, Reni!" sapa Aldo ramah ketika Reni mebuka pintu ruang kerjanya. "Halo, Kak Aldo! Sibuk banget nih sampe baru sempet ke galeri sekarang?" Reni membalas tak kalah ramah. Aldo tergelak. Akhir-akhir ini ia memang disibukkan dengan berbagai event pameran bahkan sampai ke luar kota. Selain itu, beberapa waktu lalu ada kunjungan dari maestro seni pahat dunia ke Jakarta. Jadilah Aldo super sibuk dan belum bisa menengok galeri seninya yang satu ini. Padahal di sini, ada Reni. Anak emasnya di bidang fotografi yang sudah berguru padanya sejak masih SMA. Ketika sudah kuliah, Aldo selalu mengikutsertakan Reni dalam perlombaan fotografi tingkat manapun. Tak heran bila Reni sering memboyong piala kemenangan dalam berbagai perlombaan fotografi tersebut. "Iya. Banyak banget projek di luar. Untungnya pas kamu ma

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-29
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 125

    Sesampainya di rumah, Arjuna segera memasukkan motornya ke dalam garasi kecil di samping rumah. Ia melepas kancing kemeja teratasnya ketika Sandra membuka kunci pintu rumah. Keduanya segera masuk. Sandra mengunci kembali pintunya. "Kenapa dikunci? Bukannya biasanya dibuka aja biar ada angin masuk? Gerah nih, San!" cecar Arjuna kemudian membuka kemejanya. Sandra juga ikut-ikutan membuka kancing kemejanya. "Eh, eh! Kamu kalau mau buka baju di kamar aja, jangan di sini!" Arjuna menahan jemar Sandra yang sudah hendak membuka satu kancing lagi yang akan membuat dada perempuan itu menyembul ke luar. "Aku juga gerah!" keluh Sandra. Tanpa sadar, tangan Arjuna menggosok dada Sandra yang membuat perempuan itu mendesah pelan. "Kamu ngapain sih?" tanya Arjuna bingung melihat sikap aneh Sandra. "Aku bentar lagi mau menstruasi." jawab Sandra. "Ya terus?" Arjuna mengerutkan kening. Sandra mendekat membuat Arjuna mundur perlahan. Ketika ia sudah menabrak te

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-30
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 126

    Reni dan Arjuna saling bertatapan. Mereka sama-sama melongo dengan tatapan tak percaya.“Lho, kalian sudah saling kenal?” tanya Andini menyadarkan keduanya.Reni dan Arjuna sama-sama membuang muka.Jadi dia! Batin keduanya.“Kita pernah ketemu di acara pameran lukisan.” jawab Arjuna saat bisa menguasai diri.“Kamu ngapain ke pameran lukisan?” tanya Wirawan dengan heran.“Kemarin itu lho, Pa. Waktu aku dateng ke acara pameran busana, aku main-main juga ke pameran lukisan. Dan ketemu sama.... Reni.” Arjuna memelankan suaranya saat menyebut nama Reni.“Wah, kebetulan banget ya! Syukurlah kalo kalian udah saling mengenal. Kita nggak perlu repot-repot memaksa kalian untuk berkenalan. Iya kan, Ndin?” seru Santi.“Iya.” Andini mengangguk. “Sekarang, mendingan kita biarkan mereka berdua dulu deh. Para orang tua jangan ngganggu!” serunya menggoda putranya yang sudah menatapnya tajam.“Ya udah yuk, ke belakang aja. Aku udah siapin makanan di sana!” ajak Santi.Kedua pasangan orang tua itu p

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-06
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 127

