Ponsel di genggaman tangan Arjuna menggantung. Arjuna melongo ketika teleponnya diputus begitu saja oleh Reni. Otaknya mendadak berhenti beroperasi untuk mencari cara agar bisa membuat Reni mau memaafkannya ketika panggilan itu berakhir sepihak. Ia merasakan rasa bersalah luar biasa karena sudah mengkhianati Reni dengan tidur bersama Sandra. Apalagi ia baru beberapa minggu di sini. Bagaimana jika berbulan-bulan ke depan, Arjuna semakin tidak bisa mengerem tindakannya? Lelaki berambut klimis itu terus merutuki kebodohannya. Padahal ia begitu ingat bagaimana tatapan tidak rela Reni ketika mengantar kepergiannya ke bandara. Bahkan, ada pesam yang terus terngiang di telinga Arjuna untuk tidak genit kepada perempuan lain. Tapi, ia bahkan melewati garis batas dari arti kata 'genit' itu sendiri. "Apa Reni mulai merasa kalau aku menyembunyikan sesuatu, ya?" Arjuna berpikir keras seraya mondar-mandir. Ia tidak bisa tenang sampai Reni memaafkannya nanti. "Pokoknya aku ha
Permainan panas antara Sandra dan Arjuna berlangsung cepat karena sudah mendekati jam istirahat. Biasanya di sebelah toilet juga digunakan sebagai tempat untuk beristirahat. "Gila kamu!" semprot Sandra sembari memakai kembali pakaiannya. Ia jengkel karena dengan brutalnya Arjuna melucuti semua pakaian Sandra tanpa terkecuali, termasuk g-stringnya. "Kan aku biar leluasa!" bisik Arjuna setelah membuang cairan kenikmatannya di toilet. Bahkan pakaian Arjuna masih sangat rapih tanpa ada satupun yang tanggal. "Ya kan tadi kamu nyaranin aku pake ini biar enak kalo masuk. Kalo kayak gini kan tetep sama aja. Mending aku nggak pake baju sedari berangkat tadi!" ujar Sandra ngambek. Arjuna menggosokkan jarinua di selangkangan Sandra hanya dari luar. "Nggak usah ngambek gitu dong, baby! Apa mau kita ulang lagi?" "Ah! Ah! Ah! Maaauuu!" jawab Sandra binal. Ia segera melumat bibir Arjuna. "Jangan di sini ya! Bentar lagi orang-orang istirahat. Kita cari tempat yang aman unt
Setelah izin tidak masuk selama beberapa hari, akhirnya hari ini Rendi memutuskan untuk masuk magang. Tanpa memberi kabar pada Reni, lelaki itu langsung berangkat ke rumah Reni lebih pagi dari jadwal biasanya ia menjemput gadis itu. Ketika sampai di pintu gerbang, Santi yang sedang menyiram bunga-bunga kesayangannya menyambutnya dengan sangat ramah. "Ya ampun, Nak Rendi! Apa kabar?" Santi segera mendekat. Ia mengelus pundak Remdi saat lelaki itu mencium tangannya. "Udah sehat?" "Alhamdulillah, Tante. Saya langsung sehat karena masakan tante bergizi semua. Hehehe..." "Kamu tuh bisa aja!" Santi tersenyum. "Reni kayaknya masih siap-siap. Kamu tunggu di dalem aja. Nanti kita sarapan bareng ya?" Rendi tersenyum sungkan. Sambutan yang kelewat hangat ini membuatnya merasa tidak enak pada keluarga Reni. Ia tak pernah memberikan apa-apa pada keluarga Reni, tapi keluarga ini terlewat baik padanya. "Kok malah ngelamun? Yuk, masuk!" Santi menarik tangan Rendi tanpa mem
Sepanjang perjalanan menuju galeri, Reni mengunci rapat-rapat mulutnya. Ia tidak mengucapkan apapun setelah badannya dibuat panas dingin oleh Rendi. "Kamu kenapa sih? Sariawan?" tanya Rendi saat motornya berhenti di lampu merah. Rendi mengarahkan spionnya tepat ke wajah Reni. Reni sama sekali tidak mengeluarkan suara. Ia hanya menggeleng pelan. Hal ini membuat Rendi gemas. "Ya udah kalau sariawan, nanti aku beliin mie jontor. Katanya ampih buat bikin sembuh sariawan." ujarnya yang kemudian mendapatkan pelototan dari Reni. Ia tidak peduli dan langsung mengegas motornya saat lampu berubah menjadi hijau. Reni menoyor helm Rendi sampai lelaki itu menunduk cukup dalam. "Aduh, aku lagi nyetir ini, Ren! Nanti kalo nabrak gimana?" omel Rendi seraya mengelus hidungnya yang mencium spidometer motor. "Biarin!" Rendi tertawa. Tiba-tiba muncul ide konyol di pikirannya. "Oh, kamu pengen sehidup semati sama aku? Bilang atuh, Ren!" ujarnya sebelum kemudian memperce
Seharian Sandra hanya marah-marah. Ia kesal karena Arjuna mulai sering tidak fokus dan sering menengok ponselnya, meskipun itu sedang meeting penting dengan kontraktor. Sandra sudah memperingatkannya beberapa kali, tetapi nihil. Arjuna masih saja tidak fokus. "Kamu tuh kenapa sih? Ini kita udah hampir sebulan loh di sini! Kita udah jalanin proyek hampir tiga puluh persen dan kamu mulai sering nggak fokus. Kamu mau ngerusak karir kamu sendiri hah?!" pekik Sandra berapi-api ketika keduanya sampai di rumah. Ia sudah tidak bisa menahan diri karena kali ini Arjuna kehilangan profesionalismenya. "Aku nggak bisa konsen karena akhir-akhir ini Reni sering banget ngilang. Dia jadi super sibuk sampai nggak bisa dihubungi." jawab Arjuna enteng. Sandra mengusap wajahnya kasar. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan pernyataan yang Arjuna lontarkan dengan entengnya barusan. "Jadi profesionalisme kamu hilang gara-gara kamu bucin?" nada bicara Sandra sudah tidak mampu ia kontrol.
