i'm sorry .... Dua hari belum sempat update. Insya Allah ke depan rajin updatenya ya
Bahkan lebih sakit dari ketika Amy meninggalkannya. Jantungnya berdetam kuat, saat ia memasuki rumah dan mendapati keadaan, bahwa rumah yang dulu sering disinggahinya, dalam keadaan yang benar-benar memprihatinkan.Kelumpuhan yang diderita oleh Bastian, benar-benar telah menguras perekonomian Wak Hasan sekeluarga. Barang-barang yang berharga telah dijual. Bahkan kursi goyang tempat Wak Hasan sering duduk mengaso di sore hari, telah berpindah ke lain rumah. Pandangan Ali beredar ke sekeliling rumah. Tampak Bastian berbaring di atas kasur tipis di dalam kamarnya. Terus-menerus menangis menyesali kelumpuhannya. Kakak laki-laki tertua itu menjadi begitu lemah semenjak lumpuh. Sesungguhnya, ia bukan laki-laki yang lemah. Namun kelumpuhan ini benar-benar menggerus jiwanya. Ia bukan orang yang suka diurus orang lain. Dialah yang harusnya mengurus keluarganya. Ari duduk terpekur di sudut kamar. Ikut menangis dalam diam. Duduk melipat kaki di depan dada dan menenggelamkan kepala di antaranya.
Selendang hijau zamrud itu akhirnya hancur, di malam pertama Amy diboyong ke rumah keluarga Prasetyo. Saat Hamam merobek mahkotanya dengan kasar dan juga mencabik-cabik selendang itu tepat di depan muka Amy yang menangis menahan sakit dan ketakutan tanpa daya.Laki-laki itu tahu, dengan melihat bahasa tubuh dan gerak-gerik keduanya bahwa masih ada banyak cinta yang bersembunyi antara istri dan si miskin itu.Dengan selendang itulah Reinaldi menautkan hatinya pada Amy sebagaimana Amy juga menautkan seluruh cintanya pada kenangan masa kecilnya yang malang.Dan Hamam Prasetyo tak suka dengan kenyataan itu.Terlepas dari dia cinta atau tidak.Miliknya adalah miliknya.***Tak usahlah diceritakan bagaimana derita Amy semenjak menginjakkan kaki ke dalam rumah Hamam. Bagaimana keluarga Hamam memperlakukan dia layaknya kasta terendah di dalam kehidupan duniawi ini.Seperti yang diceritakan sebelumnya, Amy terpuruk di dalam mempertahankan rumah tangganya setelah berpisah dengan keluarga Wak Has
'Aku sudah di sini, Kekasihku. Aku yang datang padamu, seperti seharusnya. Saat deritamu menjadi kemalangan berkepanjangan dalam hidupmu.'Seketika, aura kebingungan memenuhi ruangan itu. Ruangan yang tadinya ramai oleh riuh rendah kegembiraan perlahan-lahan menjadi hening. Mereka saling pandang dengan bingung. Bertanya-tanya dengan sikap Reinaldi yang tiba-tiba berubah serius.“Yang sudah berjuang, menunggumu datang …,” Tapi, kau tak pernah datang, Kekasih. “menjemputmu pulang ….” Aku yang akan menjemputmu, untuk kembali padaku! Merebutmu dari Hamam sialan itu! Pancaran saga berpendar di netra elang itu. Melarikkan kesungguhan yang nyata pada diri laki-laki rupawan yang ada di atas panggung itu. Tampak jelas, ia ingin menunjukkan jati dirinya pada seseorang yang dipandangnya di belakang sana.Amy mendekap mulutnya dengan kedua tangan, gemetar menahan rasa sebah yang semakin kuat mencengkeram hatinya. Ia melihat semua itu. Ia tahu, Ali tak pernah main-main dengan kata-katanya. “Ingat
Dengan kaku Amy masuk ke dalam mobil. Reinaldi berjalan memutar dan masuk ke belakang kemudi. Mobil segera berjalan perlahan, keluar dari lahan parkir restoran itu.Hujan semakin deras mengguyur. Mobil terus melaju di kegelapan malam menembus derasnya hujan. Suasana hening yang janggal segera cair setelah Reinaldi menyetel lagu di dalam mobil. Tak lama terdengar suara Anji yang menyanyikan lagu yang tadi dimainkan Reinaldi.Amy berkeringat dingin. Ia menyesali keputusannya pagi tadi memilih memakai rok pendek selutut alih-alih memakai rok panjang yang dianjurkan suaminya. Ia bergerak gelisah, canggung karena harus berada di dekat Reinaldi. Laki-laki itu memandang ke depan, tenang, pada jalan raya yang sepi.“Kau tak ingin mengucapkan sesuatu?” tanya Reinaldi sambil melirik ke arah Amy. Perempuan itu memandangnya terkejut. “Aku ulang tahun hari ini,” ucap laki-laki itu pelan. “Apakah kau tak ingin memberikan kado buatku?” tanyanya bias.Amy menunduk, bingung hendak menjawab apa.“Kan s