    Reni memarkir mobilnya di halaman luas indekos Rendi. Nampak ada beberapa motor yang terparkir di sana. Beberapa pintu kamar kos juga setengah terbuka menandakan bahwa pemiliknya ada di dalam. Sembari menenteng kantung kresek berukuran besar, Reni turun dari mobilnya. Ia celingukan, di kamar sebelah mana Rendi hidup selama ini? Melihat ada yang kebingungan, seorang bapak-bapak pun mendekat. "Nengnya teh cari siapa?" tanyanya seraya mendekat. Reni menoleh dan mengulas senyum. "Saya mau cari kosnya Rendi, Pak. Kebetulan saya baru pertama kali ke sini, Pak!" "Oh, cari Mas Rendi. Mangga, Neng. Saya antar!" Bapak yang diperkirakan Reni berusia sekitar 50 tahunan itu berjalan terlebih dahulu. "Nengnya ini pacarnya Mas Rendi, ya? Meni gelis pisan!" Reni tertawa. "Saya temannya Rendi, Pak. Hari ini saya ke sini karena katanya Rendi sedang sakit. Kasian, Pak. Biasanya anak kos kalau sakit kan makin malas keluar kamar meskipun cuma untuk beli makan." Bapak terseb

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-01
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 128

    Setelah insiden tiba-tiba itu, keduanya duduk diam. Bahkan suara napas keduanya pun seperti hilang tidak terdengar. Hanya suara hewan mengerik di luar sana yang mengisi kesunyian di kamar kos kecil itu. "Ehm, aku minta maaf," Rendi membuka suara setelah hampir sepuluh menit ia memilih diam. "Maaf karena aku udah kurang ajar sama kamu." Reni menggeleng. "Enggak kok, Ren. Aku juga tadi yang salah. Kenapa bisa-bisanya tidur di sebelah kamu tanpa ijin. Coba aja kalau aku nggak sembrono, kamu nggak mungkin tiba-tiba aja begitu tadi." "Enggak, Ren. Kamu nggak salah–" "Kamu juga nggak salah, aku yang salah!" Sahut Reni tak mau kalah. "Kan aku yang mulai du–" satu kecupan singkat dibibir Rendi membuatnya tak jadi melanjutkan kata-katanya. Saking gemasnya, Reni menghentikan perdebatan keduanya dengan memberikan kecupan singkat itu. "Udah ya, jangan didebatin lagi!" ujar Reni lirih. Ia sendiri malu sebenarnya sudah main cium cium saja. Rendi mengangguk dan suasan

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-02
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 129

    Arjuna terbangun ketika tenggorokannya terasa begitu kering. Dengan mata sedikit menyipit, Arjuna mendudukkan tubuhnya. Ia mencoba mengumpulkan kesadarannya. Setelah melakukan sedikit peregangan, ia segera mencari ponselnya. Matanya menyipit kala cahaya dari ponsel menyilaukan matanya. Sudah pukul dua pagi dan ada banyak sekali notifikasi. Cepat-cepat Arjuna membuka aplikasi WhatsApp dan benar saja. Notifikasi itu muncul dari Reni. "Mampus! Kenapa aku bisa ketiduran!" Arjuna menepuk keningnya. Keringat dingin mulai membasahi wajahnya. Arjuna mencoba menghubungi Reni, sialnya nomor itu tidak aktif. "Apa Reni marah ya?" gumamnya mulai panik. Arjuna benar-benar melupakan janjinya untuk selalu memberikan kabar pada Reni. Gara-gara tadi terlalu menikmati adegan bersama Sandra, ia sampai melupakan tunangannya. Pikiran Arjuna mulai kacau. Ia benar-benar merasa bodoh kali ini karena membiarkan dirinya dikuasai nafsu dan bukannya mendahulukan logikanya. Arjuna bangk

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-03
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 130

    Reni terdiam mendengar apa yang dikatakan Mamanya bahwa Arjuna semalaman mencoba menghubungi. Mamanya juga bilang bahwa Arjuna ketiduran setelah meninjau proyek seharian. "Kamu kenapa sampai matiin HP, Ren?" tanya Lesmana sembari menikmati sarapan paginya. Pagi ini, Santi memasak banyak sekali makanan lezat. Ia sudah berjanji akan mengirimi Rendi makanan agar anak baik itu segera sembuh dari sakitnya. "Kesel aja, Pa. Masak buat ngasih kabar aja susah? Emangnya di Semarang susah sinyal ya, Pa?" Lesmana meletakkan sendoknya. "Bukan masalah susah sinyal, Sayang. Mungkin setelah meninjau proyek, Arjuna langsung pulang. Ketika sudah di tempat kontrakannya, ia terlalu lelah dan akhirnya tertidur jadi belum sempat menghubungimu. Lagipula, jika dia memang tidak berniat menghubungimu, untuk apa dia susah payah menghubungi Mama?" Reni terdiam. Ia benar-benar sudah kesal pada Arjuna karena mulai sering mengabaikan dirinya. Padahal, Reni tidak menuntutnya harus menelepon a