Hari ini adalah hari terakhir Reni magang. Semalam, ia sudah menyelesaikan laporan magangnya selama tiga bulan ini. Nanti sepulang dari tempat magang, Ryo berjanji akan mentraktirnya sebagai hadiah karena Reni berhasil menyelesaikan magang tanpa kendala apapun. Selama magang, Reni memang lebih sering di rumah daripada di apartemen. Ini pun atas titah Mamanya, agar beliau tetap bisa memantau Reni. Santi takut apabila magang Reni memilih tinggal di apartemen, ia malah tidak pulang. "Mama lebay!" desisnya saat itu. Santi tidak peduli apapun perkataan putrinya. Yang terpenting adalah kebaikan Reni sekarang. Santi pun juga sudah mendengar tentang renggangnya hubungan Arjuna dengan putrinya. Andini sempat bercerita ketika keduanya bertemu di salah satu butik langganan mereka. "Aku bener-bener minta maaf lho, Jeng. Karena kesibukan Arjuna bikin Reni jadi merasa terabaikan. Jadinya malah mereka bertengkar." Andini menggenggam tangan Santi. Santi mengangguk mafhum.
Reni keluar dari galeri dengan wajah lelah tetapi juga tergambar kegembiraan di sana. Ia sangat gembira bisa magang di tempat gurunya yang mengenalkan dunia fotografi padanya. Tadi ketika acara perpisahan, Aldo bahkan memberikan hadiah pada Rendi dan Reni karena menjadi anak magang yang baik sepanjang masa. "Ini oleh-oleh buat kalian. Karena selama aku nerima anak magang, baru kali ini galeri bisa sangat seramai ini. Bahkan ada pengunjung yang bela-belain ke sini setiap hari cuma kepingin di-guide sama Rendi. Ini benar-benar pencapaian besar. Galeri bakalan sangat kehilangan kalian!" ucapan Aldo membuat semua yang ada di ruangan itu mendadak sedih. Lagi pula, siapa yang suka dengan momen perpisahan? "Mau langsung pulang atau kemana gitu?" tawar Rendi sembari menyerahkan helm pada Reni. Perempuan itu segera mengenakan helm. "Pulang dulu, besok aja main. Inget, kamu masih hutang ngajakin aku makan mie yamin yaa?" Rendi tertawa. Beberapa bulan selama magang ini hariny
Sepanjang jalan pulang, Reni terdiam. Minimnya cahaya dijadikan tameng untuknya menangis tanpa suara. Reni membuang muka menghadap ke jendela mobil agar tangisnya tak terlihat oleh Ryo. Sementara itu, di sebelahnya Ryo berusaha meredam amarah. Apa yang ia lihat di ponsel Reni tadi benar-benar mengejutkannya. Kenapa keadaan tiba-tiba menjadi begitu pelik untuk Reni lalui? Ini adalah masa-masa Reni membutuhkan kestabilan emosional karena ia harus mengerjakan tugas akhirnya. Tetapi keadaan menghempaskan Reni begitu saja. Sesampainya di rumah, tanpa basa-basi Reni langsung berlari ke lantai dua dan masuk ke kamarnya. Santi dan Lesmana yang sedang kedatangan tamu heran dengan sikap Reni. Ketika Ryo masuk, tatapan Santi penuh tanda tanya. Ryo sendiri memilih tetap di luar. Setelah menghabiskan rokoknya ia menelepon sang istri. "Yang, besok pagi bisa ke rumah nggak? Temenin Reni. Dia lagi ada masalah." ujarnya setelah telepon diangkat oleh Tania. Perempuan itu tidak b