Ada rindu yang datang bergelora di dalam hati Amy. Entah karena faktor kehamilannya ataukah karena Ali yang pernah memasuki dirinya dna meninggalkan semua sentuhan fisik di jiwa dan raganya. Yang pasti, terkadang rasa kerinduan itu datang tanpa bisa ditahan. Datang dengan rasa pilu yang begitu dalam.Namun, tidak bisa lagi ditumpahkan dalam bentuk air mata yang bertambah-tambahlah rasa sakit itu di hati Amy.“Apakah kau merindukan Ayahmu?” lamunnya pada jiwa yang sedang bersemayam di dalam rahimnya.Hatinya berdesir. Seolah-olah janinnya mengatakan sesuatu. Apakah ini hanya perasaannya saja? Anaknya merindukan ayahnya? Tentu saja. Setiap anak pasti merindukan kehadiran kedua orangtuanya. Janin itu ingin dibelai, diajak bicara, mendengarkan suara ayah dan ibunya. Merasakan kasih sayang yang utuh dari mereka. Bukan hanya seorang saja. Apa yang telah aku lakukan? Bukankah kami berdua mengerti benar bagaimana hidup tanpa ayah dan ibu? Perasaan Ali pastilah sangat sakit jika mengetahui, a
Teriakan kuat Mbok Napsiah menghentak kesadaran Hamam, hingga cekalan tangannya terlepas seketika. Amy mundur terhuyung-huyung. Tangannya menggapai-gapai sekitarnya mencari pegangan. Syukur ia berhasil menggapai kursi makan dan berdiri sambil memegangi perutnya dengan tangan yang satu lagi."A..., apa?" seru Hamam dengan sorot terkejut yang luar biasa.Mulutnya sontak menganga. Ia mengusap belakang kepalanya dengan sebelah tangan. Lalu mengusap dagunya yang telah ditumbuhi oleh janggut halus beberapa kali. Tampak benar ia terpukul. Sesaat kemudian, matanya kembali nanar memandang ke arah Amy yang balik menatapnya dengan ketakutan.Amy segera menghambur ke dapur dengan tertatih sambil memegangi perutnya yang melilit hebat. Dengan sepenuh tenaga, ia berjuang untuk tiba di sana. Hamam menggeram lalu mulai menyusul Amy dengan kalap sambil berteriak, "Bitch!! Belum juga satu tahun kau kuceraikan, sudah main gila dengan laki-laki lain!" kejarnya dengan kalap.Amy tertatih-tatih berjalan. Ia
"Are you, okay, Honey?""....""Honey?"Hanya isak Amy yang menyahuti suara Lily Fazo di ujung sana. Tiga hari telah berlalu setelah insiden kedatangan Hamam."Something happen to you?""...., Hamam datang, Lily. Ia Berhasil menemukanku...," akhirnya Amy berhasil berbicara setelah lewat sepuluh menit."What! That sh*ts! How could he found you?!""Aku..., hanya kau yang bisa menolongku, Lily..., sembunyikan aku dari Hamam..., tolong...,""....""Aku hampir kehilangan anakku, Lily...," ujar Amy kemudian terisak kuat. Mengingat perjuangannya mempertahankan anaknya tiga hari yang lalu. Entah mengapa, Hamam tak lagi muncul di rumahnya. Amy yang segera mengepak barang-barang seadanya, menganggap, itu adalah bantuan dari Rabb-nya. Janinnya selamat. Tetapi, bila terlambat sepuluh menit saja, bisa dipastikan ia akan kehilangan anaknya. Obat yang diberikan oleh dokter kandungannya, sebagai upaya jaga-jaga bila te
Amy mengusap mulutnya dan berjalan menjauhi pintu ruangan kerja Isabella Fazo dengan masgyul. Tangannya gemetar sambil mendekap odner-odner di depan dadanya. ‘Jadi, orang yang diutus Lily untuk menyelamatkan kita, adalah Ali? Bagaimana bisa?’ Batinnya perih.Tiba-tiba kerinduan menyeruak begitu saja, menghantam dirinya dengan hebat. Ia sangat ingin berbalik dan menghambur ke dalam pelukan Ali. Memohon padanya agar menyelamatkan anaknya. Tetapi, bayangan menyakitkan ketika melihat Ali memeluk Isabella Fazo dengan begitu intim tadi, membuatnya melangkah semakin menjauhi pintu itu. Ali telah menemukan pengganti dirinya. Betapa mudahnya. Kini, ia tahu bagaimana rasanya menjadi Ali. Terbuang. Tak diinginkan. Dilupakan. Amy merasa tersentil dengan ucapan Ali ketika itu.Begini rasanya dilupakan. Batinnya. Airmatanya membanjir. Mengeluarkan isak di dadanya yang begitu sakit. Ayahmu tak menginginkan kita, Nak. Dia sudah begitu saja melupakan kita. Ibu tak sanggup bertemu