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-04
  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 131

    Ponsel di genggaman tangan Arjuna menggantung. Arjuna melongo ketika teleponnya diputus begitu saja oleh Reni. Otaknya mendadak berhenti beroperasi untuk mencari cara agar bisa membuat Reni mau memaafkannya ketika panggilan itu berakhir sepihak. Ia merasakan rasa bersalah luar biasa karena sudah mengkhianati Reni dengan tidur bersama Sandra. Apalagi ia baru beberapa minggu di sini. Bagaimana jika berbulan-bulan ke depan, Arjuna semakin tidak bisa mengerem tindakannya? Lelaki berambut klimis itu terus merutuki kebodohannya. Padahal ia begitu ingat bagaimana tatapan tidak rela Reni ketika mengantar kepergiannya ke bandara. Bahkan, ada pesam yang terus terngiang di telinga Arjuna untuk tidak genit kepada perempuan lain. Tapi, ia bahkan melewati garis batas dari arti kata 'genit' itu sendiri. "Apa Reni mulai merasa kalau aku menyembunyikan sesuatu, ya?" Arjuna berpikir keras seraya mondar-mandir. Ia tidak bisa tenang sampai Reni memaafkannya nanti. "Pokoknya aku ha

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-09

Bab terbaru

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 142

    Reni hampir seminggu berada di indekos Rendi. Selama itu pula hanya Nadya yang datang menemaninya. Arjuna, bahkan orang tuanya tidak ke sini. Ia lupa bahwa ponselnya dipegang oleh Ryo. Pagi ini, suasana hati Reni sudah lebih baik. Walaupun masih ada kekecewaan di hatinya, tetapi ia tak serapuh kemarin-kemarin. Hatinya jauh lebih kuat. "Yakin mau pulang sekarang?" tanya Rendi untuk yang kesekian kalinya. Ia yang paling terlihat khawatir akan kestabilan emosi Reni. Reni mengangguk yakin. Setelah satu minggu 'bertapa' di sini, ia memilih untuk berhenti menghindar dan menghadapi semuanya. Walaupun mungkin itu sangat menyakiti perasaannya, ia tak ingin lari lagi. Akhirnya Rendi memilih ikut ke rumah Reni dengan menjadi sopir mobilnya. Rasa kekhawatirannya benar-benar tidak bisa hilang. Reni mengiyakan saja apabila Rendi mau mengantarnya ke rumah. Sesampainya di depan gerbang rumah, Reni meminta untuk memarkir motornya di luar saja. Dengan langkah perlahan, Reni dite

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 142

    Pagi ini, Rendi memilih untuk mencuci motornya setelah setiap hari ia gunakan pulang-pergi ke tempat magang yang lumayan jauh. Beberapa kali memang sempat ia cuci. Akan tetapi, setelah sakit ia jadi malas mencuci motornya. Selagi cuaca cerah, Rendi dengan telaten membersihkan motor kesayangannya. Tak lupa, ia juga menjemur helm yang setiap hari ia pakai agar tidak bau apek. Ketika mengelap motornya agar semakin kinclong, sebuah mobil yang Rendi kenali memasuki halaman indekosnya. Keningnya berkerut tatkala pemilik mobil tak jua keluar. Rendi bergegas menghampiri mobil itu. Ia mengetuk kaca jendela mobil. Butuh waktu beberapa menit sebelum akhirnya kaca jendela itu turun dan menampilkan wajah kalut Reni. "Kamu kenapaaa??" Rendi terkejut bukan main melihat mata sembab Reni. *** Ryo menarik napas sedikit lega ketika membuka pesan di ponsel Reni dan ada salah satu temannya yang didatangi. Bahkan, seseorang bernama Rendi itu berani bertaruh nyawanya apabila Reni

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 140

    Ketika terdengar keributan di bawah, Tania memeluk Reni erat. Ia tidak ingin adik iparnya ini semakin sedih. "Dia ngapain ke sini sih, Mbak?" bisik Reni menahan isak tangisnya. Tania mengelus punggung Reni. "Udah, nggak usah dipeduliin. Yang terpenting sekarang adalah kondisi kamu. Sesekali egois itu perlu kok!" Tania terus mendekap Reni. Ia berharap mampu menyalurkan energi positifnya pada Reni, agar kesedihan itu setidaknya berkurang. "Mbak, aku mau ke balkon cari angin!" desis Reni, menghapus sisa-sisa air matanya. "Mau mbak temenin nggak?" tawar Tania. Ternyata Reni menggeleng. "Beneran nggak apa-apa sendiri?" "Nggak apa-apa, Mbak. Sebentar aja!" Reni bangkit dari duduknya. Ia menuju wastafel untuk membasuh wajahnya. Setelah itu ia baru keluar setelah meyakinkan Tania bahwa ia baik-baik saja. Tanpa sepengetahuan Tania, Reni sudah mengantongi kunci mobilnya yang kebetulan terparkir di belakang. Reni berniat kabur dari rumah daripada ia harus meli

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 139

    Reni bangun ketika jendela kamarnya terbuka. Matanya perih terkena sinar matahari pagi setelah semalaman menangis. Ternyata papanya yang membuka gorden jendela kamar. "Bangun yuk. Udah siang ini!" Lesmana mendekati putrinya. Ia elus rambut putrinya yang berantakan. Reni masih terbaring di kasurnya. Padahal ia baru saja terbangun, tetapi rasanya melelahkan sekali. Ia seperti merasakan lelah yang tak berkesudahan. "Tuh, ada Tania. Kamu temuin dong!" Lesmana mencoba membuat putrinya bersemangat, walaupun ia tahu hal ini mungkin sia-sia. Reni malah melamun. Matanya terlihat sangat sembab setelah menangis sampai tertidur. Ia bahkan tidak sempat mengganti baju tidurnya. Pikirannya kacau, sangat kacau. *** Arjuna pulang dengan perasaan gelisah. Nada bicara Ryo yang penuh amarah semalam membuatnya kelabakan mencari tiket pesawat saat itu juga. Ia sempat beradu argumen dengan Sandra yang berusaha menahannya. "Palingan cuma masalah sepele!" begitu katanya. Arjuna

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 138

    Sepanjang jalan pulang, Reni terdiam. Minimnya cahaya dijadikan tameng untuknya menangis tanpa suara. Reni membuang muka menghadap ke jendela mobil agar tangisnya tak terlihat oleh Ryo. Sementara itu, di sebelahnya Ryo berusaha meredam amarah. Apa yang ia lihat di ponsel Reni tadi benar-benar mengejutkannya. Kenapa keadaan tiba-tiba menjadi begitu pelik untuk Reni lalui? Ini adalah masa-masa Reni membutuhkan kestabilan emosional karena ia harus mengerjakan tugas akhirnya. Tetapi keadaan menghempaskan Reni begitu saja. Sesampainya di rumah, tanpa basa-basi Reni langsung berlari ke lantai dua dan masuk ke kamarnya. Santi dan Lesmana yang sedang kedatangan tamu heran dengan sikap Reni. Ketika Ryo masuk, tatapan Santi penuh tanda tanya. Ryo sendiri memilih tetap di luar. Setelah menghabiskan rokoknya ia menelepon sang istri. "Yang, besok pagi bisa ke rumah nggak? Temenin Reni. Dia lagi ada masalah." ujarnya setelah telepon diangkat oleh Tania. Perempuan itu tidak b

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 137

    Reni keluar dari galeri dengan wajah lelah tetapi juga tergambar kegembiraan di sana. Ia sangat gembira bisa magang di tempat gurunya yang mengenalkan dunia fotografi padanya. Tadi ketika acara perpisahan, Aldo bahkan memberikan hadiah pada Rendi dan Reni karena menjadi anak magang yang baik sepanjang masa. "Ini oleh-oleh buat kalian. Karena selama aku nerima anak magang, baru kali ini galeri bisa sangat seramai ini. Bahkan ada pengunjung yang bela-belain ke sini setiap hari cuma kepingin di-guide sama Rendi. Ini benar-benar pencapaian besar. Galeri bakalan sangat kehilangan kalian!" ucapan Aldo membuat semua yang ada di ruangan itu mendadak sedih. Lagi pula, siapa yang suka dengan momen perpisahan? "Mau langsung pulang atau kemana gitu?" tawar Rendi sembari menyerahkan helm pada Reni. Perempuan itu segera mengenakan helm. "Pulang dulu, besok aja main. Inget, kamu masih hutang ngajakin aku makan mie yamin yaa?" Rendi tertawa. Beberapa bulan selama magang ini hariny

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 136

    Hari ini adalah hari terakhir Reni magang. Semalam, ia sudah menyelesaikan laporan magangnya selama tiga bulan ini. Nanti sepulang dari tempat magang, Ryo berjanji akan mentraktirnya sebagai hadiah karena Reni berhasil menyelesaikan magang tanpa kendala apapun. Selama magang, Reni memang lebih sering di rumah daripada di apartemen. Ini pun atas titah Mamanya, agar beliau tetap bisa memantau Reni. Santi takut apabila magang Reni memilih tinggal di apartemen, ia malah tidak pulang. "Mama lebay!" desisnya saat itu. Santi tidak peduli apapun perkataan putrinya. Yang terpenting adalah kebaikan Reni sekarang. Santi pun juga sudah mendengar tentang renggangnya hubungan Arjuna dengan putrinya. Andini sempat bercerita ketika keduanya bertemu di salah satu butik langganan mereka. "Aku bener-bener minta maaf lho, Jeng. Karena kesibukan Arjuna bikin Reni jadi merasa terabaikan. Jadinya malah mereka bertengkar." Andini menggenggam tangan Santi. Santi mengangguk mafhum.

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 135

    Seharian Sandra hanya marah-marah. Ia kesal karena Arjuna mulai sering tidak fokus dan sering menengok ponselnya, meskipun itu sedang meeting penting dengan kontraktor. Sandra sudah memperingatkannya beberapa kali, tetapi nihil. Arjuna masih saja tidak fokus. "Kamu tuh kenapa sih? Ini kita udah hampir sebulan loh di sini! Kita udah jalanin proyek hampir tiga puluh persen dan kamu mulai sering nggak fokus. Kamu mau ngerusak karir kamu sendiri hah?!" pekik Sandra berapi-api ketika keduanya sampai di rumah. Ia sudah tidak bisa menahan diri karena kali ini Arjuna kehilangan profesionalismenya. "Aku nggak bisa konsen karena akhir-akhir ini Reni sering banget ngilang. Dia jadi super sibuk sampai nggak bisa dihubungi." jawab Arjuna enteng. Sandra mengusap wajahnya kasar. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan pernyataan yang Arjuna lontarkan dengan entengnya barusan. "Jadi profesionalisme kamu hilang gara-gara kamu bucin?" nada bicara Sandra sudah tidak mampu ia kontrol.

  • Garis Pikat Sang Arsitek   Bab 134

    Sepanjang perjalanan menuju galeri, Reni mengunci rapat-rapat mulutnya. Ia tidak mengucapkan apapun setelah badannya dibuat panas dingin oleh Rendi. "Kamu kenapa sih? Sariawan?" tanya Rendi saat motornya berhenti di lampu merah. Rendi mengarahkan spionnya tepat ke wajah Reni. Reni sama sekali tidak mengeluarkan suara. Ia hanya menggeleng pelan. Hal ini membuat Rendi gemas. "Ya udah kalau sariawan, nanti aku beliin mie jontor. Katanya ampih buat bikin sembuh sariawan." ujarnya yang kemudian mendapatkan pelototan dari Reni. Ia tidak peduli dan langsung mengegas motornya saat lampu berubah menjadi hijau. Reni menoyor helm Rendi sampai lelaki itu menunduk cukup dalam. "Aduh, aku lagi nyetir ini, Ren! Nanti kalo nabrak gimana?" omel Rendi seraya mengelus hidungnya yang mencium spidometer motor. "Biarin!" Rendi tertawa. Tiba-tiba muncul ide konyol di pikirannya. "Oh, kamu pengen sehidup semati sama aku? Bilang atuh, Ren!" ujarnya sebelum kemudian memperce

DMCA.com Protection Status